Akankah Pemilu Mengubah Nasib Papua?

Senin, Februari 16, 2009


Para penari Asmat, Papua, Jumat (10/10), menampilkan tarian penyambutan para tamu yang berkunjung ke Pesta Budaya Asmat di Agats. Pesta tahunan ke-25 ini diisi dengan pertunjukan tarian, demo pembuatan ukiran, dan lelang hasil karya seni masyarakat.(Kompas/Ichwan Susanto)
---------------------------------------------------------------
Pemilu akan berlangsung, tetapi persolan Pengolahan Sumber Daya Alam, Hak Asasi Manusia (HAM) dan Keadilan, Otonomi Khusus (Otsus) dan Demokratisasi di Papua tidak bergeming sedikit pun. Akankah pemilu kali ini akan membawa perubahan bagi masyarakat Papua?

Hal itu diungkap Direktur Hubungan Eksternal The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Poengky Indarti dalam jumpa pers Koalisi dari Jakarta untuk Papua di Jakarta, Kamis (12/2). Lebih lanjut Poengky menjabarkan apa saja yang terkandung dalam tiga persolan tersebut.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Papua sejak tahun 2005 hingga 2008 menduduki peringkat ke-33 dari 33 provinsi di Indonesia dengan indeks pembangunan manusia terendah," ungkap Poengky saat menjelaskan masalah pengelolaan sumber daya alam di Papua. Menurut Poengky, hal ini sungguh kontras kalau melihat melimpahnya kekayaan alam di sana.

Eksploitasi alam Papua, menurut Poengky, menghasilkan emas, tembaga, perkebunan sawit dan tebu, dan kekayaan hutan yang sangat melimpah. "Tetapi sumber daya manusia penduduk Papua masih terbelakang," sesalnya.

"Pelanggaran HAM yang terjadi dulu, sekarang dan mungkin juga nanti tidak pernah dituntaskan sampai sekarang oleh pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi," Poengky menyinggung soal HAM dan keadilan di Papua. Dia mencontohkan kasus pelanggaran HAM berat seperti di Wamena (2003) dan Wasior (2001) belum tuntas juga, karena DPR-RI, DPD, Jaksa Agung, Presiden, serta Komnas HAM hanya membisu.

Poengky menambahkan bahwa situasi ini semakin lengkap karena Perwakilan Komnas Ham, Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Papua yang didirikan atas dasar UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Pasal 45 tidak berjalan.

"Otsus di Papua dalam keadaan sekarat," ungkap Poengky ketika mulai menjelaskan persolan ketiga. Berdasarkan Otsus, menurut Poengky, dibuatlah Majelis Rakyat Papua (MRP), yang kedudukannya sejajar dengan Gubernur dan DPRD. Namun, lembaga yang seharusnya menampung aspirasi seluruh masyarakat Papua asli malah dimatikan fungsinya. "Kami mensinyalir, hal itu sengaja dilakukan supaya MRP yang kedudukannya sangat strategis ini tidak menjelma menjadi gerakan pemberontakan," Poengky menambahkan.

Kolapsnya Otsus, menurut Poengky, menjadi pemicu pemekaran-pemekaran wilayah yang sangat cepat di Papua dan gagalnya demiliterisasi. "Kedua hal ini sangat mengancam persatuan orang Papua sehingga memicu berbagai macam konflik dan kekerasan, baik politik maupun sosial ekonomi, di tingkat publik maupun domestik," tegas Poengky.

C4-09

Sumber: Http://www.komunitas-papua.com/index.php

BACA TRUZZ...- Akankah Pemilu Mengubah Nasib Papua?

Depdiknas akan Sebarluaskan Sistem PAUD Holistik Integratif

Jakarta, Senin (17 November 2008) -- Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan Bappenas mulai 2009 akan menyebarluaskan sistem pendidikan anak usia dini (PAUD) secara holistik dan integratif. Semua jenis stimulasi untuk anak dan berbagai lembaga terkait yang selama ini mengembangkan dan membina PAUD akan dikelola dalam satu sistem penyelenggaraan yang utuh. Di samping itu, peningkatan akses dan perluasan kesempatan peserta didik PAUD yang berasal dari keluarga kurang mampu akan memperoleh perhatian yang lebih besar.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad membacakan sambutan tertulis Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) pada Seminar Nasional PAUD dalam Rangka Peringatan Hari Ulang Tahun HIMPAUDI ke-3 di Depdiknas, Jakarta, Senin (17/11/2008).

Hadir pada acara Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal, Direktur PAUD Ditjen PNFI
Depdiknas Sujarwo Singowidjojo, dan para pengelola PAUD di seluruh Indonesia.

Hamid mengatakan, lembaga PAUD di tingkat kecamatan, desa, dan daerah terpencil merupakan program prioritas pemerintah. Melalui kebijakan tersebut dan kebijakan lain yang selama ini sudah dilaksanakan, dia optimis angka partisipasi kasar (APK) PAUD akan dapat ditingkatkan dengan lebih cepat dan sekaligus secara bertahap juga akan meningkatkan mutu PAUD. Dia menyebutkan, target APK PAUD nonformal pada akhir 2009 adalah sebanyak 35 persen, sedangkan target keseluruhan PAUD formal dan nonformal sebanyak 53 persen. "Dalam Renstra Depdiknas 2010 - 2014 target APK PAUD secara keseluruhan sebesar 72 persen," katanya.

Sujarwo mengatakan, pelaksana sistem ini adalah tim gabungan antar departemen, HIMPAUDI (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini), dan Forum PAUD. Dia menjelaskan, dalam satu kelompok PAUD akan ada ahli kesehatan atau gizi dan ahli perawatan sosial. Dengan kata lain,
lanjut dia, pendidik dan tenaga kependidikan dilatih supaya paling tidak mempunyai kemampuan itu. "Kalaupun di situ tidak ada ahli gizi, tapi dia mengetahui ilmu - ilmu gizi untuk anak dengan pelatihan jangka pendek. Tekanannya pada pendidik dan tenaga kependidikan supaya mempunyai kemampuan holistik juga," katanya.

Sujarwo menyebutkan, saat ini terdapat 50,47 persen dari 26 juta anak yang terlayani PAUD. Dia berharap, output dari program PAUD ini lebih menghasilkan anak yang lebih cerdas, sehat, dan tangkas. "Usia emas kalo diolah dengan satu pendekatan PAUD yang holistik akan lebih bermutu dibandingkan yang parsial," ujarnya.***

Sumber: Pers Depdiknas

BACA TRUZZ...- Depdiknas akan Sebarluaskan Sistem PAUD Holistik Integratif

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut