RAKYAT PAPUA WAJIB BEROBAT GRATIS

Selasa, Desember 30, 2008

oleh: "Dkr Papua"

Tak terasa sesaat lagi kita akan mengakhiri tahun 2008. Itu berarti Otonomi Khusus (otsus) bagi Provinsi Papua sudah berjalan kurang lebih 8 Tahun. Salah satu prioritas penting atau agenda mendesak dalam rangka pengimplementasian kebijakan tersebut adalah bidang Kesehatan. Bidang kesehatan menjadi prioritas penting dalam rangka mewujudkan masyarakat Papua yang lebih adil dan bermartabat guna menjadikan rakyat Papua menjadi tuan di negeri sendiri. Itu sebabnya upaya dalam rangka mewujudkan agenda tersebut perlu kita sikapi dengan serius sebelum kita memasuki tahun 2009.

Perlu untuk kita refleksikan bersama, sejauh mana pelayanan kesehatan yang baik itu sudah diterima oleh rakyat Papua di seluruh kota kabupaten di Tanah Papua? Pertanyaan ini tentunya menibulkan kontadiksi/pertentangan bagi kita semua apabila kita melihat kondisi yang terjadi di lapangan berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang sampai sejauh ini dirasakan oleh seluruh rakyat yang ada di Tanah Papua.

Berdasarkan survey tim dari Dewan Kesehatan Rakyat Papua yang turun ke setiap kota kabupaten di Papua, terdapat banyak kejanggalan-kejanggalan yang terjadi berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak-pihak terkait dalam hal ini rumah sakit dan puskesmas-puskesmas di Provinsi Papua sebagai pelaksana teknis dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sehat di seluruh Tanah Papua.

Ada indikasi bahwa terjadi bisnis-bisnis terselubung berkaitan dengan obat-obatan yang tidak tersedia di apotik resmi rumah sakit yang ternyata dititipkan di apotik-apotik swasta sehingga para pasien harus membelinya sendiri di apotik-apotik tersebut, padahal biaya pengobatan dan perawatan sudah dibayarkan termasuk biaya obat yang direkomendasikan oleh dokter atau bidan yang menangani pada saat pasien tersebut membayar biaya administrasi dan jasa pelayanan. Demikian juga yang terjadi di Distrik Muara Tami Kota Jayapura dimana dalam pengurusan kartu Jaminan Kesehatan Maysrakat (JAMKESMAS), masyarakat dikenakan biaya Rp. 3000,-.

Hal ini tentunya bertentangan dengan pernyataan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Siti Fadila Supari dalam acara workshop Dewan Kesehatan Rakyat Papua dan Papua Barat di Nabire Papua oktober 2008 lalu, bahwa pemerintah melalui Departemen Kesehatan membebaskan seluruh biaya pelayanan kesehatan bagi orang asli Papua dalam program JAMKESMAS. Ia menyatakan bahwa seluruh rakyat Papua dan Papua Barat tidak perlu mengeluarkan biaya apapun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemeriksaan dokter, berobat, dan perawatan inap dan jalan di kelas 3 pada setiap rumah-rumah sakit dan puskesmas-puskesmas pemerintah yang ada di seluruh Tanah Papua.

Lebih lanjut dikatakan bahwa “sekarang nggak usah pakai kartu JAMKESMAS. Yang masih memungut biaya kesehatan rakyat Papua dan Papua Barat merupakan tindak kejahatan. Para Bupati seharusnya mengawal program ini, tetapi para Bupati pada saat itu tidak ada yang hadir dalam workshop tersebut, jadi biar rakyat langsung lewat Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) mengawal program ini,” tambahnya Menkes juga menegaskan bahwa untuk PNS tidak ada lagi co-sharing yang membebani, sehingga pelayanan kesehatan bagi PNS 100% ditanggung oleh Asuransi Kesehatan (ASKES).

Dengan demikian semua penduduk di Papua sudah ter-cover biaya kesehatannya.(TEMPO Interaktif, Jum’at 17 Oktober 2008 I 20:56 wib). Menyikapi hal ini, Dewan Kesehatan Rakyat Papua yang mendapat mandat langsung dalam mengawal program ini mengimbau kepada seluruh Rakyat di Tanah Papua, bahwa apabila berobat ke setiap rumah-rumah sakit pemerintah yang ada di setiap kota kabupaten agar jangan mau dibebankan untuk membayar biaya pelayanan kesehatan (tidak usah bayar), karena pemerintah melalui program JAMKESMAS sudah membayar lunas biaya pelayanan kesehatan bagi rakyat asli Papua.

Apabila ternyata nanti dikenakan biaya, masyarakat berhak mengadukannya kepada pos-pos pengaduan Dewan Kesehatan Rakyat Papua di seluruh kota kabupaten yang ada, karena merupakan hak masyarakyat asli Papua. Dengan demikian, upaya untuk menjadikan rakyat Papua yang sehat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat yang lebih adil dan bermartabat dapat tercapai. ***(DRH)
------------------------------------------------
Sumber: DEWAN KESEHATAN RAKYAT PAPUA
Sekretariat : Waena Residance No. B-4, Jl. Teruna Bakti Waena-Jayapura
Telp/Hp : 081384422114, 085244570355


BACA TRUZZ...- RAKYAT PAPUA WAJIB BEROBAT GRATIS

Revitalisasi Pendidikan Petani

Oleh : Dr Rochajat Harun Med.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; perlu dicermati secara seksama. Itu karena undang-undang ini merupakan landasan hukum utama bagi penyelenggaraan penyuluhan secara terpadu yang menyangkut berbagai aspek pendidikan petani beserta ruang lingkup kehidupannya.

Sebetulnya penyiapan undang-undang ini telah lama dipersiapkan para inohong pertanian di Departemen Pertanian sejak lebih 30 tahun yang lalu. Namun karena berbagai permasalahan rancangan Undang-undang tersebut bayak mengalami hambatan. Namun alhamdulillah, kiranya bisa terwujud pada tahun 2006. Hal ini patut disyukuri oleh para petani (termasuk pekebun, peternak, nelayan, dan sebagainya), para penyuluh serta aparat pembina penyuluhan, baik yang berada di pusat maupun daerah.

Dalam pelaksanaan penyuluhan di lapangan tentunya masih memerlukan produk hukum berikutnya antara lain Peraturan Pemerintah (PP), yang merupakan penjabaran pelaksanaan Undang-undang tersebut. Sampai kini, setelah Undang-undang tersebut dikeluarkan, PP tersebut belum ada.

Hal ini menyebabkan belum munculnya peraturan-peratuaran di daerah baik dari Gubernur maupun Bupati. Padahal hal yang terakhir ini justru yang harus jadi pegangan petugas dilapangan baik penyuluh pertanian, maupun petugas lain yang terkait.

Dalam Undang-undang tersebut tersirat pentingnya peran-serta petani dalam berba­gai aspek pembangunan pertanian, baik di bidang pro­duksi, pengolahan, pemasaran, maupun pelestarian sumberdayanya. Gagasan ini sebenarnya bukan hal yang baru. Bahkan seringkali dahulu pernah telah dijadikan slogan dan taktik untuk memperoleh anggaran proyek yang lebih banyak.

Yang seringkali tersisihkan yaitu upaya pendidikan petani. Secara populer Pendidikan Pertanian untuk Petani disebut sebagai Penyuluhan Pertanian. Dalam Undang-undang sekarang ini pengertian tentang Penyuluhan mencakup pengelola komoditas lain diluar tanaman pangan, seperti kehutanan, perikanan, perkebunan, peternakan dan nelayan.

Sejak tiga puluh tahun yang lalu, pada saat kita berge­gas dalam membangun, maka aparat pemerintah cenderung untuk mengatur segalanya, mendorong masyarakat tani untuk ikut serta dalam pembangunan melalui rekayasa sosial. Program pendidikan tani pun berawal dari petun­juk ataupun pesan yang bersifat top-down, yang kadang ­kadang kurang menghargai pengalaman maupun penge­tahuan petani.

Dulu, ada anggapan bahwa kemampuan masyarakat tani diragukan. Tetapi sekarang, ada kesadaran bahwa justru merekalah kekayaan yang paling berharga dalam pembangunan. Pendekatan paternalistik tersebut perlu direvisi, sehingga merupakan landasan baru yang lebih demokratik untuk pembangunan pertanian yang berke­lanjutan dan berwawasan lingkungan, serta sarat dengan pengetahuan dan bercirikan abad ke-21.

Kebijakan swasembada pangan dengan program meningkatkan produksi sekaligus meningkatkan penda­patan petani dalam waktu kurang lebih 25 tahun telah berhasil melipatgandakan produksi padi dan secara lu­mayan telah meningkatkan kesejahteraan petani di pede­saan. Meskipun dengan handicap sikap negatif terhadap petani yang kurang menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya.

Gambaran negatif terhadap petani, bahwa mereka itu bo­doh dan "kuuleun", yang oleh Mc Clelland disebut relaxed and unhurried, telah menimbulkan sikap petani itu sendiri sebagai yang patuh kepada program-program dan pembi­naan-pembinaan dari atas. Yang demikian itu jauh dari yang diinginkan sejak lama. Yaitu petani yang mandiri dan tangguh, petani sebagai subjek, bukan lagi objek.

Pendidikan Petani perlu direvitalisasi, dari sekadar pembawa paket teknologi untuk diterapkan petani, menjadi kelembagaan yang menciptakan suasana, iklim, lingkungan, dan kesempatan yang memungkinkan berkembangnya petani secara mandiri sebagai manajer usahatani atau pemimpin dalam masyarakat agribisnis.

Tepat juga sinyalemen Herman Soewardi (1998) almarhum yang menyatakan bahwa dalam upaya pemberdayaan (empower­ing) petani, kelembagaan yang ada perlu diberdayakan, hingga mampu melecut motivasi petani. Petani perlu disiap­kan menjadi petani komersial. Cara penyuluhan yang berlaku tempo hari hanya sampai pada mengubah "prac­tices" petani, tidak mengubah personality.

Dan kini dengan telah lahirnya Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, adalah merupakan landasan hukum yang tepat untuk merobah citra negatif terhadap petani menjadi citra yang positip terutama dalam meningkatkan peran mereka dalam pembangunan pertanian secara utuh dan berkesinambungan.

Dalam pelaksanaan Penyuluhan atau dulu pernah populer dengan sebutan Penyuluhan Pertanian, atau Pendidikan Pertanian untuk Petani; ada beberapa prinsip yang seyogianya diperhatikan: Pertama, pertanian harus dipan­dang sebagai suatu sistem kompleks yang hidup.

Ia menjadi tempat manusia berinteraksi dengan tanah, air, tanaman, dan organisme hidup lainnya, dalam mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Dari sudut pandang ini, maka petani belajar bekerja sama dengan alam, bukan mencoba menguasainya atau menyalahgunakan lingkungan hidup di sekitamya. Pende­katan ini memampukan petani untuk mengembangkan cara-cara bercocok tanam yang produktif dan berkelan­jutan.

Kedua, Petani ditempatkan pada pusat sistem usahatani, sehingga dia dianggap sebagai subjek bukan sebagai objek pembangunan. Penyuluhan hendaknya membantu petani belajar mengorganisasi diri mereka sendiri dan masyarakat di sekitamya. Mengumpulkan data di lahan mereka sendiri. Menelaah informasi ini dan membuat keputusan yang rasional berdasarkan data yang mereka temukan sendiri.

Ketiga, Penyuluhan atau pendidikan petani adalah sebagai upaya pengembangan sumberdaya Manusia. Bukan pembawa paket teknologi untuk diterapkan secara seragam oleh petani. Penyuluhan, membantu para petani menguasai konsep berpikir yang baru dan menerapkan cara-cara baru untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Proses ini jika diterapkan oleh petani akan memampukan mereka dalam menghadapi masalah-masalah baru dan berani melakukan percobaan untuk mencari jawaban atas per­masalahan agronomik yang ditemui di lapangan/di- lahan­nya. Pendekatan ini tidak hanya membantu mereka menjadi petani yang lebih terampil, tetapi juga memperkokoh hubungan antara peneliti pertanian, penyuluh pertanian, dan kelompok tani.

Prinsip-prinsip pendidikan pertanian tersebut di atas mudah disesuaikan dan dikembangkan untuk kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan penerapan kegiatan-­kegiatan baru, yang menempatkan petani sebagai pusat pengembangan pertanian di masa depan. Dengan demikian pendidikan pertanian untuk petani perlu direvitalisasi secara terus-menerus dan secara konsisten, berpijak pada cara penyelenggaraan dan metoda pelaksanaan yang demo­kratik, sebagaimana tersurat dan tersirat didalam Undang-undang Penyuluhan Tahun 2006.

Sikap negatif terhadap petani perlu segera dihapus dari segala lapisan masyarakat, dan diganti dengan sikap yang menghormati dan menghargai kedudukan petani sebagai warga yang sama derajatnya di bumi pertiwi Indonesia. Petani dan keluarganya di pedesaan yang merupakan ma­yoritas penduduk Indonesia, adalah penyandang budaya asli kontemporer maupun penyerap teknologi mutakhir yang potensial.

Yang paling menarik didalam Undang-undang Penyuluhan 2006 adalah ruang lingkupnya yang jadi garapan penyuluhan yaitu: berproduksi yang lebih baik (better farming), berusahatani yang lebih menguntungkan (better business), berkehidupan yang lebih layak (better living), lingkungan hidup yang lebih nyaman (better environment), dan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera (better community).

Ketiga better ini pada tahun 80-an pernah menjadi semboyan yang cukup populer dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian. Sekalipun taktik dan strateginya pada waktu itu terkesan lebih memusat (centralized), tapi alhamdulillah Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan sehingga mendapatkan penghargaan dari kelembagaan dunia FAO pada tahun 1985.

Hal lain yang menarik dari Undang-undang 2006 ini adalah areal garapan dan sasaran penyuluhan tersebut. Kini tidak lagi hanya meliputi daerah persawahan, namun meliputi kawasan hulu yaitu masyarakat kehutanan (pinggiran hutan), terus kehilir masyarakat pertanian, perikanan darat, peternakan, perkebunan, dan berujung di lahan paling hilir yaitu daerah perikanan laut (atau daerah perikanan pantai).

Hal ini akan memberikan implikasi terhadap rancangan PP maupun Peraturan-peraturan Gubernur dan Bupati, agar kebijakan penyuluhan yang akan disusun dan diterapkan memperhatikan pula aspek-aspek ruang lingkup dan sasaran penyuluhan yang lebih komprehensif. (*)
------------------------------
Sumber-->
Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: http://www.kabarindonesia.com

BACA TRUZZ...- Revitalisasi Pendidikan Petani

MAKNA TAHUN BARU HIJRIYAH: Bergerak, Berjuang dan Melawan

Oleh : Rudy Handoko

Tak terasa saat ini kita sedang memasuki dua tahun baru. Tahun Baru Hijriyah 1430 H dan Tahun Baru Masehi 2009. Selamat Tahun Baru kuucapkan pada seluruh handai taulan. Semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih indah, lebih damai, lebih berwarna carah, lebih baik dari tahun kemarin.

Menurut Baginda Rasul, seseorang yang beruntung adalah jika hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini. Sedangkan orang yang ‘celaka’ alias ‘gagal’ adalah jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin dan hari esoknya lebih buruk dari hari ini.

Biasanya, setiap kali tahun baru hijriyah tiba, maka akan banyak ceramah-ceramah agama yang mengingatkan akan makna dan hikmah di balik pergantian tahun, termasuk yang menceritakan tentang makna dan hikmah di balik hijrahnya Baginda Rasul yang merupakan titik sejarah perhitungan Tahun Baru Hijriyah berdasarkan peredaran bulan (lunar system).

Maksudnya, dengan memahami makna-hikmah pergantian tahun serta meneladani makna-hikmah perjalanan hijrahnya Baginda Rasul beserta Imam Ali Karamallahu Wajhahu dan sahabat, Abu Bakar RA, maka kita diharapkan mendapat suntikan rohani dan bekal semangat untuk menghadapi tahun depan yang mungkin saja lebih baik, tapi boleh jadi juga lebih menantang dan berat.

Biasanya, isi ceramah-ceramah itu, seperti yang sering ditularkan oleh para ahli dakwah, cuma sekadar menceritakan hikmah tahun baru hijriyah secara tekstual. Yaitu seputar cerita hijrah Baginda Rasul, mulai dari lolosnya Baginda Rasul ketika dikepung kaum dzalim, bersembunyi di Gua Tsur hingga sampai di Madinah Al-Munawwarah. Cerita itu selalu diulang-ulang dari tahun ke tahun.

Terlepas dari kisah tersebut, padahal ada ide-ide segar yang lebih progressif yang dapat diuraikan dari makna-hikmah hijrah itu. Seperti memaknai hikmah hijrah sebagai bentuk upaya membangun gerakan dan perlawanan terhadap kedzaliman dan memaknai upaya revolusioner Baginda Rasul mendobrak tatanan bobrok kaum elit penguasa kapitalis Mekkah.

Hijrah adalah bagian dari strategi untuk mengembangkan perlawanan dengan membangun basis kekuatan, membina kader, merangkul dan membentuk aliansi strategis serta berjuang secara bertahap, konsisten dan komitmen memberangus sistem yang korup, jahil, dan dzalim yang status quo di Mekkah dan Jazirah Arab pada saat itu.

Jika ini diletakkan pada konteks sekarang, maka élan vital perjuangan Muhammad sang Revolusioner akan terus mengharu biru dan mampu memberi semangat bagi umatnya. Terutama pada masa panca roba sosial saat ini, yang mana penjahat menjadi penguasa, penguasa adalah penindas yang sejati, rezim berkembang dan berjaya di atas penderitaan rakyat.

Seandainya semangat hijrah itu dimaknai hikmahnya secara kontekstual, mungkin kita mafhum bahwa hijrah Baginda Rasul bukan sekedar cerita agama atau roman pengantar tidur. Sekarang hijrah bukan sekadar cerita berpindah secara fisik, tapi hijrah adalah memuat semangat perlawanan dan upaya untuk membangun peradaban yang lebih baik. Terlebih kita sedang mengalami peradaban rusak, peradaban yang kapitalistik dan menghisap, peradaban yang dibuat para penindas untuk melanggengkan status quo dan penindasan.

Jika kita sedang berada di negeri yang korup, jahil dan dzalim, maka hijrah adalah bergerak-berjuang-melawan untuk mengubahnya. Ada sebuah plesetan (positif) tentang ayat suci Al-Quran yang kira-kira bunyinya begini; ”Sesungguhnya syirik itu adalah kedzaliman yang nyata,” diplesetkan menjadi “Sesungguhnya kedzaliman itulah kesyirikan yang nyata". Maka kedzaliman harus dilawan!

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1430 H
-------------------------------------
Sumber: http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20081228224832

BACA TRUZZ...- MAKNA TAHUN BARU HIJRIYAH: Bergerak, Berjuang dan Melawan

Perdasus Kependudukan, Kebutuhan yang Mendesak

Minggu, Desember 28, 2008

JUBI—Marjinalisasi dan tersisihnya orang asli Papua menyebabkan mereka akan terus tersingkir dari tanah leluhurnya karena ketakberdayaan dan tidak adanya keberpihakan dalam pembangunan. Bahkan jumlah penduduk asli Papua terus semakin berkurang jumlahnya, yang terjadi adalah pertambahan penduduk.

Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Papua yang diselenggarakan Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di tanah Papua yang berlangsung di Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura, Papua pada 14-17 Oktober menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah pusat antara lain perlindungan bagi orang asli Papua.

Hal itu diungkapkan Ketua Sinode GKI di tanah Papua, Pdt Jemima J.Mirino- Krey,S.Th di Jayapura dalam menyampaikan hasil rekomendasi GKM Papua yang dihadiri sedikitnya 190 peserta yang berasal dari pimpinan GKI di tanah Papua, Gereja Katolik, denominasi gereja-gereja Kristen Se-Papua, LSM, tokoh perempuan, pemuda, mahasiswa dan tokoh masyarakat serta pemangku adapt belum lama ini di Sentani Jayapura.


Ket.foto: Ketua Sinode GKI di tanah Papua, Pdt Jemima J.Mirino- Krey,S.Th di Jayapura dalam menyampaikan hasil rekomendasi GKM Papua (Foto : Dominggus Mampioper)

“GKM Papua merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat untuk mengambil langkah-langkah hukum dan politis, guna melindungi orang asli Papua yang makin termarjinalisasi dan makin terdiskriminasi dari berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Pdt Jemima Krey.

Dalam melindungi keberadaan orang asli Papua, diharapkan pemerintah daerah untuk, menyusun data kependudukan yang akurat khususnya data mengenai orang asli Papua, menjadi acuan pembangunan di tanah Papua. Segera mengeluarkan Perdasus tentang kependudukan. Mematuhi ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UU No:21/2001 tentang Otsus Papua dalam melakukan pemekaran-pemekaran wilayah di tanah Papua. Mengeluarkan Perdasus yang melindungi kepemilikan tanah tanah adat dan sumber daya alam di tanah Papua. Menandatangani Perdasus No.1/2007 tentang penerimaaan dan pengelolaan dana Otsus.

Di bidang pendidikan diharapkan pemerintah daerah mengembangkan sistem pendidikan yang integral, bermutu, dan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal Papua. Pemerintah daerah mengeluarkan peraturan Gubernur yang menindak lanjuti Perdasi No.5/2006 tentang pembangunan pendidikan. Mengatur dengan baik rekrutmen, mutasi, rotasi guru Kristen sehingga sungguh-sungguh memajukan layanan yayasan-yayasan pendidikan Kristen. Membebaskan biaya pendidikan pada semua jenjang pendidikan.

Sedangkan pernyataan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) adalah sebagai berikut segera mengeluarkan Perdasus tentang kependudukan. Membentuk tim hukum ad hoc untuk menyusun Perdasi dan Perdasus pada tahun 2009. Menunda pembahasan dan penetapan Raperdasi tentang Pembangunan Kesehatan, pencegahan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS sampai periode legislatif 2009-2014. Mematuhi ketentuan- ketentuan yang termuat dalam UU No:21/2001 tentang Otsus dalam pemekaran pemekaran wilayah di tanah Papua.

Pemerintah daerah, menurut pernyataan hasil KGM Papua, diharapkan membentuk tim yang bertugas membuat konsep sistem pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu di Papua yang memenuhi hak atas kesehatan; menguatkan kemampuan penataan manajemen kelembagaan dan pengembangan strategi pengkaderan serta mengambil langkah-langkah yang serius tentang program peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang berpihak pada masyarakat Papua melalui pusat/unit-unit pelayanan kesehatan milik pemerintah dan Gereja.

Data Dinas Kesehatan Provinsi Papua menjelaskan, jumlah pengidap HIV/AIDS per 30 Juni 2008 tercatat 4.114 kasus.
Variabel epidemologi kumulatif adalah laki-laki pengidap HIV sebanyak 1.053 dan AIDS 1.074 dengan jumlah keseluruhan 2.127 kasus. Sedangkan perempuan pengidap HIV tercatat 1.146 dan AIDS 785. Jumlah keseluruhan 1.931 kasus. Tidak diketahui tercatat HIV 48 dan AIDS delapan. Jumlah 56 kasus.

Jumlah keseluruhan HIV sebanyak 2.247 dan AIDS 1.867 kasus. Rincian per wilayah kabupaten/kota antara lain Kabupaten Biak, jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 421 kasus, Jayapura 203, Jayawijaya 118, Keerom terdapat dua kasus, Kota Jayapura 218, Mappi terdapat sembilan kasus, Merauke 987, Mimika 1.681, Nabire 383, Paniai 19 dan Puncak Jaya terdapat tujuh kasus.

Pernyataan lain juga ditujukan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) antara lain meningkatkan tingkat pertemuan dengan lembaga lembaga yang diwakilinya. Meningkatkan kemampuan anggota dalam merepresentasikan eksistensi orang asli Papua.

Bagi pemerintah pusat di Jakarta harus mengambil langkah langkah hukum dan politis guna melindungi orang asli Papua yang makin termajinalisasi dan terdiskriminasi dari berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, membuka diri bagi suatu dialog antara Pemerintah Indonesia dengan orang asli Papua dalam kerangka evaluasi pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan pelurusan sejarah Papua.
“KGM Papua merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat untuk melindungi dan menjamin hak hidup dan kesetaraan umat beragama seperti Ahmadiyah dan kelompok minoritas di Indonesia,” katanya.

Mematuhi ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2001 perihal penempatan pasukan TNI non regular dan mengatur keberadaan pasukan dan lembaga intelijen tersebut sesuai dengan tata perundangan yang berlaku dan hukum hak asasi manusia universal yang sudah diratifikasi.

Menghentikan pernyataan-pernyataan stigma seperti separatis, Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), makar dan sejenisnya dari dalam diri orang asli Papua dan memulihkan hak dan martabatnya sebagai manusia ciptaan Tuhan sehingga azas praduga tak bersalah (presemtion of inocence) harus sungguh-sungguh ditegakkan.

Menangani secara serius berkas-berkas kasus pelanggaran HAM dan mereformasi sistem peradilan HAM sehingga sungguh-sungguh menjawab rasa keadilan korban.

Melakukan reformasi institusi-institusi negara yang terbukit melakukan pelanggaran HAM di tanah Papua dan berbagai tempat di Indonesia.

“Mengambil langkah-langkah serius bagi proses rekonsiliasi yang mengungkapkan kebenaran masa lalu dan memulihkan harga diri korban guna membangun suatu tata sosial yang adil dan menghormati hak azasi manusia,” kata Pdt Jemima Krey.

Mendorong Komnas HAM Perwakilan Papua untuk memiliki kewenangan pro justisia dalam melakukan tugas dan fungsinya menegakkan, memajukan dan melindungi HAM di tanah Papua.

Memberikan wewenang politik yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua. Mematuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua dalam hal pemekaran-pemekaran wilayah di tanah Papua.

Gereja gereja di tanah Papua juga merasa terpanggil mendidik warganya agar tidak memberlakukan sesama warganya secara diskriminasi dan mewujudkan panggilannya untuk terlibat dalam segala bidang baik sosial, politik , ekonomi dan budaya bagi umatnya.

Namun yang jelas dalam menyikapi inkonsistensi kebijakan pemerintah pusat dalam implementasi UU Otsus Papua tentunya telah membuat konflik dan memperkeruh situasi tentang hak hak dasar bagi orang Papua yang terancam seperti aspek kehidupan sosial, aspek persaingan dalam ekonomi barter versus ekonomi modern, budaya yang semakin hilang (lost cultural), HAM yang selama ini tak tereselesaikan dan cenderung diabaikan. Kondisi yang semakin mengancam ini jelas menuntut pemerintah Indonesia dan orang Papua untuk dudul bersama guna melihat masalah masalah yang dihadapi orang Papua secara jujur dan konsekwen sesuai dengan perspektif Otsus Papua.

Menyikapi persoalan persoalan yang dialami maka pihak pimpinan Gereja di tanah Papua akan membentuk lembaga Kajian Kristen di tanah Papua yang bertanggung jawab kepada Persekutuan Gereja Gereja di Papua (PGGP) paling lambat akhir 2008 atau Desember 2008 sudah terbentuk.

Pihak pimpinan Gereja jugamenyadari bahwa pentingnya melakukan komunikasi yang teratur dengan pemerintah daerah dan pimpinan umat beragama di tanah Papua sekurang kurangnya tiga bulan sekali secara periodik. Selain itu perlunya pihak gereja bersama umatnya melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan UU Otsus UU No:21/2001. Berperan aktif dalam pelayanan kesehatan primer yang berkualitas untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga secara khusus Ibu dan anak di Tanah Papua.

Menyepakati Konfrensi Gereja ke V di Manokwari Provinsi Papua Barat pada 2012

Menyambut pelaksanaan Konfrensi Gereja dan Masyarakat di Manokwari, Asiten II Setda Provinsi Papua Barat Drs Pieter A Ramandey yang mewakili Gubernur Provinsi Papua Barat Abraham O Atururi menegaskan menyambut baik dan akan menyampaikan kepada gubernur perihal rencana KGM ke V di Manokwari. “Saya harapkan dalam KGM ke V di Manokwari sudah sangat maju dan mampu menyelenggarakan acara tersebut,” ujar Ramandey. Ditambahkan pada 2012 nanti di Kota Manokwari sudah tambah maju dan melaksanakannya lebih baik lagi.

Sebelumnya telah dilaksanakan tiga konferensi masing-masing di Biak tahun 1985, di Jayapura tahun 1990 dan 1999, di mana semuanya berorientasi untuk merefleksikan realitas kehidupan masyarakat di berbagai aspek kehidupan. (Dominggus A Mampioper)
---------------------------
Sumber: http://www.tabloidjubi.com/index.php?option=com_content&task=view&id=330&Itemid=9
BACA TRUZZ...- Perdasus Kependudukan, Kebutuhan yang Mendesak

Tak Ada Guru, Berbulan-bulan Siswa tak Terima Pelajaran

Jumat, Desember 26, 2008

Timika, Papua - Selama berbulan-bulan anak-anak sekolah SD dan SMP di Distrik Jila, Kabupaten Mimika, Papua tidak menerima pelajaran karena guru yang bertugas di wilayah itu enggan datang ke Jila tanpa alasan yang jelas.

Sejumlah siswa SMPN Jila diantaranya, Yehezkiel Dolame, Julius Agamagai dan Amoles Dogolmagai kepada ANTARA di Jila, Selasa menuturkan, sudah sekian lama mereka tidak sekolah karena guru-guru ada di kota Timika.

Para siswa itu menuturkan, kegiatan belajar mengajar di SD dan SMPN Jila selama ini lumpuh total. Guru-guru yang bertugas di dua sekolah itu sudah lama meninggalkan Jila dan kembali ke Timika, ibukota Kabupaten Mimika tanpa alasan yang jelas.

Lantaran tidak menerima pembelajaran seperti anak-anak di daerah lain, anak-anak sekolah di Jila setiap hari hanya menghabiskan waktu membantu orangtua.

"Anak-anak di sini setiap hari hanya menganggur saja karena tidak ada bapak-bapak dan ibu-ibu guru yang mau datang mengajar di sini," tutur Yehezkiel yang diakui dan teman-temannya di kelas III SMPN Jila.

Masih menurut penuturan mereka, guru-guru baru datang ke Jila jika menjelang perhelatan Ujian Nasional (UN) setiap tahun, dimana bahan ujian seringkali dikerjakan sendiri oleh para guru tersebut dan hampir seluruh siswa dinyatakan lulus.

"Menjelang ujian mereka (guru-guru-red) baru datang ke Jila, itu pun hanya tinggal satu atau dua minggu saja lalu kembali ke Timika," ujar Yehezkiel dan teman-temannya.

Dengan kondisi pendidikan yang demikian memprihatinkan itu, anak-anak Jila merasa pesimis untuk menghadapi persaingan di masa depan terutama untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

"Bagaimana kami mau melanjutkan sekolah ke jenjang SMA kalau selama di SMP saja kami sekolah tidak betul," ungkap mereka.

Keprihatinan serupa dikemukakan salah satu putra Jila yang saat ini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Jackson Dolame.

"Saya sungguh prihatin dengan nasib adik-adik saya di Jila, mereka tidak pernah mendapatkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan sebagaimana anak-anak di daerah lain karena guru-guru tinggal di Timika selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kami minta Pemerintah Daerah Mimika serius memperhatikan masalah ini," ujar Jackson yang pulang ke Jila untuk berlibur.

Kepala Distrik Jila, Yusuf Howay mengakui penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan di Distrik Jila selama ini berjalan tidak maksimal karena berbagai alasan. Alasan utama sebagian besar staf distrik, guru dan petugas medis enggan datang ke Jila karena ketiadaan sarana transportasi.

Distrik Jila yang berada di wilayah dataran tinggi Mimika yang berdekatan dengan deretan pegunungan puncak Cartenz hanya bisa dijangkau dengan sarana transportasi udara. Selama ini tidak ada satupun pesawat perintis yang membuka rute reguler ke wilayah itu.

Menurut data yang dihimpun ANTARA dari warga Jila, SDI dan SMPN Jila saat ini menampung ratusan siswa yang berasal dari beberapa kampung sekitar seperti Jila, Hoya, Alama, Jinoni, Bela, Umpliga, Geselema dan Eralmaklabia.

Adapun nama-nama guru yang bertugas di SDI Jila yaitu Julius Biligame, Ruben Pigome, Ruben Dolame, Yosia Piligame, dan Yusuf. Sedangkan guru yang bertugas di SMPN Jila diantaranya Anita Mayor, Amina, Darius Kenbu, Yohanes dan Pieter. *
------------------------------------
Sumber: http://antarajatim.com/index.php?ref=disp&id=6804
BACA TRUZZ...- Tak Ada Guru, Berbulan-bulan Siswa tak Terima Pelajaran

Pendidikan di Sugapa Sangat Memprihatinkan

Kepala Sekolah dan Guru Dalangnya

NABIRE- Terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal serta berkompoten disuatu daerah adalah kunci utama majunya daerah itu. Tidak ada jalan lain yang dapat kita tempuh untuk mewujudkan SDM yang handal, selain melalui jalur pendidikan. Sehingga dengan ini, pendidikan perlu mendapatkan perhatian yang begitu serius dari setiap lembaga yang mengaturnya, yang diperhatikan bukan siswa saja, namun semua satuan pendidik yang mengurus itu perlu di pantau serius oleh pemerintah daerah baik guru, kepala sekolah, bahkan sampai pada masyarakat yang menjadi pelaku pendidikan itu sendiri.

Dimana dalam hal ini saya melihat pendidikan di kampung halaman saya (red, sugapa) sangat-sangat buruk dan memprihatinkan, lebih menggenaskan lagi yang merusak pendidikan di daerah ini adalah para guru dan kepala sekolah sendiri, memalukan, kata ini yang bisa saya gambarkan pada ketidakbecusan mereka dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) daripada generasi Papua yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang Ilmu Pengetahuan.

Hal ini di ungkapkan Linus Bagau, salah satu Inteleq asal suku Moni beberapa saat lalu di ketika di temui Koran Papua Post Nabire (PPN) Jumat (29/10) menanggapi dilematisasi carut-marutnya Pendidikan di sugapa (red, Intan Jaya). Yang sebagaimana hal ini disaksikan oleh dirinya melalui kasad matanya sendiri saat turun lapangan beberapa saat lalu.

“guru-guru yang telah menjadi pegawai negeri dan di tempatkan oleh pemerintah Paniai di sugapa, pada umumnya tidak punya hati untuk mengajar, dimana mereka hanya punya hati untuk menerima uang, padahal ketika mereka melamar untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sumpah janji mereka keluarkan untuk bagaimana tetapi setia dan taat kepada tugas yang pemerintah embani kepada mereka.

Hal ini terbukti, dimana guru-guru yang bertugas disana lebih senang lalu lalang di kota-kota besar seperti Kabupaten Paniai maupun Kabupaten Nabire bagai orang yang tidak punya tugas dan tanggung jawab daripada tinggal berlama-lama di tempat tugas untuk mengajar siswa yang kadang jenuh dan membosankan karena sedikit ketidaktauan mereka. Selain itu, banyak guru-guru yang lari ke Kabupaten Paniai untuk menuntut jabatan politik yang lebih tinggi lagi daripada hanya menjadi guru biasa. Inikan sebuah fakta yang lucu, dimana menjadi guru hanyalah sebuah job mengisi kekosongan mereka” tegasnya.

Selain itu, Kepala sekolah maupun guru yang bertugas di sana tidak transparan dalam penggunaan dana operasional. Padahal dana pendidikan yang di turunkan oleh Pemerintah Pania tidak sedikit jumlahnya, sehingga hal ini perlu di tanyakan dengan baik-baik, kira-kira kemana dana-dana pendidikan seperti itu. Padahal, kalau dana itu digunakan dengan baik-baik maka bukan tidak mungkin bisa membangun beberapa ruang kelas yang layak, selain itu bisa juga membangun perpustakaan kecil dan fasilitas sekolah yang lainnya.

Namun, sudah sekian tahun dana pendidikan dikucurkan, toh nasib pendidikan di daerah ini tidak berubah. Ruang kelas yang saya lihat dulu, tetap begitu-begitu terus, kemudian mutu dan kualitas pendidikan tidak di tambah dengan adanya penambahan beberapa buku pelajaran. Kapan mau adanya perubahan dan peningkatan pendidikan di daerah ini padahal Pemekaran Kabupaten Intan Jaya sedikit lagi akan menjadi kenyataan, terangnya dengan wajah yang sedih.

“yang mengabdi untuk daerah diatas khususnya dalam hal pendidikan dengan serius adalah para guru tamatan SMA/SMK dan sederajat lainnya. Mereka walaupun bukan pegawai negeri sipil, toh mereka punya hati untuk tanah diatas. Dimana mereka memberkan semua yang mereka punya, tanpa menuntut. Ini baru kita bisa namakan seorang pahlawan yang mengabdi tanpa tanda jasa. Contohnya dapat kita lihat di Agisiga, dimana guru-guru yang di berikan kepercayaan dengan bayaran yang cukup tinggi oleh pemerintah paniai melalaikan semua itu, sehingga beberapa guru honorer tamatan SMA/SMK dan sederajat lainya yang lebih serius mengajar,” tambahnya.

Harapan saya Kepada Pemerintah Paniai, bagaimana untuk meningkatkan mutu pendidikan dan Sumber Daya Manusia (SDM) di sugapa pemda harus lebih jeli dalam menempatkan guru di daerah Sugapa. Berikan tanggung jawab kepada mereka yang memang betul-betul punya hati untuk mengajar generasi muda diatas dari pada kepada mereka yang sama sekali tidak punya hati untuk mengajar. Ketika hal ini di tanggapi dengan serius, maka bukan tidak mungkin akan tercipta manusia-manusia dengan tingkat sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan orang-orang di daerah luar Papua, terang bagau mantap. (oktovianus pogau)
-------------------------------------
Sumber: http://pogauokto.blogspot.com
BACA TRUZZ...- Pendidikan di Sugapa Sangat Memprihatinkan

5, 50 Standar Ujian Nasional 2009

Minggu, Desember 21, 2008

Dari tahun ke tahun standar kelulusan bagi siswa-siswi SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/SMALB kian naik. Pada tahun 2007, standar kelulusan mencapai angka 5,00, tahun 2008 5,25 dan tahun 2009 Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) tahun 2009 mencapai 5,50. Hal itu dijelaskan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional RI, Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, pada sosialisasi UN dan UASBN tahun pelajaran 2008/2009, Sabtu (20/12) kemarin di Aula Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua.

Prof. Dr. M. Yunan Yusuf menjelaskan, kepastian naiknya standar nilai kelulusan pada tahun ajaran 2008/2009 ini telah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional RI, guna peningkatan mutu pendidikan nasional di seluruh Indonesia.

“Jadi standar kelulusan untuk tahun 2008/2009 ini, kita naikan rata-ratanya menjadi 5,50 dari 5,25 tahun 2008 dan 5,00 tahun 2007,” ujarnya kepada wartawan usai sosialisasi.

Dikatakan, sesudah mesimulasi hasil dari tahun 2008 lalu dengan penempatan nilai sekarang, ketidaklulusannya hanya bertambah sekitar 0,67 persen. Untuk itu, dirinya sangat berharap proses pembelajaran siswa dapat diperbaiki agar angka tersebut menjadi tidak ada.

Jika pada UN dan UASBN tahun ajaran 2007/2008 lalu, diperbolehkan adanya angka 4 untuk satu mata pelajaran dan pelajaran lainnya diatas angka 6 keatas, maka untuk tahun 2009 nanti diperbolehkan ada dua angka 4 tetapi mata pelajaran lainya tidak boleh dibawah 4,25 untuk semua jenjang, baik SMA,SMK maupun SMP.

“Jadi rata-ratanya 5,50 dan diperbolehkan ada dua mata pelajaran bernilai 4, tapi mata pelajaran lainnya tidak boleh kurang dari 4,25,” ujar Yusuf.

Yusuf menjelaskan, filosofi kenaikan standar tersebut karena setiap ujian nasional itu tiap tahun harus bergerak naik, karena melalui hal itu secara rasional dapat dikatakan mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat.

“Secara teoritis dan kasat mata, dengan menaikan angka standar kelulusan ini, ada proses yang lebih intens lagi untuk selalu berusaha dan berjuang untuk mencapai angka itu,” terangnya.

Adapun hari pelaksanaan UN dan UASBN nanti, Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan MA ujian pertama (I) mulai 20-24 April 2009, sedangkan untuk ujian susulan dimulai 27 April hingga 1 Mei 2009. Untuk UN utama SMP/MTs/SMPLB dilaksanakan mulai 27-30 April 2009 dan ujian susulannya 4-7 Mei 2009. Sedangkan untuk SMALB ujian utama dilaksanakan 20-22 April 2009 dan ujian susulannya 27-29 April 2009.

Adapun untuk Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) ujian utamnya dilaksanakan tanggal 11-12 Mei 2009, ujian susulannya 18-20 Mei 2009. Untuk SMK, ujian utama dimulai 20-22 April 2009 dan ujian susulannya 27-29 April 2009. Dimana, ujian kompetensi keahlian SMK harus selesai dilaksanakan 1 minggu sebelum ujian utama dilaksanakan.

Dari segi pengawasan menurut Yusuf, untuk UN maupun UASBN tahun depan, guru mata pelajaran tertentu dilarang masuk ke ruangan ujian. Seperti contoh, dilaksanakan ujian dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka yang mengawasi siswa saat ujian tidak diperbolehkan guru yang notabene mengajar Bahasa Indonesia.

Hal itu dilakukan menurut Yusuf, dapat diindikasikan guru tersebut memberitahu murid-murid yang sedang ujian jawaban soal ujian tersebut, karena guru yang bersangkutan menguasai betul mata pelajaran yang diujikan.

“Untuk itu kita akan mengatur pos-pos pengawasan yang dilakukan guru-guru pengawas,” tegas Yusuf.

Adapula pengawasan yang dilakukan Tim independen, dimana BSNP memberikan wewenang yang seluas-luasnya dalam hal-hal tertentu yang dianggap emergenci atau mendadak diperbolehkan masuk keruang ujian.

Untuk itu dalam UN dan UASBN nanti dirinya berharap, ujian nasional ini harus jadikan sebagai penilaian evaluasi keseluruhan dari pendidikan nasional di Indonesia. Untuk menjaga kredibilitas agar mutu perkembangan bangsa Indonesia kedepan seperti yang diinginkan, Yusuf mengajak semua guru, pengawas maupun peserta ujian agar dapat melaksanakan UN dengan penuh kejujuran, tanggungjawab dan kesadaran tinggi serta seprofesional mungkin untuk mencapai mutu pendidikan nasional yang berkualitas.



OPTIMIS

Sementara itu, rasa optimis muncul dari Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua Drs Paul Indubri yang mewakili Kepala Dinas P dan P Provinsi Papua, Drs. James Modouw, M.MT pada sosialisasi UN dan UASBN 2009 itu.

Menurutnya, dengan standar 5,50 untuk kelulusan tahun ajaran 2008/2009 khusus di Papua hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Dimana, pada tahun lalu dengan standar 5,25, tingkat kelulusan di Papua sangat memuaskan.

“Saya kira bukan menjadi suatu kendala dengan kenaikan standar kelulusan kali ini, dilihat dari tahun kemarin, tingkat kelulusan di Papua mengalami peningkatan yang signifikan,” terang Paul.

Rasa optimisnya tersebut, karena menurut Paul sebelum pelaksanaan UN maupun UASBN segala persiapan para guru maupun peserta ujian telah dididik jauh-jauh harinya, begitu juga dengan latihan-latihan soal yang diberikan.
“Kami beserta dinas P dan P di masing-masing kabupaten/kota maupun satuan pendidikan lainnya, akan tetap berusaha agar target ini dapat tercapai guna menghadapi standar kelulusan tahun 2012 nanti yang mencapai 6,00,” pungkasnya.
---------------------------
Sumber:papuapos.com

BACA TRUZZ...- 5, 50 Standar Ujian Nasional 2009

Pendidikan Dogiyai Butuh Waktu dan Keseriusan Semua Pihak

Jumat, Desember 19, 2008

Untuk membangun dunia pendidikan di Kabupaten Pemekaran Dogiyai hanya dibutuhkan waktu dan keseriusan serta keterlibatan semua pihak. Demikian penegasan Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Dogiyai, Drs. Andreas Yobe, M.Hum.
Namun dirinya mengakui sebagai orang asli Kabupaten Dogiyai akan memulai menata dunia pendidikan dari kantor hingga ke sekolah-sekolah masing-masing. Dengan satu sistim, peningkatan disiplin kerja yang tegas dan berwibawa.

Dan Kepala Dinas yang satu ini juga merupakan orang lapangan yang sudah dibilang banyak menelan manis dan pahitnya liku-liku dunia pendidikan. Sehingga dari pengalaman tersebut, akan dijadikan modal membangun dunia pendidikan yang lebih baik di Kabupaten Dogiyai.

Kebetulan saya orang lapangan, maka saya sudah tahu persis apa yang menjadi kendala. Sehingga saya akan membangun kerja sama dengan para guru yang sedang melaksanakan tugas di lapangan,” tuturnya kepada Papuapos Nabire, Senin (2/12) usai mengikuti acara sosilaisasi dana BOS buku bagi para kepala sekolah SD dan SMP se-Kabupaten Nabire dan Dogiyai di kantor Dinas Dikjar Nabire.

Dikatakan, untuk menjawab kemajuan dunia pendidikan yang lebih baik, tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama. Tetapi dilakukan dengan tekad dan hati yang bersih serta adanya peningkatan disiplin yang baik.Tentunya harapan kemajuan dunia pendidikan akan dicapai, dan hal inipun tidak harus dilakukan atas dasar satu orang. Tetapi adanya keterlibatan dan kerja sama antara orang tua, guru dan pemerintah serta masyarakat sekitar dan peduli pendidikan.

Dan untuk melihat kondisi riil pendidikan yang ada di Kabupaten pemekaran Dogiyai, setelah dirinya dilantik pada tanggal 12 November dan selang satu hari kemudian, kepala dinas yang satu ini langsung melakukan kunjungan turun lapangan ke setiap sekolah. Tujuannya, melihat kondisi pendidikan dari dekat.

Sehingga dari hasil kunjungan turun langsung ke lapangan itu, telah ditemui keprihatinan yang melanda dunia pendidikan yang ada di Kabupaten Dogiyai seperti SMAN 5 Nabire di Moanemani yang ada gedung tetapi tidak memiliki meubeler kursi dan meja.

Bukan saja kursi dan meja belajar para siswa yang tidak ada. Tetapi hal yang paling sulit adalah terlihat rata-rata semua sekolah tidak memiliki rumah guru untuk bisa tinggal betah dan melaksanakan tugas. Sehingga dari hasil kunjungan lapangan yang temui itu, merupakan pekerjaan berat yang harus dijawab secara bertahap demi kemajuan dunia pendidikan yang ada di Kabupaten Dogiyai.

Diketahui bersama, untuk melihat kondisi riil dunia pendidikan yang ada di Kabupaten Dogiyai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga SMA dan SMK, membutuhkan waktu lama. Karena jarak antara kampung dan distrik harus dilalui dengan jalan kaki saja.

“Pada bulan Januari 2009 nanti, saya akan tegakan disiplin yang sedini mungkin supaya proses belajar mengajar yang ada di lapangan dan kinerja aparat pelaksana pendidikan di kantor bisa berjalan dengan meletakan dasar yang kuat demi kemajuan pendidikan,” tuturnya.
-----------------------------------
Sumber:http://www.papuaposnabire.com/situs%20papuapos%20nabire/Scripts/04-12-08-Pendidikan%20Dogiyai.html


BACA TRUZZ...- Pendidikan Dogiyai Butuh Waktu dan Keseriusan Semua Pihak

Kapten Meki Nawipa, Pilot Asli Papua pemilik Pesawat “The Spirit of Papua”

Senin, Desember 15, 2008

Berangkat dari inspirasi melihat kecakapan pilot-pilot misionaris menerbangkan pesawat di pedalaman Papua keinginan menjadi pilot didalam diri Meki Nawipa, lelaki asli Enarotali, Paniai, Papua ini seakan tak terbendung lagi. Bahkan setelah menjadi pilot, ia akhirnya memiliki pesawat sendiri. Bagaimana impian dan keinginannya?

Laporan Rambat

The Spirit of Papua (nama pesawat) yang dimiliki Capt Meki Nawipa adalah harapan dari sebuah pencapaian atas anugerah Tuhan dan kerja keras. Ini baru awal sebagai wujud dari keinginan dan komitmen untuk mewujudkan putra/putri Papua menjadi penerbang (pilot) baik Indonesia, khususnya Papua maupun dunia internasional.

“Sejak 5 tahun, saya punya tekat menjadi pilot. Saya dapat inspirasi ini dari melihat kecakapan pilot-pilot misi dari Yayasan Penerbangan Misi – MAF (Mission Aviation Fellowship) dan AMA (Assotiation Mision Aviation). Namun, saya terkendala kurang info, kesempatan dan biaya untuk sekolah pilot,” kata Meki Nawipa, Presiden Direktur The Spirit of Papua baru-baru ini.

Namun, hal itu tidak menyurutkan keinginannya untuk menjadi pilot, hingga ia mendapatkan kesempatan study di Deraya Flying School Jakarta dan mendapatkan tahap Privat Pilot License, yang didukung Lembaga Pengembangan Masyarakat Irian Jaya (LPMI) yang merupakan mitra PT Freeport Indonesia.

Lalu, Meki Nawipa kembali ke Papua dan bekerja di Yayasan MAF sebagai pencuci pesawat dan kembali berkesempatan terbang bersama MAF Australia di PNG dengan pencapaian hasil memuaskan. “Saya kembali ke Papua dan mendapat peluang studi penerbangan ke Australia di Bible College of Victria (BCV) di Melbourne yakni 2 tahap, tahap Comersial Pilot License tahun 2006 dan tahap ME-IR (Multi Engine & Instrumen Rating) 2007, setelah selesai saya bekerja sebagai tenaga pilot pada maskapai penerbangan Susi Air,” ujarnya.

Didampingi, Abner Bob Molama ST, Direktur Operasi The Spirit of Papua Meki mengakui kini impiannya menerbangan pesawat sudah terwujud, namun ia tidak berhenti disitu saja karena merupakan awal perjuangannya.

Semangat perjuangan ini, membuahkan hasil awal dengan diluncurkannya pesawat milik pribadi Meki Nawipa yang diperoleh dari perjuangan 10 tahun untuk fokus pada pengembangan SDM Papua umumnya, khususnya pada bidang penerbangan.

“Pesawat jenis Cessna 172 M PK-HAC ini dirancang khusus untuk mentraining penerbang pemula, yang kami luncurkan 9 Agustus 2008 lalu di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta,” ujarnya.

Tentang nama pesawat The Spirit of Papua ini, jelas Nawipa, merupakan jelmaan dari isi hatinya yang bertujuan dan harapan dari pengadaan pesawat ini merupakan langkah awal mencapai tujuan selanjutnya. Pesawat miliknya tersebut kini beroperasi di Aero Flyer Institute, sebuah institut yang bergerak pada bidnag pelatihan pilot-pilot pemula, milik Batavia Air di Curug.

“Kami tempatkan disitu, merujuk pada tujuan dan harapan bahwa adanyaa putra-putri Papua yang belajar menerbangkan pesawat. Artinya, pesawat itu adalah awal bermunculan pilot-pilot Papua yang selanjutnya mengukir prestasi-prestasi membanggakan,” ujarnya merendah.

Ditembahkan, kehadiran pesawat ini, diharapkan akan bermunculan putra-putra Papua menjadi pilot handal, apalagi kebutuhan pilot di Indonesia cukup banyak, sehingga melalui The Spirit of Papua ini, dapat mewujudkan penerbang dari Papua Saat ini pihaknya telah mendidik 3 putra-putri Papua menjadi pilot, dimana untuk masuk mengikuti pendidikan selama 18 bulan ini membutuhkan dana sebesar 44.700 US dolar. ****
-------------------------------------
Sumber: http://pmkuncen.wordpress.com

BACA TRUZZ...- Kapten Meki Nawipa, Pilot Asli Papua pemilik Pesawat “The Spirit of Papua”

Gelombang Pasang di Biak, 3 Orang Meninggal dan 73 Rumah Rusak

Jumat, Desember 12, 2008

Baik (Selangkah)--Gelombang yang menghantam beberapa wilayah di Kabupaten Baik, Provinsi Papua empat hari terakhir ini mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, 73 rumah rusak parah, dan ribuan warga diungsikan.

Demikian kata Sekretaris Program PLKL Baik, Bertha Ronsumbre., melalui short message service (SMS) kepada citizen reporter, Jumat (12/12).

Dilaporkan, wilayah yang parah adalah Disrik Biak Utara, Disrik Biak Timur, Disrik Padaido (mengalami kerusakan parah). Disrik Padaido misalnya, karang patah akibat hantapan ombak. Tiga orang korban di antaranya, dua orang dewasa dan satu orang anak dari Distrik Biak Utara.

Aktivis LSM itu mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Tim SAR memprediksikan bahwa ombak dan air naik hingga akhir bulan ini (bulan Desember). Dikabarkan bahwa, Biak Utara agak parah karena dekat dengan laut fasifik, maka warga telah diungsikan ke tempat yang agak tinggi.

---------------------------------------
Sumber:kabarindonesia.com

BACA TRUZZ...- Gelombang Pasang di Biak, 3 Orang Meninggal dan 73 Rumah Rusak

Dana Otsus 2,609 Trilyun

Dana Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2009 sebesar 2,609 Trilyun mengalami penurunan 27,3 persen dibanding tahun 2008 sebesar 3,950 Trilyun, atau Besarnya setara 2 persen DAU (Dana Alokasi Umum).

Demikian pidato Gubernur provinsi Papua dalam pidato pengantar Gubernur Papua yang disampaikan wakil Gubernur Papua Alex Hesegem SE tentang penyampaian nota keuangan dan rancangan pendapatan dan belanja daerah provinsi Papua tahun 2009 di ruang sidang DPRP, Jumat (12/12).

Sedangkan kontribusi dana otsus menurut Gubernur terhadap total pendapatan daerah mencapai 49 persen. Adapun kata Gubernur dana otsus dialokasikan antara laian dana bantuan pemabngunan kampung (dana respek) sebesar Rp 320 Milyar. Bantuan program pembangunan daerah 8 kabupaten pemekaran baru Rp 101,914 milyar. Porsi kabupaten dan kota se-provinsi Papua sebesar Rp 1,32 trilyun atau 60 persen. Sedangkan untuk membiayai urusan pemerintah yang bersifat wajib dan pilihan sesuai amanat UU nomor 21 tahun 2001 tentang otsus bagi provinsi Papua sebesar Rp 875,152 milyar atau 40 persen.

Komponen pendapatan dari tambahan infrastruktur dalam rangka otsus mengalami peningkatan sebesar 142 persen, 2008 sebesar Rp 330 milyar, 2009 naik menjadi 800 milyar. Dana tambahan infrastruktur terhadap total pendapatan daerah mencapai 15 persen.

‘’Dana tambahan infratruktur ini dialokasikan untuk membiayai penyelenggaraan program pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur yang diharapkan mampu meningkatkan aksebilitas antar wilayah di provinsi Papua,’’ katanya.

Jumlah belanja daerah mengalami penurunan sebesar 5,63 persen, dari sebesar Rp 5,448 trilyun tahun 2008 menjadi sebesar Rp 5,14 trilyun tahun 2009. Komposisi belanja daerah dengan proporsi 61,3 persen atau sebesar Rp 3,152 trilyun dialokasikan untuk belanja tidak langsung dan 38,7 persen atau sebesar Rp 1,98 trilyun untuk belanja langsung.

Berdasarkan proyeksi pendapatan dan alokasi belanja daerah sebagaimana diuraikan di atas, maka APBD provinsi Papua tahun anggaran 2009 mengalami surplus sebesar Rp 180 milyar.

‘’Surplus ini selanjutnya dialokasikan untuk membiaya beban pembiayaan daerah berupaya pembentukan dana cadangan, penyertaan modal dan lain-lain investasi ,’’tukasnya.

Dikatakan, tahun anggaran 2009 ini pemerintah provinsi Papua tetap pada fokus pada rakyat yaitu perbaikan mutu hidup manusia Papua, khususnya mereka yang bermukim di kampung-kampung terpencil, dibalik gunung-gunung yang tinggi, dilembah-lembah, didaerah berawa dan pinggiran sungai, dipesisir pantai dan dipulau-pulau.

Pada tahun anggaran 2007 hingga 2008 pemprov sudah meyalurkan dana tunai yang kita sebut block grant dan dikelola oleh rakyat Papua di kampung-kampung, melalui suatu perencenaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban oleh mereka sendiri dan dilakukan secara partisipatif.

‘’Program SKPD juga harus berorientasi dan lebih fokus pada pembangunan di kampung,’’ ujarnya. (bela)
---------------------------------------
sumber:papuapos.com
BACA TRUZZ...- Dana Otsus 2,609 Trilyun

Muntaber Serang Warga Paniai, 52 Orang Meninggal Dunia

Paniai--Pos Kontak Biro Perdamaian dan Keadilan Gereja Kristen Papua di Nabire, Yones Douw mengatakan, dalam pekan terakhir (1 Desember s.d. 10 Desember 2008) kurang lebih 52 orang meninggal dunia akibat wabah Mutaber, Rabu (10/12). Namun, menurut pengamatan tim Dinas Kesehatan Kabupaten Paniai susah dikategorikan sebagai penyakit muntaber dan tidak teridentifikasi.

Yones mengatakan, wabah Muntaber itu terjadi di Desa Dagouto, Desa Uwamani, Desa Toko, dan desa Eduda, Kabupaten Paniai. Dilaporkan, 31 orang hingga saat ini dirawat intensif di RSUD Enarotali, Kabupaten Paniai.

“Jika tidak ada penangan segera dari pemerintah daerah, dipastikan jumlah korban terus meninggal. Karena wabah ini sangat cepat menyebar dari kampung ke kampung,” kata Douw ketika dikonfirmasi balik pada, Kamis (11/12) malam.

Kejadian itu dibenarkan oleh Fr.Oktovianus Pekei, Pr., Tim Pastoral Gereja Katolik di Enarotali. Dia mengatakan, wabah itu memang benar dan sedang berlangsung tetapi belum ada penangganan di beberapa desa wilayah Kabupaten Paniai.

“Tiga hari lalu (Senin, 8/12) sekitar 11 warga di pusat Kabupaten Paniai masuk rumah sakit dan beberapa warga lain telah meninggal dunia. Untuk itu, kami telah mengadakan rapat koordinasi untuk mengumpulkan informasi menyangkut kejelasan wabah muntaber ini,” kata Frater Oktovianus Kamis (11/12) sekitar pukul 11.30Wit.

Lebih lanjut Frater Oktovianus mengatakan, hingga saat ini RSUD Kabupaten Paniai berusaha menampung, namun banyak yang tidak tertolong. ”Muntaber ini mirip seperti wabah muntaber yang menyerang warga Kabupaten Dogiyai beberapa bulan lalu, sehingga perlu penanganan dari berbagai pihak,” kata Frater.
---------------------
Sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=12108

BACA TRUZZ...- Muntaber Serang Warga Paniai, 52 Orang Meninggal Dunia

Di Biak, Siswi SMP Diperkosa

Kamis, Desember 11, 2008

Juga Sempat Dianiaya. Pelaku dalam Pengejaran

BIAK-Kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di wilayah hukum Polres Biak Numfor. Jika beberapa waktu lalu seorang siswi SMA dan SMP menjadi korban pemerkosaan, maka hal yang sama kembali menimpa salah seorang siswi SMP sebut saja Mawar (13), bukan nama sebenarnya.

Dalam kasus ini, selain diperkosa, Mawar juga dianiaya oleh pelaku berinisial MB (20). Akibatnya seluruh bagian muka korban bengkak. Di bagian pelipis korban mengalami luka robek, memar di bagian mata kanan dan hidung mengeluarkan darah.
Kasus pemerkosaan itu terjadi di Landasan Cenderawasih sekitar pukul 05.00 WIT, Rabu (10/12). Kejadian itu dilaporkan langsung oleh korban ke polisi. Pelaku sendiri hingga kemarin siang masih dalam pengejaran aparat kepolisian.

Di depan polisi, korban mengaku tertipu oleh pelaku, dimana pelaku menyatakan jika dia (korban) dicari keluarganya. Namun dalam perjalanan, tiba-tiba dipaksa diarahkan ke Landasan Cenderawasih dekat Fanpabri. Nah disitulah korban dipaksa melayani nafsu bejat pelaku.

Wakapolres Biak Numfor Kompol Sri Satyatama, S.IK saat dikonfirmasi mengatakan, telah menerima laporan dari korban dan sudah menindaklanjutinya. Pihaknya juga telah melakukan pengejaran terhadap pelaku.

"Korbannya sudah melapor tadi siang (kemarin) dan kami telah melakukan pengejaran terhadap pelakunya," ujarnya yang didampingi Kasat Reskrim IPTU Harry Harahap saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.
Penganiayaan yang dilakukan pelaku karena korban memberontak dan sempat melakukan perlawanan. (ito)

BACA TRUZZ...- Di Biak, Siswi SMP Diperkosa

60 Tahun Hak Asasi Manusia

"Pernyataan universal HAM disahkan 60 tahun lalu pada sidang Umum PBB di Paris. Pelanggaran HAM masih terjadi di seluruh dunia. Apakah ini berarti pernyataan HAM tidak berpengaruh?" komentar Ulrike Mast-Kirsching.

Gambaran kehancuran akibat Perang Dunia ke-2 tentunya masih terbayang di pelupuk mata para delegasi dari sekitar 50 negara, saat tahun 1948 menyepakati bersama susunan sebuah konvensi. Beberapa bulan setelah dibentuknya PBB, mereka memformulasikan: Semua orang memiliki kebebasan dan dilahirkan dengan martabat dan hak yang sama. Hal itu tidak hanya disepakati Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, melainkan juga Cina, Uni Sovyet, Amerika Selatan dan negara-negara Timur Tengah.

Tahun 1966 dikeluarkan apa yang disebut Pakta Kembar. Yang pertama adalah pakta bagi hak warga dan politik, mewajibkan 163 negara yang menandatanganinya untuk menjamin hak asasi warganya. Selain itu setiap warga dapat mengajukan masalahnya secara individual kepada PBB jika mereka diperlakukan tidak adil. Ribuan pengaduan yang dilontarkan, tidak hanya mempertajam pandangan hak asasi manusia, tetapi juga lebih mengarahkan pada tercapainya kesepakatan lebih spesifik. Contohnya adalah perjanjian hak perempuan, konvensi anti penganiayaan atau konvensi orang cacat.

Terlepas apakah itu tentang kebebasan berpendapat atau hak kebebasan beragama, hak asasi manusia tidak kehilangan aktualitas dan keabsahan universalnya. Gagasan sejumlah negara Islam untuk mengeluarkan Pernyataan Kairo pada tahun 1990 tidak dapat diberlakukan secara umum, karena mereka menetapkan, bahwa semua hak dan kebebasan berada di bawah Syariah. Dominasi sebuah agama tidak ada, melainkan hanya kebebasan setiap orang untuk boleh menjalankannya. Siapa yang menentangnya dengan argumen keistimewaan tradisi, kebanyakan ingin menutupi pelecehan hak asasi manusia. Tradisi dalam peran gender di negara-negara Arab, artinya kira-kira tidak lain daripada merugikan kaum perempuan. Sejumlah negara Asia juga melakukan kesalahan dengan memandang hak asasi manusia sebagai layaknya barang mewah, dimana orang akan memperoleh imbalan bila tercapai keberhasilan ekonomi. Negara harus selalu aktif bagi hak asasi manusia, dengan dukungan sumber daya yang dimilikinya.

Meskipun demikian negara-negara Barat mendominasi bagian lainnya dari pakta kembar itu, yakni pakta sosial. Dimana tercantum definisi kewajiban negara-negara untuk hak perolehan pangan, keamanan sosialis, hak memperoleh pekerjaan. Dalam hal itu kasus-kasus hak asasi yang diajukan secara individual, tidak mendapat jaminan. Ini terjadi akibat konflik Timur-Barat. Negara-negara sosial ingin tatanan yang lebih baik dalam hak asasi manusia di bidang sosial, sementara negara-negara Barat melihatnya sebagai hak asasi manusia kelas dua.

Ketidakseimbangan sejarah antara kedua pakta hak asasi manusia terpenting ini, kini akan diselaraskan. Memang Amerika Serikat, Denmark, Polandia dan Inggris masih kurang terbuka untuk tema tersebut, namun Sidang Umum PBB akan memutuskan secara aklamasi hak mengajukan keberatan individual untuk Pakta Sosial pada tanggal 10 Desember ini. Jerman mengumumkan akan segera meratifikasinya.

Dengan begitu 'Pernyataan universal hak asasi manusia' juga kini, 60 tahun setelah pengesahannya tidak kehilangan arti. Ia tetap berlaku universal, tidak dapat dipisahkan dan mengandung orientasi yang diperlukan bagi kehidupan yang damai dan bermartabat di seluruh dunia.
-------------------------------
Sumber:kabarindonesia.com
BACA TRUZZ...- 60 Tahun Hak Asasi Manusia

Pesan Natal 2008: Mari Hidup Damai

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dalam Pesan Natal Bersama 2008 mengajak umat Kristiani di seluruh Indonesia agar hidup dalam perdamaian dengan semua orang.

Pesan Natal bersama KWI dan PGI yang ditandatangani Ketua Umum PGI Pdt. Dr A.A. Yewangoe, Sekretaris Umum,Pdt.Dr Richard M. Daulay serta Ketua KWI Mgr. Martinus D. Situmorang, O.F.M.Cap dan Sekretaris Jenderal Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.

Pesan Natal Bersama KWI-PGI 2008 bertemakan 'Hiduplah dalam Perdamaian dengan Semua Orang'. "Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya, tulis KWI-PGI.

Sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.

Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian.

Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai.

Berbagai kelompok berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata menuju kebersamaan yang rukun dan damai.

Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama.

Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah,berencana dan berkualitas.

Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan semua orang.

Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan.

Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama.

Berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.

Selain itu, ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha ramah terhadap lingkungan sekitar.

Umat Kristiani pun diminta mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga, melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan menyakiti sesama.

"Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela," kata KWI dan PGI mengakhiri Pesan Natal Bersama 2008.
---------------------------
Sumber: http://kompas.com/read/xml/2008/12/11/05443362/pesan.natal.2008.mari.hidup.damai
BACA TRUZZ...- Pesan Natal 2008: Mari Hidup Damai

Ribuan Rakyat Papua di Nabire Merayakan HUT Papua

Minggu, November 30, 2008

Esebius Kobogau: Merdeka bagi Orang Papua adalah Solusi Terakhir

Seribu lebih rakyat Papua mengadakan ibadat oikumene dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Papua Barat (HUTPB) ke-47 di Taman Makam Pahlawan Papua (Taman Gizi) Nabire, Senin, (1/12). Ibadat dimulai pukul 08.00 WIT dengan penjagaan ketat oleh aparat gabungan TNI dan POLRI.

Dari pantauan media ini, di luar pagar Taman Makan Pahlawan (taman Gizi) terlihat TNI dan POLRI bersenjata lengkap termasuk satu buah mobil tahanan dan beberapa mobil polisi. Terlihat juga mobil POM di depan gerbang. Beberapa aparat gabungan memeriksa setiap tas (noken) setiap orang Papua yang masuk di tempat ibadat.
Terdengar alunan lagu “Syukur Bagimu Tuhan” dalam suasana tenang dan haru mengawali Ibadat perayaan HUT Papua ke-47 yang dipimpin oleh Pdt. Daud Auwe, S.Th. Dalam kotbahnya, Auwe mengatakan, Tanah Papua adalah tanah yang bebas.

“Saya mau memberi tahu kepada seluruh orang melanesia di Nabire bahwa, tanah Papua adalah tanah yang bebas. Bebas dari ketergantungan, bebas dari minuman keras, bebas dari illeggal logging, bebas dari illegal maining, bebas dari HIV dan AIDS, bebas dari segala macam pembunuhan dengan alasan apa pun. Bukan bebas untuk pemekaran sana sini, bukan bebas untuk migrasi terus berbanjiran, bukan bebas untuk militer datang terus, bukan bebas untuk membunuh dengan berbagai motif, “ kata Auwe.

Katanya, tanah Papua yang bebas itu, harus diciptakan oleh orang Papua. “Kita tidak perlu harap kepada siapa pun. Tanah Papua sebagai tanah damai dan tanah yang bebas itu harus diciptakan oleh kita sendiri. Kita orang Papua harus menjaga Papua sebagai zona damai. Kita jangan saling menjual. Kita jangan mudah dibeli. Kita jaga persatuan kita antara pantai dan gunung sebagai satu bangsa melanesia,” katanya.

Menurut Pdt. Auwe, tanah Papua adalah tanah yang sudah diberkati oleh Tuhan. Maka, katanya, siapa pun yang membunuh, menjual manusia, menjaul tanah, dan yang penggianat atas tanah Papua adalah sama saja dengan melawan Tuhan. “Tanah Papua adalah mama kita, maka yang jual mama akan dimakan oleh mama,” katanya berapi-api.

Beberapa buah puisi yang dibacakan salah seorang siswi SMA membuat suasana doa berganti haru dan tangis. Tangis tidak tertahankan dan tidak sedikit orang yang menangis histeris mendengar puisi yang menggambarkan situasi sosial politik di tanah Papua. Kegiatan dilanjutkan dengan sambutan dari tokoh adat, dewan adat, tokoh HAM, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan mahasiswa.

Dalam sambutannya, Tokoh Adat Nabire, Esebius Kobogau mengatakan, kita telah berharap kepada pemerintah Indonesia untuk membangun orang Papua dan tanah Papua dengan Otsus. Tetapi, dia (Indonesia:red) bangun di mana kita tidak tahu. “Indonesia dia bangun Otsus itu di udara. Atau dia kirim uang ke Papua untuk orang-orang dari Jawa, Sulawesi dan Sumatera yang dia kirim ke sini setiap saat,” katanya.

Di tengah-tengah sambutan Kobogau, massa berdiri spontan mengadakan Waita (berkeliling taman sambil berlari dan teriak-teriak) sehingga terlihat abu tanah membumbung tinggi bagaikan asap. Dalam Waita itu terlihat beberapa noken/tas bergambar Bintang Kejora diangkat tinggi-tinggi. Hal ini hampir saja mengundang kemarahan aparat gabungan.

Lebih lanjut Kobogau menyoal tentang pemekaran. Katanya, Indonesia tahu bahwa orang Papua mau merdeka dan penduduknya sedikit maka dia mekarkan Papua menjadi 35 kabupaten. “Siapa yang akan isi kabupaten itu, kalau bukan orang luar yang terus berdatangan. Saudara-saudara , kita benar-benar terancam dari berbagai sisi. Budaya kita sedang ditebas habis, kekayaan kita habis, dan manusia juga sedang menuju kepunahan. Maka, merdeka bagi kita adalah solusi terakhir.

Kepada Citizen Reporter, ketua panitia perayaan HUT Papua 47, Yones Douw mengatakan, jika ada gerakan tambahan (kenaikan bendera) itu bukan dari pihak kami. “Kami sudah sepakat untuk tidak menaikan bendera Bintang Kejora. Kalau, ada yang naikan maka itu bukan kami. Itu pihak lain yang ingin mengeruk di air kabur. Sekali lagi, kami hanya ibadat,” katanya.

Ibadat HUT Papua Barat diakhiri kira-kira pukul 12.00 WIT dengan upacara tabur bunga di makam para korban peristiwa Nabire berdarah tahun 2001. Mereka antara lain adalah Matias Bunai, B. Erari, dan lainnya. Ketika berita ini ditulis, masyarakat masih mengadakan Waita.


BACA TRUZZ...- Ribuan Rakyat Papua di Nabire Merayakan HUT Papua

Image Otsus Masih Sebatas Uang

Selasa, November 25, 2008

*Mu'saad: Banyak Subtansi Otsus Belum Dilaksanakan

Democratic Center Universitas Cenderawasih memandang bahwa Otsus Papua yang pelaksanaannya telah memasuki 7 tahun, masih relevan untuk dijadikan sebagai solusi dalam penyelesaian sejumlah masalah krusial di Papua.

Kepala Pusat Kajian Demokrasi (Democratic Center) Uncen Drs. H.Mohammad A. Musa'ad, M.Si mengungkapkan, setiap tahun pada 21 November yang merupakan tanggal pengesahan UU Otsus Papua, harus dijadikan momentum untuk melakukan retrospeksi dan prospeksi terhadap pelaksanaan kebijakan Otsus Papua.

Terkait hal itu, setiap 21 November Democratic Center (DC) yang sebagian besar anggotanya ikut berperan dalam penggagasan dan pencetusan Otsus Papua selalu melakukan kegiatan diskusi, dialog dan curah pendapat guna menghasilkan kajian kritis atas perjalanan Otsus Papua dari tahun ke tahun.

Mencermati dinamika sosial politik di Papua memasuki 7 tahun pelaksanaan kebijakan Otsus, DC sesuai kompetensi yang dimilikinya menyampaikan beberapa hasil penelitian dan kajian yang perlu dipahami dan disikapi semua komponen bangsa, diantaranya pertama, dari segi perspektif idiil normatif Otsus masih relevan menjadi solusi dalam penyelesaian masalah di Papua. Hanya saja dalam perspektif factual emperik kondisinya justru mencemaskan.

" Yang terjadi di lapangan banyak subtansi yang terdapat dalam UU Otsus belum mampu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Banyak pihak terutama penyelenggara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sampai saat ini belum memahami secara konprehensif filosofi dan subtansi UU. Ironinya, image Otsus masih dipahami sebatas uang dan belum pada subtansi yang sesungguhnya, " ujar Mu'saad saat menggelar jumpa pers di Sekretariat DC di Kampus Uncen Abepura, sabtu (23/11).

Dikatakan, perbedaan persepsi dan pemahaman, rendahnya komitmen serta kebijakan yang keliru (overlapping) merupakan bukti pembenaran atas ketidak konsistenan dan konsekuennya pelaksanaan materi muatan yang diamanatkan dalam UU Otsus.

Kendati pelaksanaan kebijakan Otsus belum efektif (kacau balau), DC merasa perlu memberikan apresiasi terhadap segala upaya yang dilakukan berbagai pihak dalam mendorong pelaksanaan Otsus. Hanya saja, perlu diingatkan bahwa upaya tersebut harus dilakukan secara simultan dan komprehensif, bukan parsial (sepotong-potong) serta memperhatikan nilai dasar, prinsip dasar serta materi muatan Otsus secara konsisten.

Hal itu perlu dilakukan agar tidak terjadi pembiasan yang mengarah pada kontraproduktif terhadap upaya-upaya guna mewujudkan efektivitas pelaksanaan Otsus Papua. Tujuh nilai dasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Otsus adalah, pemberdayaan orang asli Papua, demokrasi dalam kedewasaan, supremasi hukum, etika moral, perlindungan/ penegakan HAM, penghargaan terhadap kemajemukan dan kesamaan hak sebagai warna negara.

Sedangkan prinsip-prinsip yang tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan kebijakan Otsus adalah, proteksi terhadap orang asli Papua dalam batas waktu tertentu, kebijakan keberpihakan, pemberdayaan, bersifat universial dan adanya accountabilitas publik.

" Jadi Otsus ini berlaku untuk semua orang Papua, hanya saja perlu adanya kebijakan-kebijakan khusus bagi orang asli Papua dalam bentuk proteksi, keberpihakan dan pemberdayaan, " ujarnya didampingi tim asistensi Otsus seperti Bambang Sugiyono, SH, Frans Maniagasi serta John Rahael (mantan anggota DPR RI).

Kedua, DC memberikan apresiasi atas pembahasan sejumlah Raperdasi dan Raperdasus oleh DPRP dan Pemprov, termasuk yang sudah ditetapkan. Namun begitu, DC menyayangkan karena sebagian besar Perdasi tersebut ternyata bukan merupakan amanat Otsus, bahkan terdapat Perdasi dan Perdasus bertentangan dengan filosofi dan subtansi Otsus Papua. Misalnya, UU Otsus yang mengamanatkan 11 Perdasus dan 17 Perdasi sebagai peraturan pelaksanaan dan penyusunannya harus dibuat dalam skala prioritas tertentu. Sebab, terdapat penyusunan Perdasus dan Perdasi tertentu menjadi landasan bagi penyusunan Perdasus dan Perdasi yang lain.

Ketiga, mengenai munculnya wacana parpol local, dijelaskan bahwa dalam UU Otsus Papua tidak dikenal Parpol local, namun penduduk Provinsi Papua dapat membentuk Parpol. Pembentukan dan keikutsertaanya dalam Pemilu berdasarkan peraturan perundang-perundang an yakni UU Parpol dan UU Pemilu. Karena itu, pembentukan Parpol local hanya dapat dilakukan jika tercantum dalam UU Parpol dan UU Pemilu dan/atau revisi UU Otsus Papua.

Mengenai kebijakan affirmatif terhadap orang Papua, bagi Mu'saad hal itu merupakan suatu stategi yang cerdas dalam mendorong akselerasi pembangunan SDM Papua, hanya kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati serta memperhatikan prinsip dasar kebijakan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar nantinya penerapan kebijakan itu tidak mengarah pada tindakan diskriminasi dan/atau pelanggaran HAM.

Berkaitan dengan maraknya aspirasi masyarakat menginginkan pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom baru provinsi/kabupaten, DC memandang bahwa hal itu merupakan trend yang terus mengalami penguatan. Karena itu dibutuhkan kreativitas Pemda untuk mendesain suatu strategi penataan daerah di Provinsi Papua dalam waktu 20 atau 25 tahun kedepan, dengan memperhatikan berbagai aspek, yakni proses, format, keserasian, kesatuan budaya, sumberdaya ekonomi dan prospek pengembangan.

" Evaluasi Otsus yang telah dilakukan 2 kali oleh Pemprov dengan Uncen tahun 2007 dan Pemerintah Pusat melalui Depdagri dengan kemitraan untuk kerjasama pembaharuan pemerintah 2008 sebagian besar masih difokuskan pada evaluasi terhadap pengunaan dana Otsus belum pada kebijakan yang seharusnya ditujukan pada Pemerintah Pusat maupun Provinsi sesuai kewenangan dan kewajiban masing-masing dalam melaksanaan Otsus.

Sementara itu, mantan anggota DPR RI yang juga anggota pengagas Otsus Papua John Rahail mengajak seluruh komponen bangsa di Papua untuk bersama-sama membangun tanah papua dalam konteks NKRI melalui kebijakan Otsus. Sebab, sesungguhnya orang Papua sendiri yang mempermalukan dirinya sendiri dimana disaat dana Otsus dimanfaatkan, rakyat Papua ada yang bersikap menolak Otsus, bahkan ada yang menuding Otsus. Padahal rakyat Papua atau para pejabat di Papua baru mengalami perubahan hidupnya di Tanah Papua setelah ada Otsus.

" Makanya orang-orang yang mengatakan seperti ini sesungguhnya sangat berdosa, karena menipu dirinya sendiri dan kepada Tuhan. Padahal para penyelenggara Otsus ini diberikan amanah dari rakyat untuk mengemban misi dengan harapan agar kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin," cetusnya.

Hanya saja yang terjadi selama ini adalah ketidakpastian. Harus disadari membangun negara atau daerah adalah sistem bukan ego. Yang menjadikan sistem itu berdaya guna untuk rakyat adalah, ketika sistem itu menjadi tertulis. Namun yang terjadi selama Otsus berjalan, tidak ada satu sistem pun yang tertulis.

UU Otsus hanya bisa dilaksanakan jika subtansi dalam UU itu yakni bagian yang memperintahkan adanya Perdasi dan Perdasus harus dilaksanakan. Tapi, jika Perdasi dan Perdasusnya saja belum ada, apa yang mau dilaksanakan. Bicara Otsus itu gagal atau tidak memang belum berjalan. Yang berjalan selama ini hanya uangnya saja, sementara produk-produk lain sebagai pelaksanaan Otsus belum ada.

Karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlunya diadakan dialog bersama untuk merevitalisasi dan memperkuat kembali pelaksanaan Otsus baik menyangkut sistemnya, peraturannya maupun berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan Otsus itu sendiri.
--------------------
Sumber: Cendrawasih Pos, 24 November 2008
BACA TRUZZ...- Image Otsus Masih Sebatas Uang

Sekuntum Bunga untuk Guru

Oleh : Fx Triyas Hadi Prihantoro

Spanduk "Selamat Hari Guru, Kami Mencintaimu" terbentang di pintu masuk SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta, Selasa pagi (25/11). Di pintu gerbang itu pula telah berjajar sejumlah pengurus OSIS. Dengan ramah mereka menyambut setiap guru yang datang.

Begitulah cara murid SMA Pangudi Luhur Santo Yosef memperingati Hari Guru Nasional kemarin. Ketua OSIS SMA Pangudi Luhur Santo Yosef, Cristina Anny, mengatakan, penghormatan kepada guru telah menjadi agenda kegiatan tahunan (OSIS) di sekolahnya. "Tanpa guru tidak akan ada pemimpin bangsa dan para profesional di negeri ini," ujarnya.

Tak kalah menarik, pada upacara memperingati Hari Guru Nasional ke-63 di sekolah tersebut, kemarin, semua petugas upacaranya dilaksanakan sendiri oleh para guru.

Wakasek Kesiswaan, Drs. Anton M, mengatakan, ini menunjukkan bahwa guru dapat menjadi contoh bagi para siswa termasuk dalam hal menggelar upacara. "Upacara bendera dengan seluruh petugasnya para guru akan memberi sebuah kesadaran bagi guru itu sendiri bahwa tidak mudah untuk melaksanakan tugas dalam upacara bendera yang biasanya ditangani oleh para siswa," terangnya.

Yang lebih mengharukan dan membanggakan bagi guru-guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef dalam upacara ini adalah pada saat sesi Paduan Suara menyanyikan lagu 'Hymne Guru', 'Terima kasih Guru' dan 'Syukur'. Bersamaan dengan itu seluruh anggota OSIS dan pengurus kelas dengan membawa sekuntum bunga kemudian menyerahkan kepada semua guru yang mengikuti upacara.

Dalam momen ini, berbagai ungkapan terima kasih diberikan semua siswa dengan berjabat tangan untuk mengucapkan selamat Hari Guru Nasional. "Sekuntum bunga untuk guruku tercinta," ungkap salah satu siswa dengan meyerahkan sekuntum mawar merah.

Hari Guru Nasional ke-63 tahun 2008 kemarin yang diperingati serentak di seluruh pelosok tanah air mengambil tema "Guru yang Profesional, Bermartabat, Sejahtera dan Terlindungi Mewujudkan Pendidikan Bermutu".

Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, dalam sambutan tertulisnya, yang dibacakan oleh seluruh Pembina Upacara di setiap sekolah se-Indonesia yang memperingati Hari Guru Nasional ini mengatakan, bahwa momen hari guru menjadikan guru semakin profesional, sebab kesejahteraannya diperhatikan oleh Pemerintah.
Peringatan Hari Guru Nasional kemarin di sejumlah kota juga diwarnai oleh aksi demonstrasi para Guru Tidak Tetap (GTT) yang telah mengabdi selama bertahun-tahun namun belum juga diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
-------------------------------------
Sumber: [www.kabarindonesia.com]
BACA TRUZZ...- Sekuntum Bunga untuk Guru

BERAS MENGANCAM MAKANAN LOKAL PAPUA

“Rakyat Diminta Pertahankan Makanan Lokal”

Nabire (Selangkah)-- Data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua menyebutkan, sejak 1998 tercatat sebanyak 30% penduduk Papua mengosumsi umbi-umbian (petatas), 15% mengosumsi sagu dan selebihnya 55% mengosumsi beras. Pada tahun 1996-1998, produksi ubi jalar di Papua sebanyak 435.000 ton. Tetapi jumlah ini terus menurun setiap tahun. Pada tahun 1999-2001 hanya mencapai 340.000 ton. Tahun 2003 lebih parah lagi dengan jumlah produksi hanya 250.000 ton. Produksi ubi jalar terbesar di daerah Pegunungan Tengah (Paniai, Puncak Jaya, Jayawijaya, Tolikara, Yahokimo, Pegunungan Bintang, dan Nabire).

Sementara menurut Dr. Josh Mansoben seperti dikutip Tabloid Jubi melalui FokerLSMPapua.org, 28 April 2008, berdasarkan hasil penelitian sejumlah dosen Uncen menunjukkan, kecenderungan masyarakat Papua mengonsumsi beras terus meningkat setiap tahun dibanding makanan lokal. Bahkan, ada sebagian penduduk Papua tidak lagi berupaya menanam pangan lokal, dengan alasan akan membeli beras.

Sedangkan menurut Ir Leonardo A Rumbarar Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua, potensi lahan tanaman pangan dan holtikultura di Provinsi Papua seluas 14.269.376 Ha. Dalam tahun 2006 penggunaan lahan untuk sawah seluas 25.127 hektar dan untuk lahan kering hanya 165.505 hektar.

Adapun sentra tanaman pangan padi-padian terdapat di Kabupaten Merauke, Kota Jayapura, Nabire, Waropen, Kabupaten Jayapura, Sarmi dan Mimika. Sentra tanaman jagung terdapat di Paniai, Keerom, Kota Jayapura, Kab Jayapura, Sarmi, Biak Numfor dan Nabire. Sentra tanaman kedelai di Kabupaten Keerom, Merauke, Jayapura, Nabire dan Sarmi. Sentra tanaman kacang tanah di Kabupaten Merauke, Nabire, Jayapura, Sarmi, Paniai. Sentra kacang hijau hanya di Kabupaten Biak Numfor. Ubi jalar di Kabupaten Jayawijaya, Jayapura, Paniai, Puncak Jaya, Tolokara, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Merauke, Keerom, dan Nabire. Sentra keladi di Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori serta sebagian di Nabire.

Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat asli di Papua saat ini mulai beralih konsumsi pangan lokal ke beras yang katanya makanan nasional sebagai bentuk penyeragaman pangan. Hal ini diperparah lagi dengan program Raskin (beras miskin) atau beras jaminan pelayanan sosial (JPS). Sejak ada program Raskin, masyarakat sudah jarang berkebun dan hanya menjual ikan atau hasil tanaman pertanian holtikultura untuk membeli beras murah.

Krisis pangan tampaknya tak akan pernah usai kalau masyarakatnya masih terus diajak mengonsumsi hanya satu pangan saja. Padahal sejak dahulu masyarakat Papua telah mengenal sejumlah makanan lokal, seperti sagu, ubi jalar, keladi, singkong, dan pisang, dan lainnya. Namun yang terkenal selama ini dua jenis makanan yang begitu populer, yakni sagu bagi masyarakat pantai dan ubi jalar untuk masyarakat pegunungan.

Jika disimak ternyata dari hari ke hari makanan lokal itu diabaikan, sebab pemerintah mulai menyosialisasikan pola makan beras. Sedangkan budidaya padi di kalangan petani lokal tidak bisa dikembangkan. Masyarakat Lembah Baliem dan Merauke misalnya, telah mengolah sawah tetapi tak bertahan lama. Masyarakat suku Dani di Kampung Yiwika menanam padi di dalam sawah mereka tetapi merasa banyak menyita waktu sebab malam jaga tikus dan siang usir burung. Pekerjaan mengolah sawah tak seenak membuat bedeng kebun hipere.

Peralihan dari makanan lokal ke beras ini secara jelas dapat dilihat dari data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura provinsi Papua. Produksi dan kebutuhan padi di Papua tahun 2005-2007 hanya 73.775 ton saja sedangkan kebutuhannya mencapai 297.940 ton. Sedangkan produksi ubi jalar sekitar 307.871 ton sementara kebutuhannya sebesar 284.847 ton. Berarti terdapat kelebihan stok ubi jalar.

Pertahankan Makanan Lokal
Makanan lokal Papua seperti ubi jalar, keladi, pisang, singkong dan sagu sudah dikenal masyarakat sejak nenek moyang. Makanan ini dari turun-temurun dikenal orang Papua. Masyarakat Papua pesisir dan pedalaman menganggap sagu dan ubi-umbian bukan hanya sekedar makanan pokok. Sagu misalnya, memiliki nilai budaya dan tradisi yang sangat tinggi karena mengandung unsur mistis dan magis. Sementara di pedalaman, umbi-umbian tertentu juga mengandung unsur mistis dan magis. Maka berbagai pihak berharap rakyat Papua harus mempertahankan makanan lokal yang telah ada sejak turun-temurun.

”Siapa bilang nasi itu lebih baik dari sagu dan umbi-unbian. Kan, beras dan makanan lokal itu sama-sama mengandung karbohidrat. Memangnya beras itu protein sehingga makanan lokal yang tidak mengandung protein harus ditinggalkan,” kata Ruben Edowai, Tokoh Adat Nabire.

Maka, dirinya berharap, rakyat Papua mulai saat ini harus mempertahankan segala sesuatu yang telah ada sejak dulu, khususnya umbi-umbian. ”Orang Papua gunung telah menemukan ratusan varietas umbi, namun hingga kini mungkin tinggal sedikit. Soalnya adalah pemerintah memanjakan rakyat dengan beras. Ada beras ini dan beras itu. Beras JPSlah Rakinlah itukan sebenarnya mebunuh makanan lokal orang Papua. Sekarang orang pedalaman malas buat kebun. Mereka hanya menunggu beras dari pemerintah. Jika, beras habis, mereka akan makan apa,” katanya.

Sementara itu, katanya, kini orang Papua memandang supermi sebagai barang mewah istrinya beras. ’Sebagian besar rakyat menganggap bahwa, supermi adalah istrinya beras. Beras harus masak berpasangan dengan supermi. Lalu mereka lupa berbagai jenis sayur yang memiliki vitamin tinggi. Sebenarnya, Tuhan itu telah menyediakan banyak makanan bagi orang Papua yang jarang kita jumpai di daerah lain. Jika kita membiasakan diri konsumsi makanan-makanan dari luar itu sama saja kita menolak pemberian Tuhan kepada orang Papua. Orang Papua harus bersyukur kepada Tuhan dengan mempertahankan dan mengonsumsi makanan lokal (umbi-umbian maupun sayuran yang ada),” kata Ruben berharap.

”Sebenarnya, melalui program-program yang merupakan dewa penyelamat itu justru membunuh masa depan rakyat. Program apapun seharusnya benar-benar perhatikan kondisi rakyat. Selama ini, berbagai program jarang perhatikan berbagai perbedaan yang ada di Indonesia. Jakarta buat program yang cocok dengan Jakarta. Begitu program itu sampai di Papua justru membunuh rakyat Papua. Salah satu contoh adalah program Raskin dan JPS,” jelasnya.

Rakyat Papua kini kehilangan segala-galanya, termasuk makanan lokal. Itu disebabkan karena program Jakarta mengindonesiakan orang Papua. ”Dulu, Jakarta bilang seluruh rakyat Indonesia harus makan beras. Katanya, makanan lokal itu, kurang baik. Orang-orang di pedalaman yang tidak tahu menanam padi dipaksakan makan beras. Mereka bilang beras lebih baik dari pada umbi-umbian. Ini satu bentuk pembunuhan masa depan orang Papua yang berbeda cara hidupnya dengan orang Jawa. Jakarta bilang, orang Papua harus hidup sama dengan orang Jawa, mulai dari makanan lokal, budaya, cara berpikir dan lain-lain,” kata seorang yang enggan diebutkan namanya.

Maka, berbagai pihak berharap dengan adanya Otsus, pemerintah daerah sudah seharusnyalah melindungi makanan lokal baik dengan membuat peraturan daerah maupun dengan membuat proyek-proyek percontohan. “MPR dan Gubernur harus mengakomodir hal seperti ini melalui Perdasi dan Perdasus. Kalau kita membiarkan hal ini, makanan lokal akan hilang sementara rakyat asli Papua tidak bisa menanam padi. Jika ini dibiarkan, maka akan terjadi kasus-kasus serupa dengan Yahokimo,” demikian mengemuka dalam sebuah diskusi di Nabire beberapa waktu lalu.

Para bupati diharapkan dapat juga mengikuti jejak mantan Bupati Jayapura Yan Pieter Karafir . Seperti yang dilangsir Tabloid Jubi melalui FokerLSMPapua.org, 28 Apr 2008, mantan Bupati Jayapura Yan Pieter Karafir pernah mengeluarkan SK Bupati tentang perlindungan dan pengembangan sagu alam di Kabupaten Jayapura. Dalam Simposium Sagu di Jayapura (FokerLSMPapua.org, 28 Apr 2008) YP Karafir memperoleh penghargaan karena membudidaya dan mengamankan sagu sebagai pangan lokal bagi masyarakat Papua. [Yermias Degei/Selangkah/dari berbagai sumber]

BACA TRUZZ...- BERAS MENGANCAM MAKANAN LOKAL PAPUA

Mempertimbangkan Arah Sejarah Kita

“Orang Papua bisa menikmati hak-haknya sebagai manusia, bukan menyaksikan hak-haknya dilanggar atau dikekang. Inilah artinya merdeka sebagai manusia. “

Oleh: Johannes Supriyono*)

L’histoire se repete! Sejarah berulang kata orang Perancis. Apa yang pernah terjadi di masa lalu terjadi lagi di zaman ini. Dan setiap pengulangan sejarah kelam berarti air mata tercurah. Kepedihan menancapkan cakarnya lagi di lubuk hati. Lalu pertanyaan yang terdengar klise harus diungkapkan lagi: mengapa ini terjadi? Tetapi sejarah akan terus berulang sampai, pada suatu titik, orang-orang yang terlibat dalam sejarah itu membelokkannya.

Opinus Tabuni tersungkur oleh peluru yang menembus dadanya. Serentak Wamena menjadi perhatian jagat. Air mata ibu-ibu menganak sungai. Getir rasanya. Peluru telah merenggut Opinus dari antara kaumnya. Ini bukan kematian oleh peluru yang pertama di Papua. Mungkin juga bukan yang terakhir. Pertanyaannya adalah mengapa kematian oleh peluru belum berakhir? Dan, mungkinkah suatu hari kelak tidak ada lagi anak-anak Papua mati karena peluru nan kejam?

KEMATIAN Opinus Tabuni menegaskan perjalanan sejarah rakyat Papua sebagai perjalanan kaum yang (di)kalah(kan), yang dijiwai oleh darah. Kalau mau dibaca secara positif, perjalanan sejarah Papua adalah sejarah perjuangan untuk diakui sebagai manusia dengan martabat sepenuhnya. Francis Fukuyama dalam The End of History and the Last Man menyatakan perjalanan sejarah adalah perjalanan menuju menyatunya ideologi-ideologi menjadi kapitalisme liberal. Sementara, sejarah Papua bergerak menuju pengakuan sebagai manusia, warga negara dunia yang semartabat dengan warga dunia lainnya.

Sebagai manusia yang merdeka, bukan saja merdeka dari ketakutan akan peluru yang tiba-tiba melesat dan merampas hidup, orang Papua bisa menentukan nasibnya sendiri (self-determination). Orang Papua bisa menikmati hak-haknya sebagai manusia, bukan menyaksikan hak-haknya dilanggar atau dikekang. Inilah artinya merdeka sebagai manusia.

Menyaksikan dan merasa-rasakan sejarah para korban, kita mencium bau anyir darah. Tidak ada sukacita kemenangan, tetapi duka cita karena kematian yang murah. Tidak ada sorak dan tarian ibu-ibu, tetapi kepala berkerudung dengan sedu sedan. Tidak ada anak-anak kecil bermain, berlari-larian tetapi berdiri terpaku pada jasad yang kaku. Kegembiraan pudar dan terbang. Angan-angan akan masa depan yang gemilang berubah menjadi amarah. Bukankah ini sejarah yang tidak pernah dicatat bahwa mereka belum menjadi pelaku aktif bagi sejarahnya sendiri? Ya, mereka mengingat kekalahan demi kekalahan yang menyesakkan!

Sejarah yang kita kenal hampir selalu berkisah tentang pahlawan, tentang kemenangan, dan tentang peristiwa yang monumental sehingga diabadikan. Kematian yang direkam pun hanya milik mereka yang agung. Tetapi, para budak dan serdadu-serdadu yang terlibat hampir tidak pernah disebut namanya. Hidup mereka tidak berharga untuk satu huruf pun dalam kitab sejarah.

Agaknya untuk menimbang arah sejarah Papua, kita tidak perlu mendongak pada para petinggi negeri. Bisa-bisa kita malah merasa ngeri. Lihatlah peluru, darah, dan air mata yang mungkin masih akan terjadi lagi setelah Opinus Tabuni. Di sana kita akan mendapati pertanyaan yang menghujam hati. Apakah arti hidup di sini?

SEJARAH kita bangun sendiri dari kekalahan dan kekalahan. Kegetiran yang datang silih berganti akan membuat dahaga kita akan kemanusiaan yang merdeka semakin besar. Arus sejarah akan semakin menderas dan mungkin tak lagi terbendung. Tidak ada orang yang tidak ingin menjadi juara. Tidak ada orang yang tidak ingin merdeka bagi dirinya sendiri!

Rasa kalah itu tidak perlu mengemuka sebagai dendam. Tidak ada gunanya dendam kecuali akan membuat kita semakin terpuruk dan sejarah menjadi lebih mengerikan. Dendam akan membuat tanah ini menjadi kerajaan kekerasan. Dalam arena kekerasan tak seorang pun tampil sebagai pemenang. Kekerasan, sebagaimana perang, adalah kekalahan bagi kemanusiaan!

Pertautan antara sejarah dan identitas tidak lagi dapat kita elakkan. Kematian Opinus Tabuni adalah salah satu elemen dari identitas kita: manusia Papua yang belum sepenuhnya memanusia. Pengalaman kematian itu menjadi pengalaman kita bersama. Bukankah kematian seperti itu bisa merenggut kita juga? Hakikat manusia sebagai makhluk yang merdeka masih jauh dari kenyataan kita sehari-hari.

Kemerdekaan sebagai manusia mengejawantah dalam kemampuan kita untuk menghayati kemanusiaan kita secara utuh. Kita bisa hidup secara damai. Kita bisa bersuara tanpa takut dibungkam. Kita bisa menghargai orang lain tanpa banyak curiga. Juga kita bisa menentukan masa depan. Mengikuti Nietzsche, kita bisa mengatakan ‘ya’ pada kehidupan!

Sejarah akan bergerak pada penciptaan tata kehidupan yang berkeadilan, yang mengakui nilai-nilai dasar kehidupan, yang memungkinkan anak-anak tumbuh dan berkembang. Inilah panggilan sejarah kita: mendorong terciptanya jagat di mana manusia dapat menghayati kemanusiaannya tanpa terancam atau mengancam manusia lain.

MARTIN Luther King, Jr. memimpikan empat orang anaknya untuk hidup damai di dunia yang tidak menilai mereka dari warna kulitnya, tetapi dari hidupnya. Ia membagikan mimpinya itu dalam orasinya yang diawali secara amat menawan. I have a dream… Ia berjuang dengan menggandeng begitu banyak pihak untuk mewujudkan impian itu. Impian itu ia bayar dengan kematiannya pada 1968. Ia dibunuh. Tetapi, sejarah mencatat arus sejarah diskriminasi warna kulit pelan-pelan lenyap.

Masih ada Mahatma Gandhi di India yang memimpin gerakan aktif tanpa kekerasan untuk melepaskan India dari penjajahan Inggris. Dunia mengaguminya.

Hari ini kita memiliki perempuan hebat dari Myanmar, Aung San Suu Kyi, pemimpin liga demokrasi di negerinya. Ia berjuang dengan tenang dan mendapatkan dukungan besar dari seluruh dunia. Seakan-akan seluruh dunia bergandengan tangan menyokong peraih nobel perdamaian ini.

Kita di sini, saatnya membagikan mimpi kita kepada sobat-sobat; mengajak mereka untuk bergandeng tangan dan memimpikan tata dunia yang adil agar kita bisa hidup semartabat dengan mereka. Lalu, sejarah baru akan pelan-pelan lahir di tanah kita. Sejarah tidak pernah dibangun dalam sehari. Mungkin saja kita bernasib seperti Martin Luther King, Jr. Ia tidak pernah melihat mimpinya mekar tetapi ia mewariskan pada dunia.
*) Peminat masalah sosial, tinggal di tanah Papua
BACA TRUZZ...- Mempertimbangkan Arah Sejarah Kita

Depdiknas Ubah Visi SMK

Minggu, November 23, 2008

Tanamkan Jiwa
Kewirausahaan


Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengambil langkah strategis untuk mengatasi problem pengangguran. Mulai tahun depan, Depdiknas akan fokus kepada pengembangan sekolah menengah kejuruan (SMK). Harapannya, dengan langkah tersebut, daerah tidak kekurangan produk-produk yang siap kerja.

''Ke depan, SMK disesuaikan dengan potensi daerah karena bertujuan agar lulusan sekolah kejuruan dapat segera terserap di dunia kerja atau dunia usaha di daerah,'' terang Sekjen Depdiknas Dodi Nandika ketika ditemui di gedung Depdiknas, Jakarta, kemarin.

Dodi lantas mencontohkan, sekolah kejuruan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang mengkhususkan kepada pendidikan kelautan. ''Nunukan kan bentuknya pulau. Kalau dibuat jurusan perhotelan, kasihan lulusannya harus menyeberang pulau untuk bekerja,'' kata dia.

Yang terpenting, ujar dia, pembangunan sekolah kejuruan pada masa-masa mendatang difokuskan kepada bidang-bidang potensial. Misalnya, agrobisnis, komputer, pariwisata, hotel, otomotif, dan bisnis. ''Kita ingin anak-anak SMK bisa mengembangkan jiwa dan budaya entrepreneurship (kewirausahaan, Red),'' tuturnya.
Dodi menilai, untuk mengubah visi itu justru tidak membutuhkan kurikulum khusus entrepreneur. Menurut dia, jiwa kewirausahaan bisa diberikan atau ditempatkan di bidang apa saja. Kurikulum kewirausahaan, kata dia, justru membuat mindset (pemikiran) tentang entrepreneur menjadi salah. ''Kita terbelenggu kurikulum dan ini justru menjadi penyebab kegagalan,'' tambahnya.

Menurut Dodi, dalam program Depdiknas tersebut yang terpenting untuk menumbuhkan jiwa entrepreneur kepada siswa SMK adalah pelajaran di lapangan. Caranya, guru harus mengajarkan kepada siswa tidak sekadar teori, tetapi praktik tentang wirausaha di dunia nyata.

Saat ini rasio jumlah sekolah kejuruan dibandingkan dengan sekolah menengah atas (SMA) terus meningkat. Jika pada 2005 rasionya 30 persen banding 70 persen, pada 2008 mencapai 47 persen banding 53 persen. ''Ditargetkan pada 2014, 70 persen sekolah menengah yang ada di Indonesia merupakan sekolah kejuruan,'' katanya.
Salah satu pengusaha kenamaan Bob Sadino siap mendukung program Depdiknas tersebut. Karena itu, dia terjun langsung dan siap menjadi konsultan lepas bagi Depdiknas. Bob menitipkan imbauan agar guru SMK harus mengubah paradigma pengajarannya, yaitu bisa membimbing siswanya ke lapangan.

''Guru tidak boleh sekadar mengajarkan teori. Guru-gurunya harus dibuka dulu mindset-nya. Harus ada shock therapy agar guru tak sebatas mengajar, tapi juga membimbing, mengarahkan, dan bisa membuat siswa mandiri,'' terangnya.

Menurut Bob, pendidikan di SMK harus bertumpu kepada tiga pilar pendidikan. Yaitu, learning to know (belajar untuk tahu), learning to do and to be together (belajar untuk melakukan sesuatu dan melakukan bersama masyarakat), dan learning to be (belajar untuk menjadi). (zul/oki)

--------------------------
Sumber: http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=21704&ses=
BACA TRUZZ...- Depdiknas Ubah Visi SMK

3 Ruang Kelas SD Santo Yakobus Dibongkar, 57 Murid SD Dipastikan Terlantar

Jumat, November 21, 2008

Sebanyak 57 Murid SD Santho Yakobus Honeylama, Kabupaten Jayawijaya terpaksa kehilangan tempat belajar. Sejak Senin (17/11) kemarin, gedung 3 ruang kelas, tempat mereka belajar di bongkar oleh pihak kontraktor pelaksana pembangunan 3 ruang kelas itu, yakni CV. Sudiang Jaya.

Pembongkaran dilakukan karena belum diselesaikannya pembayaran oleh kantor Dinas P dan K Kabupaten Jayawijaya senilai Rp 300 juta selaku instasi yang ditunjuk oleh pemerintah setempat menangani pembangunan tiga ruang kelas tersebut.
Dari pantauan Cenderawasih Pos dilapangan, puluhan murid SD sekolah tersebut hanya menatap sedih gedung sekolah mereka dibongkar, begitu juga dewan guru yang ikut menyaksikan langsung jalannya pembongkaran itu. Ruang kelas yang dibongkar yakni ruang kelas 4, 5 dan 6.

Dengan pembongkaran itu, dikhawatirkan masa depan pendidikan ke 57 di SD itu terancam tersendat ditengah jalan, apalagi ujian semester dan ulangan umum sudah diambang pintu.

Dinding sekolah yang terbuat dari papan dibongkar satu demi satu. Para murid dan dewan guru yang menyaksikan peristiwa itu tak bisa melakukan apa-apa. Tampak dari wajah lugu para murid itu ada yang tak kuasa menahan tangis, beberapa siswa bahkan menagis dengan suara keras sambil berteriak lantang “Jangan dibongkar, kami mau belajar dimana,”.

Suara mereka tidak digubris. pihak kontraktor tetap membongkar tiga bangunan ruang kelas yang sudah berdiri sejak tahun 2003 lalu itu. “ Saya tetap akan membongkar tiga ruang kelas yang sudah selesai saya bangun sejak tahun 2003 lalu namun pembayarannya belum diselesaikan leh dinas P dan K sampai hari ini ( kemarin, red),” tegas Muhammad Amin Pimpinan CV. Sudiang Jaya kepada Cenderawasih Pos disela-sela melakukan pembongkaran.

“ Bangunan tiga ruang kelas itu sudah selesai saya bangun sejak 5 tahun lalu tepatnya padatahun 2003, namun pihak dinas P dan K sampai detik ini belum juga menyelesaikan pembayarannya,” kata Amin bernada kesal. “ Coba bayangkan selama 5 tahun saya sudah bersabar agar pihak dinas P dan K menyelesaikan pembayaran itu, namun belum juga dilakukan,” tambahnya.

Dikatakan, dirinya memberikan batas waktu sampai akhir November 2008, jika pihak dinas P dan K tidak ada tanda-tanda untuk menyelesaikan persoalan ini, dengan sangat terpaksa tiga ruang SD. YPPK Santo Yakobus yang sudah dibangunnya itu dibongkar.
Peristiwa pembongkaran tiga gedung ruang kelas itu nampaknya mengundang perhatian serius Kepala Dinas P dan K Kabupaten Jayawijaya, Daniel Tabuni yang langsung turun ke lokasi.

Terjadi dialog yang cukup alot antara kepala dinas dan pihak kontraktor. Meskipun demikian, tak membuahkan hasil alias belum ada titik terang tentang penyelesaian pembayarannya. Kepala dinas P dan K Daniel Tabuni hanya bisa berjanji kepada pimpinan CV. Sudiang Jaya untuk menyelesaikan permasalahan itu dalam waktu dekat ini. “ Saya akan sampaikan hal ini kepada bupati selaku pimpinan tertinggi untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut, agar permasalahan ini bisa terselesaikan secara tuntas,” ujar Daniel.

Sementara itu Wakil Kepala Sekolah SD. YPPK Santo Yakobus Rafael kepada koran ini menuturkan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa bila pihak kontraktor membongkar tiga ruang kelas yang sudah digunakan dalam proses belajar mengajar selama ini. “Pihak sekolah jelas sangat dirugikan dengan aksi pembongkaran itu, karena anak-anak tak bisa belajar lagi, lantas akan dikemanakan 57 murid saya yang sebentar lagi ujian,” tegas Rafael.

Mereka berharap, pihak Dinas P dan K segera dapat menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas.” Bila tidak konsekuensinya sudah jelas sebanyak 57 murid bakal tak naik kelas dan tidak lulus ujian karena tidak mengikuti ulangan dan ujian semester,” imbuhnya. (jk)
---------------------------------
Sumber:http://www.cenderawasihpos.com/lintas.php
BACA TRUZZ...- 3 Ruang Kelas SD Santo Yakobus Dibongkar, 57 Murid SD Dipastikan Terlantar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut