Dana Block Grant Dikorupsi, Anak Sekolah Menderita Seumur Hidup

Sabtu, Mei 16, 2009

Setelah lama publik menunggu proses pengusutan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran publik block grant Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan di kabupaten Manokwari, akhirnya diusut Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari, Provinsi Papua Barat.

Kepala Kejari Manokwari, Herdiyantono SH kepada wartawan sebagaimana dilansir koran harian lokal di Manokwari menyatakan, terkait kasus tersebut, pihaknya telah menerima hasil audit BPK-RI terhadap dana block grant 2005 pada Senin (27/4) lalu.

Herdiyantono, menyebut audit itu merinci jika dua tersangka kasus korupsi dana block grant merugikan negara sekitar Rp 400 juta. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang baru bagi Kejari yakni bagaimana melimpahkan kasus tersebut secepatnya ke Pengadilan Negeri Manokwari. Hasil audit itulah yang selama ini dijadikan alasan belum dilimpahkannya kasus ini ke meja hijau.

Kejari menyebut hasil audit akan melengkapi berkas dan bukti yang disiapkan untuk mendakwa pelaku. Ia menjamin tak ada alasan lagi untuk menunda pelimpahan kasus yang terjadi pada empat tahun silam. Pihaknya menegaskan, kalau auditnya sudah diterima, Kejari siap limpahkan berkasnya ke pengadilan untuk ditindaklanjuti oleh Pengadilan Negeri.

Laporan audit tersebut merinci kesalahan penggunaan anggaran yang ditemukan dalam berbagai proyek pembangunan di beberapa sekolah. Kesalahan penggunaan anggaran itu terutama terjadi pada proyek pembangunan gedung laboratorium dan ruang kelas yang tidak selesai. Praktek tender-menender atau sistem proyek dalam tradisi pelaksanaan anggaran oleh pihak pemerintah justru menyalahi aturan main block grant dana DAK bidang pendidikan ini. Menurut Tim Tipikor Watch dari LSM Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan (JASOIL) Tanah Papua, pelaksanaan dana DAK harus swakelola bukan diproyekan atau ditenderkan. Hal ini tentu berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah pusat tentang pengalokasian dana block grant untuk memperbaiki kondisi pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Manokwari, DS bersama seorang stafnya telah dimintai keterangan oleh pihak penyidik pada Senin (27/4) sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi DAK 2007. Pemeriksaan dilakukan di ruang sub seksi penyidikan Erwin Saragih SH, MH. Dalam kasus ini Kejari menetapkan mantan Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Pra Sekolah Manokwari, JS dan seorang stafnya yakni AR sebagai tersangka. Beberapa waktu lalu Erwin Saragih menyebut kemungkinan besar pihaknya akan menetapkan tersangka baru dalam kasus ini.

Kejari juga telah memanggil Kabid Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Manokwari serta beberapa orang staf untuk dimintai keterangan. Pemeriksaan saksi itu dimaksudkan untuk mengungkap kebenaran tentang kasus korupsi DAK ini.
Terkait penuntasan kasus dugaan Tipikor di lingkungan hukum Manokwari, Papua Barat, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Manokwari P.H. Hutabarat SH.M.Hum, meminta Kejari Manokwari supaya segera menuntaskan kasus-kasus korupsi yang belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.

Hutabarat menilai masyarakat sangat menginginkan dimejahijaukannya para pelaku. Menginjak bulan kelima tahun 2009, belum ada satupun kasus korupsi yang dilimpahkan ke PN. Pihaknya membutuhkan kerjasama yang baik antara semua instansi penegak hukum terutama terkait kasus-kasus korupsi. Apalagi kasus ini mendapat perhatian publik. Tahun 2008 lalu pihak kejaksaan berhasil melimpahkan 2 kasus korupsi ke pengadilan dan prosesnya sedang berlangsung.

Tim Tipikor Watch JASOIL menjelaskan bahwa DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Daerah tertentu adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, tentu berdasarkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.

Bidang pendidikan adalah bagian dari perhatian pemerintah pusat dengan kebijakan pengalokasian DAK sebagai dana hibah atau block grant untuk memperbaiki kondisi pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan di daerah-daerah. Dana Dekonsentrasi (DEKON) adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

Pengelolaan dana-dana block grant pada bidang pendidikan tentu diharapkan bisa membantu memberikan kenyamanan proses belajar siswa sekolah dasar baik sekolah-sekolah negeri maupun swasta, termasuk sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan. Dana DAK dan DEKON Bidang Pendidikan diadakan dengan sasarannya adalah rehabilitasi sekolah.. Layanan block grant untuk 33 provinsi di Indonesia melalui dana DEKON, sedangkan untuk 434 Kabupaten/Kota di 32 Provinsi melalui dana DAK.

Dasar Hukum Dana Block Grant
Terkait pengungkapan kasus-kasus dugaan penyalahgunaan anggaran publik termasuk dana block grant DAK bidang pendidikan di Papua Barat, Tim Tipikor Watch JASOIL Tanah Papua menjelaskan bahwa Pelaksanaan DAK sebagai dana block grant untuk bidang pendidikan ini berdasarkan UU No. 29 Th. 2002 tentang APBN bahwa upaya peningkatan angka partisipasi pendidikan dasar dilakukan melalui kegiatan-kegiatan antara lain Pemerintah Pusat dan Provinsi memberikan dana perbantuan berbentuk hibah atau block grant kepada kabupaten/kota melalui koordinasi provinsi dan seterusnya; UU No. 20 Th. 2003 tentang Sikdiknas, Pasal 49 ayat (3) bahwa Dana pendidikan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah atau block grant sesuai peraturan perundangan yang berlaku.” UU ini yang menjadi dasar dimana pihak masyarakat sipil berperan juga dalam pengawasan pengelolaan anggaran terkait sektor pendidikan ini.

Sedangkan tentang sistem pelaksanaannya menurut Tim Tipikor Watch JASOIL, harus didasarkan pada Keppres No. 80 Th. 2003, Bab III tentang Pengadaan Barang/Jasa dengan Swakelola Bagian A Poin 2.c, bahwa Swakelola oleh penerima hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi hibah.

Selain itu Perpres RI No. 7 Th. 2005 tentang RPJM 2005-2009, Bagian IV Bab 27.C No. 19: bahwa meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan termasuk dalam pembiayaan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat serta dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; Perpres RI No. 7 Th. 2005 tentang RPJM 2005-2009, Bagian IV Bab 27.d No. 21: bahwa Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas termasuk unit sekolah baru (USB), ruang kelas baru (RKB), laboratorium, perpustakaan, buku pelajaran dan peralatan peraga pendidikan yang disertai dengan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan secara merata, bermutu, tepat lokasi, terutama untuk daerah pedesaan, wilayah terpencil dan kepulauan, disertai rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasarana yang rusak termasuk yang berada di wilayah konflik dan bencana alam, serta penyediaan biaya operasional pendidikan secara memadai dan atau subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau imbal swadaya bagi satuan pendidikan dasar untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan.

Pengalokasian DAK untuk Pendidikan dimaksudkan untuk mencapai pendidikan yang bermutu pada program wajib belajar 9 tahun SD yang ditandai dengan tingkat APM SD 95% (2009), 100% SD/MI dalam Kondisi Baik (2008), 75% Sarana SD Memenuhi Standar Nasional Pendidikan (2009), Minimal 30% SD memiliki perpustakaan (2009). Hal ini penting menjadi perhatian pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan Dasar dan Pra Sekolah. Karena dari hasil kajian JASOIL, banyak sekolah dasar yang masih jauh dari layak pakai. Tidak ada sarana pendukung seperti perpustakaan, ruang kelas masih terbatas, ada sekolah yang hanya memiliki 3 ruang belajar. Selain itu, pada umumnya komite sekolah dan kepala-kepala sekolah tidak tahu tentang sumber dana pendidikan yang sampai di sekolah-sekolah. Mereka hanya tahu bahwa itu bantuan pemerintah tetapi tidak jelas, apakah dana Otsus, DAK, BOS, BOP? Transparansi anggaran sangat penting bagi masyarakat, karena masyarakat punya hak untuk tahu. (Pietsau Amafnini)
--------------------------
Sumber berita dan gambar:neo.tabloidjubi.com
BACA TRUZZ...- Dana Block Grant Dikorupsi, Anak Sekolah Menderita Seumur Hidup

Tiga Masalah Membelenggu Ekonomi Rakyat di Paniai

Direktur Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA) Kabupaten Paniai, Hanok Erison Pigai di Nabire, Papua, Sabtu (16/5) menyatakan, ada tiga masalah pokok yang membelenggu perekonomian di Kabupaten Paniai.

Pertama, belum adanya skill/keahlian tertentu bagi warga dan rakyat pribumi Papua. Kedua, belum terbukanya daerah yang terisolasi dan ketiga, belum adanya teknologi tepat guna termasuk juga belum tersedianya akses informasi dan komunikasi di tingkat bawah. "Saya melihat ketiga masalah ini menjadi kendala utama ketertinggalan ekonomi rakyat asli Papua khususnya di daerah Paniai,” tuturnya.

Menurutnya, jika pemerintah tak segera memperbaiki kondisi ini, dikhawatirkan akan semakin menghambat majunya kehidupan ekonomi bagi rakyat di Paniai.
Dalam rangka meningkatkan usaha ekonomi dan mengembangkan pemasarannya, kata Hanok, perlu juga dibuat berbagai pelatihan. Termasuk pelatihan untuk pembukuan administrasi surat menyurat dan keuangan.

“Jadi mereka harus didampingi sehingga usaha yang dikembangkan dapat maju,” katanya. (Willem Bobi/Nabire)
-------------------------------
Sumber:neo.tabloidjubi.com

BACA TRUZZ...- Tiga Masalah Membelenggu Ekonomi Rakyat di Paniai

Masalah Pendidikan di Papua Masih Menonjol

Yulianus Kuayo SH dari Tata Laksana Setditjen PMPTK Departemen Pendidikan Nasional kepada JUBI kemarin mengatakan, sistem perekrutan tenaga, sertifikasi dan kesejahteraan guru menjadi masalah yang menonjol dan terbesar bagi pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Papua.

Kuayo mengatakan, sebenarnya lembaga pendidikan di Papua menginginkan tenaga yang profesional. Namun hal itu tak sejalan dengan seleksi perekrutannya yang tidak jelas. “Sehingga guru-guru yang direkrut adalah harus profesional sesuai pedoman undang-undang guru serta memiliki latar belakang pendidikan yang memenuhi kriteria yang ditentukan,” katanya saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Untuk memenuhi kondisi keterbatasan tenaga pendidik dan tidak terpenuhinya standarisasi kriteria bagi guru dan tenaga kependidikan, menurut Kuayo, seharusnya dipersiapkan sejak masih menjadi seorang calon guru. “Jadi seharusnya seperti sekolah seminari. sekolah persiapan menjadi guru harus dipersiapkan sejak masih duduk di SMP,” katanya.

Menurut dia, salah satu faktor pendidikan di Papua tak akan pernah membaik adalah pemerintah daerah provinsi Papua maupun perangkatnya tak pernah mau berbenah. “Sehingga ketika perekrutan, pengangkatan serta penempatan di lapangan juga diragukan,” tutur Kuayo. (Willem Bobi/Nabire)
------------------------
Sumber:http://neo.tabloidjubi.com

BACA TRUZZ...- Masalah Pendidikan di Papua Masih Menonjol

ICS: Dana Otsus untuk Pendidikan Hanya Sekitar 7 %

Alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk sektor pendidikan sebesar 30%, nampaknya baru sebatas slogan saja. Pasalnya, dari hasil riset yang dilakukan pihak ICS Papua, ternyata anggara untuk sektor pendidikan hanya berkisar 7% saja.

"Kami tidak tahu para meter apa yang digunakan Pemerintah Provinsi Papua sehingga menyatakan dana untuk sektor pendidikan sebesar 30 %, sebab dari hasil penelitian yang kami lakukan, ternyata hanya berkisar 7 % saja,"ujar Koordinator Program ICS Papua, Yusak Reba, SH kepada wartawan usai memberikan materi pada diskusi fokus yang mengangkat masalah kebutuhan dan pengelolaan dana Otsus untuk peningkatan kualitas pendidikan dasar di Papua di Hotel Mapia Biak, Rabu (13/5) kemarin.

Dikatakan, Perda No 5 Tahun 2006 tentang pembagian dana Otsus yang mengalokasikan sektor pendidikan sebesar 30 % belum bisa dibuktikan dan tidak ada parameter yang jelas. Sebab dari fakta yang terjadi di lapangan sampai saat ini anak-anak masih banyak sangat sulit memperoleh pendidikan.

"Jika memang itu benar ada 30 % untuk pendidikan, maka buku-buku paket dan beasiswa bagi setiap anak pasti ada. Secara umum kami melihat dana Otsus ini lebih banyak digunakan di kalangan birokrat saja,"ujarnya.

Terkait belum maksimalnya penggunaan dana Otsus untuk pendidikan itu, pihaknya melakukan riset di Kota Jayapura, Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Jayawijaya. Riset itu salah satunya dilakukan dalam bentuk diskusi dengan sejumlah stakeholder.(ito)
---------------------------
Sumber:Cenderawasihpos.com

BACA TRUZZ...- ICS: Dana Otsus untuk Pendidikan Hanya Sekitar 7 %

Memotret yang Terlupakan dalam Pembangunan di Era Otsus Papua

Jumat, Mei 15, 2009

Sudah delapan tahun lebih Otonomi Khusus Papua bergulir di tanah Papua. Selama itu pula, terjadi banyak peningkatan di berbagai bidang. Juga, masih banyak hal yang masih harus membutuhkan perhatian ekstra serius. Berikut adalah beberapa potret pembangunan yang mungkin kita lupa atau terlewatkan dari dan dalam pembangunan di tanah Papua. Mungkin kita lupa atau tidak kita lihat karena banjirnya uang Otsus. Lupakah kita bahwa masih banyak hal mendasar yang harus diberi perhatian dalam
pembangunan di tanah Papua di era Otsus.

Jika, kepekaan kita telah tumpul dengan uang Otsus. Jika, nurani kita tidak bisa kita jangkau keadaan sebenarnya. Jika, kita lupa bahwa kita punya kewajiban dalam Otsus untuk membangun “manusia Papua”. Jika, kita terlena atas semuanya… apa yang akan tersisa kelak di tanah Papua?


Kondisi SD Negeri Gopouya, Distrik Mapia Kabupaten Nabire. SD inii terletak di jalan Trans Irian yang menghubungkan Nabire-Ilaga. Mungkin wajah pendidikan di pedalaman Papua sekabut awan di atas SD (tampak pada gambar). Gambar diambil pada April 2009.


Seorang anak usia sekolah beristirahat di depan tumpukan sampah dengan meletakan sebuah karung di sampingnya, sesaat sebelum memungut kaleng bekas. Anak-anak usia sekolah yang seharusnya belajar di sekolah tetapi justru menjadi ‘tukang keleng’ (pemulung), Mereka mencari kaleng bekas untuk sekedar memenuhi kebutuhan mereka. Gambar diambil di Nabire pada 2 Mei 2009.




Seorang anak usia sekolah beristirahat di depan tumpukan sampah dengan meletakan sebuah karung di sampingnya, sesaat sebelum memungut kaleng bekas. Anak-anak usia sekolah yang seharusnya belajar di sekolah tetapi justru menjadi ‘tukang keleng’ (pemulung), Mereka mencari kaleng bekas untuk sekedar memenuhi kebutuhan mereka. Gambar diambil di depan Museum Papua di Jayapura pada awal tahun 2009.


Minuman Keras (Miras) yang legal dan ilegal terus berbanjiran di Papua. Gambar diambil di Taman Imbi Jayapura Januari 2009.Baca tulisan tentang Miras klik: http://pendidikanpapua.blogspot.com/2007/12/minuman-keras-keras-kepala-di-tanah.html






Minuman Keras (Miras) yang legal dan ilegal terus berbanjiran di Papua. Gambar diambil di Taman Imbi Jayapura pada Januari 2009.





Minuman Keras (Miras) yang legal dan ilegal terus berbanjiran di Papua. Gambar diambil di Labobar Februari 2009.











Gizi dan kesehatan buruk anak-anak PAUD di Distrik Mapia, Kabupaten Dogiyai. Foto ini adalah satu dari ratusan anak gizi buruk dan kesehatan yang tak terperhatikan di pedalaman Papua. Gambar dimabil pada April 2009.












Gizi dan kesehatan buruk anak-anak PAUD di Distrik Mapia, Kabupaten Dogiyai. Foto ini adalah satu dari ratusan anak gizi buruk dan kesehatan yang tak terperhatikan di pedalaman Papua. Gambar dimabil pada April 2009.

BACA TRUZZ...- Memotret yang Terlupakan dalam Pembangunan di Era Otsus Papua

Urgensitas Pemanfaatan Hasil Penelitian

Oleh : Joko Sugiarto

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Universitas INDONUSA Esa Unggul (UIEU) Jakarta menggelar acara pelatihan penulisan pemanfaatan hasil penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan kreativitas mahasiswa yang berpotensi paten. Acara itu digelar di Menara Panin Sula Hotel Jakarta, 11-14 Mei ini. Acara itu diadakan salah satunya dengan tujuan untuk menghadapi era knowledge based economy.

Perguruan tinggi dituntut untuk dapat melakukan transformasi dari perguruan tinggi yang hanya berbasis pengajaran atau pendidikan, menjadi perguruan tinggi berbasis penelitian dan pengembangan ke arah technopreneur. Dengan transformasi tersebut, perguruan tinggi tidak hanya meningkatkan kemampuan dalam pengajaran tetapi juga dapat menghasilkan Ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni (IPTEKS) yang selanjutnya dapat diimplementasikan pada industri atau masyarakat.

Banyak penelitian telah dilakukan oleh perguruan tinggi untuk menjawab berbagai tantangan-tantangan, baik yang langsung memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di masyarakat dan industri, maupun untuk pengembangan ilmu. Selama ini, sebagian besar penelitian yang dilakukan hanya menghasilkan laporan sebagai bentuk akhir pertanggungjawaban kegiatan serta (mungkin) dipublikasikan pada jurnal-jurnal ilmiah namun masih belum memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan industri sehingga IPTEKS yang telah dikembangkan dengan menghabiskan banyak dana, waktu dan tenaga menjadi kurang terasa manfaatnya.

Penelitian yang inventif dan inovatif yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa menjadi citra kesuksesan sebuah perguruan tinggi. Hasil penelitian-penelitian tersebut perlu mendapatkan perlindungan hukum dalam implementasi berkesinambungan.

Oleh karena itu, perlu ditempuh cara-cara yang lebih efektif dan efisien, yaitu dengan memanfaatkan sistem hak kekayaan intelektual (HKI) baik perlindungan dalam bentuk paten maupun bentuk perlindungan kekayaan intelektual lainnya dalam sistem HKI. Yang jelas, dalam kegiatan ini ingin membangun pemahaman dan kemampuan peneliti dan institusi agar dapat menghasilkan penelitian yang berorientasi paten dan jenis regim HKI lainnya.

Sejumlah materi telah disiapkan untuk mengisi kegiatan ini, antara lain: sistem penelitian, pengembangan dan penerapan ipteks, pemanfaatan sistem HKI dalam kegiatan penelitian dan pengembangan. Langkah, syarat dan administrasi pengajuan, terutama paten, hak cipta serta desain tata letak sirkuit terpadu.

Selain itu juga diberikan materi: perlindungan desain industri, perlindungan merek, sistem paten, metode penulisan dokumen spesifikasi paten, dan lain-lain. Kegiatan ini di bawah tanggung jawab Prof Ir Suryo Hapsoro Tri Utomo PhD (direktur P2M dan Dr Ir Arief Kusuma MBA (Universitas INDONUSA Esa Unggul). Selain itu juga kegiatan ini diisi oleh mentor berpengalaman seperti: Prof Dr Suprapto DEA (ITS), Prof Dr Filli Pratama MSc (Hons), Prof Dr Tien Muchtadi (DRN), Ir Ahdiar Romadoni MBA (ITB) dan lain-lain. (*)

----------------------------
Sumber:http://kabarindonesia.com/
BACA TRUZZ...- Urgensitas Pemanfaatan Hasil Penelitian

PGRI Keluhkan Ujian Nasional

Kerap Jadi Objek Eksploitasi Kepala Dinas dan Kepala Daerah

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai guru kerap menjadi objek eksploitasi kepala dinas dan kepala daerah yang kerap memaksakan angka kelulusan siswa dalam ujian nasional 100 persen. Guru menginginkan objektifitas penilaian, namun kepala dinas dan kepala daerah kerap memerintahkan guru melakukan kecurangan dalam ujian nasional.

" Pemegang kekuasaan seperti kepala dinas dan kepala daerah berambisi agar anak-anak didik lulus dan tidak mempermalukan daerah. Gengsi itu menjerumuskan guru melakukan tindakan tak terpuji, seperti melakukan kecurangan, membuat tim sukses, dan lain-lain," ujar Ketua Pengurus Besar PGRI Sulistyo dalam audiensi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Gedung Guru, Tanah Abang, Jakarta, kemarin (14/5).

Selain itu, PGRI juga mengeluh guru dan kepala sekolah kini tidak memiliki otoritas akademik dengan masuknya pengawas independen, kepolisian, dan lembaga swadaya masyarakat dalam pengawasan ujian nasional. " Aparat kepolisian dan lembaga swadaya masyarakat juga bertindak terlalu jauh dalam alokasi block grant seperti bantuan operasional sekolah, sehingga kepala sekolah dan guru habis waktunya untuk mengurusi administrasi dan tindakan aparat hukum yang meresahkan," terangnya.

Organisasi yang beranggotakan 1,960 juta guru negeri dan swasta ini menilai kampanye sekolah gratis menjadi komoditas politik yang menyulitkan posisi guru dan kepala sekolah dalam memperoleh kontribusi dari masyarakat. Padahal, alokasi dana BOS tidak cukup untuk peningkatan kualitas pendidikan. " Seharusnya tidak dipukul rata. Masyarakat miskin boleh gratis, tapi masyarakat mampu diperbolehkan memberikan kontribusi sukarela pada sekolah," kata Sulistyo.

Menanggapi keluhan tersebut, Jusuf Kalla meminta guru menolak perintah kepala dinas dan kepala daerah untuk bertindak curang di ujian nasional. Dia meminta guru bertindak objektif dalam ujian nasional, sehingga upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak tercederai ulah guru yang melakukan kecurangan.

" Guru harus konsisten dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Kalau ada bupati marah, biarkan saja, tidak usah dilayani. Kalau ingin siswa lulus, mereka harus belajar, guru membantu persiapan ujian, dan bupati memberikan dukungan fasilitas sekolah," tandasnya.

Kalla lantas bercerita bahwa ujian nasional adalah idenya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Ujian nasional digagasnya karena ada kesenjangan kualitas pendidikan siswa di Jawa dan luar Jawa, minimnya kesiapan lulusan SMA masuk ke pasar kerja, tinggginya angka perkelahian antarpelajar, dan kesenjangan kualitas pendidikan dasar di Indonesia dengan Singapura, Malaysia, dan Filipina.

Kalla menuturkan, siswa merasa tidak perlu belajar karena pasti lulus semua, alumni SMA di Maluku dan NTT sulit masuk UI atau ITB yang menciptakan superioritas dan inferioritas, dan kualitas pendidikan yang seadanya. Dalam risetnya, materi ujian aljabar SMP tahun 1950-an dinilai lebih sulit dibanding materi ujian matematika SMP tahun 2000-an. Bahkan, materi ujian bahasa inggris SMP di Indonesia setara dengan materi ujian tingkat SD di Malaysia dan Filipina.

" Saya tanya ke rektor UI dan ITB, berapa anak Papua, Bengkulu, atau Maluku Utara yang masuk ke universitasnya. Mereka bilang nol, karena tidak ada yang lolos ujian. Sebaliknya, anak-anak Bandung, Jogja, dan Jakarta mendominasi ITB dan UI. Ini bahaya, karena nanti akan nanti akan ada disintegrasi, karena anak Bandung jadi insinyur, anak NTT jadi TKI," terangnya.

Wapres menegaskan, kualitas pendidikan tidak mungkin bisa ditingkatkan bila guru tidak berkualitas. Menurut dia, guru selama ini asal-asalan memberikan materi karena minimnya kemampuan mengajar dan tidak ada ukuran keberhasilan proses belajar-mengajar. " Karena itu, guru juga harus terus belajar, mengikuti perkembangan kurikulum. Di lain pihak, pemerintah berjanji akan terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru," tandasnya.

Dalam pertemuan tersebut, Kalla juga mengklaim dialah yang memutuskan untuk mengangkat 400 ribu guru bantu menjadi guru PNS pada periode 2003-2005. Dia pula yang berinisiatif memasukkan gaji guru dalam komponen anggaran pendidikan, sehingga bila anggaran pendidikan meningkat, pendapatan guru ikut meningkat.

' Sekarang dengan total APBN Rp 1.000 triliun, alokasi anggaran pendidikan baru Rp 200 triliun. Kalau saya jadi presiden, saya yakin total APBN jadi Rp 2.000 triliun, sehingga gaji guru otomatis meningkat dua kali lipat," tandasnya.

Terkait keluhan sekolah kesulitan memperoleh kontribusi dari orang tua siswa, Jusuf Kalla menilai kondisi tersebut berbahaya. Dia khawatir anak-anak orang-orang kaya pindah ke sekolah swasta yang kualitasnya baik, sehingga ada gap tinggi antara sekolah negeri dan swasta.

" Kalau ada orang tua murid makan di restoran jepang Rp 1 juta sekali duduk, masak tidak boleh menyumbang sekolah anaknya Rp 500 ribu. Sumbangan sukarela boleh, tapi jangan dipaksa. Kalau ada yang menyumbang sekolah negeri ditangkap polisi, nanti saya cari polisinya," tegasnya. (noe)

Sumber:http://cenderawasihpos.com/detail.php?id=27854&ses=

BACA TRUZZ...- PGRI Keluhkan Ujian Nasional

Tiga Kepsek Terancam Dipecat

Selasa, Mei 12, 2009

Tiga kepala sekolah Sekolah Dasar di Merauke terancam dipecat, karena diduga terbukti dengan sengaja meninggalkan tugas dan tanggungjawabnya, dalam hal membereskan administrasi pengiriman nama-nama murid yang berhak mengikuti Ujian Nasional (UN). Ketiga kepala sekolah tersebut masing-masing SD YPPK Konglom, SDI Kawe dan SD YPPK Kolam.

“Saya tidak main-main untuk memecat ketiga kepala sekolah tersebut, jika terbukti akibat sikapnya meninggalkan sekolah berbulan-bulan sehingga tidak dapat menyelesaikan administrasi dan akhirnya berdampak kepada anak murid kelas VI yang tidak mengikuti pelaksanaan ujian akhir sekolah maupun UN,” tegas Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Sekolah Dasar (Dikdas) Kabupaten Merauke, Vincentius Mekiuw, S.Sos kepada Papua Pos di ruang kerjanya, Selasa (12/5) kemarin.

Menurutnya, kepastian untuk memanggil ketiga kepala sekolah tersebut akan dilakukan, setelah pelaksanaan ujian murid-murid SD dilakukan, yang jelas begitu ujian usai akan dilayangkan surat panggilan terhadap ketiganya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan.

“Sikap ketiga Kepsek itu telah merugikan anak didik serta orangtua sendiri, terus terang saya kecewa dengan sikap mereka,” ungkapnya.

Ditanya apakah murid dari tiga sekolah tersebut masih dapat mengikuti ujian susulan, Vincet mengungkapkan, nama-nama murid dari ketiga sekolah tersebut tidak terdaftar di provinsi, bagaimana mungkin dapat mengikuti ujian susulan sementara tidak ada nomor ujian yang dikirim dari provinsi.
“Ya, satu-satunya jalan adalah menunggu sampai tahun depan,” tandasnya.(frans)
-------------------------
Sumber: Papuapos.com

BACA TRUZZ...- Tiga Kepsek Terancam Dipecat

Diklat Jurnalistik Intensif 2009

Minggu, Mei 10, 2009

Lembaga Kajian dan Komunitas Penulisan yang tergabung dalam Intan of Cultural Research Centre DI Yogyakarta-Jawa Tengah bekerja sama dengan PPWI, Depkominfo BEM Rema UNY, dan Transform Institute UNY, Minggu, 17 Mei 2009, menggelar "Diklat Jurnalistik Intensif 2009" di Gedung Student Centre UNY (pukul 08.00-16.00).

Diklat diselenggarakan sebagai komitmen ICRC dalam memperjuangkan hak publik dalam menyampaikan ide kritis, unek-unek, suara wacana, serta agar bisa menjadi penulis populer dan jurnalis tanpa meninggalkan profesi lama. Diklat jurnalistik ini diperuntukkan bagi kalangan umum (mahasiswa/pelajar, guru, dosen, PNS, penulis, staf humas, staf TU, pewarta warga, pensiunan, polisi, tentara, karyawan, petani, pedagang, tukang becak, dan beragam profesi lain) tanpa membedakan SARA.

Berbeda dengan model diklat jurnalistik lainnya, direncanakan ada tujuh pembicara (sejumlah pemimpin redaksi surat kabar dan tabloid, dosen, novelis, penyair, kolomnis, dan penulis senior). Mereka di antaranya Octo Lampito (Pimred KR dan Ketua PWI DIY), YB Margantoro (Redaktur Bernas Jogja), Wilson Lalengke (Pimred Explorer Indonesia), Sutirman EW (Pimred Malioboro Express), Achmad Munif (novelis), Mustofa W Hasyim (penyair), dan Supadiyanto (Kolumnis, Redaktur HOKI).

Seluruh peserta bakal mendapatkan multifasilitas berupa makalah, co-card, dan koran, sertifikat, makan siang, snack, door prize buku jurnalistik, serta layanan konsultasi terkait dunia jurnalistik dan kepenulisan.

Bagi yang berminat bisa mendaftar di front office Kopma UNY (0274) 584134; Warpostel Kopma UIN Sunan Kalijaga (0274) 554779; serta Warpostel Kopma UGM (0274) 519943 mulai 25 April-16 Mei 2009 (jam kerja). Informasi lebih lanjut bisa menghubungi 085868391622 (Ata) dan atau 08179447204 (Intan). Sulis Styawan Koordinator Panitia Diklat Jurnalistik.
--------------------------------------------------
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/27/11483942/Surat.Pembaca

BACA TRUZZ...- Diklat Jurnalistik Intensif 2009

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut