Motivasi Menjadi G(b)uru (h) dan Ketidakpastian itu…

Kamis, September 20, 2007

Oleh Titus Krist Pekei*)

Alasan utama orang Papua studi keluar daerah adalah kurangnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Selain itu, ada hal mendasar lain yaitu, tidak tersedianya studi mendalam selepas SMA. Mengenai sarana dan prasarana yang kurang seharusnya menjadi prioritas utama di samping faktor lain. Faktor lain misalnya, guru sebagai pendidik dan pengajar memiliki arti penting bagi dunia pendidikan. Terutama pendidikan formal.

Pengabdian “guru” tidak bisa diukur dengan suatu patokan statis. Akan tetapi, harus dipandang sebagai pengubah (dinamis) dunia melalui pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, tugasnya tidak semuda yang dibayangkan orang awam. Guru meletakkan cakrawala dasar ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Pada pendidikan awal guru memampukan siswa dalam pengambilan keputusan dalam menentukan pilihan selanjutnya. Artinya memberikan wawasan ke depan atau masa depan. Wawasan keguruan misalnya, harus memberikan keterangan yang benar tentang studi di SPG, PGSD, FKIP. Sama halnya dengan bidang lain.

Guru dan Tanda Jasa
Guru adalah pahlawan, karena guru sebagai pahlawan yang menyelamatkan peradaban suatu bangsa dari keterisolasian, keterbelakangan, kesengsaraan dan kebodohan. Guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar. Mengajar dengan mengedepankan profesinya sebagai mata pencaharinnya. Mengajar adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Guru mengajar sambil mendidik dan mendidik sambil mengajar. Apalagi membuka pemahaman-pemahaman pada tiap pribadi yang berbeda konsep berpikirnya.

Guru menjadi pribadi yang berpihak kepada anak didiknya dengan menjadi orang tua kedua di sekolah. Memang, pantas untuk mengenang guru dengan slogan pahlawan tanpa tanda jasa. Guru sebagai jendelah, cermin, jalan dan petujuk yang tiada batas bagi hidup anak didiknya. Guru membantu siswa berperilaku sopan, disiplin, membaca, menulis, secara baik dan benar dan lain-lain.

Namun kini ada ketidakpastian bagi guru. Guru dilupan begitu saja. Pada hal jasa mereka sepantasnya mendapatkan penghargaan dan perhatian yang pantas. Misalnya, penetapan anggaran pendidikan yang sesuai, membuat rancangan undang-undang tentang pendidikan atau guru serta kebijakan serupa lain yang memihak kebutuhannya.

Transisi
Saat ini guru memasuki masa transisi. Nasibnya semakin tidak menentu. Profesinya mulai tergadai. Guru bingung antara mengajar dan mencari pekerjaan sampingan. Saat ini, banyak guru meninggalkan profesi sebagai guru. Ketika banyak orang mulai tidak lagi meminati karier guru, alasannya jelas: memilih menjadi guru sama saja dengan memilih menjadi miskin. Tidak punya jaminan nanti di hari tua. Jadi wajar saja, guru mulai beralih profesi ke dunia politik, pemerintah, dan lain-lain. Kondisi itu memprihatikan kondisi dunia pendidikan kita.

Terkait dengan itu kesejateraan guru menjadi penyebab utama. Mungkin saja guru merasa ada sikap tidak menghargai terhadap pengabdiannya. Guru harian/honorer yang bertahun-tahun lamanya mengajar, status mereka tidak berubah. Justru mengantar pada ketidakpastian yang mendatangkan kecewa, karena tidak diangkat menjadi PNS.
Untuk itu diharapkan adanya konstensi pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai birokrasi yang kompeten. Dengan program mendasar sesuai kebutuhan masyarakat umun, guru, dan siswa. Sistem proyek dihindari karena punya kesan menghamburkan banyak biaya, tanpa ada kejelanan dan kelanjutan. Terkait dengan itu, posisi dan kedudukan sebagi pemimpin dan wakil rakyat harus dihargai sebagai “pekerja” rakyat atau pembantu “rakyat”. Posisi itu dimanfaatkan sebagai amanah untuk memperjuangkan keadilan demi kemajuan bersama. Demi mersiapkanlah jalan bagi generasi masa depan. Karena guru itu bukan buru. Guru adalah pahlawan bangsa yang seharusnya dihargai dan dilindungi.

Bantaran Ciliwung, 19 April 2006.
* Alumni Pascasarjana studi ilmu lingkungan Universitas Indonesia/PSIL. Penulis pemerhati masalah ekologi.
-----------------------------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut