Natalku

Senin, Desember 27, 2010

Oleh: Johannes Supriyono

Ini tentang sebuah kisah [Ya, natal memang sebuah kisah yang kemudian ditanggali 25 Desember, pada ujung tahun] tentang Tuhan nan agung yang menjadi manusia hina. Dari jagat keilahian yang mulia ke dalam bayi palungan nista. Yang agung mewujud dalam yang hina. Dan, yang hina diresapi oleh keagungan. Yang ilahi menjadi sangat manusiawi dan yang manusia menjadi sangat ilahi.

Natal adalah kisah tentang Tuhan yang menyeberang: dari sur

ga ke dunia. Dunia diubah menjadi surga. Kasih dan kedamaian ada di sana. Manusia menikmati keagungan semestinya. Dunia yang terbelah dipulihkan. Yang patah harapan ditegakkan.

Natal adalah kisah tentang Tuhan yang mendekati manusia, sangat dekat, dan merengkuh manusia ke dalam yang ilahi. Tidak dalam kemewahan dan segala glamor. Tuhan merengkuh manusia dalam kepapaan. Seperti bapa baik hati yang menerima anak hilangnya kembali.

Natal adalah kisah tentang kasih yang cuma-cuma, yang mengingatkan manusia pada keagungan samudera kasih Allah tempatnya tenggelam.

Natal adalah kisah tentang Tuhan yang ingin dunia ini menjadi surga.

"Tuhanku, selamat natal. Selamat datang di dunia. Semoga aku dan seluruh kawanku boleh memanusia bersama-Mu: mengasihi, mencintai, memaafkan, dan menyembuhkan. Aku ingin bersamaMu, menghadirkan surga di dunia ini: Yang sakit disembuhkan, yang buta dimelekkan, yang lumpuh berjalan, yang tuli mendengar, yang lapar dikenyangkan, yang mati dihidupkan... Tuhan, aku ingin seluruh kehendakMu terjadi di bumi ini."

BACA TRUZZ...- Natalku

Benarkah IA Maria Ibu Yesus?

Senin, Desember 20, 2010

Sebuah Refleksi Untuk Kita Semua


YOGYAKARTA— Terjadi sesuatu peristiwa yang membuat Mahasiswa Wissel Meren Raya Bertanya-tanya. Kejadian ini terjadi 6 hari menjelang Natal, tepatnya pada tanggal 19 Desember 2010. Natal merupakan peristiwa kelahiran sang juru selamat yang jatuh pada tanggal 25 Desember setiap tahun yang dirayakan oleh kaum Nasrani seluruh dunia. Tentunya menjelang Natal setiap umat kristiani memersiapkan segalanya untuk menyambut sang Penebus dosa yang menjelma dan hadir dalam rupa anak manusia.

Untuk menyambut Natal ini, Pelajar dan Mahasiswa Wissel Meren Raya di Yogyakarta yang tergabung dalam 5 Kabupaten diantaranya Kabupaten Paniai, Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Intan Jaya mencari dana untuk merayakan Natal. Salah satu pencarian dana yang dilakukan adalah dengan bermain volley setiap sorenya.

Hari itu, kira-kira lewat 5 menit atau lebih dari pukul 06.00, seorang perempuan muda berciri orang barat “bule” muncul dari arah utara tempat dimana lapangan volley berada. Perlu diketahui bahwa arah utara, dan barat tertutup rapat dengan tembok yang diperkirakan tingginya mencapai 5 meter, sementara arah timur sawah [tanaman padi] warga setempat, pintu keluar dan masuk hanya terletak bagian selatan. Bermain volley sudah dihentikan dan kini semua duduk di lapangan sepak bola yang tak jauh dari lapangan volley tempat dimana pencarian dana itu biasanya dilakukan. Semua anggota Wissel Meren Raya duduk dengan tenang untuk membicarakan persiapan keberangkatan Natal bersama [Jawa-Bali] tahun 2010 di Bogor. Saat inilah kejadian itu terjadi dan disaksikan oleh semua orang yang hadir saat itu. Seorang perempuan “bule” hamil tua yang muncul dari arah utara tersebut menghampiri mereka sambil tangan yang satu memegang perutnya yang menandakan tak lama lagi bayi yang dikandungnya akan segera dilahirkan. IA bertanya; dengan berbahasa Indonesia yang lancar, seakan IA sudah hidup lama di Indonesia, “di sini jalan keluarnya sebelah mana?” membuka pembicaraan. Lalu dengan spontan salah seorang diantara mereka Yosepina Youw berkata “sebelah situ tidak ada jalan keluar, tertutup dengan tembok dan jalan keluarnya arah selatan”, setelah berterima kasih, IA pun beranjak pergi meninggalkan mereka.

Seusai mereka ditinggalkan “bule” berhamil tua, seperti biasanya cari gara antara satu sama lain pun dimulai, entahlah apa yang saat itu muncul di benak semua anggota Wissel, sehingga seakan semua terhanyut dalam alam cari gara antara satu sama lainnya. Yosepina, Sonny Deto, Agus Deto, dan Isak yang bertandang ke kamar rasta [kos saya] menceritakan hal yang sama. Ketika IA berjalan pandangannya terkadang melihat ke arah mereka yang sedang membicarakan persiapan itu, sementara cara jalannya tidak seperti sebelum yang memegang perutnya yang hamil, namun berjalan seperti orang yang tidak hamil. Hingga sekitar 45 meter pandangan mata tak sampai, mungkin disebabkan juga karena hari semakin gelap, lalu IA pun menghilang.

Pembicaraan mereka pun usai, disela-sela pulang berlajalan kaki menuju tempat parkiran motor, barulah hati bertanya-tanya dengan kejadian yang terjadi sebelumnya. Ada yang mengatakan, kenapa dalam keadaan hamil IA berjalan sendiri tanpa didampingi pasangannya? Ada pula yang bertanya arah utara tertutup dengan tembok, lalu bagaimana bisa IA muncul dari arah utara dari lapangan volley berada? Ada juga yang bertanya, IA masih muda dan keadaannya hamil, mengapa bisa jalan pada hari yang semakin gelap? Lainnya bertanya, mengapa ketika jalan pandangan mata terkadang melihat ke belakang [ke arah mereka]?. Bagaimana, mengapa dan kenapa, terus menghantui saat pulang setiap orang, hingga sampai ke tempat tinggal masing-masing anggota Wissel Meren, mungkin juga saat berita ini dipublikasikan pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui mereka. [Egeidaby]

NB: sebenarnya saya tidak ingin mempublikasikan kejadian ini, tapi saya merasa tidak salah juga jika hal ini diketahui oleh semua orang, bahwa IA menguji iman kita melalui banyak cara.


SELAMAT MENYAMBUT NATAL, 25 DESEMBER 2010 DAN SELAMAT MENYONGSONG TAHUN BARU, 1 JANUARI 2011………!!

Semoga Kita Menjadi Manusia yang Baru Pada Tahun Baru, 2011…. !!

BACA TRUZZ...- Benarkah IA Maria Ibu Yesus?

Tim diskusi Iyoo/Ihoo: Pendidikan Murah dan Berkualitas, Impian Rakyat Papua

Senin, Desember 13, 2010

Pendidikan murah dan berkualitas merupakan harapan seluruh rakyat Indonesia dan khususnya Papua. Kita lihat pendidikan di Provinsi Papua lebih melihat pada fisik , tetapi tidak melihat dari sarana dan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak sekolah. Mempertegas alasan tersebut, mencoba menjelaskan tentang, Peneliti dari Australia pernah mengatakan bahwa, orang Papua tidak lebih pada teori tetapi pada skill dan langsung membutuhkan praktek, ungkap Mateus Auwe sebagai kakak senior.

Memang orang Papua membutuhkan peraktek langsung seperti pendidikann pada zaman Pemerintahan Belanda di Papua, dan di pertegas oleh Dorce Pekei bahwa belajar teori itu yang penting-penting saja lalu langsung pada peraktek saja. Pendidikan murah hak rakyat Indonesia memang benar tetapi realitas tidak sesuai sebenarunya yang sudah di konsep.

Sebenarnya masalah pendidikan sudah di atur dalam Undang-Undang Dasar 45 dan Undang-Undang No. 20 tahun 3003 sudah diatur bahwa 20 % dari APBD dan APBN dialokasikan dana pendidikan. Hai ini menjadi suatu konsep dan belum pernah mengimplementasikan secara 100%. Lalu Andreas Pigai juga mencoba membandingan bahwa biaya pendidikan di Indonesia di anggarkan 20% sedangkan di Luar negeri 40%. Konteks Indonesia dana pendidikan yang sudah di realisaikan 14% sedangkan 6 persen tidak tahu hilang kemana.

Secara konsep sudah atur bahwa semua orang bebas untuk menerima pedidikan maka jangan mahal. Kalau melihat konteks Papua diberikan Otsus, APBN dan APBA harus memerhatikan atau mempersiapkan fasilitas sekolah yang memadai. Pendidikan di papua harus mempelajari teori-teori dan bisa peraktekan atau harus ada penerapan setelah selesai kuliah, pungkas Selpianus Adii.

Pendidikan murah dan berkuatalitas ini lebih melihat pada bantuan pemerintah, di sini yang dipersoalkan adalah biaya sekolah swasta dan sekolah Negeri. Perbedaan Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri yaitu, sekolah Swasta itu mahal karena tidak dibantu oleh pemerintah, sedangkan Sekolah negeri tidak mahal karena ada bantuan dari Pemerintah Dana APBN dan APBD. Oleh karena itu, sekolah Swasta libih lebih fokus kepada siswa meminta uang SPP, Uang Pembangunan, sedangkan negeri lebih murah karena di bantu oleh pemerintah. ungkap Mateus Auwe sebagai kakak senior.

Sekolah Negeri Papua beda dengan sekolah Negeri luar. Mengapa? karena konteks Papua Sekolah Swasta dan sekolah Negeri biayanya sama. Intinya Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri di papua biayanya tidak jauh beda atau sama ungkap Yeri Dogomo. Lanjutnya, bahwa harus ada fungsi kontol dalam mengalokasikan dana dari atasan kepada bawahaan agar dana pendidikan di Papua tersalur dengan baik.

Kita tidak boleh saling menyelahkan satu sama lain tetapi artinya jangan salahkan pemerintah dan kita juga tidak bisa salahkan masayarakat, tetapi harus bekerja sama untuk meningkatkan pendidikan di papua. Lanjutnya bahwa, kita harus meningkatkan fasilitas, atau tenaga penganjar pada sekolah yang lama sudah dibangun atau ada. Karena konteks papua yang ada mereka menganti-ganti membangun sekolah yang ada bukan membagun kembali lagi. Hal ini merugikan uang dana pendidikan saja, kata yerino madai.


Kesimpulan, pendidikan murah adalah harapan rakyat Indonesia dan khusus Papua, disamping itu harus kita memeratihkan kesejahteraan guru (pahlawan tanpa jasa), agar mereka harus memilihki tanggungjawab sebagai pengajar dan mengikat pada aturan-aturan mengikat dan tegas, hal ini dilihat dari sisi ekonomi, sedangkan di lihat dari pisikologis, ketika mereka yang dipersiapkan menjadi pengajar ini harus benar-benar menyadarkan akan sumber daya manusia (SDM) Papua memberikan pendidikan yang berkulitas, dari sisi lingkungan hiduppun di perhatikan untuk perkembangan siswa, dan bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan menuju pendidikan berkualitas, dan memunyai biaya yang murah. (Agus Dogomo)

Merupakan hasil diskusi dari topik; Pendidikan murah dan berkualitas hak rakyat Indonesia
sabtu, 11/12/2010
BACA TRUZZ...- Tim diskusi Iyoo/Ihoo: Pendidikan Murah dan Berkualitas, Impian Rakyat Papua

Seminar FKPMKP Yogya: Budaya Papua di Ambang Kehancuran

Minggu, November 28, 2010

YOGYAKARTA— Seminar sehari yang diadakan oleh Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Katolik Papua [FKPMKP] bertempat di Hotel Al-Barokah Timoho Yogyakarta berjalan dengan aman, Sabtu, (27/11) .

“Kehidupan Masyarakat Papua Masa Lalu, Sekarang, dan Akan Datang” yang menjadi topik dalam seminar ini, menjadikan sekitar 50-an peserta yang hadir seakan-akan merasakan bagaimana kehidupan Manusia Papua pada beberapa waktu yang silam. 

Dalam seminar yang berlangsung dari pukul 09.00-14.00 WIB tersebut mengadirkan 3 orang pembicara diantanya: Pater Bernadus Wos Baru, OSA (Provinsial Osa Keuskupan Manokwari -Sorong) mengkaji dari sisi Agama, Hans Hansen Manibury (Sesepuh Mahasiswa Papua di Yogyakarta) mengkaji dari sisi Budaya, dan Demianus Katayu, M,Sc, (Senioritas FKPMKP) mengkaji dari sisi Sejarah.

Dalam kata sambutannya, Ketua FKPMKP Agustinus Dogomo, mengatakan dengan masuknya budaya luar Budaya Papua yang seharusnya dipertahankan eksistensinya malah semakin hari semakin terkikis. Hingga kita sebagai Manusia Papua lupa dan semakin hilang budaya yang seharusnya diperhankan. Hal inilah yang menjadi alasan untuk memilih topik ini, karena saat ini kita hidup dan kitalah yang menjadi penyelamat atau penghancur akan budaya kita [budaya Papua] ke depan lanjutnya.

Papua adalah manusia yang mempunyai ciri fisik yang berbeda dengan manusia lain yang mendiami pulau-pulau lain di Negara Indonesia ini dan berdiam di sebuah pulau yang disebut Papua serta termasuk dalam himpunan ras Malanesia, Kata Hans Manibury membuka materinya yang mengkaji dari sisi Budaya. Pada zaman abad ke 15 orang Papua belum berkontak dengan orang luar sehingga, pada abad itu orang Papua hidup dalam keadaan sederhana (tradisional). Kebudayaan masi asli, belum terjadi asimilasi,dan akulturasi dengan budaya luar.

Hingga pada abad ke 16 terjadi kontak pertama dengn orang luar yaitu masuknya bangsa Portugis dan Spanyol. Para ekspedisi Portugis baru menginjakkan kakinya di Papua pada 1526-1526. para ekspedisi Portugis yang singgah di Ternate kemudian mengunjungi ke pulau Waigeo, dibawah pimpinan Jorge de Menezes, dan mereka juga menguasai pulau-pulau sekitarnya diantaranya Warsai,Vagelkop dan pulau-pulau lainnya, dan mereka menyebutnya “Ilas Dos Papuas”.

Berciri fisik rambut kriting dan berkulit hitam, itulah ras melanesia, Manusia Papua yang mendiami Pulau Papua yang kaya akan kekayaan alam ini, Katanya mengakhiri materinya.

Orang Papua dengan kedatangan para ekspedisi yang di utus oleh Pemerintah Belanda pada 1926. pada tahun ini Pemerintah Belanda berpusat di Maluku mengirim Pieter Marcus, mengadakan ekspedisi di Papua agar mengklaim bahwa bagian Selatan New Guinea Papua adalah bagian dari Hindia Belanda. Dan secara resmi pada tahun 1828 Pemerintah Belanda mengumumkan bahwa wilayah selatan wilayah New Guinea atau Papua adalah wilayah bagian dari Hindia Belanda. Sehingga pada tahun itu pula Belanda menguasai Papua seluruhnya kata Demianus Katanyu.

Dari sisi Agama, Masuknya misionaris Protestan dan misi Katolik. Kedua orang misionari berkembang di Jerman yaitu C.w. Ottow dan J.G. Gessler, yang pertama kali menginjak kakinya di Mansinam Manokwari pada tanggal 5 Februari 1855 kata Bernardus. Kemudian pada tahun 1862 menyusul tiga misionaris dari Belanda asal kota Utrecht tiba di teluk Doreri. Pertama menginjak kaki di Papua adalah seorang misionaris katolik bernama Pastor Lecoq Darmanville S,J tiba di Sekru Fak-fak kira-kira tahun 1552.

Selanjutnya, didirikannya aministrasi pemerintah Belanda di Fak-Fak pada 1898 dan 1908 Pemerintah Belanda menbuka posnya di Merauke. Pada saat yang sama juga tibanya para misionalis Katolik di Merauke pada 1905.

Terakhir adalah kedatangan orang Indonesia pada saat Papua diintegrasikan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 lanjut Demianus.

Kita bisa melihat bahwa dalam masuknya budaya luar terjadi lima gelombang, kelimanya menanamkan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan budaya mereka di Papua. Namun, menurut pembicaraannya Budaya Papua masuk dalam ambang kehancuran ketika Bangsa Indonesia masuk ke Papua.

“Budaya terkikis, Budaya terancam, Budaya terrerobek dari berbagai fase-fase di atas”,maka orang Papua Berkulit Hitam Berrambut Keriting bisa memikirkan dengan baik dalam rangka “mengenal diri” siapa diri saya?. (Yerino Madai)
BACA TRUZZ...- Seminar FKPMKP Yogya: Budaya Papua di Ambang Kehancuran

Pendidikan untuk Rakyat dan Problematika Imperialisme Pendidikan

Jumat, November 12, 2010

Berikut ini merupakan hasil diskusi Tim Diskusi Iyoo/Ihoo (12/11). Naskah diskusi tentang Pendidikan untuk Rakyat dan Problematika Imperalisme Pendidikan adalah naskah yang ditulis oleh Asrul Nasution, S.Pd,. Sementara Diskusi itu sendiri berlangsung di Kantin Kampus Sanata Dharma Yogyakarta, Pukul 10.00-12.30.

Sebagai sebuah realitas yang tidak dapat ditawar, pendidikan memiliki peran yang teramat urgen bagi perkembangan pribadi manusia.






Keterbelakang Pendidikan Rakyat
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen dalam dunia dan proses pendidikan formal. Seorang pendidik bertugas untuk mengarahkan dan mentransformasikan pengetahuan yang dimilkinya kepada peserta didiknya.
“Kenyataannya kebanyakan guru hanya terus mentransferkan apa yang dimilikinya kepada peserta didik ibaratnya botol kosong yang selalu dan siap untuk diisi oleh materi tanpa melihat kemampuan dna perkembangan yang sedang terjadi pada peserta didik,”tandas Mateus Auwe.
Problem yang juga masih terus membudaya dalam dunia pendidikan saat ini ialah bahwa kurangnya perhatian guru pada aspek afektif dan psikomotori siswa karena kebanyakan guru hanya melihat perkembangan siswa dari kognitif sehingga kemampuan siswa hanya dilihat dan diukur dari pencapaian assesment aspek skor dan nilai peserta didik.

“Guru harus melihat perkembangan siswa dari ketiga komponen tersebut yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dan juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas bahwa ketiga komponen itu sangatlah penting bukan hanya kempuan kognitif,” kata Selpianus Adi. 

Keterbelakangan pendidikan ini juga tak terlepas dari tersedianya berbagai macam sarana dan prasarana dari suatu sekolah tersebut. Ketersediaanya hal ini juga ikut membantu mensukseskan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terutama di Papua ketersediannya sarana dan prasarana yang belum memadai juga menghambat pencapaian tujuan pendidikan tersebut. 

“Di Papua sarana dan prasarana juga ikut mempengaruhi perkembangan dari pendidikan tersebut. Prasarana yang terbagi atas fisik dan nonfisk juga perlu untuk diperhatiakn oleh pemerintah. Pemerintah seharusnya melaksanakan suatu program yang tepat sehingga bisa diterapkan di masyarakat pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,” kata Agustinus Dogomo.

Imperialisme Pendidikan

Istilah imperialisme merupakan istilah yang digunakan untuk melakukan penjajahan ataupun suatu usaha untuk melakukakan penyerangan baik dalam bentuk sosial, budaya, politik, militer, ataupun pendidian terhadap wialyah yang dianggap sebagai objek lawan. 
Di indonesia khususnya di Papua terdapat begitu banyak orang pintar yang sebenarnya ingin bersekolah dan ingin mengambangkan minatnya tetapi biaya yang dibutuhkan saat ini sangatlah mahal. Seolah biaya yang sangat mahal itu menutupi jalan manusia untuk mengambangkan kemampuanya. 
Pendidikan formal saat ini seolah-olah hanya milik orang yang berlatar belakang kaya saja. Besarnya biaya pendidikan mulai tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi sungguh mengagumkan inilah yang disebut sebagai salah satu contoh imperialisme pendidikan yang terjadi saat ini di negara kita.

Pendidikan untuk Rakyat

Ungkapan Paulo Freire mengenai pendidikan memanusiakan kembali manusia dari dehumanisasi struktural dan sistem sosial yang menindas hingga kini tidak akan pernah terlupakan. “Pendidikan itu sangat penting bagi manusia perubahan dapat dilakukan lewat pendidikan dan praktek nyata karena unsur yang ada di dalamnya saling terkait dan saling saling mempengeruhi,”kata Germanus Yerino Madai. 

Pendidikan harus mampu menjadi penyelamat mansuia dari ketertindasan, kemiskinan, kemeralatan dan marginalisasi.

Upaya untuk memanusiakan manusia merupakan segmen utama dari pendidikan. Dalam UU tentang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pada pasal 5 dijelaskan, “bahwa setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Itu artinya setiap anak bangsa di negeri ini memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan tanpa melihat latar belakang kehidupanya. 

Sudah saatnya pemerintah dan orang-orang yang berkompoten di bidang ini melihat hal itu, memikirkan kembali pendidikan rakyat yang kian terpuruk. Potensi penduduk negaraini yang cukup besar merupakan sumber daya yang sangt peotensial untuk mensuplai orang-orang yang berkualitas. Ragam cara yagn dapat dilakukan untuk menyelamatkan anak rakyat ini dari kebodohan dan ketertindasan. 

Akhirnya perubahan dalam dunia pendidikan ini merupakan tanggung jawab dari setiap komponen dan bidang yang ada karena dunia pendidikan tidak terlepas dari bidang yang lain seperti ekonomi, politik, pemerintahan dan lain sebagainya.(O_C).
BACA TRUZZ...- Pendidikan untuk Rakyat dan Problematika Imperialisme Pendidikan

Angka Putus Sekolah Tinggi, PKBM Terbengkalai

Rabu, November 10, 2010

Sejak dinobatkan sebagai kabupaten penyumbang angka putus sekolah terbesar di Papua pada tahun 2008, belum ada upaya-upaya maksimal yang dilakukan kalangan pendidikan guna meminimlisir angka putus sekolah di Kabupaten Merauke. Ironisnya lagi, 18 PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang didirikan tak berjalan maksimal lantaran tak memiliki dana operasional. Belum lagi, sejumlah PKBM yang terpaksa ditutup karena kekurangan dana.

Padahal, sebagian warga Papua yang putus sekolah memanfaatkan PKBM sebagai tempat mengasah kemampuan baca, tulis dan berhitung.

Permasalahan ini mencuat ketika Forum Komunikasi PKBM mengeluhkan pembagian dana ujian paket nasional sebesar 300 juta rupiah kepada Komisi A DPRD Merauke. Keluhan tersebut dilatari oleh pembagian dana yang tak sesuai dengan jumlah rombongan belajar dan letak geografis dari masing-masing PKBM.

Bahkan, diindikasikan sisa dana yang dipergunakan, telah disalahgunakan peruntukkannya.
“Dana yang dikucurkan ke setiap PKBM tidak merata, sedangkan penyelenggaraan ujian paket ini cukup lama, yaitu 7 hari. Namun setelah dihitung hanya terpakai 75 juta rupiah, sehingga kami merasa tidak puas dengan kinerja Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah,” papar Ketua PKBM Berdikari Kimaam Soleman Yambormias.

Yang lebih mencemaskan bagi pengurus PKBM, Bidang PLS tidak akan melaksanakan ujian paket nasional ke-2 pada bulan November mendatang. Sedangkan dalam setahun, setiap kabupaten wajib melaksanakan ujian paket nasional sebanyak 2 kali. “Ini merugikan warga belajar, sementara antusias warga belajar cukup tinggi untuk ikut ujian,” tukasnya.

Dirinya mengaku, hanya mendapatkan dana sebesar 8.700.000 rupiah untuk membiayai seluruh proses ujian paket di distrik Kimaam. Sementara untuk sampai ke tiga distrik di wilayah Kimaam, dana tersebut sangat tidak mencukupi.

“Kami hanya diberi kuitansi kosong untuk diisi, sedangkan sisa dana tidak pernah diinformasikan secara transparan. Pembagian dana berbeda-beda dan tak rasional, tidak tahu pertimbangannya apa,” keluhnya.

Yang paling menyedihkan lagi, kata Soleman, dari seluruh Kabupaten di Tanah Papua, hanya Kabupaten Merauke saja yang hingga kini tak menyediakan dana sharring bagi pendidikan luar sekolah. “Inilah yang bikin kami malas bekerja, tutor mau laksanakan tugas tapi juga butuh makan,” tukasnya.

Sergius Womsiwor, Ketua PKBM Wasur melihat ketidaktransparanan dana ujian paket, sebagai bom waktu bagi pendidikan non formal. Bahkan pernyataan Kabid PLS yang menyatakan dana ujian paket sebesar 300 juta rupiah tak ada nilainya, itu sudah menunjukkan tidak adanya kepedulian terhadap pendidikan.

“Jujur saja, sebenarnya kami berencana jahat untuk tahan LJK dan boikot ujian paket,” tandasnya.

Sergius i menegaskan, angka putus sekolah yang cukup tinggi di Kabupaten Merauke, bukanlah mengada-ada. Tapi fakta yang harus diseriusi penyelesaiannya. Contohnya saja, di sejumlah kelompok belajar, ada kepala kampung yang hanya lulus SD bahkan tak lulus SD. Sergius berpendapat, dana untuk PKBM cukup besar, namun tak dapat diakses oleh PKBM-PKBM yang tersebar di sejumlah distrik pinggiran kota Merauke.

Warga belajar kebanyakan masih didominasi warga Papua di pinggiran kota, banyak anak-anak dan banyak pula para orang tua. Untuk proses belajar, kata Sergius dirinya berpendapat bahwa PLS mengadopsi home school yang ada di Amerika. Di mana perbandingannya, 50% untuk belajar mandiri, 30% tatap mukan dan 20% tugas.

“Kami tidak bisa menyulitkan warga belajar dengan aturan, sehingga kami fleksibel tanpa mengesampingkan aturan yang ditetapkan,” ujarnya.

Selama ini, lanjutnya, para pengelola PKBM melaksanakan proses pembelajaran tanpa dana sedikitpun. Hanya berbekal niat dan tekad untuk menolong masyarakat, para pengelola PKBM itu bekerja.

Mengajak warga untuk cinta belajar, menurut Sergius, bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, masalah budaya dan ekonomi mempengaruhi seseorang untuk termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar. “Kami harus temui warga di dusun-dusun untuk belajar, apalagi menjelang ujian paket nasional, kami agak kerepotan mengumpulkan mereka,” keluhnya.

Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Vonny Runtu secara dihubungi terpisah menegaskan, dana ujian paket nasional sebesar 300 juta rupiah yang kini dipertanyakan sejumlah pengelola PKBM, telah dibagi habis sesuai prosedur operasional standar ujian nasional.

Hal ini, bertentangan dengan pernyataan sejumlah pengelola PKBM yang Rabu kemarin mengadukan permasalahan tersebut kepada Komisi A DPRD Merauke.

“Dana itu sudah saya bagi ke setiap pos-pos dana. Namun memang dana tersebut tidak memungkinkan untuk dibagi berlebihan ke pos pengawas mengingat dana tersebut sangat minim,”ujar Vonny Runtu.

Menurut Vonny, dana sebesar 300 juta rupiah tersebut dibagi untuk pembelian ATK, biaya monitoring sekaligus pengiriman barang juga biaya pengawasan bagi 16 PKBM. Hal ini, sekaligus menepis tuduhan adanya penyalahgunaan dana yang ditujukan bagi dirinya.

“Memang kami akui kebutuhan dana setiap PKBM pasti berbeda. Namun karena hanya mengandalkan bantuan dana dari Pemda Merauke, maka dana itu sangat tidak mencukupi,” jelasnya.

Dirinya mengakui, setelah mendengar adanya keluhan dana pengawas ujian paket nasional dari sejumlah pengelola PKBM, pihaknya langsung mengumpulkan seluruh pengawas untuk meminta klarifikasi. Dalam pertemuan itu, dirinya meminta laporan pertanggungjawaban keuangan kepada pengawas untuk diketahui kekurangannya.

“Saya minta pertanggungjawaban dulu kepada mereka karena sampai sekarang beberapa pengelola belum memberikan laporan keuangan. Jika mereka tidak melaporkan, bagaimana kita bisa mengetahui kekurangan di lapangan? Kadang-kadang mereka pikir uang itu besar, namun kalau dibagi-bagikan itu kecil jumlahnya dan sudah sesuai dengan standar operasional,” paparnya panjang lebar.

Melalui kesempatan itu, Vonny menghimbau agar kondisi ketidakberuntungan anak-anak Papua, untuk tidak di tekan dengan keadaan-keadaan yang tidak beruntung.
“Di Merauke yang paling banyak adalah anak-anak putus sekolah, namun tak seluruhnya diakomodir karena kekurangan dana. Kalau mau jujur dana untuk PLS sangat minim dan kondisi PKBM di Merauke tidak memenuhi syarat karena tidak ada biaya, padahal mereka mengakomodir masyarakat kurang mampu untuk tetap bersekolah. Sehingga saya harapkan ada perhatian,” tandasnya.

Menyikapi hal itu, anggota Komisi A DPRD Merauke, Moses Yeremias Kaibu mengatakan, sikap pemerintah yang tak melihat PLS sebagai bagian dari pembangunan pemerintah merupakan bentuk kelalaian pemerintah dalam menganulir angka putus sekolah yang notabene terjadi kalangan masyarakat Marind.

Apalagi, sejak 2008, Kabupaten Merauke tercatat sebagai Kabupaten penyumbang angka putus sekolah terbesar di Papua. Sikap pemerintah semacam ini, kata Moses menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan membiarkan proses pembodohan terus terjadi dikalangan orang Papua. Apalagi, di wilayah lain di Papua saat ini, tengah giat-giatnya meminimalisir angka putus sekolah. “Pemerintah diharapkan tidak tutup mata terhadap masalah ini, dan ke depan DPRD Merauke berupaya memperjuangkan anggaran bagi PLS,” tandasnya. (Jubi/Indri Qur’ani)

Sumber: www.tabloidjubi.com



BACA TRUZZ...- Angka Putus Sekolah Tinggi, PKBM Terbengkalai

Standarisasi Sarana Pendidikan Asmat

Pengambilan kebijakan yang timpang terasa di bidang pendidikan. Buktinya, sarana dan prasarana pendidikan belum merata di semua daerah. Di Asmat, fasilitas pendidikan belum secanggih di Jawa. Sarana dan prasarana hampir di semua satuan pendidikan yang ada di Kabupaten Asmat jauh dari memadai.

“Pemerintah daerah di Selatan Papua seharusnya membuat standarisasi penyediaan sarana dan prasarana pendidikan secara merata,” kata Kepala SMA Negeri 1 Agats, Leonardus Serewi dalam perbincangan dengan JUBI baru-baru ini.

Perhatian pendidikan di 7 distrik dan 139 kampung yang ada di Kabupaten Asmat harus lebih diprioritaskan. Caranya, alokasi anggaran tiap tahun harus ditambah porsinya. Sebab selayaknya sarana pendidikan harus sesuai penyebaran jumlah penduduk, usia murid sekolah serta faktor ekonomi, faktor sosial-budaya dan geografis setempat. SMA Negeri 1 Agats yang terletak di ibukota kabupaten saja minim sarana dan prasarana pendidikan. “Di sekolah saya, tidak ada sarana seperti yang dimaksud dalam aturan standarisasi pendidikan nasional,” kata Leo.

Bukan hanya perpustakaan dan laboratorium bahasa atau IPA. Fasilitas pendukung rekreasi, olahraga dan perumahan guru juga terbatas, bahkan tak ada. Di Distrik Sawaerma, sebaran bangunan sekolah (SD) tidak sesuai jumlah penduduk. “Ada bangunan sekolah (baru) dengan kepadatan penduduk tidak mencapai 100 KK (kepala keluarga),” ujar P. Rahawarin.

Sebaliknya, distrik atau wilayah penduduk padat jarang mendapat program pembangunan gedung sekolah. Rata-rata tiap SD tak memiliki sarana belajar seperti buku-buku pelajaran, perpustakaan, alat peraga dan pendukung simulasi pembelajaran siswa.

Standarisasi pendidikan seharusnya dilakukan sesuai rasio pembanding. Seperti rasio bangunan gedung SD terhadap jumlah anak usia sekolah (anak usia 7-13 tahun), SMP (13-15 tahun) dan siswa tingkat SMA (15-18 tahun). “Tapi realisasi pembangunan gedung sekolah selama ini tidak memperhitungkan jumlah anak usia sekolah,” kata Rahawarin. Tak hanya standarisasi gedung sekolah. Standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, penilaian pendidikan, pemantauan dan pelaporan pencapaian serta pengendalian mutu pendidikan secara berencana, berkala dan kontinyu, menurut dia, harus dilakukan.

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 42 hingga Pasal 48. Bahwa sarana dan prasaran harus diselenggarakan di tiap satuan pendidikan. Tanpa diskriminasi demi pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik.

Untuk membangun pendidikan di Asmat agaknya cocok dengan sekolah berpola asrama. Paling tidak, setiap distrik harus ada sekolah berpola asrama yang dilengkapi fasilitasnya. “Selama ini banyak anak malas ke sekolah, karena salah satu alasannya, di kampung tidak ada gedung sekolah,” tutur Thomas Pattuci, guru SD Sawaerma.

“Anak-anak biasanya takut pergi sekolah di kampung atau distrik lain, karena orang tua sering menceritakan peristiwa perang antar marga dan rumpun di masa silam,” katanya. Namun menurut Thomas, karena sarana dan prasaran di tiap sekolah penting, diharapkan tanpa diskriminasi. Baik dalam kegiatan belajar mengajar, penyebaran tenaga guru maupun pemerataan sarana prasarana di setiap satuan pendidikan. “Agar tujuan pendidikan nasional dapat terealisasi dan dirasakan secara adil oleh masyarakat Asmat.” Fakta selama ini, pembangunan sebuah gedung sekolah tak disertai perpustakaan, tempat berolahraga, tempat beribadah, laboratorium, bengkel kerja, dan tempat rekreasi.

“Hampir tiap SD minim fasilitas penunjang proses pembelajaran seperti listrik, komputer atau penggunaan teknologi informasi dan komunikasi,” tutur Yohanes Kwaito, guru di Pantai Kasuari. Jangankan tingkat distrik, sekolah-sekolah di ibukota Kabupaten Asmat saja mengalami keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan.

Leonardus Serewi berharap, setiap sekolah menengah mesti ada standar keragaman peralatan laboratorium IPA. Begitupun laboratorium bahasa dan komputer serta peralatan pembelajaran lain. “Kebutuhan sarana pendidikan harus diuraikan dalam daftar jenis agar nanti disediakan,” katanya. Sesuai aturan standarisasi, jumlah peralatan laboratorium dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan atau perlengkapan peserta didik. Begitupun perpustakaan, standar buku perpustakaan harus dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku. Jumlah buku teks pelajaran dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran masing-masing mata pelajaran terhadap jumlah peserta didik bersangkutan.

“Buku-buku di perpustakaan memuat standarisasi uji kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikan buku teks yang dilakukan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dan ditetapkan dengan peraturan menteri. Tapi selama ini tidak ada pengadaan buku pelajaran sesuai kebutuhan siswa,” papar Leo.

Menteri Pendidikan Nasional menetapkan keputusan Nomor 053/U/2001 yang menjadi petunjuk bagi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan persekolahaan bidang pendidikan dasar dan menengah. Ini menjadi acuan bagi Provinsi berkenaan dengan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh kabupaten/kota.

Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dapat menunjang proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisisipasi aktif. Juga akan memberikan ruang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Asmat, Amatus Ndatipits mengatakan, demi keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, pihaknya terus berupaya mengatasi minimnya saran dan prasarana pendidikan di Asmat.

“Untuk sementara kita fokuskan ke beberapa sekolah. Kita benahi dari tahun ke tahuan. Mudah-mudahan 5 sampai 10 tahun mendatang kualitas pendidikan kita setara dengan lulusan dari daerah lain,” tandasnya.

Dari data yang ada, Tahun Ajaran 2006/2007, di Kabupaten Asmat terdapat 6 sekolah Taman Kanak-kanak (TK), 2 diantaranya berstatus sekolah negeri. Rasio murid TK terhadap ruang belajar mencapai 25 orang per ruang belajar. Sedangkan rasio murid terhadap guru mencapai 14 orang untuk 1 orang guru TK. Tingkat SD, ada 104 sekolah, 80 sekolah berstatus negeri dan 24 lainnya sekolah swasta. Rasio murid SD terhadap guru mencapai 33 orang. Rasio murid terhadap ruang belajar tercatat 18 orang siswa per kelas.

Tingkat SMP sebanyak 8 sekolah, 7 SMP negeri dan 1 SMP swasta. Rasio murid terhadap ruang belajar mencapai 30 siswa. Rasio murid terhadap guru tingkat SMP mencapai 15 siswa. Sedangkan SMA hanya 1 sekolah, jumlah siswa mencapai 465 orang siswa. Rasio siswa terhadap ruang belajar sebesar 52 siswa, artinya satu kelas terdapat 52 siswa.
Wajah pendidikan Tahun 2007 tentu berbeda dengan saat ini. Tapi masih banyak anak belum bersekolah. Sementara jumlah sekolah sudah bertambah. Saat ini ada 130 SD, 18 SMP, 3 SMA dan 1 SMK. Jumlah tenaga guru secara keseluruhan sebanyak 708 guru.

Lantaran minimnya anggaran daerah (APBD Asmat Rp 700 Miliar), kata Amatus, semua sarana dan prasarana di tiap satuan pendidikan tak mungkin direalisasikan sekaligus. “Dalam satu tahun saja tidak bisa kita jawab semuanya. Saat ini kita fokuskan beberapa sekolah dan yang lain nanti tahun berikut,” tutur Ndatipits.

Pengadaan sarana dan prasarana baru dilakukan di Sekolah Satu Atap Sawaerma dan beberapa sekolah di Agats, ibukota Kabupaten Asmat. Ke depan, pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai kebutuhan siswa dan sekolah. Agar kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif, termasuk bimbingan dan konseling demi meningkatkan kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan generasi muda Asmat. (JUBI/Willem Bobi)

Sumber:www.tabloidjubi.com
BACA TRUZZ...- Standarisasi Sarana Pendidikan Asmat

15 Tahun Pendidikan Berpola Asrama

Tak ada donatur tetap, tak jadi soal. Niat memerdekakan anak-anak tak berdaya, berhasil. Sekolah lengkap dengan asrama menjadi tempat ratusan anak menatap cerahnya masa depan.

Nabire--Udara pagi terasa dingin membeku. Suasana hening sesekali diselingi gemuruh angin menghantam tebing dan menghilang setelah menyusuri lembah. Hangatnya kehidupan mulai terasa ketika terdengar suara anak-anak memuji Tuhan. Pujian itu membawa harapan dan cerita akan masa depan bagi setiap orang yang tinggal jauh dibalik gunung berbalut awan dan hampir tak terjangkau.

Bilogai, daerah nun jauh di pedalaman Papua. Kini ibukota Kabupaten Intan Jaya. Sejak belasan tahun silam, di ibukota Distrik Sugapa, Yayasan Pelayanan Desa Terpadu (PESAT) hadir. Membuka sekolah, TK Cenderawasih, lengkap dengan asrama. Ya, Pdt. Daniel Alexander merintis pendidikan berpola asrama di pedalaman Papua.
Anak-anak Suku Moni diasuh dan dididik di sekolah itu. Sama seperti sekolah-sekolah yang diselenggarakan Yayasan PESAT di Nabire, TK Cenderawasih pun mendidik anak-anak dengan pola asrama.

Bedanya anak-anak di Sugapa belum mengenal Bahasa Indonesia. Betul-betul masih membawa karakter khas pedalaman. Karenanya, Gestinov Hutubesy, mengaku, mendidik anak-anak dari berbagai latar belakang memang agak susah. “Tapi kami berusaha terapkan pola khusus, pendekatan kasih sayang agar mereka bisa menerima, berubah dan memiliki karakter yang baik, sopan, ramah dan bergaul dengan siapa saja,” tutur pembina asrama itu.

Bagi Gestinov, perubahan sikap dan perilaku anak-anak asuhnya bisa membuat senang orang tua dan famili mereka. Ini sudah bagian dari membawa terang kepada orang lain, minimal keluarga.

“Pendidikan utama di tempat kami ini bukan hanya bidang akademis semata. Kita lebih utamakan pada impartasi kehidupan dari guru dan pengasuh kepada setiap murid,” kata Eliezer Edo Odo, Ketua Yayasan PESAT.

Mandi, gosok gigi, makan teratur, dan pola hidup sehat adalah bagian dari impartasi. Proses impartasi bisa berjalan baik karena mereka hidup bersama dalam satu lingkungan kecil: asrama. Apa yang dilakukan guru atau pengasuh, itulah yang dilihat dan ditirukan anak-anak, sebagai sebuah pelajaran kehidupan.

Semua berlangsung setiap hari selama satu tahun dengan tetap disertai pendidikan kerohanian dan akademis. Setelah usia masa satu tahun, anak-anak yang mengalami perkembangan, dikirim ke Nabire untuk melanjutkan pendidikan. Tak terasa, anak-anak yang pertama dididik kini sudah melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

Anak Sugapa yang melanjutkan sekolah di Nabire memiliki prestasi bagus. Ini tentu membanggakan. Ini bukti bahwa Tuhan tak pernah salah dalam mengutus dan menempatkan setiap pelayanan dari Yayasan PESAT.

Tak pernah dibayangkan Pdt. Daniel Alexander, di pedalaman Sugapa ada anak-anak hebat. Keluarganya rata-rata petani. Tingkat kesehatan buruk. Apalagi pendidikan, memprihatinkan. “Papua memiliki putra-putri terbaik yang siap memberkati dunia. Mereka anak-anak pilihan Tuhan,” ucap Pdt. Daniel.

Ia terbeban untuk lebih maksimal lagi di Sugapa. Bisa menjangkau dan terus melayani anak-anak yang tidak ke Nabire. Tetapi semua harus direncanakan dengan matang. Untuk menjangkau Sugapa, butuh biaya besar. Pesawat terbang satu-satunya sarana transportasi ke sana.

Sejak awal, Daniel berkomitmen memerdekakan anak-anak yatim di Tanah Papua. Memberi pelayanan pembinaan mental spiritual, kepribadian, kedisiplinan dan pendidikan. Sekolah serta asrama kemudian dibangun di beberapa daerah. Hasil perjuangannya mulai terasa. Ia bekerja dengan hati. Bekerja untuk memanusiakan generasi tak berdaya.

Ratusan anak yang nyaris terhempaskan jaman berhasil ia selamatkan. Pengasuh, pembina dan guru-guru turut mendukung karya luhurnya bagi generasi Papua.
Rabu, 25 Agustus 2010, ratusan anak berusia kurang dari lima tahun, beberapa diantaranya berusia belasan tahun, tampak ceriah. Mengenakan pakaian adat dengan hiasan di badan. Memenuhi komplek SMP-SMA Anak Panah Nabire. Mereka mengikuti acara perayaan 15 tahun Yayasan Pelayanan Desa Terpadu (PESAT) berkarya di Tanah Papua.

Rata-rata anak yatim piatu. Selama ini mereka tinggal di asrama. Asrama Anugerah, Agape, Gilgal dan Asrama Yudea. Mereka diasuh para pembina. Juga dididik guru-guru di sekolah.

Selain Taman Kanak-kanak (TK): Agape, Shekina, Samabusa, Wanggar dan ada beberapa TK di pinggiran Kota Nabire, Yayasan yang dirintis Pdt. Daniel Alexander juga mendirikan sekolah dasar (SD) dan sekolah lanjutan (SMP dan SMA). Semua sekolah dibangun di satu kawasan, tepatnya di Kalibobo. Di situ pula dibangun asrama bagi anak-anak asuhnya.

Guru-guru yang direkrut tak diragukan kualitasnya. Doktor sekalipun bersedia tinggal bersama anak-anak di asrama.

Oktovianus Pogau dalam artikelnya (www.pogauokto.blogspot.com/2009/12/pesat-nabire-membangun-pendidikan.html) menulis suasana persaudaraan dan kekeluargaan di asrama. Anak-anak dari berbagai daerah menjadi satu keluarga besar. Mereka mendapat pembinaan dan pendidikan.

“Yayasan PESAT dalam karya dan pelayanannya tidak sekedar mendidik Anak-anak Asli Papua sejak TK hingga SMA menjadi pintar dan cerdas semata. Membentuk karakter seorang anak justru lebih diprioritaskan,” demikian Okto.

Selama 15 tahun, yayasan dengan konsep pendidikan berpola asrama, sedikit banyak membantu anak-anak tak mampu ekonominya, juga yang sudah kehilangan orang tua.

Pendidikan berpola asrama dianggap tepat untuk membangun pendidikan di Tanah Papua. Anak-anak negeri tidak hanya pintar, cerdas, trampil, tetapi mesti berjiwa kreatif, berakhlak dan berkarakter agar kelak mereka bisa membangun negeri ini.

Tak hanya di Nabire, Pdt. Daniel Alexander juga melebarkan sayapnya di daerah lain. Yakni di Kabupaten Intan Jaya, Mamberamo Raya, Keerom, Manokwari, Mimika dan beberapa kabupaten lain. Di Kabupaten Mimika, Yayasan PESAT menggandeng LPMAK membangun asrama dan sekolah.

Pihak yayasan bergulat untuk menyiapkan hari cerah masa depan Anak-anak Papua. “Kita berkarya di tengah keterpurukan pendidikan di negara ini,” ujar Pdt. Daniel Alexander dalam refleksinya pada perayaan HUT ke-15 Yayasan PESAT.

Di mata Pdt. Daniel Alexander, pendidikan kita kian terpuruk karena tiadanya ketulusan hati orang maupun lembaga negara mau bekerja dan mengabdi demi banyak orang. “Kalau mau jujur, birokrasilah yang menjajah rakyat. Di negara ini orang sakit seharusnya tidak perlu bayar saat berobat. Anak sekolah juga tidak perlu bayar. Kekayaan amat berlimpah yang diberikan Tuhan semestinya digunakan dengan baik untuk membangun manusia. Tapi, faktanya justru tidak,” tuturnya.

Karena itu, “Jangan pernah bilang sudah merdeka di negara ini, sebab 65 tahun kita belum merdeka. Selama ini masih ada kemiskinan, masih ada korban kelaparan, masih ada orang tidak sekolah karena tidak ada uang, selama orang-orang seperti itu masih ada, negara kita belum merdeka.”

Pelbagai kegagalan, kata Daniel, penyebabnya setiap orang tak tahu bertanggung jawab kepada siapa. Pemerintah dengan konstitusinya ada untuk bertanggungjawab kepada Tuhan dan rakyat. Ini soal pengabdian. Jika ada pengabdian, tentu hal luar biasa akan terjadi. Hidup menjadi luar biasa. “Dalam konteks ini, saya harus berkarya. Karya dan pelayanan ini sebagai pertanggungjawaban moril saya kepada Tuhan dan masyarakat. Saya mendidik anak-anak agar kelak mereka berguna bagi banyak orang.”

Pengabdiannya memang patut dijempol. Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH bahkan mengakui karya luhur: menyiapkan calon pemimpin masa depan negeri ini.
Pujian juga disampaikan Bupati Nabire, Isaias Douw. “Terima kasih banyak Pak Daniel dan semua yang bekerja di Yayasan PESAT. Kalian telah meringankan beban pemerintah daerah di bidang pendidikan.” (JUBI/Markus You)

Sumber:www.tabloidjubi.com

BACA TRUZZ...- 15 Tahun Pendidikan Berpola Asrama

Guru Papua: Pemkab Jayapura Siapkan Tahapan Pemberhentian Forkorus Yaboisembut

 "Saya bicara untuk hak-hak adat masyarakat Papua. Jika saya dipecat, itu bukan yang pertama. Sudah ratusan orang Papua telah dipecat dari PNS karena bicara hak-hak sosial, buday, dan politik. Saya guru maka saya bicara itu," kata Forkorus.

Pemerintah Kabupaten Jayapura rupanya tidak mau kompromi dengan pegawainya yang tidak bisa mentaati implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Bahkan tantangan Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut S.Pd yang selama ini merupakan PNS di SKPD Dinas Pendidikan Pemkab Jayapura juga terancam diberhentikan.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura Dra Yuliana Yoku dalam menjawab permintaan Bupati Jayapura Habel M Suwae S.Sos MM untuk segera menjawab tantangan Forkorus itu mengaku telah menyiapkan tahapan-tahapan pemberhentian pegawai yang membandel dan tidak loyal dalam menjalankan tugas Negara.

Menurut Yuliana tahapan ini telah diawali dengan pemanggilan kepada Forkorus namun yang bersangkutan tidak datang. Dan hal ini akan dilakukan lagi, termasuk melewati tahapan administrasi lainnya yakni pemberhentian hak-haknya sebagai PNS di Pemkab Jayapura. “Kita akan tindak lanjut dengan tahapan-tahapan yang berlaku sesuai aturan yang ada, hingga pada eksekusi terakhir yakni pemecatan,” tegas mantan Kepala SMA N 1 Sentani ini.

Hal lain yang dikatakan Yuliana bahwa tindakan ini dilakukan oleh pihaknya sama sekali tidak ada kaitannya dengan unsur-unsur politis ataupun menganggap Forkorus sebagai penghianat, karena menurut Yuliana apa yang selama ini diperjuangkan oleh Forkorus adalah hak asasinya yang perlu dihargai.

Namun dirinya hanya menjalankan amanah Peraturan Pemerintah yang berlaku di Republik ini.

Yuliana juga mengaskan bahwa tindakan ini bukan dikhususkan kepada Forkorus saja tetapi juga kepada para oknum PNS lain di lingkungan Dinas Pendidikan yang selama ini tidak pernah melaksanakan tugas berdasarkan data asbsensi yang dimiliki pihaknya.

Sementara itu Ketua DAP Forkorus Yaboisembut S.Pd saat dikonfirmasi kemarin mengatakan itu adalah hal yang wajar untuk dilakukan sesuai peraturan yg ada, tergantung penilaian dari Pemerintah saja. Namun menurut Forkorus dirinya tidak kaget dengan hal itu karena sebelum dirinya mengalami ini sudah ada ribuan orang Papua yang memiliki nasib seperti itu ketika harus memperjuangkan hak-hak politik orang Papua secara utuh harus merelakan pekerjaannya jika dirinya sebagai aparat Pemerintah.

Menurut Forkorus dirinya hanya pejabat kecil saja, sebelumnya mantan Gubernur Provinsi Irian Jaya Elieser Bonay juga mengalami hal yang demikian, sehingga dirinya tidak kaget ataupun takut ketika harus diberhentikan dari PNS, dan menganggap apa yang dilakukan oleh Pemerintah adalah tindakan penjajahan terhadap hak-hak bangsa yang mereka jajah berdasarkan paham pendekatan history


Sumber: http://bintangpapua.com
BACA TRUZZ...- Guru Papua: Pemkab Jayapura Siapkan Tahapan Pemberhentian Forkorus Yaboisembut

MAHASISWA SUKU MEE DI YOGYAKARTA MENAMPILKAN TARIAN ADAT

Selasa, November 02, 2010

YOGYAKARTA- Mahasiswa suku Mee yang sedang kuliah di berbagai kampus Negeri maupun Swasta yang tersebar di Yogyakarta membawakan tarian adat suku Mee. Tarian adat suku MEE tersebut ditampilkan dalam acara yang digelar oleh Comunitas Paingan compaign. Acara berkarakter budaya yang berlangsung di kampus III Universitas Sanata Darma Yogyakarta (30/19) berlangsung dengan meriah. Dalam acara yang biasanya diadakan dalam 6 bulan sekali ini di mulai pukul 18:00 WIB dan dibuka dengan misa. Sementara itu, misa sendiri dipimpin oleh Rm. Gregorius Sabanar. SJ.

“ Menjadi Mahasiswa yang Berkarakter Budaya”, bunyi dari tema yang seakan memotivasi setiap mahasiswa untuk mencintai dan menghargai akan budaya yang sejak dahulu dipegang dan diturunkan dari generasi ke generasi dalam mempertahankan eksistensinya. Beberapa tarian yang di tampilkan sesuai dengan budaya daerah diantaranya; Batak, Bali, dan Papua.

Khusus dari Papua dibawakan oleh suku MEE yang berdiam di pegunungan Tengah Papua. Setiap peserta yang ikut acara ini memakai pakaian adat (koteka dan moge), serta membawakan tarian sekaligus nyanyian yang juga disebut sebagai “Waani”. Suku MEE diberikan kesempatan juga untuk membawakan lagu Waani sebagai lagu penutup. Dengan menampilkan budaya ini kami inginkan untuk mengekspresikan bahwa kami ini unik, juga memberikan pemahaman bahwa inilah kami yang terkadang kebanyakan orang salah menilai bahwa memakai koteka adalah manusia primitive. Namun bukan seperti itu, koteka dan moge merupakan identitas kami dan kamipun menghargai budaya kami karena merupakan cipta, rasa dan karsa dari pendahulu/nenek moyang kami kata Dorce. Pekey.

Walaupun usai menampilkan peserta merasa banyak kekurangan sebelum dan disaat menampilkan budaya Papua, namun yang terpenting bias menampilkan budaya Papua khususnya MEE. (Ado. Dt.)
BACA TRUZZ...- MAHASISWA SUKU MEE DI YOGYAKARTA MENAMPILKAN TARIAN ADAT

Harmoni Kehidupan

Minggu, September 26, 2010

Ingin ku berlari jauh
Tapi kaki ini tak mampu.
Ingin ku melompat tinggi hingga mengenai tangga awan
Tapi sayang badan ini tak sanggup.
Ingin ku terbang tinggi meninggalkan bumi ini
Tapi apalah… sayang badan ini tak memiliki sayap.

ketika
Semuanya bercampur
Menggugah kalbu
Hampir tak sanggup untuk menahan semua ini
Rasa dan pikiran yang tak menyatu.

Susah senang setengah kendi
Harmoni kehidupan yang terus mengalun
Serasa memanggil jiwaku untuk terus bernari
Tanpa mengenal siang dan malam

Kenapa mata dan otak tak bersatu
Kenapa badan dan otak tak bersatu
Kenapa pikiran dan kenyataan ini tak sama
Kenapa tahu tapi tak bisa menolak dan berontak

Kuatkanlah dan lindungilah
Yang muda dalam semangat,
Penuh impian dan harapan
Sarat energi dan gairah

Ingin suatu hari nanti
Tifa kehidupan ditabuh
Semua dengan ekspresi kebebasanya bernari
Diatas tanahnya yang subur…

(O_C).Puren, 15 Juli 2010

------------------
Sumber: http://kelabur.blogspot.com/2010/07/harmoni-kehidupan.html
BACA TRUZZ...- Harmoni Kehidupan

Ketua IKAAL Bertemu Uskup Mimika: Uskup Akan Hadir Reuni Akbar IKAAL 2013

Selasa, September 14, 2010


Timika-- Ketua Umum Ikatan Alumni SMA YPPK Adhi Luhur Nabire Papua (IKAAL), Marselus Gobay, S.H. bertemu Uskup Keuskupan Mimika Jhon Philip Gaiyabi Saklil, Pr., di Timika Papua pada Senin, (13/09).

Dalam pertemuan itu, Ketua IKAAL menyampaikan hasil pelaksaan Reuni Perdana dan Deklarasi Ikatan Alumni SMA YPPK Adhi Luhur Nabire Papua dan pada 14 Agustus 2010 lalu.

Penyampaian hasil pelaksanaan reuni itu disampaikan dalam satu dokumen yang berisi Profil IKAAL dan Hasil MUSPAL IKAAL.  Pertemuan Ketua IKAAL dan Uskup berlangsung dari pukul 09.30 - 11.15. WIT dalam suasana santai.

Uskup memberikan sambutan, penghargaan dan dukungan kepada IKAAL. Uskup Timika mengatakan, dirinya siap hadiri REUNI AKBAR, PESTA PERAK SMA Adhi pada tahun 2013 nanti.  Dukungan pertama, Uskup memberikan izin kepada IKAAL untuk menggunakan Aula Ruma Transit Keuskupan Mimika di Jalan SP 2 secara gratis untuk sosialisasi IKAAL di wilayah Timika.
 Pertemuan itu didampingi oleh Frater SAUL WANIMBO, Fr. RICO FORGOHOI, Fr. RINTO DUMATUBUN, Fr. DAMIANUS ADII (IKAAL angktn 2000), Kosmas Mote (IKAAL 1998), Lukas Gobay (Anggota Luar Biasa IKAAL). Dalam pertemuan itu, mengemuka kisah-kisah pelayanan pastoral di tanah Papua.  ***
BACA TRUZZ...- Ketua IKAAL Bertemu Uskup Mimika: Uskup Akan Hadir Reuni Akbar IKAAL 2013

Jangan Terlalu Cepat Menilai Seseorang Berdasarkan Persepsi Kita

Sabtu, September 11, 2010

Siu Lan, seorang janda miskin memiliki seorang putri kecil berumur 7 tahun,
Lie Mei. Kemiskinan memaksanya untuk membuat sendiri kue-kue dan
menjajakannya di pasar untuk biaya hidup berdua. Hidup penuh kekurangan
membuat Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya, seperti anak kecil
lain.

Suatu ketika dimusim dingin, saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat
keranjang penjaja kuenya sudah rusak berat. Dia berpesan agar Lie Mei
menunggu di rumah karena dia akan membeli keranjang kue yang baru.
Pulang dari membeli keranjang kue, Siu Lan menemukan pintu rumah tidak
terkunci dan Lie Mei tidak ada di rumah. Marahlah Siu Lan.Putrinya
benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain
dengan teman-temannya. Lie Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya.

Siu Lan men yus un kue kedalam keranjang, dan pergi keluar rumah untuk
menjajakannya. Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan niatnya
untuk menjual kue. Bagaimana lagi ? Mereka harus dapat uang untuk makan.
Sebagai hukuman bagi Lie Mei, putrinya, pintu rumah dikunci Siu Lan dari
luar agar Lie Mei tidak bisa pulang. Putri kecil itu harus diberi pelajaran,
pikirnya geram. Lie Mei sudah berani kurang ajar.

Sepulang menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu
tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan
sudah tidak bernyawa.. Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan menangis
meraung-raung, tapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera, Siu Lan
membopong Lie Mei masuk ke rumah.

Siu Lan menggoncang- goncangkan tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan
nama Lie Mei. Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari tangan Lie Mei.
Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu, dia membukanya. Isinya sebungkus
kecil biskuit yang dibungkus kertas usang. Siu Lan mengenali tulisan pada
kertas usang itu adalah tulisan Lie Mei yang masih berantakan namun tetap
terbaca *,"Hi..hi..hi. . mama pasti lupa. Ini hari istimewa buat mama. Aku
membelikan biskuit kecil ini untuk hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli
biskuit ukuran besar. Hi…hi…hi.. mama selamat ulang
tahun."*
------------ -------
**Ingatlah, jangan terlalu cepat menilai seseorang berdasarkan persepsi kita, karena persepsi kita belum tentu benar adanya.
BACA TRUZZ...- Jangan Terlalu Cepat Menilai Seseorang Berdasarkan Persepsi Kita

”Hari masih pagi ketika seisi rumah telah sibuk“

Kamis, September 02, 2010

 Oleh:Alberd Duwith 


” Hari masih pagi ketika seisi rumah telah sibuk “

Itu-lah ketikan sebuah kalimat, dari sebuah paragraf yang kami tulis di laptop kami. Harapan kami, kalimat itu dilanjutkan, sehingga menjadi sebuah paragraf yang linear.

” Hari masih pagi ketika seisi rumah telah sibuk. Burung berkicau, dan mentari baru bersinar. Bunyi air telah terdengar dari berbagai rumah yang berarti aktifitas kehidupan telah dimulai”.

” Oke. Saya menyetujui paragraf ini. Ini adalah paragraf narasi”, lanjutku.

” Namun untuk membuat tugas kampus, jenis penguraian paragraf seperti ini, tidak diperlukan. Tugas kampus memerlukan paragraf argumentasi. Coba kau kembangkan paragraf argumentasi”

Kataku, sambil mengcopypastekan, kalimat : ” Hari masih pagi ketika seisi rumah telah sibuk “

“Saya tak mampu menulis, karena tidak memliki banyak bacaan”, katanya.

“Ini bukan kalimat yang memerlukan bacaan untuk menguraikannya, kamu hanya perlu mengembangkannya menjadi sebuah paragraf yang linear – sebab ini adalah apa yang kamu alami tadi pagi”, demikian kata-ku.

Kalimat yang belum kusampaikan di dalam kepala adalah tatacara pengembangan paragraf dapat di bagi menjadi tiga (3) bagian. Bagian pertama adalaha paragraf yang dikembangkan dengan gaya penulisan dari Timur Tengah, semisalnya dapat kita lihat  padakitab Mazmur  dalam kitab suci Agama Kristen, yakni dengan gaya perulangan. Bagian kedua berasal dari peradapan di wilayah Asia Timur, yang dicirikan dengan menggunakan banyak sudut pandang dalam sebuah paragraf. Bagian ke-3, berasal  yakni secara linear, yang dikembangkan oleh berbagai ilmuwan pada kebudayaan Yunani ( terutama Aristoteles), yaitu dengan menggunakan 1 kalimat inti, dan di dukung oleh beberapa kalimat pendukung, dan diakhiri dengan sebuah kalimat penyimpul.

Karena mengingat tujuan dari berbagai tulisan ilmiah adalah membedah sebuah persoalan dan menyakinkan para pembacanya tentang sebuah ide baru, maka tatacara pengembangan paragraph secara linear ( Yunani). Paragraf ini menjadi standar baku yang digunakan ketika kita membuat sebuah laporan essay, paper, proposal dan skripsi serta tesis, yang pada prinsipnya di tulis dengan metode argumentasi, yang mengembangkan tulisannya lewat deduksi-induksi. Karena itu adalah hal yang penting untuk mengetahui tatacara pengembangan paragraf secara linear.

Ini bukanlah persoalan seberapa banyak buku yang di baca, namun bagaimana mengembangkannya sebuah kelimat menjadi sebuah paragraf. Dasar sebuah penulisan adalah kata, yang berlanjut kepada kalimat, yang kemudian akan menjadi paragraf yang setelah dikumpulkan kemudian menjadi sebuah kumpulan bab, yang dapat mewujud menjadi sebuah buku. Adalah kesedihanku, bahwa ada banyak karya limiah mahasiswa yang di tulis, namun pemahaman penulisan secara linear, sangat jarang digunakan. Sehingga kita membaca sebuah paragraf, kemudian menjadi bingung, tentang maksud dari paragraf tersebut. Artinya, ketika kebingungan paragraf itu berlanjut kepada kebingungan di paragraf berikut, maka kita menjadi bingung dengan isi keseluruhan cerita yang mau disampaikan lewat tulisan tersebut. Itulah sebabnya mengetahui tatacara pengembangan paragraf secara linear adalah sangat penting, terutama bagi kalangan mahasiswa.
Waktu cepat berlalu, 2 menit kemudian, karena melihatnya duduk di depan laptop sambil merenung, maka saya mengetahui bahwa hal ini adalah sesuatu yang baru baginya.

“Apa masih belum bisa”?

Saya pun meminta ijinya, untuk mengambil ganti duduk di kursi berhadapan dengan laptop di atas meja.
Kemudian saya pun menuliskan kata-kata ini.

Ide Pokok : hari masih pagi
Ide Pembatas : seisi rumah telah sibuk
Kemudian hal ini lanjutkan dengan mengetik
Kalimat Inti
kalimat Pendukung (1)
Kalimat Pendukung (2)
Kalimat Pendukung (3)
Kalimat Penyimpul

Setelah itu, kembali saya mempersilakannya untuk duduk dan lanjut menulis, menyampung kalimat di atas itu, yakni : ” Hari masih pagi ketika seisi rumah telah sibuk”

Kemudian, saya melanjutkan penjelasan kalimat ini.

“Kalimat pendukung itu, menjelaskan apa yang ada pada ide pembatas, dari kalimat inti tersebut. Karena itu, ketika pembatasnya adalah “seisi rumah telah sibuk”, maka kita harus menjelaskan, apa saja aktifitas seisi rumah, yang membenarkan bahwa “seisi rumah telah sibuk”. Kita sebut satu persatu anggota rumah ini, dan aktivitasnya yang dilakukan pada pagi hari (tadi)”. Kesibukan itulah yang kita masukan dalam kalimat pendukung 1,2, dan 3. Bila perlu, sampai lebih dari 3 kalimat pendukung. Dan semua ini, diakhir dengan sebuah kalimat penyimpul. Jadilah sebuah paragraph yang linear”.

Ternyata, 30 menit telah berlalu.

” Kita cukup dulu yah, untuk hari ini”.

” Oke. Besok kita lanjutkan lagi”!

Sumber: http://www.facebook.com/notes/duwith-alberd/hari-masih-pagi-ketika-seisi-rumah-telah-sibuk/424505677934
BACA TRUZZ...- ”Hari masih pagi ketika seisi rumah telah sibuk“

LMA Mee Tolak MoU Pendirian PLTA di Urumka

Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee menolak tegas Memorandum of Understanding (MoU) tentang pembangunan Listrik Tenaga Air di wilayah Urumka, Kabupaten Deiyai, Papua. MoU tersebut dianggap tidak memihak dan melanggar batas wilayah.

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee Ogeiye, Agus Anouw menjelaskan, wilayah Urumka tidak masuk wilayah Mimika. Sehingga, penandatanganan surat perjanjian oleh Pemerintah Provinsi Papua bersama Presiden PT. Freeport Indonesia dan PT. Hiro China Pouwer adalah illegal. “Penadantanganan ini illegal karena daerah itu bukan wilayah Mimika tapi termasuk kawasan  Nabire,” ujar Anouw kepada wartawan, Kamis (5/8).

Menurutnya, kesepakatan itu juga tidak melibatkan LMA Nabire dan Mimika. Lokasi Urumka sendiri di Distrik Kapiray masih berada di kawasan Kabupaten Deiyai, wilayah baru yang dimekarkan dari Kabupaten Dogiyai.

“Urumka masih ada di kawasan Nabire, jadi LMA dan pemda setempat yang seharusnya dlibatkan dalam pembuatan MoU dan penandatanganannya," katanya.

Dia menilai, tindakan tersebut telah melaggar Undang-Undang Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua. “Jika dipaksakan, maka akan merugikan masyarakat. Hak masyarakat juga harus diperhatikan,” ujarnya.

Anouw menambahkan, pihaknya telah berulang kali menyampaikan persoalan ini kepada Pemerintah Nabire maupun Pemerintah Provinsi Papua namun belum ada tanggapan.

Sebelumnya pada tanggal 14 Juli 2010, Masyarakat Adat Suku Mee, Kabupaten Dogiyai, menyerahkan kembali bundel keputusan Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu tentang pendirian PLTA kepada Wakil Gubernur (Wagub) Provinsi Papua, Alex Hesegem. Penyerahan dilakukan saat Wagub Turun Kampung (Turkam) ke Kabupaten Dogiyai.

Pelanggaran terhadap UU Otsus terutama pada pasal 43 yang menyebutkan, pemerintah harus mengakui, menghormati, melindungi dan mengembangkan hak-hak adat masyarakat setempat, karena lembaga adat sebagai mitra pemerintah dalam percepatan pembangunan daerah. “Walau sudah langgar aturan dan berkali-kali disampaikan kesalahannya ke pemerintah tapi mereka masih malas tahu,” sesalnya. (Musa Abubar)
-------
Sumber: tabloidjubi.com 
BACA TRUZZ...- LMA Mee Tolak MoU Pendirian PLTA di Urumka

Ketajaman Otak pun Bisa Dilatih

Semakin bertambah tua, tidak dapat kita pungkiri kapasitas ingatan kita semakin berkurang. Kita mulai sering lupa. Seperti dilansir kapanlagi.com misalnya nama-nama orang atau di mana kita meletakkan barang. Tapi bertambah tua bukan berarti selalu berkurangnya daya ingat. Ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk membuat ingatan tetap tajam. Simak yang satu ini:
Melatih Otak Kiri
Otak kiri diyakini berfungsi untuk mengontrol logika, bahasa dan kemampuan berhitung. Untuk membuatnya berjalan dengan kapasitas penuh, coba dengarkan bahasa baru atau bermain teka-teki. Sudoku salah satu pilihan bagus.
Melatih Otak Kanan
Otak kanan berfungsi untuk membangun kreativitas. Pertahankan agar tetap tajam dengan belajar musik, belajar sesuatu yang baru atau menekuni hobi baru. Bahkan ikut bernyanyi dalam paduan suara juga dapat membantu.
Melatih Keseluruhan Otak Belajar meditasi.
Melakukan meditasi membantu mengurangi tingkat stres dan kegelisahan. Dengan cara ini pula dapat kegelisahan. Dengan cara ini pula dapat membantu mengontrol pusat otak untuk terus merasa gembira dan senang.
Praktekkan Kemampuan Daya
Ingat Ingat saat Anda masih kecil dan dengan mudah mengingat segala hal, bahkan pelajaran menghafal nama-nama menteri dalam pemerintahan. Ingatan Anda tumbuh dengan subur saat Anda mempraktekkan ketrampilan mengingat.
Aktif Dalam Kegiatan Sosial
Dengan kehidupan social yang sibuk dapat mengurangi kemunduran ingatan.

Sumber : Spirit hal.13 Edisi 33#Tahun V#Juli 2010
BACA TRUZZ...- Ketajaman Otak pun Bisa Dilatih

Di Deiyai, Kolera ‘Makan’ 230 Orang

Rabu, Agustus 25, 2010

Wabah kolera kembali merebak di Kabupaten Deiyai. Tepatnya di Kampung Komauto, Distrik Kapiraya. Jumlah korban 230 orang. “Sampai sekarang wabah kolera masih menyerang warga Kamauto di Distrik Kapiraya,” kata Jason Yobee, Sabtu (21/8).

Menurutnya, pemerintah daerah masih belum menangani wabah tersebut. “Dinas Kesehatan belum turun ke lapangan untuk melihat penyebab Muntaber. Wabah itu terjadi sebelum pemekaran, saat masih Kabupaten Paniai,” kata Jason.

Muntaber di Komauto diduga mirip wabah di Lembah Kamu (Kabupaten Dogiyai), Muye (Kabupaten Paniai) dan Kabupaten Deiyai setahun silam.

Bukan hanya di Komauto. Kini wabah sudah menyerang warga Kampung Atou dan Idego, Distrik Kapiraya. “Wabah bermula dari gejala muntaber sejak Juli 2008 lalu,” imbuh Yobee.

Ironisnya, beberapa orang yang membantu pasien justru ikut meninggal. “Sampai sekarang pemerintah daerah belum tangani wabah itu, padahal kami sudah beberapa kali sampaikan, tapi hanya dijanjikan saja.”

Di Distrik Kapiraya tidak ada petugas kesehatan. Gedung Puskesmas yang dibangun pemerintah Kabupaten Paniai, ibarat rumah hantu. Obat-obatan pun tak ada. “Dulu masyarakat kecewa, jadi sempat bakar gedung Puskesmas itu,” katanya.

Masyarakat setempat saat ini sangat mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah dan lembaga kemanusiaan menyusul merebaknya wabah tersebut. (Markus You)
-------------------------------------
Sumber: www.tabloidjubi.com
BACA TRUZZ...- Di Deiyai, Kolera ‘Makan’ 230 Orang

Food Estate dan Masyarakat Adat

  Oleh: Oktovianus Pogau*)


MERAUKE Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) belakangan ini menjadi topik hangat. Rencananya, di Merauke akan dibuka jutaan hektare (ha) lahan untuk pengembangan program “lumbung” pangan nasional. Food estate merupakan konsep pengembangan produksi pangan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan yang sangat luas. Secara sederhana konsep ini bisa dikatakan perkampungan industri pangan.

Untuk mendukung program food estate, pemerintah membuat payung hukum. Tujuannya, menarik investor masuk. Salah satunya, Instruksi Presiden No 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009 termasuk mengatur investasi pangan skala luas (food estate). Memasuki tahun 2010, Kementerian Pertanian merancang peraturan pemerintah (PP) tentang food estate atau pertanian tanaman pangan dengan skala sangat luas. Sebelumnya, persoalan ini sudah masuk dalam Perpres No 77/2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup Dan Terbuka untuk Investasi.

Saat ini, diperkirakan ada 7,13 juta ha yang dianggap telantar di Indonesia. Kabupaten Merauke, Papua, salah satu daerah yang dipandang layak untuk program food estate dengan lahan seluas 1,6 juta ha. Program ini secara resmi dicanangkan Bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze pada perayaan HUT Kota Merauke ke 108, 12 Februari 2010.
Merauke memiliki cadangan lahan pertanian 2,49 juta ha, terdiri dari lahan basah 1,937 juta ha, dan lahan kering 554,5 ribu ha. Lahan yang ada hampir semua datar, hingga cocok untuk usaha pertanian skala luas. Sedangkan yang berpotensi untuk pengembangan food estate sekitar lahan 1,63 juta ha. Dari luas itu, sekitar 585.000 ha lahan penggunaan lain (APL) yang sudah mendapat persetujuan Kementerian Kehutanan.
Beberapa distrik di Merauke merupakan kawasan sentral produksi. Untuk tanaman padi di Merauke, Semangga, Kurik, Tanah Miring, Okaba dan Kimaam. Kedelai ada di Jagebob, Malind, Muting, Elikobel, Okaba dan Kimaam. Sedangkan jagung di distrik Semangga, Jagebob, Muting, Elokobel, Okaba, dan Kimaam.

Milik Konglomerat
Kabarnya, untuk mendukung program ini akan ada 36 investor di Merauke. Dari jumlah itu, 28 investor dalam negeri, sisanya asing. Serikat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Merauke, menyebutkan, beberapa perusahaan besar telah mulai beroperasi sejak Mei lalu. Misal, perusahaan milik Prabowo Subianto, PT Kertas Nusantara memperoleh lahan paling besar 154.943 ha untuk hutan tanaman industri (HTI).

Perusahaan ini hadir dengan surat rekomendasi 522.1/2700 tanggal 23-10-2008. Secara khusus perusahaan ini untuk pembuatan kertas dan bubur kertas, berkantor pusat di Menara Bidakara, Jakarta Pusat. Daerah operasi mereka meliputi beberapa distrik, seperti Ngguti, Okaba dan Tubang. Kehadiran PT Kertas Nusantara ini sudah tentu membuka hutan cukup besar. Keadaan ini khawatir terjadi konflik antara masyarakat adat setempat dengan perusahaan.

Lalu, Medco Group, perusahaan milik Arifin Panigoro melalui anak usaha PT Medco Papua Industri Lestari. Dia telah berinvestasi juga di Merauke. Kehadiran mereka dengan surat rekomendasi No.522.2/415 tanggal 18-02-2010, beroperasi di distrik Kaptel dan Ngguti. Lahan yang akan dibuka untuk energi biomassa (industri produksi energi) dan hutan tanaman industri (HTI) seluas 169.000 ha. Medco Group dan Arifin Panigoro hadir dengan tiga misi utama yakni; memperluas eksplorasi, meningkatkan produktivitas lapangan, serta memperketat balancing portfolio. Medco Group tentu akan beroperasi dalam waktu cukup lama di sana.

Tak ketinggalan, Keluarga Wiliam Soeryadjaya yang pernah menjadi orang nomor dua terkaya di Indonesia. Mereka menanamkan modal lewat PT Agro Lestari dengan anak perusahaan PT Papua Agro Lestari bergerak di perkebunan sawit. Perusahaan ini mendapat lahan operasi seluas 39,8 ribu ha, dengan surat keputusan. No 08 tanggal 16 Januari tahun 2007. Wilayah operasi mereka meliputi sebagian besar Distrik Ulilin.

Selain ketiga konglomerat kelas kakap itu, masih ada beberapa lagi yang perusahaan besar. Sebut saja Tommy Winata pemilik kelompok usaha Artha Graha Network melalui anak usaha PT Sumber Alam Sutera (SAS), Aburizal Bakrie dari kelompok Bakrie Group dan lain-lain.

Masyarakat Adat dan Lingkungan
Rencana ini mendapat respons dari berbagai kalangan, baik lembaga swadaya masyarakat maupun gereja di Papua. Septer J Manufandu, Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua mengatakan, program MIFEE yang membuka lahan 1,6 juta ha merupakan ancaman baru kerusakan hutan dan terjadi marginalisasi hak-hak masyarakat adat Marind. Direktur Serikat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Merauke, Pastor Decky Ogi MSC menyatakan, dampak MIFEE sudah tentu merugikan masyarakat adat setempat. Diana Gebze dari Solidaritas Masyarakat Papua Tolak MIFEE menolak kehadiran MIFEE karena berpotensi menggusur hak-hak adat masyarakat Marind demi kepentingan imperialisme.

Tujuan MIFEE tidak buruk jika memang murni mengatasi krisis ketahanan pangan. Namun, yang menjadi kekhawatiran jika program ini menggusur hak-hak adat, hutan dan budaya masyarakat setempat. Banyak pengalaman pahit yang membuat masyarakat adat di Papua, trauma.

Semoga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih ingat pada pidato di Kopenhagen akhir tahun lalu. Saat itu, dia mengajak pemimpin dunia menginjeksi logika ekonomi baru (new economic logic) dalam konsep pembangunan ekonomi. Konsep new economic logic versi SBY itu adalah mempertahankan tegakan hutan jauh lebih menguntungkan daripada menebang.

Pemerintah harus serius memerhatikan hak-hak masyarakat adat Marind. Pemerintah jangan membuat peraturan yang berpihak kepada pemodal, sembari mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Peraturan daerah khusus (perdasus) yang mengatur hak-hak hidup, hutan dan adat harus dibuat. Ini untuk mengantisipasi keberlangsungan hidup masyarakat adat Marind di Merauke, Papua. Mari bersama-sama melihat, apakah kehadiran MIFEE menjadi ancaman atau berkah bagi masyarakat Merauke.

*) Solidaritas Masyarakat Papua
Sumber : http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=140808&pagecomment=1&date=2010-8-20
BACA TRUZZ...- Food Estate dan Masyarakat Adat

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut