Catatan Hari Pendidikan Nasional

Sabtu, Mei 03, 2008

Oleh Oktovianus Pogau

Hari ini tanggal 2 Mei tepatnya adalah hari Pendidikan Nasional. Hari dimana lahirnya pendidikan di Indonensia. Tanggal 2 Mei dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasonal bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan kita yaitu Ki Hajar Dewantar dengan nama asli: Raden Mas Soewardi.

Mengulas sedikit tentang perjuangan untuk memajukan pendidkan di bumi Indonesia, beliau sempat mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1992 untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya memprotes berbagai kebijakan para penjajah (belanda) yang kadang membunuh serta menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia. Hingga salah satu artikel "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli : Als ik eens Nederlander was) yang pernah dimuat dalam surat kabar de Expres milik Douwes Dekker tahun 1913 adalah salah satu artikel yang mengubah paradigma banyak orang terlebih khusus para penjajah bahwa orang Indonesia khususnya penduduk pribumi membutuhkan pendidikan yang layaknya sama dengan para penguasa dan kalangan berduit.

Bertolak dari usaha, kerja keras serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan dirinya di anggap sebagai bapak Pendidikan untuk seluruh orang Indonesia, penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Untuk mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia yang sedang diusahaknnya dalam penjajahan para penjajah belanda beliau memakai semoboyan “tut wuei handayani” semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa”. Semboyan ini masih dipakai dalam di dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini. Bahkan dengan semboyan itu telah sedikit mengubah warna pendidikan kita di Indoenesia saat ini.


Meninjau Perkembangan Pendidkan di Era Reformasi
Banyak orang senang dan bahagia, terlebih khusus para penggila, pencinta dan pelaku pendidikan di seluruh Indonesia ketika memasuki era reformasi. Saat kekuasaan presiden Soeharto yang kurang lebih berkuasa selama 32 tahun tumbang pada tahun 1997 akibat pergerakan mahasiswa Indonesia mendasari lahirnya era reformasi. Era yang dikatakan sebagai era perubahan, era yang bisa semua orang berbicara serta era yang dikatakan sebgai era pembaharuan. Berarti pendidikan juga harus mengalami perubahan.

Mereka berharap dan berpikir diera ini segalanya akan berubah. Problematika pendidikan yang terjadi saat Presiden Soekarno memimpin di era orde lama (1945-1965) dan Problematika pendidikan yang terjadi saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto di era orde baru (1965-1985) serta masa kepemimpinan beberapa presiden setelah kedua pemimpin diatas memerintah bisa segera teratasi yang tentunya sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan kita.

Namun yang memprihatinkan perkembangan pendidikan diera reformasi ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan diera orde lama (1945-1965) maupun perkembagan pendidikan diera orde baru (1965-1985). Malahan perkembangan pendidikan di era reformasi ini lebih menggenaskan dan memprihatinkan. Bahkan di era ini banyak korban pendidikan yang berjatuhan seperti; siswa, guru termasuk para orang tua pun menjadi korban daripada pendidikan di era reformasi ini. Mengapa saya bisa katakan demikian. Banyak anak-anak yang tidak memilik biaya hingga tidak bersekolah, banyak lulusan SMA/MA dan sederajat lainnya harus menggangur karena tidak mampu membayar biaya pendidikan bahkan banyak lulusan SMA/MA dan sederajat yang melanjutkan ke perguruan tinggi harus mengundurkan dari perkulihaan karena tidak mampu membayar biaya kuliah.

Sesuai dengan tujuan dan cita-citanya pendidikan kita haruslah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin berkembang dari kata mencerdaskan banyak orang mengartikannya dengan mengambil berbagai kebijakan yang dapat membuat pendidikan di Indonesia bisa berkembang. Salah satu caranya unutk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah mengadakan Ujian Nasional, nyatanya Ujian Nasional bukan menciptkan generasi yang cerdas namun menciptkan generasu yang rusak baik mentalnya maupun kerohaniaanya.

Siapapu tidak bisa membantah kalau Ujian Nasional telah menciptakan generasi yang rusak moralitasnya. Sebagaimana bisa kita lihat beberapa fenomena kecurangan dan kejahatan yang sering terjadi hinggat ditayangkan diberbagai media masa maupun media elektronik. Beberapa saat lalu Ujian Nasional tingkat SMA/MA dan setingkat lainnya telah diberlangsungkan namun meninggalkan bekas yang sangat memprihatinkan karena dimana-mana terjadi kecurangan yang patutnya tidak perlu terjadi.

Beberapa saat lalu tepatnya hari kamis hari terakhir Ujian Nasional bagi siswa-siswi SMA/MA, saya menyaksikan sebuah tayangan berita di salah satu TV swasta yang menayangkan kecurangan Ujian Nasional yang terjadi, hingga 17 orang guru harus berhadapan dengan aparat hingga harus diadili. Bukan kasus itu saja melainkan didaerah lainpun terjadi hal yang sama. Bahkan beberapa kepala sekolah tega menjual lembaran soal hingga mencapai jutaan rupiah. Dengan demikian inikah yang dinamakan mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan cita-cita nasional.

Seandainya beliau masih hidup beliau akan menangis dan meratapi melihat buruknya pendidikan di negeri ini”. Demikian salah satu kutipan artikel singkat yang ditulis oleh salah satu korespondesi situs wikimu di internet. Sedikit menyimak dan membaca artikel itu sayapun ikut sedih. Sebagaimana tidak sedih perjuangan beliau agar pendidikan di Indonesia bisa maju dan berkembagn yang sekaligus mengubah berbagai ketertinggalan yang terjadi namun, kenyataannya yang terjadi adalah keterpurukan system pendidikan.

Kita seharusnya memahmi dan menyadari bahwa berjuang dibawah tekanan, penjajahan dan ancaman bukanlah hal termudah. Namun dalam kesulitan seperti inilah yang ditunjukan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa beliau ingin adanya kemajuan pendidikan. Sehingga dalam tekanan apapun beliau tidak pernah gentar dan takut hanya demi memajukan pendidikan di negeri ini. Bertolak dari pada usaha dan kerja keras beliau seharusnya para pengambil kebijkan pendidikan di indenesia seharusnya berpikir dan mencerna bagaimana solusi yang diambil agar semua kegiatan pendidikan yang terjadi tidak membuat sedih pilunya hati bapak pendidikan kita.

Fenomena keburukan yang terjadi saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional, namun yang terjadi juga adalah biaya sekolah dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Saya sendiri sebagai siswa menyadari adanya lonjakan tingginya uang sekolah dari tahun ke tahun. Padahal berbagai janji manis seperti adanya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) akan membantu meringankan biaya sekolah, bahkan ada juga yang mengatakan dengan adanya dana bos maka pendidikan alhasi akan gratis. Apakah pendidikan saat ini di Indoensua gratis? Jangan mimpi bo pendidikan mau gratis. Realisasi dana pendidikan yang dialokasikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasalnya yang ke 49 bahwa 20% dari APBN dialkosikan untuk pendidikan.

Namun kenyataan sampai sat ini semua itu tidak nampak. Dengan berbagai janji manis yang sengaja dilanggar ini memberi peringatan kepada kita bagaimana nasib pendidikan Indonesia di masa depan nanti. Bagaimana nanti nasib generasi yang akan datang? Generasi yang akan datang mau dikemanakan? Bagaimana seandainya generasi yang akan datang mengikuti kesalahan para pengambil kebijakan pendidikan. Apakah ini mau dikatakan sebagai generasi yang berbobot dan generasi yang mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita nasional yang telah tertera dalam Undang-Undang Dasar1945.

Makna Hari Pendidikan Nasional
Hari ini sebagai hari pendidikan nasional. Tidak perlu kita, terlebih khusus para pejabat pemerintahan dan pengambil kebijkana pendidikan nasional berpikir keras dengan berbagai teori dan berbagai pedoman unutk memajukan pendidikan di Indoensia. Bahkan kitapun tidak perlu sibuk mencari cara-cara dan trik-trik untuk bersaing dengan Negara lain khususnya dalam bidang pendidikan.

Dahulu kala saat orde baru para siswa-siswi dari Malaysia dan beberapa Negara tetangga lainnya yang datang dan belajar di Indonesia namun berbeda dengan saat ini para pelajar dari Indonesialah yang pergi belajar dan berguru di Negara jiran ini. “Saat ini, pelajar asing di Malaysia sudah mencapai angka 25.939 orang. Mereka datang dari berbagai negara, Uganda, Afrika Selatan, Korea Selatan, Korea Utara, India, Inggris, Vietnam, Bangladesh, Singapore, Kanada dan masih banyak lagi yang lainnya, termasuk negara tetangganya, Indonesia”. Demikian bunyi salah satu kutipan tulisan yang terdapat salah satu situs milik pemerintah Malaysia. Dengan membaca ini memberi perngertian pada kita kalau mereka (Malaysia) juga
menaggap pendidikan di daerahnya lebih maju dan berkembang di bandingkan dengan di beberapa Negara termasuk kita negara tetangganya.

Dengan ketertinggalan pendidikan serta problematika pendidikan yang terjadi terus-menerus di Negara kita, bagaimana jalan keluar yang perlu diambil agar kedua hal diatas tidak terjadi lagi? Memang berat kalau memikirkan penyelesaiaanya serta penuntasan problemnya. Namun semua akan terasa ringan dan mudah kalau penyelesaian ini kembali kepada system demokrasi sesuai dengan asas dan falsafah Negara kita.

System demokrasi mengutamakan kebersamaan dalam mengambil keputusan dan tindakan. Ketika keputusan diambil secara bersama-sama (musyawarah) maka semua pihak yang ikut mengambil bagiaan termasuk masyarakat akan merasa puas dan bahagia, sehingga penerapan dan prakteknya dapat memberi kepuasaan kepada semua pihak dan semua instansi. Dengan cara seperti ini alhasi pendidikan di Indonesia sedikit baik mutunya hingga kita bisa merasakan enak dan baiknya pendidikan.

Selamat Hari Pendidikan Nasional


*Penulis adalah siswa SMA Kelas X Kristen Anak Panah,
Nabire-Papua 98819
BACA TRUZZ...- Catatan Hari Pendidikan Nasional

20 TAHUN PENDIDIKAN DI KIMAAM MENGALAMI PROSES PEMBIARAN

Selasa, April 29, 2008

MERAUKE-Masalah ketidakberhasilan pendidikan di distrik Kimaam disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya 10 Kepala SD di Kimaam yang sudah dilantik hingga kini belum mendapatkan SK dan 6 Kepala SD di Kimaam sudah dilantik dan mendapatkan SK hingga kini belum menerima tunjangan. Demikian pernyataan Moses Y. Kaibu Ketua Forum Masyarakat Kimaam Peduli HAM ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya (22/4). “Banyak persoalan pendidikan di Kimaam yang sudah 20 tahun lamanya mengalami proses pembiaran, sementara masyarakat di kampung-kampung sangat merindukan sentuhan pendidikan.

Di Kimaam terdapat 30 kampung dan masih ada 5 kampung ( Kawe, Wanggambi, Pembri, Guet dan Rim) yang sama sekali tidak tersentuh oleh pendidikan sehingga untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di kampung tersebut masih berlaku hukum rimba”, jelas Moses yang gencar menyuarakan aspirasi masyarakat Kimaam itu. Dirinya menambahkan, kendati sering menyalurkan aspirasi ke tingkat DPRD namun hingga kini tidak pernah ditanggapi dengan serius, dan menurutnya hal ini terjadi karena tidak ada kesungguhan hati dan keberpihakan elite politik terhadap masyarakat bawah.

“Kita tidak bisa mempersalahkan tenaga pengajar yang tidak pernah datang bertugas, karena tidak ada keseimbangan operasional antara Kimaam dengan daerah lain yang mudah dijangkau. Harga BBM antar kampung saja jelas berbeda dan sangat tinggi, sehingga guru-guru pun berhitung jika akan bertugas”, tuturnya panjang lebar. Di samping itu,penerimaan gaji yang selalu terlambat hampir setiap 3 bulan sekali diterima menyebabkan guru-guru berfikir kembali untuk mengabdi di daerah Kimaam.

Menurutnya, pendidikan zaman Belanda yang berpola asrama lebih baik diterapkan kembali untuk saat ini. “Jika ini diterapkan justru sangat dekat dengan budaya masyarakat, yang mana orang Marind sudah mengenal pola asrama sejak anak-anak masih usia dini yang dulunya dikenal dengan masa inisiasi”, katanya.

Dirinya yang saat ini bercita-cita menjadi anggota legislatif untuk periode ke depan berpandangan, selain merubah pola pendidikan juga harus ada perimbangan dalam perencanaan APBD yang mana dalam perencanaannya dana operasional pendidikan harus dilihat berdasarkan kondisi wilayah.

“Semua konflik yang terjadi di Kimaam disebabkan karena tidak adanya keberpihakan dari elite politik, mungkin jalan satu-satunya adalah menjadikan Kimaam sebagai salah satu Kabupaten pemekaran agar bisa menjawab kebutuhan masyarakat yang selama ini terabaikan”, sarannya yang juga sekaligus perjuangan yang saat ini sedang dilakukan. (drie/Merauke)

------------------------------------------------------------

Sumber: FokerLSMPapua.org, 22 April 2008

BACA TRUZZ...- 20 TAHUN PENDIDIKAN DI KIMAAM MENGALAMI PROSES PEMBIARAN

Pendidikan di Timika Jalan di Tempat

JUBI - Memperoleh Pendidikan merupakan hak asasi setiap generasi, termasuk anak Kamoro dan Amungme di Timika. Melalui pendidikan akan terjadi sebuah proses pembangunan kerangka berpikir manusia selama ia berada dimuka bumi.Namun apa jadinya jika kondisi pendidikan tidak bisa merata diseluruh kabupaten Mimika.

Catatan buram pendidikan di Timika yang mengahantui lembaga pendidikan di Kabupaten Mimika dari tahun ketahun tidak mengalami kemajuan berarti. Betapa tidak pada beberapa Sekolah Dasar (SD) dalam kota Timika sangat minim fasilitas, proses belajar mengajar (PBM) tertatih-tatih karena fasilitas ruangan terbatas dan jumlah murid dari tahun ketahun terus meningkat. Seperti yang dialami oleh SD Inpres Koperapoka I dan II.

Wakil Kepala Sekolah SD Inpres Koperapoka I Yonas Lewirissa, Timika 18 Mei 2007 mengatakan Buramnya pendidikan di SD yang sampai tahun ajaran 2007-2008 ini jumlah murid mencapai 2 ribu lebih orang sementara ruangan kelas yang tersedia hanya belasan ruangan. SDInpres Koperapoka I yang merupakan salah satu SD tertua di kota Timika mempunyai jumlah murid sebanyak 1204 murid dengan 24 kelompok belajar dari kelas 1 sampai kelas 6, dan didukung dengan 39 guru dan pegawai sekolah. Sementara untuk mendukung proses belajar mengajar tiap hari pihaknya hanya memiliki 15 ruangan kelas. “ Melihat jumlah murid sebanyak 1204 dan persediaan ruangan hanya 15 kelas sangat tidak layak untuk sebuah lembaga pendidikan dasar. Apalagi jumlahj rombongan belajar pada masing-masing kelas berkisar 60-70 berarti sangat tidak efektif. Kami guru boleh berupaya maksimal tetapi melihat ketidakseimbangan antara persediaan ruangan dengan rombongan belajar usaha kita akan sia-sia..

satu rombongan belajar berkisar 30-40 orang, bila rombongan belajar sudah lebih dari itu Proses Belajar Mengajar akan berjalan tidak efektif. Apalagi saat ini ada ada pembagian SD Inpres Koperapoka I masuk sekolah pagi dan Koperapoka II sekolah siang waktu Proses Belajar Mengajar di sekolah sangat sedikit. Mengenai jam pelajaran sesuai aturan jam 13.20 adalah jam keluar sekolah, Koperapoka I harus lebih cepat yaitu jam 12.00 Wit karena harus bergantian dengan SDI Koperapoka II. Kondisi ini terjadi dalam kota Timika dan pada SD tertua. Tak bisa dibayangkan kondisi yang lebih sadis terjadi di seluruh distrik diluar kota Kabupaten Mimika.

Diketahui bahwa seiring dengan meningkatnya harga BBM maka menyebabkab pula naiknya biaya sekolah sehingga banyak anak usia sekolah yang menjadi putus sekolah karena orang tua yang tidak mampu untuk membiayai anaknya. Dengan demikian pemerintah mengambil langkah untuk membantu semua anak usia sekolah SD dan SMP yaitu dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada seluruh sekolah yang ada di seluruh Indonesia. Besarnya dana BOS tersebut untuk SD Rp 19.000/siswa/bulan dan SMP Rp 27.000/siswa/bulan. Pemberian Dana BOS tersebut bertujuan untuk menuntaskan pendidikan wajib belajar 9 tahun.
Kepala Sekolah SMP Katolik Unggulan, Julius Lesomar, Senin (26/3) mengatakan, dana BOS yang diberikan oleh pemerintah yang diharapkan dapat membantu siswa yang tidak mampu dapat digunakan dengan sebaiknya sesuai dengan petunjuk pelaksaaan dan jangan menyimpang dari apa yang telah ditetapkan bersama.

“Bagi kita yang merasa bertanggung jawab terhadap pendidikan bila mengetahui ada penyimpangan penggunaan dana BOS mari segera dilaporkan kepada Dinas P dan P untuk ditindaklanjuti, jangan takut karena pemerintah berikan dana tersebut untuk bantu anak-anak yang tidak mampu. Sebenarnya para guru pasti mengetahui baik keadaan suatu sekolah tempatnya mengajar, namun karena takut tidak berani mengungkapkannya, untuk itu mari kita jujur terhadap tugas dan profesi kita selaku guru,” ajak Lesomar.
Dijelaskan Lesomar dalam pengambilan dana BOS tersebut, terlebih dahulu sekolah mengundang Komite Sekolah, orang tua murid dan staf dewan guru untuk membahas penggunaannya yang disusun dalam RAPBS dan dalam pencairannya di Bank harus disaksikan Komite Sekolah dan wakil orang tua murid yang ditunjuk dan tidak benar jika hanya diambil oleh sekolah saja.

Lanjut Lesomar, adapun penggunaan dana tersebut yaitu untuk membantu siswa dalam proses belajar mengajar seperti membeli buku pelajaran, alat peraga, media, perabot dan alat kantor yang perlu, beli buku SP, ulangan, ujian sekolah, pendaftaran siswa, foto copy, pembinaan siswa, perawatan dan hal yang dianggap perlu oleh sekolah, untuk kesejahteraan guru yang meliputi honor guru, penataran, pelatihan, MGMP, MKKS, KKKS, KKG.

Adapun yang berhak memeriksa dana BOS di sekolah yang sesuai dengan buku petunjuk yaitu instansi pengawasan : BPK, inspektorat jendral, Bawasda propinsi, bawasda kabupaten, tim monitoring independent : perguruan tinggi, DPR, dan dewan pendidikan.

Dana BOS tersebut akan dibatalkan bila terdapat penyalahgunaan dana tersebut seperti disimpan di bank untuk berbunga, dipinjamkan kepada orang lain untuk berbunga, bayar bonus, transportasi guru, beli pakaian seragam guru, membanguin gedung baru/ruang baru dan tidak membuat laporan pertanggungjawaban.
Sementara itu sejak digulirkan dana operasional sekolah (BOS) untuk tingkat SD dan SMP serta dana bantuan operasional murid (BOM) beberapa tahun, manfaatnya tidak ada. Baik bagi siswa, guru maupun sekolah di Kokonao. Justru sebaliknya dana-dana tersebut tidak jelas alirannya. Sementara itu kepala sekolah yang mengetahui seluk-beluk dana tersebut tidak pernah terbuka dan sering tidak berada ditempat.

Di SD YPPK Kokonao misalnya, Sabtu (16/6) saat mengunjungi dan mencari informasi sejauh mana penggunaan dana tersebut, hampir semua guru tidak mengetahui persis bagaimana dana tersebut. “Kami tidak tahu persis dana tersebut yang tahu hanya kepala sekolah saja. Tetapi saat ini kepala sekolah tidak ada ditempat sedang ke Timika sudah beberapa hari lalu,” ungkap beberapa guru yang enggan disebutkan namanya.

Banyak guru-guru yang tidak mendapatkan insentif serta dana BOS. Kalaupun ada yang mendapatkan jumlahnyapun tidak sama. Guru-guru di Kokonao mendapatkan insentif Rp 500 ribu tetapi dilain tempat di Kekwa, Ipaya mereka mendapatkan Rp 600 ribu per orang. Hal ini menjadikan suatu kecemburuan karena tidak ada keadilan dan transparansi dari para kepala sekolah yang bersangkutan. Padahal seharusnya kesejahteraan guru adalah yang diprioritaskan terlebih dulu.

Tidak jauh berbeda mengenai dana BOM sebelumnya BIS, di SMAN 3 Kokonao juga tidak jelas. Hingga kini penggunaan dana bantuan Departemen Pendidikan pusat tersebut tidak jelas. Guru-guru tidak mengetahui berapa besar rupiahnya, digunakan untuk apa dan lainnya. Justru ada indikasi dana tersebut di’makan’ oleh oknum kepala sekolah.

“Kami dan siswa tidak pernah mendapat apapun dari dana BOM tersebut. Kami hanya mendapat capai saja setiap hari mengajar namun kalau ada dana untuk sekolah, baik berupa insentif, dana BOM dan lainnya tidak pernah merasakan,” ungkap salah seorang guru SMAN 3 Kokonao.

Dana BOM dan dana lainnya disekolahnya diduga digelapkan oleh oknum kepala sekolahnya. Sehingga dana-dana tersebut tidak pernah dinikmati oleh para siswa dan gurunya. Tunjangan berupa insentif saja untuk golongan III dipotong sebanyak 15 persen. Buku-buku perpustakaan dan alat-alat tulis kantor (ATK) juga sangat minim. Kalaupun ada buku-buku panduan itu semua hampir batuan para dermawan mahasiswa Papua yang belajar di Jawa. Mereka selalu mengirimkan buku-buku keperluan sekolah dipedalaman.

SD Negeri Geselema Distrik Jila adalah merupakan salah satu sekolah tingkat SD yang letaknya cukup jauh dari ibukota Kabupaten Mimika, untuk mencapainya bila berjalan kaki dari Ibukota Distriknya Jila memakan waktu selama 3 hari tiga malam , dan selain berjalan kaki lokasi tersebut hanya bisa di jangkau hanya dengan menggunakan Copper atau helikopter milik PT Freeport Indonesia selama 30 menit dari bandara Moses Kilangin itupun dengan perhitungan cuaca yang terkadang kondisi cuacanya kabut terus. Walaupun cukup jauh dan dengan segala keterbatas baik itu fasilitas bangunan sekolah dan peralatan serta alat-alat penunjang belajar lainnya tidak membuat surut semangat para murid dan tenaga pengajar untuk memacu dunia pendidikan di daerah terisolasi dan jauh dari hiruk pikuknya keramaian kota.

Semangat itu dibuktikan oleh Kepala Sekolah SD Negeri Geselema Philipus Patiyanan ketika dijumpai wartawan ini sesat baru tiba dari Geselema di halaman kantor Dinas P dan P Kabupaten Mimika Rabu 1/8 dengan bersemangat mengatakan bahwa sekolahnya jauh serta memiliki keterbatasan pada tahun ini juga dari siswa kelas enam yang berjumlah 15 siswa pada kesemuanya lulus murni 100 % dan ke limabelas siswa tersebut saat ini telah bersekolah di sekolah tingkat pertama dengan mengikuti test masuk ke jenjang SMP dan semuanya anak-anak yang merupakan asli suku Nduga diterima di sekoah tingkat SMP yang ada di Kota Timika. Kata Patiyanan yang kerap kali menjadi kendala bagi saya sebagai kepala sekolah dan para guru lainnya yang mana untuk mengambil hak-hak serta keperluan lainnya yang menyangkut keperluan sekolah atau bahkan urusan pribadi sangat kerepotan untuk pergi ke ibukota Kabupaten Mimika yaitu Timika guna mengambil hak-hak para guru dan urusan lainnya menyangkut dinas.

Patiyanan sangat menyayangkan tidak proaktifnya PT Freeport Indonesia melalui LPMAK yang sesuai kesepakatan bahwa menyangkut transportasi akan membantu transportasi yang mana akan menyediakan Helikopter untuk mengantar dan menjemput para guru serta tenaga lainnya yang ada di Distrik Jila termasuk di Geselema. Jangankan untuk menydiakan transpotasi pihak sekolah sebenarnya pernah beberapa kali meminta pihak PT freeport Indonesia untuk membantu pihak sekolah menyangkut kebutuhan penunjang sekolah seperti buku-buku panduan serta lainnya. Padahal menurut nya seharusnya kepedulian PT Freeport terhadap pendidikan apalagi untuk pengembangan masyarakat asli yang berada di sekitar area kerja PT Freeport.

Patiyanan yang telah bertugas menjadi guru selama 20 tahun lebih di Kabupaten Mimika ini mengharapkan adanya prhatian khusus baik itu dari LPMAK sebagai salah satu lembaga yang turut peduli akan pendidikan dan PT Freeport Indonesia agar juga turut berperan dalam meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah yang sulit dijangkau atau jauh dari segala keterbatasan, dan juga Pemerintah Kabupaten Mimika melalui instansi teknis agar lebih peduli atau perhatian tentang soal ini, harap Patiyanan. (John Pakage)
-----------------------------------------------------------
Sumber: www.FokerLSMPapua.org, 16 Maret 2008
BACA TRUZZ...- Pendidikan di Timika Jalan di Tempat

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut