REDIP sebagai Model untuk Meningkatkan Pendidikan Menengah Pertama

Rabu, Juli 09, 2008

Oleh : Ruslan Andy Chandra

Program Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan Daerah atau Regional Education Development and Improvement Program (REDIP) dapat dijadikan model untuk meningkatkan pendidikan menengah pertama.

REDIP adalah program sederhana, tetapi komprehensif yang memungkinkan sekolah dan kecamatan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sesuai dengan aspirasi dan prioritas mereka sendiri. Meskipun sederhana, program ini dapat meningkatkan akses, mutu, dan manajemen secara bersamaan. Program REDIP ini memberikan dana bantuan kepada sekolah dan tim pengembangan pendidikan kecamatan (TPK) sesuai proposal yang diajukan. Sekolah dan TPK bebas mengusulkan kegiatan apa saja sesuai kebutuhan dan prioritas mereka sendiri.

Dengan menggunakan dana bantuan, sekolah dan TPK melaksanakan kegiatan yang diusulkan. Sesudah menyelesaikan kegiatan, sekolah menyusun laporan keuangan dan laporan kegiatan lalu menyerahkannya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diperiksa. REDIP mendorong mengambil inisiatif dan mempertanggungjawab kan usaha sekolah sendiri dalam meningkatkan pendidikan dan berfungsi sebagai pengamat pasif.

Kepala Sub Direktorat Kelembagaan Sekolah Direktorat Pembinaan SMP Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Kasubdit Kelembagaan Sekolah Dit. PSMP Ditjen Mandikdasmen) Depdiknas, Yenni Rusnayani mengatakan, sejak 2005 Depdiknas telah mengadopsi program ini dengan bantuan teknis dari Japan International Cooperation Agency (JICA).

Program ini sampai 2008 telah dikembangkan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi mencakup 32 kecamatan dari sebanyak 391 SMP negeri dan swasta. Yenni mengatakan, program REDIP, yang kemudian diubah menjadi program pengembangan SMP berbasis masyarakat (PSBM) sangat cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia yang menghendaki penyelenggaraan pendidikan melalui prinsip bottom-up, desentralisasi penyelenggaraan, dan partisipasi masyarakat.

"Program PSBM memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan oleh kepala sekolah dan juga memberikan dampak untuk peningkatan mutu pembelajaran, " katanya pada REDIP Workshop dan Expo di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (8/07/2008).

Kepala Seksi Perencanaan Subdit Program Dit. PSMP Ditjen Mandikdasmen Depdiknas, Supriano mengatakan, hasil yang dicapai melalui program ini adalah terjadinya perubahan pada sekolah, kecamatan, dan masyarakat. Dia mencontohkan, manajemen di sekolah menjadi demokratis dan transparan, pihak kecamatan yang semakin proaktif kepada pendidikan, dan masyarakat lebih peduli terhadap pendidikan.

"Orang tua mendukung apa yang dikembangkan oleh sekolah. Semua kegiatan di sekolah selalu dikomunikasikan dan pengembangan sekolah dibicarakan dengan orang tua murid," katanya. Dia menyebutkan, program REDIP Government (REDIP G) yang didanai 100 persen APBN sampai 2008 sudah mengalokasikan anggaran hampir Rp. 45 milyar untuk tiga kabupaten yakni Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Selain REDIP G, kata dia, juga ada program REDIP Mandiri yang didanai oleh APBD, REDIP Pengembangan, dan REDIP Perluasan Pelaksanaan.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah Munthoha Nasuha mengatakan, implementasi program REDIP sejak 1999 dimulai dari dua kecamatan, kemudian berkembang menjadi sepuluh kecamatan, dan seluruhnya sebanyak 17 kecamatan.
"Awalnya program difokuskan pada bidang manajemen sekolah dengan pola transparansi, sehingga semua rencana anggaran dipaparkan di papan dan di pintu masuk sekolah," katanya. Konsultan Nasional REDIP Winarno Surachmad, mengatakan, karakteristik Program REDIP adalah mudah, murah, tanpa resiko, dan low tech.

"REDIP menjawab pertanyaan bagaimana mengembangkan pendidikan di daerah berdasarkan kekuatan dari bawah, tanpa duit, dan tanpa ahli," katanya. Ketua Tim REDIP-JICA, Norimichi Toyomane mengatakan, indikator yang memperlihatkan bahwa program tersebut berhasil yakni, meningkatnya nilai Ujian Nasional, meningkatnya motivasi siswa untuk sekolah, meningkatnya motivasi guru dalam proses belajar mengajar dan juga motivasi dari kepala sekolah dalam memanajemen sekolahnya.
---------------------------------------------------
Sumber:kabarindonesia.com
BACA TRUZZ...- REDIP sebagai Model untuk Meningkatkan Pendidikan Menengah Pertama

Mahasiswa PGSD Keluhkan Perkuliahan

Selasa, Juli 08, 2008

TIMIKA – Mahasiswa/i Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang selama ini kuliah di gedung SMP YPPK St. Bernardus di Jalan Cenderawasih, Timika, mengeluhkan jadwal perkuliahan yang dinilai tidak jelas. Selain itu, para mahasiswa/i juga mempertanyakan sejauh mana perjuangan kepengurusan status PGSD itu sendiri.

Dua hal tersebut tadi malam (7/7) disampaikan delapan mahasiswa/i PGSD mewakili rekan-rekannya ketika datang ke kantor Redaksi Radar Timika di Gedung Biru, Nawaripi. Mereka meminta hal itu diberitakan untuk menjadi perhatian agar segera dibenahi.

Mahasiswa PGSD angkatan pertama, Leny Makai bersama Anthonius Degei (mahasiswa PGSD angkatan kedua), Agustina, Mathias Pigome dan rekan-rekannya, mengeluh sebab pasca mereka melakukan demo ke DPRD Mimika bulan April lalu, sampai sekarang jadwal kuliah tidak teratur bila dibandingkan dulu.

"Dulu dari Senin sampai Sabtu kami aktif kuliah. Sekarang ini paling-paling satu minggu kami kuliah empat kali. Pokoknya kalau ada dosen datang baru kami kuliah, kalau dosen tidak datang ya kami tidak kuliah," papar Leny dibenarkan rekan-rekannya.

Ketidakteraturan perkuliahan tersebut dikeluhkan, sebab menurut Mathius Pigome, selama ini mereka merasa selalu berusaha memenuhi kewajiban membayar biaya adiministrasi sementara mata kuliah yang mereka terima tidak seperti dulu lagi.

Ketidakjelasan jadwal kuliah itu menurutnya telah membuat sekitar 20 temannya mengundurkan diri. Bahkan, kata Mathias, ada dua orang rekannya yang mundur karena merasa bersalah kepada orang tua mereka yang telah berjuang mengumpulkan uang untuk biaya kuliah, sementara anaknya tidak mendapat pendidikan yang sepadan.

"Dosen siapa yang datang, baru kami kuliah. Kalau tidak ada (tidak ada dosen datang, red), ya tidak ada yang kuliah," kata Mathias.

Selain itu, Leny Makai tadi malam mengatakan dalam pertemuan April lalu, dijanjikan bulan September mereka akan mendapat kabar soal kejelasan status PGSD tersebut. Sehingga, kemarin Leny dkk mempertanyakan sudah sejauh mana kepengurusan status PGSD tersebut.

"PGSD terdaftar atau tidak, kami belum tahu. Kami mau wisuda atau tidak, kami belum tahu," keluh Leny.

Mereka berharap perkuliahan PGSD segera lancar kembali dan status PGSD jelas sehingga mereka merasa tenang melanjutkan pendidikan demi masa depan.

Berikutnya, Leny dan rekan-rekannya meminta kepada Rektor PGSD, Drs. Mathias Mote untuk bertanggung jawab mengurus perkuliahan para mahasiswa PGSD angkatan pertama, kedua dan ketiga. Mereka tidak ingin Mathias Mote tergabung dalam Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) kemudian perkuliahan para mahasiswa/i tersebut terlantar. (qq)
--------------------------------------------
Sumber:radartimika.com
BACA TRUZZ...- Mahasiswa PGSD Keluhkan Perkuliahan

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut