Tidak Mebaca: Apa Kata Dunia?

Kamis, Februari 14, 2008

Yogyakarta (Selangkah)--Judul di atas ini dipilih sebagai tema pada acara pameran buku nasional 2007 yang digelar di gedung Wanita Tama, Yogyakarta yang berlangsung selama seminggu, berakhir tepat pada tanggal 10 Februari lalu. Acara seperti ini bukan hal yang baru, sudah sejak dulu pesta buku ini digelar dan hampir setiap beberapa bulan sekali pamerean buku dan penjualan buku murah diadakan di kota pendidikan Yogayakarta. Diskonnya mencapai 70%, di sana tersedia buku mulai dari harga lima ribu hingga sampai yang berharga ratusan ribu rupiah.

Tema yang ada di atas itu terkesan sangat ringan, namun bukan sesuatu yang kosong. Ada makna pilosofi yang cukup dalam bila kita mau masuk ke dalam dan menyelusuri makna kata ini. Walaupun kata itu terkesan menyerupai iklan wajib pajak ”tidak bayar pajak apa kata dunia” namun di antara kedua itu siapa yang lebih dulu bukan sesuatu yang harus kita perdebatkan. Yang terpenting di sini ada sesuatu yang mau dikomunikasikan pada kita dan seharusnya kita temukan .

Di dalam acara ini juga telah dilakukan berbagai diskusi dan bedah buku, dari jenis novel hingga buku akademik, mengenai agama, sosial dan budaya mistik dan sebagainya. Yang terpenting di sini, melalui diskusi dan bedah buku ini sudah menambah wawasan dan pengetahuan bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan diskusi dan beda buku ini. Nampaknya alasan menambah wasasan, menambah minat baca untuk pencerdasan, yang sepertinya telah menjadi harapan diadakannya pameran buku murah.

Setiap hari dikunjungi oleh ratusan orang, diperkirakan hampir mendekati seribu pengujung setiap hari. Namun selama dua hari pantauan tim dari Selangkah, dari sekian ribuh mahasiwa Papua yang ada di Yogyakarta, hanya nampak beberapa orang saja. Entalah? Mungkin 4 rbuan mahasiswa itu tidak tahu kalau sedang ada pameran buku.

Dari sekian banyak pengujung itu, ada ungkapan dari beberapa pengunjung yang kebetulan berseberangan dengan tim Selangkah mengatakan “pameran kali ini tidak semeria yang kemarin-kemarin” ada beberapa buku yang aku cari tidak dijual di sini, padahal pada acara yang lalu buku tersebut di jual.

Kita kembali kepada tema di atas? Barangkali kalau kita tidak membaca buku dunia akan menertawakan kita? Dunia akan meninggalkan kita, kita menjadi manusia yang paling terlambat, terbelakang dan ketinggalan jauh. Mungkin seperti itu yang mau dikatakan tema di atas kepada kita.

Untuk memahami dunia, berkeliling (mengelilingi) dunia juga dapat di tempu melalui membaca buku, misalnya jika kita ingin tahu tentang Afrika, Amerikan dan sebagainya tidak harus kita datang ke sana, meskipun kita ke sana dan pernah sampai di sana belum tentu mengetahui banyak tentang tempat itu. Tetapi ketika kita membaca buku ataupun peta tentang Afrika dan daerah lainnya justru akan menemukan dan tahu banyak hal. Misalnya juga, kita tidak pernah sampai di Bali, namun kita tahu Bali adalah kota wisata, kita akan tahu hal itu karena terdapat berbagai macam tempat wisata di antaranya Pantai Kuta, Pure Besaki dan sebagainya dengan membaca. Waluapun memang hanya membaca saja rasanya tidak puas, namun yang mau dikatakan di sini dengan membaca kita bisa keliling dunia dan tahu banyak hal.

Berkaitan dengan cara berpikir, membaca satu-satunya cara untuk memperluas wawasan kita. Dengan pengetahuan luas akan membuat wawasan kita semakin luas pula dan akan sangat membantu untuk memahami orang dari suku bangsa, agama lain. Sekalipun kita belum pernah bertemu dan saling menyapa. Melalui membaca kita akan mengetahui kebiasaan dan apa yang mereka yakini dan apa yang dapat menyinggung perasaan mereka, dari situ kita akan semakin menghormati dan menghargai mereka sebagai manusia yang sama dengan kita.

Memacu Minat Baca
Kegiatan ini tentu akan membatu menanamkan minat baca masyarakat. Paling tidak membuat masyarakat mencintai buku. Kita berharap untuk memacu minat baca orang Papua, akan bermunculan penerbitan dan percetakan buku di Papua. Tetapi yang lebih penting, untuk meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat Papua sudah adakah upaya pemerintah daerah untuk mengampanyekan pentingnya membaca, menulis dan budaya bersikusi di Papua? Ini belum nampak, walaupun ada namun masih kurang.

Bukan hanya sekedar kampanye, tetapi bila belajar dari daerah lain sudakah pemerinah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) pihak gereja dan sebagainya yang ada di Papua melakukan upaya untuk merangsang minat membaca masyarakat. Misalnya dengan mendirikan perpustakaan anak-anak, remaja dan umum serta melengkapinya dengan buku-buku bacaan, ataupun menggelar perlombahan menulis karya Ilmiah, puisi, cerpen dan juga kursus jurnalitik bagi kalangan umum.

Kegiatan seperti ini seharunya diprogramkan dalam anggaran APBD yang bernilai miliaran rupiah itu. Bila pemerintah sulit melakukannya, seharunya pemerintah bisa percayakan kepada lembaga ataupun intansi terkait yang secara serius menangani upaya-upaya soal pengembangan minat membaca dan menulis bagi masyarakat sebagai bagian dari upaya pencerdasan dan mengurangi angka buta huruf yang ternyata mendapat urutan paling atas di Papua. [Long/selangkah]
BACA TRUZZ...- Tidak Mebaca: Apa Kata Dunia?

Papua Membutuhkan Skill, Bukan Ijazah

Yogyakarta (Selangkah)-- Membaca, berdikusi dan menulis adalah sebuah spirit yang seharusnya dimiliki dan dijiwai oleh mahasiswa pada umumnya dan khusnya mahasiswa Papua yang belajar di Papua maupun yang belajar di luar Papua, seperti di Makasar, Jawa dan Bali dan sebagainnya.

Spirit ini telah mendorong sekelompok anak-anak Papua yang tergaung dalam komunitas Pendidikan Papua (KPP) di Yogyakarta untuk memrogramkan kegiatan diskusi rutin setiap hari selasa sore jam 15:30 WIB, di kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Hampir setelah kurang lebih satu setengah bulan lebih sejak pertengahan Desember 2007 hingga bulan awal Februari 2008 mereka berlibur, karena sibuk merayakan natal dan tahun baru. Ada yang pulang kampung berliburan ke Papua, seperti Yemima Youw dan Maria Ijai pulang ke Nabire. Sedangkan yang lainnya sibuk dengan kegiatan natal dan urusannya masing-masing di Yogyakarta.

Lagi pula nampaknya kampus Sanata Dharma yang dikelolah Pastur-pastur Jesuit yang biasanya digunakan sebagai tempat mereka berdiskusi sedang libur dan baru mulai melakukan aktivitas belajar mengajar awal Februari. Sehingga tepatnya tanggal 12 Februaru 2007 mereka mulai berkumpul kembali, untuk mebahas agenda rencana kegiatan berikutnya.

Memang untuk membangun Papua tidak bisa dilakukan oleh satu dua orang saja, tetapi membutuhkan sekelompok orang yang lebih dari tiga. Pinjam kata-katanya Thom Chamara “Jika hanya satu orang saja yang bermimpi maka itu hanya sekedar mimpi, tetapi bila tiga orang lebih bermimpi bersama maka perubahan itu akan terjadi” Kurang lebih seperti itu. Tentu mereka yang bermimpi bersama harus memiliki harapan dan impian bagi perubahan ke masa depan yang lebih baik bagi masyarakat dan bangsanya.

Pertemuan kali ini, sangat disyukuri oleh seluruh angota KPP karena ada dua orang teman asli Papua turut hadir, yaitu Leni Songgonau (Universita Veteran) dan Eka Iyai mahasiswa Teknik sipil Atma Jaya, Yogyakarta. “Kita berharap ke depan komunitas ini lebih berkembang, menjadi fasilitator bagi teman-teman Papua yang ingin belajar bersama kita, siapapun dia, dari gunung ataupun pantai dan tidak harus dari kampus Sanata Dharma saja, tetapi juga mereka bisa saja dari kampus-kampus yang ada di Yogyakata ini,” ujar Longginus yang pada saat itu memimpin pertemuan mereka.

Ada pun beberapa agenda yang disepakati antara lain tetap melakukan kegiatan diskusi mingguan sebagimana sebelumnya. Minggu depan mereka akan berdiskusi soal tema damapak dari Trans Nabire-Paniai-Timika denga berpotret pada jalam Trans Yogya yang ternyata telah menuai pro dan kontra. Ide ini dikemukakan Eka Iyai, dan melalui pertimbangan bersama akhirnya disepakait rekan-rekannya.

Kemudian minggu berikutnya, akan dilakuna diskusi mengenai Rumah Adat Papua dalam tinjauah pendidikan, kesehatan, politik dan trasportasi, dilakukan pada hari dan waktu yang sama. Ide cukup menarik ini dikemukakan Yunus Yeimo salah satu mahasiswa Universitas Kriten Duta Wacana yang membidangi mengenai Arsitektur. Sebelum disepakati lebih dahulu Yunus meberikan gambaran mengapa pentingnya kita mendiskusikan soal ini.

Bersama berjalannya waktu, mereka juga menyepakati sebuah program bulanan yaitu tepat pada bulan April akan dia adakan rekoleksi. Kegiatan ini dirasa penting oleh mereka sebagai upaya untuk menguatkan kembali arah perjuagan mereka agar lebih konsiten sesuai jalur perjuagan mereka yaitu lebih pada upaya mengangkat martabat kaum marginal yang menjadi korban pembangunan, entah di mana saja mereka akan berkarya dan tentunya secara khusus ketika akan kembali ke Papua.

Sewaktu serba-serbi, pada dalam pembicaraan lepas seputar potret realita Papua, banyak hal yang telah mereka dibicarakan. Namun yang mendapat porsi yaitu mengenai situasi rencana penerimaan pegawai negeri di Paniai yang akan diadakan dua gelombong.

Gelombang pertama khusus bagi mereka yang memiliki ijazah sarjana yang menurut informasi telah mencapai ribuan orang. Gelombang kedua, akan dilakukan secara umum. Namun yang menarik diungkapkan Yunus Yeimo, mengulangi perkataan Bupati Paniai bahwa ”Paniai tidak butuh ijazah sarjana, melainkan membutuhkan skill orang yang mau bekerja.”

Kiranya ungkapan ini penting diperhatikan oleh mahasiswa yang belajar, agar pandai-pandai menggunakan waktu dalam mencari ilmu di luar kampus, karena tidak mudah untuk membangun Papua tanpa memiliki wawasan dan skill. Lagi pula kalau kembalike Papua di sana belum tersedia sarana-perasrana belajar untuk menambah skill yang memadai sepeti di Yogyakarta, Jawa, Bali dan Makassar. Jadi lebih tepatnya bisa dikatakan, bahw untuk membangun Papua ijazah saja tidak cukup tetapi keahlian yang kita miliki ini lebih mahal dari pada ijazah. [Long/selangkah]
BACA TRUZZ...- Papua Membutuhkan Skill, Bukan Ijazah

2000 Guru Terpencil Dapat Dana Insentif

Selasa, Februari 12, 2008

Jayapura (Cepos)--Untuk meningkatkan kinerja guru-guru di daerah pedalaman terpencil yang sulit dijangkau, pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, mengalokasikan dana untuk tunjangan insensif kepada guru-guru terpencil di seluruh wilayah Papua.

Adanya kabar menggembirakan bagi guru terpencil tersebut diungkapkan Kepala Dinas P dan P Provinsi Papua, Drs James Modouw MM. Pemberian insensif ini katanya, bertujuan memberikan keseimbangan dan perhatian khusus kepada para guru yang mengabdi di daerah terpencil, sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka.Modouw memaparkan, tunjangan tersebut diberikan kepada 2000 guru yaitu Rp 1.350.000,- setiap guru per bulan.

Alokasi dana ini bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2007. Dan dana tunjungan tersebut sementara dibayarkan ke rekening masing-masing guru. Hanya saja pemberian tunjangan ini menuai pro dan kontra diantara guru-guru, dimana yang menerima tunjangan ini bukan hanya guru-guru yang bertugas di daerah terpencil akan tetapi sebagian guru yang ada di pinggiran kota juga menerimanya.

Dijelaskan, hal ini disebabkan karena pada waktu memasukkan data terdapat kesalahan, diantaranya kesalahan nomor rekening, kemudian kesalahan dalam memasukkan masa kerja, maksudnya antara SK pengangkatan dan penempatan tugas, dimana ada sebagian guru yang memasukkan masa kerja sejak diangkat menjadi guru akan tetapi yang berlaku adalah SK sejak ditugaskan di daerah terpencil.

Selain itu lanjut Modouw, faktor lain adalah data yang disampaikan dinas kabupaten/kota ke provinsi tidak akurat karena waktu untuk memasukkan data ini sangat terbatas.Mekanisme untuk pengalokasian dana ini jelas Kadis, yaitu data dikumpulkan oleh dinas kabupaten/kota kemudian dikirim ke provinsi dan selanjutnya dikirim ke pusat, dan setelah diproses oleh pusat, selanjutnya dari pusat yang langsung mengirim tunjangan tersebut langsung ke rekening para guru."Untuk itu saya menghimbau kepada guru-guru yang ada di kota atau dipinggiran kota yang tidak menerima tunjangan ini, hendaknya permasalahan ini jangan diperdebatkan karena tunjangan ini hanya untuk guru-guru yang bertugas di daerah terpencil,"tandasnya kepada Cenderawasih Pos di Swissbes Hotel, Senin (11/2), kemarin.

Menyoal intensif untuk daerah yang ada di kota atau pinggiran perkotaan, dikatakannya, mengenai pemberian intensif untuk sementara ini tidak ada, yang mana ini merupakan kebijakan dari pemerintah daerah dimana dia ditugaskan."Sekali lagi saya tegaskan bahwa yang berhak menerima tunjangan ini hanya guru-guru yang mengajar di daerah terpencil, jadi jangan lagi diperdebatkan, sehingga nantinya dapat mengganggu aktifitas belajar mengajar,"katanya.
Modouw menambahkan selain pemberian intensif bagi guru terpencil, 2008 ini pihaknya juga akan memberikan bantuan pendidikan kepada 1000 anak dari guru yang mengajar di daerah terpencil.(us)
----------------------------------------
BACA TRUZZ...- 2000 Guru Terpencil Dapat Dana Insentif

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut