Mecintai Buku

Jumat, Mei 30, 2008

oleh: Ferdinandus Setu

Suatu kebiasaan yang ingin saya tumbuhkan kepada putra kami adalah kecintaan kepada buku. Saban hari Sabtu dan/atau Minggu, saya dan istri mengajak buah hati kami yang masih berusia 6 bulan berkunjung ke Perpustakaan Kota Jakarta Pusat, di Jalan Tanah Abang I. Jarak tempuh 5 menit jalan kaki dari istana kami di Petojo Enclek XIII. Meski anak kami benar-benar masih belum paham benar apa itu buku, apa itu perpustakaan, kami tetap nekat mengajak dia turut serta ke rumah buku itu. Alasannya, kami ingin mengenalkan suasana buku, suasana perpustakaan kepadanya.

Sebuah keadaan miris terjadi di perpustakaan. Saban kami di sana, pengunjung tak pernah banyak. Kadang hanya kami sendiri bertiga, kadang ditambah dua atau tiga anak SD yang lebih banyak bermain di dalam perpustakaan ketimbang duduk membaca. Perpustakaan dengan ribuan judul buku itu sepi pengunjung. Iseng-iseng bertanya ke petugas. Ia menuturkan bahwa hari Sabtu dan Minggu paling maksimal 20 orang. Hari biasa pun kurang lebih sama.

Kondisi perpustakaan yang sepi berbanding terbalik dengan kolam renang yang berada tepat di depan hidung gedung perpustakaan. Lebih dari 100 orang, separuhnya anak-anak bermain-main di kolam. Untuk menikmati kolam, pengunjung harus merogoh kocek Rp1.600. Bagi yang membawa kendaraan harus membayar parkir. Padahal masuk perpustakaan gratis. Aneh bin ajaib. Orang lebih senang bermain-main ketimbang menghabiskan waktu dengan membaca.

Hemat saya, Membaca buku bisa mengubah pola pikir seseorang untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan. Membaca buku juga bagian dari proses pendidikan bagi pembacanya. Hanya saja, sebagian besar kegiatan membaca selama ini kerap diterima sebagai kewajiban atau keharusan. Hal itu dikatakan pakar pendidikan Arief Rachman. Menurutnya, orang tua dan guru harus terlibat aktif menumbuhkan minat baca di kalangan anak dan siswa. Jangan biarkan anak menonton tayangan televisi yang tidak jelas. Menyalahkan anak dan siswa saja tentu tidak bijak, apabila orang tua dan guru tidak memberikan teladan. Sangat indah ketika kita menyaksikan anak-anak sejak dini sudah dibiasakan untuk membaca

Membaca buku erat kaitannya dengan menulis. Keduanya adalah elemen yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan. Menulis tanpa membaca ibarat orang buta yang sedang berjalan. Artinya, dalam proses penulisan, seseorang akan mengalami banyak kesulitan, tertatih-tatih dan sekali berjalan lantas berhenti karena tidak tahu tujuannya. Sementara itu, membaca tanpa menulis ibarat orang pincang. Pengetahuan yang kita miliki tidak dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang. Karena ilmu pengetahuan yang tidak dikembangkan dan disampaikan kepada orang lain secara lisan atau tulisan terasa kurang memberikan makna dalam kehidupan.

Membaca tidak lain adalah suplement food atau energy drink bagi para penulis. Kalau ada penulis yang mengaku bisa produktif tanpa membaca sama sekali, hemat saya ada dua kemungkinan. Pertama, ia memang sudah mencapai tahap ‘manusia guru’ atau manusia setengah dewa. Kedua, ia berbohong, dan ini rupanya lebih masuk akal. Menulis bisa gampang kalau suplai informasi ke otak dan batin kita memadai. Proses pemasukan informasi itu berasal terutama dari aktivitas membaca. Membaca berarti memberi makna. Dengan membaca kita menafsirkan teks sekaligus belajar memahami konteks. Kita mencoba memahami apa yang tersurat sekaligus apa yang tersirat. Ini menjadi bagian pemulihan energi untuk penulis.

Buku adalah jendela dunia. Dengan membaca buku, kita menimba banyak manfaat. Membaca itu memperluas wawasan dan memperkaya perspektif kita, memperoleh banyak solusi atas berbagai masalah yang dihadapi, mengatasi trauma atau frustrasi, memadukan kerja pikiran sadar dan tidak sadar. Selain itu, membaca berarti mengolahragakan pikiran dan menimba kesegaran baru.

Sudah saatnya budaya membaca itu menjadi budaya kita. Anak-anak dilatih untuk membaca dan mencintai bacaan sejak dini. Perpustakaan yang ada di mana-mana bukanlah museum bagi buku-buku bacaan. Itu universitas rakyat, seperti moto perpustakaan umum di daerah-daerah. Ada banyak buku menarik dan berguna di perpustakaan-perpustakaan kita yang ada saat ini. Namun, tak ada artinya jika tidak dibaca. Benar kata-kata Joseph Brodsky, pengarang asal Rusia: “Ada beberapa kejahatan yang lebih buruk daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membaca buku.” Bahkan ada anekdot satir untuk kita: “Kalau orang Jepang tidur sambil membaca, sedangkan orang Indonesia membaca sambil tidur.”

Masyarakat membaca (reading society) bisa dimulai dari kebiasaan membaca. Mencintai buku adalah awal dari kebiasaan gemar membaca. Sudahkan Anda membaca hari ini?

Sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8527

BACA TRUZZ...- Mecintai Buku

Nilai Diri

Pagi ini seorang temanku mengirimkan email yang menurutku bagus, jadi mau kubagi pada teman-teman yang membaca wikimu. Atau mungkin juga teman-teman yang lain juga telah mendapat email yang sama karena sepertinya ini email berantai.

Ada 3 kaleng Coca Cola, ketiga kaleng tersebut diproduksi di pabrik yang sama.

Ketika tiba hari, sebuah truk datang ke pabrik mengangkut kaleng-kaleng Coca Cola dan menuju ke tempat yang berbeda untuk pendistribusian

Pemberhentian pertama adalah supermaket lokal. Kaleng Coca Cola pertama di turunkan di sini. Kaleng itu dipajang di rak bersama dengan kaleng Coca Cola lainnya dan diberi harga Rp. 4.000.

Kemberhentian kedua adalah pusat perbelanjaan besar. Di sana , kaleng kedua diturunkan. Kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp. 7.500.

Pemberhentian terakhir adalah hotel bintang 5 yang sangat mewah. Kaleng Coca Cola ketiga diturunkan di sana. Kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau di dalam kulkas. Kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan.

Dan ketika keluarkan, kaleng ini dikeluarkan bersama dengan gelas kristal berisi batu es. Semua disajikan di atas baki dan pelayan hotel akan membuka kaleng Coca Cola itu, menuangkannya ke dalam gelas dan dengan sopan menyajikannya ke pelanggan. Harganya Rp. 60.000.

Sekarang, pertanyaannya adalah :

engapa ketiga kaleng Coca Cola tersebut memiliki harga yang berbeda padahal diproduksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka memiliki rasa yang sama?

Lingkungan mencerminkan harga. Lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP.

Apabila berada di lingkungan yang bisa mengeluarkan terbaik dari dalam diri, maka akan menjadi cemerlang. Tapi bila berada di lingkungan yang meng-kerdil-kan diri maka akan menjadi kerdil.

(Orang yang sama, bakat yang sama, kemampuan yang sama) + lingkungan yang berbeda = NILAI YANG BERBEDA.

[oleh: Siti Maesaroh/www.wikimu.com]


BACA TRUZZ...- Nilai Diri

Mendiknas Alokasikan Dana Rp 200 Miliar

Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo menyatakan, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp200 miliar untuk mahasiswa kurang mampu di Indonesia."Dana tersebut akan direalisasikan kepada mahasiswa sebanyak 400 ribu orang mahasiswa perguruan tinggi negeri dan swasta," kata Bambang Sudibyo di Sanur, Bali, Kamis. Usai pembukaan Konferensi Regional Asia-Pasifik Persiapan untuk Konferensi Internasional Bidang Pendidikan ke-48 di Swiss, ia mengatakan, mahasiswa yang mendapatkan bantuan tersebut sesuai dengan kreteria yang telah ditentukan, dan untuk pembagiannya diserahkan kepada masing-masing PT pada semester ganjil yakni Agustus mendatang. "Masing-masing mahasiswa akan mendapat bantuan sebesar Rp500 ribu per semester," katanya.

Ia mengatakan, jumlah penerima bantuan khusus sebanyak 400 ribu mahasiswa itu, setara dengan 10 persen dari total jumlah mahasiswa PTN dan PTS di Indonesia, yang jumlahnya mencapai empat juta orang.

Mendiknas menyebutkan, dana bantuan khusus ini adalah sebagai bagian bentuk kompensasi menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Langkah yang dilakukan pemerintah merupakan upaya mengurangi angka "drop out" akibat naiknya harga BBM yang berpengaruh juga terhadap naiknya harga kebutuhan hidup lainnya. "Soal pendidikan menjadi prioritas utama, karena merekalah yang nantinya akan membangun negara ini," ucapnya.

Selain dana bantuan khusus tersebut kata Bambang, pemerintah juga akan mengalokasikan beasiswa bagi siswa berprestasi mulai dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA/SMK hingga PT. "Kami belum bisa rinci dana beasiswa untuk siswa atau mahasiswa berprestasi itu," katanya menambahkan.**

--------------------------------------------------------------------------

Sumber:http://papuapos.com/Antara

BACA TRUZZ...- Mendiknas Alokasikan Dana Rp 200 Miliar

Partai Mahasiswa, Mungkinkah?

Kamis, Mei 29, 2008

Sepuluh tahun reformasi politik di Indonesia memang belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat. Upaya mengubah sistem pemerintahan dari sentralisasi ke arah pendekatan desentralisasi dengan diterapkannya otonomi daerah masih belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesejahteraan rakyat di daerah, kecuali bertambahnya kesejahteraan para pejabat daerahnya saja. Bagi-bagi kue kekuasaan berujung kepada terkurasnya sumber daya alam yang hasilnya bukan mensejahterakan rakyat di daerah tetapi lebih cenderung menambah pundit-pundi kekayaan pejabat-pejabatnya dan orang-orang tertentu saja. Banyak daerah yang kaya akan sumber daya alam dan tinggi pendapatan daerahnya tetapi rakyatnya masih ada yang menderita busung lapar, kurang gizi, pengangguran dan putus sekolah.

Mencari nafkah di partai politik

Permasalahan utama yang menyebabkan reformasi seperti jalan di tempat adalah tidak jelasnya kelanjutan komitmen reformasi itu sendiri. Komitmen yang dicanangkan di awal-awal gemuruhnya semangat reformasi yang diteriakkan di telinga rakyat dan janji-janji politik para penggagas reformasi, ternyata belum bisa dibuktikan oleh politikus-politikus yang kemudian bermunculan. Politikus-politikus dadakan dan oportunis bermunculan bak jamur di musim hujan. Mereka mengisi sebagian besar keanggotaan partai dan juga duduk di kursi dewan. Tak jelas karir politik mereka sebelumnya, ternyata setelah reformasi digulirkan mereka sudah aktif berpolitik dan gaungnya lebih menyalak dari pada politikus yang sudah berpengalaman. Bahkan banyak yang sebelumnya berstatus (maaf) preman dan pekerja kasar yang pendidikan sangat tidak jelas dan keintelektualannya tidak bisa dijamin bisa menjadi anggota partai dan duduk sebagai anggota dewan. Dan ini fakta yang bisa ditemui di banyak daerah, dibuktikan ada beberapa anggota dewan yang ijasah kesarjanaan bahkan ijasah sekolahnya terbukti palsu.

Biarpun seorang politikus dadakan tapi kalau mempunyai komitmen yang kuat untuk menegakkan cita-cita reformasi dan mengutamakan kepentingan rakyat sudah tentu termasuk politikus yang sangat diharapkan tampil di depan panggung politik Indonesia. Namun apabila para politikus oportunis yang banyak mengambil peran – baik politikus lama maupun dadakan – bisa dibayangkan bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depannya nanti.

Mereka para politikus oportunis tersebut menjadikan partai dan kedudukannya dalam keanggotaan dewan maupun posisi jabatan di pemerintahan adalah sebatas sarana untuk mencari nafkah saja bukan sebagai wahana pengabdian, sehingga pada akhirnya yang menjadi tujuan bukanlah kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat, melainkan bagaimana menambah jumlah kekayaan pribadi lebih banyak lagi. Orang-orang seperti ini tidak bisa diharapkan memajukan bangsa ini, bahkan bisa menjadi penghancur masa depan bangsa dan memiskinkan rakyat. Memang tidak ada yang menyalahkan kalau politikus tersebut mencari nafkah di politik, tapi seharusnya yang halal dan resmi saja, bukan mengambil yang bukan haknya (korupsi).

Mahasiswa dan pemuda sebagai politikus berintelektual

Peran politik mahasiswa belum ditunjukkan secara penuh oleh mahasiswa sekarang ini. Padahal hak dipilih dan memilih seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Banyak mahasiswa dan pemuda masih bereaksi secara keliru dan berkesan sesaat atas suatu kejadian yang merupakan akibat langsung dari kebijaksanaan politik yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Memilih untuk golput atau berdemo bila melihat suatu ketimpangan biasa menjadi pilihan, padahal tindakan tersebut biasanya bersifat kontra produktif dan hanya membuahkan cibiran banyak pihak. Seharusnya mahasiswa dan pemuda sudah mulai merapatkan barisan dan mengajukan ide-ide politik dan pembangunan ke dalam bentuk sarana yang resmi, misalkan sebuah partai politik.

Seperti diketahui hubungan mahasiswa antar kampus sudah terjalin dengan baik, seperti adanya Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia. Selain modal jaringan yang jelas dan meliputi wilayah yang luas, modal SDM yang berdedikasi, mempunyai loyalitas tinggi dan berintelektual juga merupakan modal dasar yang kuat untuk membentuk suatu partai politik yang handal. Masalah pendanaan mungkin bisa dirintis dari swadaya mahasiswa sebagai anggota partai. Kalau perlu BEM mendirikan suatu badan usaha dengan bidang usaha yang bisa dipasarkan di kalangan mahasiswa dan masyarakat, seperti kos-kosan, laundry, sewa-menyewa komputer, pengetikan dan lain sebagainya. Hasil usaha yang dijalankan dari, oleh dan untuk mahasiswa ini dapat dijadikan dana penggerak operasional partai. Sedangkan untuk pengurus inti partai dan yang dapat ditunjuk sebagai wakil partai di dewan adalah mahasiswa strata satu tingkat akhir, mahasiswa majister, doktoral atau para alumnus yang dianggap kompeten mewakili suara para mahasiswa. Para wakil rakyat dari partai mahasiswa dapat membawa suara dan program partai yang merupakan hasil musyawarah nasional (munas), di mana di dalam munas tersebut ditunjuk pula wakil-wakil partai dimaksud dan juga pengurus-pengurus partai di seluruh Indonesia.

Mahasiswa harus membuktikan diri sebagai pembela rakyat

Sudah saatnya para mahasiswa mengganti strategi parlemen jalanan ke parlemen yang sebenarnya. Premanisme yang mewarnai demonstrasi mahasiswa sudah saatnya ditinggalkan. Jaket almamater hendaknya jangan lagi berlumuran darah akibat pukulan dan tembakan aparat, tapi gantilah dengan keringat karena berpikir dan bekerja untuk kepentingan rakyat. Teriakan-teriakan di tengah jalan dapat dipindah ke ruang siding dewan menjadi suara-suara yang tegas dan penuh ide brilian. Ayo, para mahasiswa seluruh Indonesia, buktikan keintelektualan kalian dengan kerja nyata di lapangan politik. Buktikan pula bahwa kalian bukan hanya bisa protes tapi juga bisa bekerja. Apabila partai ini bisa terwujud, saya yakin rakyat banyak akan mendukung kalian, termasuk saya.

----------------------------------------------

Sumber:http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8525&post=1

BACA TRUZZ...- Partai Mahasiswa, Mungkinkah?

Situasi HAM Indonesia Memprihatinkan

Rabu, Mei 28, 2008

Rabu (28/05) organisasi hak azasi manusia Amnesty International meluncurkan laporan terbarunya tentang situasi HAM di 150 negara dunia. 60 Tahun setelah PBB menerima Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia, ternyata di sedikitnya 81 negara, penganiayaan masih tetap dilakukan. Di 54 negara, orang tidak memperoleh pengadilan yang adil. Dan di 77 negara, orang tidak bisa bebas mengungkapkan pendapat. Lalu bagaimana situasi di Indonesia? Berikut laporan redaksi Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum.

Ruud Bosgraaf dari Amnesty International prihatin atas situasi HAM di Indonesia. Organisasi ini misalnya menyesalkan Indonesia masih juga menerapkan hukuman mati. Menurut Amnesty, di tahun 2007 hukuman mati sebanyak 115 kali dilakukan. Jumlah eksekusi meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena itu Amnesty mengimbau pemerintah RI mengakhiri pelaksanaan hukuman mati. Tahun lalu Majelis Umum DK PBB menyetujui resolusi, yang menyerukan moratorium atas hukuman mati. Resolusi itu ditandatangi oleh mayoritas negara. Diharapkan juga Indonesia menandatangani resolusi itu dan mencabut hukuman mati.

Penyiksaan
Butir keprihatinan lain adalah tindak kekerasan dan penganiayaan oleh polisi, misalnya terhadap demonstran dan tahanan. Amnesty bukan satu-satunya yang menunjuk pada pelanggaran HAM seperti ini. November tahun lalu pelapor khusus PBB bidang anti penyiksaan Manfred Nowak berkunjung ke Indonesia. Ia pun prihatin atas praktek penyiksaan. Amnesty berharap Indonesia segera mengatasi masalah ini.

Amnesty juga khawatir tentang jumlah orang yang ditahan karena alasan politik dan religius. Menurut Amnesty mereka berjumlah 76 orang. Tahanan itu hanya ingin mengungkapkan pendapat saja dan tidak menggunakan atau memicu kekerasan. Karena itu Amnesty menuntut pembebasan tanpa syarat.

Juga konflik di Papua menarik perhatian Amnesty. Menurut Amnesty, pemerintah RI belum cukup menangani masalah ini. Organisasi HAM ini juga menyebut tentang kebebasan mengungkapkan pendapat. Aktivis-aktivis hak azasi manusia ditangkap, termasuk aktivis yang memperjuangkan hak kaum homoseksual. Tahun lalu pelapor khusus PBB pembela HAM, Hina Jilani berkunjung ke Indonesia dan mengimbau pemerintah supaya memperbaiki sikap di bidang itu.

Positif
Kendati demikian, Amnesty menganggap positif, Indonesia tetap memperbolehkan pelapor khusus PBB masuk negara. Beberapa negara di dunia melarang mereka masuk negara untuk melakukan penelitian. Melihat hal itu, Indonesia cukup terbuka. Selain itu juga menunjukkan keinginan memperbaiki situasi HAM.

60 Tahun setelah PBB menerima Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia, ternyata pelanggaran hak azasi manusia masih banyak dilakukan, termasuk di Indonesia. Penyebabnya adalah bahwa pemerintah pelbagai negara sering lebih mengutamakan kepentingan politik sendiri ketimbang hak azasi manusia. Menurut Amnesty International sekarang tiba waktunya pemerintah harus mengambil tindakan konkrit, dan mengutamakan hak azasi manusia di atas kepentingan politik dan ekonomi.

-------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Radio Nederland Wereldomroep (RNW)
BACA TRUZZ...- Situasi HAM Indonesia Memprihatinkan

VCT RSUD Abe Temukan 188 HIV dan AIDS

Selasa, Mei 27, 2008

Sejak dioperasikan pada 2005 lalu, Voluntary Counselling and Testing (VCT) atau Klinik Testing dan Konseling Sukarela HIV/AIDS di RSUD Abepura telah memeriksa sampel darah 1.400 orang dan ditemukan 188 pengidap HIV/AIDS positif hingga akhir April 2008.

Hal ini seperti diungkapkan oleh penanggungjawab VCT RSUD Abepura, dr Nyoman Sri Antari saat ditemui Cenderawasih Pos di sela-sela peresmian UTD Abepura, Selasa (27/5), kemarin.

Menurutnya, keberadaan VCT ini sudah tidak menjadi suatu ketakutan , di mana saat ini masyarakat datang sendiri untuk memeriksakan dirinya. "Kesadaran masyarakat saat ini sudah terbangun sedikit demi sedikit untuk memeriksakan dirinya yang mempunyai resiko tinggi tertular HIV/AIDS,"katanya.

Diungkapkan, VCT RSUD Abepura akan membantu siapapun yang mau memeriksakan dirinya. "Pelayanan ini gratis, setiap orang setelah dikonsultasi singkat apabila mempunyai resiko tinggi akan segera ditest,"ungkapnya.

Dijelaskan, banyak pasien yang meninggal dunia akibat HIV/AIDS karena ketidaktahuan mereka yang terlambat mendapatkan pengobatan. Oleh sebab itu, diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk bertindak proaktif. "Karena ketidaktahuannya banyak dari pasien tersebut sudah stadium akhir baru mendapatkan pengobatan. Dan kebanyakan dari pasien tersebut diketahui mengidap penyakit lain seperti TBC dan Malaria" katanya.(ind)

-----------------------------------------

Sumber: http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=14954&ses=

BACA TRUZZ...- VCT RSUD Abe Temukan 188 HIV dan AIDS

Pdt. Yance Nawipa, M.Th:Papua di Ambang Kehancuran

NABIRE (Selangkah) - Saat ini berbagai fenomena yang terjadi di Papau sangatlah memperihatinkan. Penduduk miskin dari tahun ke tahun semakin meningkat, angka penggaguran semakin melambung tinggi, serta korupsi kian hari kian merajalela. Melihat hal ini bisa disimpulkan bahwa di Papua ini sedang terjadi kebobrokan moral dan kekerasan batin sehingga membuat semua orang Papua buta rohani yang menyebabkan semuanya berjalan dalam kegelapan yang ujung-ujungnya membawah Papua pada ambang kehancuran.

Hal ini disampaikan Pdt. Yance Nawipa, M.Th senin (26/05) di kediamannya di Karang Mulia beberapa saat lalu ketika ditemui media ini.

Lebih lanjut diungkapkannya, “saat ini orang-orang di Papua bekerja dengan tidak memperhatikan baik buruknya. Apapun yang mereka anggap dapat mendatangkan keuntungan bagi mereka semuanya disapu bersih tanpa menimbang-nimbang apa yang akan terjadi nanti dimasa yang akan datang. Mereka juga bahkan tidak peduli dosa atau tidak dosa, halal atau tidak halal yang penting mereka puas dan bisa hidup. Padahal sebagai umat beragama seharusnya menyadari dan bisa memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk,” tandasnya.

Ketika disinggung tentang visi dan misi yang dibutuhkan unutk membangun Papua kedepan, bapak yang membapai satu orang anak pria dan dua wanita ini menandaskan “kita jangan mengharapakan visi, misi yang sebagus-bagusnya serta strategi yang sematang-matangya, melainkan kita lihat fakta social yang terjadi di lapangan saat-saat ini. Bagaimana para pemimpin yang menerapkan visi, misi serta strategi pembangunan itu saja telah buta, bahkan telah mati rohaninya sehingga tidak melihat kenyataan yang dihadapi masyarakat saat ini. Bagaimana para bawahannya mau mengikuti dan menerapkan semua visi, misi serta program itu.

Siapapun mengakui secara terang-terangan kalau Papua adalah lumbung kekayaan atau dapur bangsa Indonesia, karena melimpah ruahnya berbagai kekayaan alam. Tetapi yang memalukan dan memperihatinkan adalah orang Papua mati diatas kekayaannya sendiri. Bagaikan tikus mati diatas lumbung padi, hal ini tidak bisa di sangkal lagi memang kenyataan kok. Kenapa hal ini bisa terjadi? Dengan tegas saya akan menjawab karena para pemimpin tidak berjalan di dalam kebenaran firman Tuhan. Bukan mereka tidak tahu kebenaran firman Tuhan, melainkan pura-pura lupa,”tandas secara tegas.

Selain itu, yang terjadi di Papua saat ini berbagai kekerasan batin. Baik kekerasan yang terjadi di rumah tangga, badan lembaga sampai pada tingkat yang lebih tinggi yaitu pemerintahan. Saya ambil contoh di rumah anak selalu ditindas oleh ibunya, ibu selalu ditindas oleh suaminya, kemudian sumaninya ditindas oleh bosnya di kantor. Jadi semua serba keras sehingga menciptakan suasana batin yang selalu dan selalu keras. Apa jadinya nanti.

Kemudian pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pemerintahan. kepala lurah ditindas oleh camat, seorang camat ditindas oleh bupati, bupati akhirnya ditindas juga oleh gubernur. Sehingga semuanya tidak menciptkan suasana yang tenteram dan damai sehingga yang ada dipikiran hanyalah kekerasann dan kekerasan melulu, apakah Papua mau dibawah dengan kekerasan,“ungkapnya.

Kemudian lebih lanjut rector Walter Pos ini menambahkan, bahwa perekonomian di Papua pun telah kena dampak daripada kekerasan. Dengan kekerasan itu rakyat semakin mederita dan semakin terhimpit. Contoh paling nyata bisa kita lihat pada masyarakat asli Papua yang kalau berjualan selalu gang-gang serta lorong-lorong yang baunya sangat menyengat hidung. Padahal ditanah kelahiran mereka sendiri. Sehingga seluruh perekonomian di monopoli oleh orang-orang yang bukan asli Papua maka tidak mungkin kalau sifat pesismis akan tumbuh berkembang dalam kehidupan mereka.

Selain contoh diatas, contoh paling nnyata juga kita bisa lihat dari kegemaran masyarakat Papua unutk berburu dan berternak, misalnya berternak babi. Para pemerintah sudah mengetahui kalau masyarakat terutama orang gunung suka berternak babi, tetapi mereka tidak pernah menyiapkan tempat dan area untuk berternak babi. Dengan cara seperti ini tentunya menambah keresahan masyarakat terhadap pemerintah yang ada, ketika mereka resah, apakah mau dipaksakan untuk tetap patuh dan taat kepada pemerintah, “terangnya.

“Saya saat ini bingung mana pengusaha dan mana penguasa” tandasnya. Saya yakin bukan saya saja tetapi semua orang berpikir demikina. Lebih lanjut dikatakannya saat ini di Papua banyak penguasa menyamar menjadi pengusaha. Sehingga berbagai proyek pemerintahan yang ada langsung ditangani oleh penguasa. Padahal kalau mau dibilang penguasa sama sekali tidak mempunyai wewenang dan hak unutk menangani berbagai proyek. Karena semua itu tugas daripada pengusaha, ”imbunya.

Otonomi khusus yang dicanangkan tujuh tahun lalu bukanlah jalan keluar untuk membangun dan menjawab kerinduan rakyat Papua. karena kenyataannya tujuh tahun otonomi khusus diberikan malah menambah keresahan masyarakat Papua. sehingga yang terpenting disini adalah bagaimana para pejabat pemerintahan yang ada menyadari kalau rakyat butuh uluran tangan secara praktek bukan berteori.

Rakyat juga menyadari dana otsus yang diberikan bukan sedikit jumlahnya. Mereka tahu semua itu, tetapi mereka tetap menutup mulut. Satu yang mereka harapkan dengan dana otusus itu adalah bagaiaman memanajemen dana itu, sehingga manfaatnya bisa dirasakan semua insane yang ada di bumi Papua, agar hanya nama Tuhan saja ditinggikan ditanah perjanjian ini,”tegasnya sambil mengakhiri obrolan singkat itu pada sore hari yang mendung itu. [Oktovuanus Pogau, Siswa SMA Anak Panah Nabire Papua]

BACA TRUZZ...- Pdt. Yance Nawipa, M.Th:Papua di Ambang Kehancuran

Perihatin, Mengajar Apa Adanya Karena Tak Ada Guru

Perlu diacungkan jempol atas keperdulian Darius dan Daud memberikan pendidikan kepada siswa yang sama sekali tidak meliki guru. Hal ini dilakukan mereka menginggat pentingnya pendidikan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia di kabupaten Pegunungan Bintang. Memang, latar belakang sama sekali tidak memiliki dasar-dasar sebagai tenaga pendidik. Berikut laporannya. Peduli terhadap anak-anak di Distrik Aboy yang membuat Darius dan Daud menyalurkan pendidikan kepada siswa. Walau terbilang pengetahuan tidak seperti guru layaknya. Namun, sentuhan perhatian pendidikan yang diberikan kedua guru Darius Bamo dan Daud Sitamanki cukup menyentuh. Berbicara tentang latar belakang memang bukan sebagai tenaga pengajar. Tapi, rela mentransferkan pengetahuan yang dimiliki kepada anak sekolah di SDI Aboy. Darius Bamo, bermodalkan ijazah SMP, tamatan dari SMP Abmisibil. Sedangkan Daud Sitamanki, seorang pewarta gereja atau dikenal dengan guru katekis di sebuah gereja Katolik. Keduanya, kini menjadi tumpuan bagi 70 lebih siswa di SDI Aboy yang diajar oleh 3 guru.

Tak heran, satu-satunya sekolah yang ada di pusat distrik SDI Aboy hanya terdapat tiga kelas dengan tiga ruangan sederhana tersedia.

Konon, dikabarkan masyarakat setempat masih ada sekolah yang jauh dari pusat distrik, yang dikabarkan jauh lebih perhatin.

Menjadi memotivasi kedua tenaga guru ini untuk mengajar? Tentu bukan mau mendapatkan gaji, apalagi lapangan pekerjaan semata bagi kedua guru itu, karena pengabdiannya selama ini boleh dikatakan pula sebagai tenaga sukarela. Namun justru, pengabdian mereka ditengah puluhan generasi penerus Distrik Aboy itu, lebih beralasan merasa “perihatin”. Karena terkesan anak-anak yang ada di Distrik Aboy belum mendapat perhatian pendidikan secara baik. Layaknya yang dialami pendidikan di sekolah-sekolah lain.

“ Jujur saja, kalau mau dikaitkan dengan tenaga pengajar untuk bisa meraih mutu pendidikan, kita di SDI Aboy ini sama sekali tidak masuk dalam daftar, karena sampai sejauh ini tidak ada tenaga pengajar yang punya latar belakang pendidikan sebagai tenaga guru sebenarnya, kami terpaksa mengajar, karena kalau tidak, anak-anak disini terlantar,” tutur Daud Sitamanki kepada Papua Pos saat ditemui.

Secara jujur, pengalaman mengajar dan mendidik anak sekolah dirasa masih jauh dari yang diharapkan. Namun dikalangan masyarakat disana (Aboy,red) sudah cukup. Sebab keduanya sudah bisa menguasai abjad, angka, kata-kata dan kalimat sebagai materi pengajar bagi murid-muridnya.

Hal senada disampaikan Daud, bermodalkan pendidikan tamatan SMP lalu memberikan materi kepada murid-muridnya lebih baik. Daripada generasi di Aboy tidak mendapatkan pendidikan.

“ Bagaimana tidak, pendidikan disini memperihatinkan, sudah tidak ada guru, sekolahnya hanya ada tiga kelas, setelah sampai kelas tiga sudah bisa tahu abjad ABCD dan angka-angka, tidak bisa lanjut, akhirnya mereka kembali tinggal bersama masyarakat biasa, tinggal-tinggal saja begitu akhirnya sudah ada yang hidup berumah tangga,” tuturnya.

Meski bermodalkan semangat dan rasa kepedulian mereka terhadap nasib anak-anak di distrik Aboy, terbersit harapan dan keinginan untuk mengembangkan pendidikan di sana. Khususnya SDI Aboy, yang letaknya jauh dari pusat distrik, minimal bisa mencapai enam kelas.

Untuk itulah, instansi terkait perlu menempatkan tenaga pengajar.

Agar usai anak-anak tamat dari SDI Aboy diberi kesempatan untuk melanjutkan ke SLTP di kabupaten maupun di luar kabupaten.

Ia menambahkan, konsentrasi pemerintah membangun sektor pendidikan di Distrik Aboy, perlu disikapi secara baik. Bila tidak, dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan, apa lagi kondisi perekonomian masyarakat sangat memperihatinkan.**

----------------------------------------------------------------

Sumber:http://papuapos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=372&Itemid=9

BACA TRUZZ...- Perihatin, Mengajar Apa Adanya Karena Tak Ada Guru

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut