Kiat Mengatasi Krisis Guru Di Papua

Rabu, September 05, 2007

Oleh Emanuel Goo*)

Sekolah merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Papua terutama di Lembah Hijau Kamuu. Dengan demikian sekolah menjadi perioritas utama pemerintah untuk memperhatikannya dalam pengembangan sekolah maupun sarana prasarana lainnya demi mencapai dan mewujudkan manusia yang mampu berkompeten dalam berbagai dimensi hidup dan kehidupan manusia baik dalam tindakan maupun dalam perbuatannya, dan juga untuk mencapai Sumber Daya manusia yang handal dan berkompeten.

Untuk mendapatkan manusia yang mampu dan berkompeten, sekolah sedang di buka dimana-mana di seluruh Kamuu. Bahkan setiap kampung memiliki sekolahnya sendiri, dan itu menjadi peroritas utama. Hal itu adalah wajar sebab semua orang mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan. Tetapi yang menjadi pertanyaan untuk kita adalah benarkah tanpa pendidik akan terwujud manusia yang berkompeten?.

Sekilas ulasan saya untuk menjawab pertanyaan diatas bahwa sekolah hanyalah tempat belaka kalau tidak ada atribut (sarana) yang dilengkapi di sekolah terutama sekolah-sekolah yang ada di Kamuu. Baik mulai dari tenaga mengajar (guru), buku-buku cetakan, alat-alat praktek, dan sarana prasarana lain yang sangat penting maupun pelengkap untuk melengkapi dan mengembangkan serta meningkatkan mutu pendidikan anak sebagai subyek didik.

Salah satu sarana yang sangat penting untuk dilengkapi adalah tenaga pengajar. Tenaga pendidik dan pengajar menjadi problem utama bagi siswa di sekolah. Realita yang sementara terjadi di Kamuu adalah bahwa karena tidak ada tenaga pengajar (yang mengajar di satu sekolah hanya satu dua guru saja) sehingga yang mengajar disekolah adalah mereka yang putus sekolah maupun yang selesai baik dari tingkat SMP maupun SLTA, serta mereka yang selesai dari perguruan tinggi tapi bukan jurusan guru.

Problem ini menjadi masalah utama bagi anak sekolah yang sementara ini ada di bangku studi baik di SD, SLTP, maupun di SMA. Sebab guru yang mengajar adalah bukan profesinya, apalagi dengan berlakunya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, disini saya tidak menduga-duga bahwa pasti KBK ini belum diterapkan dan yang diterapkan adalah kurikulum tahun 1994 yautu dimana guru harus terus aktif dalam menjelaskan materi pelajaran yang diajarkan, pada hal KBK itu dituntut supaya anak yang menjadi peranan penting dalam proses belajar sementara guru hanya siap sedia dalam segalah pertanyaan yang diberikan oleh murid di sekolah dan guru harus menjelaskan dan meluruskan atas pertanyaan yang diberikan oleh siswa.

Dengan demikian baik kalau pemerintah terutama dinas yang terkait untuk mengkaderkan beberapa tenaga pengajar. Pengkaderan baik menurut saya adalah mereka yang selesai dari perguruan tinggi itu mengajak mereka dengan menangung beban biaya dari pemerintah untuk mengambil akta mengajar, sedangkan mereka yang selesai dari SMA/ SMK dan sederajatnya memfasilitasi mereka untuk melanjutkan pendidikan dibagian keguruan, dan juga supaya mereka bisa memahami bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan dalam bentuk KBK supaya bisa mendapatkan tenaga pengajar yang profesional agar tenaga guru profesional yang dielu-elukan oleh masyarakat dapat terwujud.

Apabilah hal itu tidak dilakukan dan diperhatikan, maka baik kalau sekolah yang sementara dibagun diseluruh lembah kamu segera dihentikan dan rehabilitasi kembali hanya satu dua sekolah dengan berpolah asrama agar itu menjadi perioritas untuk orang kamuu baik SMP maupun SMA.

Kalau itu tidak diperhatikan juga, maka itu adalah salah satu pembodohan yang dilakukan terhadap generasi baru orang Kamuu. Apalagi yang mengajar adalah bukan profesi guru. Hal ini sangat berbahaya untuk masa depan orang Kamuu sebab yang terjadi sementara diistilahkan bahwa “orang buta menuntun orang buta” (bukan berarti tidak bisa mengajar melainkan karena profesi).

Selain sarana penting di atas sarana penting lainnya adalah sarana pendidikan. Sarana pendidikan diantaranya gedung sekolah, buku-buku cetakan baik sebagai panduan untuk mengajar maupun buku-buku bacaan, alat-alat praktek (laboratorium sekolah), perpustakaan sekolah, maupun sarana prasarana pokok lainnya seperti meja, kursi, kapur tulis, papan tulis dan lain sebagainya yang bergsangkutan dengan meningkatkan mutu pendidikan anak-anak sebagai subyek belajar.

Kesimpulannya bahwa sekolah yang ada segera dilengkapi tenaga pengajar yang profesional. Dengan demikian tenaga mengajar harus diperioritaskan jangan sekolah. Apabilah tenaga pengajar yang profesional sudah ada dan layak untuk dibuka sekolah, maka kemudian disusul dengan pendirian sekolah dimana layak untuk didirikan. Sebab guru adalah penentu masa depan anak disekolah dan guru adalah frofesional.

*) Wartawan Suara Perempuan Papua Tinggal di Nabire
BACA TRUZZ...- Kiat Mengatasi Krisis Guru Di Papua

Dewan Pendidikan Nasional Dan Komite Sekolah Departemen Pendidikan Nasional Indonesia

Senin, September 03, 2007

LATAR BELAKANG
Tujuan dikeluarkannya Undang Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1999 adalah untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Daerah dan masyarakat sehingga memberi peluang kepada Daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakasa sendin sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.

Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan masyarakat yang memadai. Sebagat langkah alternatif dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini adalah dengan menumbuhkan keberpihakan yang bermutu, mulai dari pimpinan negara, sampai aparat yang paling rendah. termasuk masyarakat yang bergerak dalam sektor swasta dan industri. Keberpihakan konkret itu perlu disalurkan secara politis menjadi suatu gerakan bersama (collective action) yang diwadahi Dewan Pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan komite Sekolah ditingkat satuan pendidikan.

SIFAT
Dewan Pendidikan dan komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku

TUJUAN
Tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah sebagai berikut:

Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan dikabupaten/kota (Untuk Dewan Pendidakan) dan di satuan pendidikan (Untuk Kornite Sekolah).

Menigkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalarn penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pendidikan.

PERAN
Peran yang dijalankan Dewan Pendidikan adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan. Di samping itu juga Dewan Pendidikan berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) dengan masyarakat.

Di lain pihak peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Di samping itu juga Komite Sekolah berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaaran pendidikan, di satuan pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

FUNGSI
Untuk menJalankan perannya itu, Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah memiliki fungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Badan itu juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah, dan DPRD berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

Di samping itu, fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada pernerintah daerah/DPPD dan kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan; kriteria tanaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan kepala satuan pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

Terakhir fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

KEANGGOTAAN
Anggota Dewan Pendidikanterdin atas unsur masyarakat dan dapat ditambah dengan unsur birokrasi/legislatif. Unsur masyarakat dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan; tokoh masyarakat (Ulama, budayawan, pemuka adat, dll); anggota masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang dijadikan figur di daerah: tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan; yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah, luar sekolah, madrasah, pesantren); dunia usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); organisasi profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); dan perwakilan dari Komite Sekolah yang disepakati. Unsur birokrasi. misalnya dari unsur dinas pendidikan setempat dan dan unsur legislatif yang membidangi pendidikan, dapat diiibatkan sebagai anggota Dewan Pendidikan maksimal 4-5 orang.

Jumlah anggota Dewan Pendidikan sebanyak-banyaknya berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan jumlahnya harus gasal Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan Dewan Pendidikan ditetapkan di dalam AD/ART. Dilain phak anggota Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat. Disamping itu unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota. Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis; tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK. Kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat); anggota masyarakat yang mempunyai perhatian akan dijadikan figur dan, mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan; pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan Instansi lain); dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan; organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara demokratis berdasarkan jenjang kelas; dan perwakilan forum alumni SD/SLTP SMU/SMK yang telah dewasa den mandiri. Anggota Komite Sekolah yang berasal dari unsur dewan guru, yayasan lembaga penyelenggaraan pendidikan, Badan Pertimbangan Desa sebanyak-banyaknya berjumlah tiga orang.

Jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa keanggotaan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART.

KEPENGURUSAN
Pengurus Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri alas seorang ketua, sekretaris, bendahara. Apabila dipandang perlu, kepengurusan dapat dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan. Selain itu dapat pula diangkat petugas khusus yang menangani administrasi.

Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua Dewan Pendidikan bukan berasal dari unsur pemerintahan daerah dan DPRD dan ketua Komite Sekolah bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti kepengurusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART

PEMBENTUKAN
Pembentukan Dewan Pendidikan den Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Kornite Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan dilakukan secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknva menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan. Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan annggota dlan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu permilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia pesiapan yang dibentuk, oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.

Informasi lebih lengkap dapat menghubungi:
Tim Pengembang
Dewan pendidikan dan Komite Sekolah
Gedung E Lantai 5
Jl. Jenderal Sudirman Senayan - Jakarta
Telp/Fax: (021) 57900389
e-mail: dpks2002@yahoo.comThis email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it
Website: www.dikdasmen.depdiknas.go.id

Sumber: http://www.depdiknas.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14&Itemid=30
BACA TRUZZ...- Dewan Pendidikan Nasional Dan Komite Sekolah Departemen Pendidikan Nasional Indonesia

Depdiknas Bentuk Konsorsium Sertifikasi Guru

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Nomor 056/P/2007 tentang pembentukan Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG). KSG bertugas merumuskan standardisasi proses dan hasil sertifikasi guru, serta melaksanakan harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan sertifikasi guru.

Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Fasli Jalal menjelaskan keanggotaan KSG melibatkan unsur Dikti, PMPTK, wakil dari PTN, PTS, universitas eks IKIP dan Departemen Agama. "Konsorsium menjadi governing board untuk mengawasi, mengontrol, dan melakukan pembuatan kebijakan agar proses sertifikasi berjalan dengan baik, transparan, akuntabel dan cost efficient ," kata Fasli pada acara Koordinasi Penyelenggaraan Sertifikasi Guru dalam Jabatan, di Depdiknas Jakarta kemarin (12/8).

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Tujuannya untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, serta mengangkat harkat dan martabat guru. Proses sertifikasi dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.

Aktivitas KSG lainnya adalah melakukan koordinasi antara Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Penyelenggara, LPTK dengan Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota, dan LPTK dengan KSG. KSG juga melaksanakan monitoring dan evaluasi serta merumuskan rekomendasi dalam rangka pengendalian proses dan hasil sertifikasi guru.

Tahun ini, sebanyak 200.450 guru kelas dan guru mata pelajaran untuk semua jenjang pendidikan baik PNS dan non PNS akan disertifikasi. "Mereka terdiri dari 20.000 guru yang sudah di daftarkan pada tahun 2006 dan 180.450 guru yang didaftar pada tahun 2007," jelas Fasli. Kuota peserta dari berbagai kabupaten/kota ditetapkan sejak awal tahun dan telah dilakukan sosialisasi tatacara uji sertifikasi. Targetnya, guru yang sudah mendapat sertifikat pendidik akan mendapatkan tunjangan profesi mulai Oktober 2007.

Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 menyatakan sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio. Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. "Semua guru yang sudah ditetapkan dalam kuota, mengumpulkan data-data dirinya dalam portofolio, termasuk semua dokumen yang berhubungan dengan kualifikasinya, pengalaman, pendidikan, dan pelatihan," kata Fasli.

Lebih lanjut, Fasli menjelaskan terdapat 10 komponen portofolio yang meliputi (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi dibidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Informasi selengkapnya mengenai sertifikasi guru dapat diakses melalui www.sertifikasiguru .org atau menghubungi Direktorat Profesi Pendidik, Ditjen PMPTK dengan nomor telpon 021 75913561.***

Sumber:http://www.depdiknas.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=103&Itemid=121, Senin (13 Agustus 2007) —
BACA TRUZZ...- Depdiknas Bentuk Konsorsium Sertifikasi Guru

Pemogokan Guru SD di Nabire Berlanjut

Hingga Sabtu (1/9), ratusan guru SD di Kabupaten Nabire, Papua, masih mogok mengajar. Meski Pemerintah Kabupaten Nabire mengancam akan memberi sanksi para guru yang mogok, para guru menyatakan tetap akan mogok mengajar sampai pemerintah setempat menjelaskan dugaan penyelewengan dana alokasi khusus atau DAK bagi puluhan sekolah dasar di Nabire.

Aksi tersebut sudah berlangsung sejak Senin pekan lalu di depan Kantor Bupati Nabire. Para guru itu menuntut Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire mengklarifikasi dugaan penyimpangan penyaluran DAK prasarana sekolah tahun 2003 sampai 2007.

Kepala SD Inpres Digiya Yusak MS Tebay menjelaskan, mogok mengajar itu dilakukan menyikapi dugaan penyalahgunaan DAK perbaikan sarana prasarana sekolah tahun 2003 sampai 2007. Dana itu seharusnya dipergunakan untuk merehabilitasi ruang belajar, sanitasi sekolah, pengadaan mebelair, renovasi rumah dinas guru, pengadaan sarana prasarana perpustakaan sekolah, dan pengadaan alat peraga.

Dia menyampaikan dugaan pemalsuan sejumlah tanda tangan dalam laporan pertanggungjawaban penyaluran DAK perbaikan sarana prasarana sekolah.

"Dana itu seharusnya disalurkan ke rekening sekolah. Namun, banyak sekolah yang belum pernah menerima, termasuk sekolah saya. Akan tetapi, kami menemukan dokumen yang menyatakan, pada tahun 2006 SD Inpres Digiya sudah menerima DAK Rp 220 juta. Dalam laporan pertanggungjawaban penyaluran dana itu, tanda tangan saya dipalsukan," ujar Yusak.

Primus Butu, guru SD Bomomani, menyatakan, DAK perbaikan sarana prasarana adalah dana bergilir yang seharusnya disalurkan ke berbagai sekolah di Nabire. "Dana itu setiap tahun bertambah nilainya, dan setiap tahun disalurkan untuk 30 sekolah. Kami baru mengetahui keberadaan DAK Maret 2007, karena selama ini keberadaan DAK tidak pernah disosialisasikan," tuturnya.

Butu menyatakan, SD Bomomani tidak pernah menerima DAK. "Akan tetapi, nama SD saya disebut-sebut sebagai penerima DAK 2006 senilai Rp 220 juta. Padahal dana itu tidak pernah sampai kepada kami," kata Butu.

Sekretaris Daerah Kabupaten Nabire Ayub Kayame mengakui ada sejumlah guru yang mogok mengajar karena mempersoalkan DAK. "Tetapi, tak benar jika ada penyelewengan DAK operasional sekolah. Seluruh DAK sudah digunakan sesuai aturan. Para guru salah paham, mengira semua dana bisa disalurkan secara swakelola, padahal ada aturan tender. Selain itu, tidak semua sekolah memiliki kapasitas untuk mengelola DAK," ucapnya. (row)

Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0709/03/daerah/3811641.htm, 03 September 2007
BACA TRUZZ...- Pemogokan Guru SD di Nabire Berlanjut

Murid SDN Bomomani Masih Duduk di Lantai

Siswa kelas satu SD Negeri Inpres Bomomani mengikuti pelajaran sambil duduk di lantai karena ruang kelas di desa pedalaman Distrik Mapia, Kabupaten Nabire, Papua, itu tidak memiliki kursi. Ruangan juga tidak dilengkapi dengan meja.

Selain kekurangan meja-kursi, perpustakaan di sekolah itu juga tidak mempunyai koleksi buku. Sekolah juga tidak memiliki buku pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, serta kekurangan ruang belajar dan guru.

"Kami sudah ajukan proposal ke kabupaten (dinas pendidikan dan pengajaran) terkait kekurangan meja-kursi itu. Tapi sampai sekarang belum ada tanggapan balik," ujar Kepala SDN Inpres Bomomani Anakletus Petege, Senin (13/8). Petege menyayangkan proposal mereka belum ditanggapi. Padahal, pengajar dan komite sekolah secara swadaya telah merampungkan sejumlah sarana, seperti perpustakaan yang menghabiskan Rp 60 juta.

Padang Panjang
Keadaan bersahaja juga dirasakan ratusan siswa SD 03 Lubuk Malintang, Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, yang masih bersekolah di tenda darurat. Akibat gempa bumi, awal Maret lalu, banyak bagian gedung sekolah yang rusak.

Renovasi gedung SD 03 belum tuntas. Sebagian siswa serta guru juga masih takut untuk beraktivitas di dalam kelas. Sehingga, mereka pun bergiat di dalam tenda, meski itu membuat sejumlah guru dan siswa mengeluh sakit.

Siti Aisyah, siswa kelas lima, mengatakan bahwa jika hujan, halaman sekolah banjir. Siswa perlu mengangkat kaki saat belajar. Air juga menetes sehingga siswa-siswa dikumpulkan di tengah tenda. (SEM/JOS/WSI)

Sumber:Kompas, Selasa, 14 Agustus 2007.
BACA TRUZZ...- Murid SDN Bomomani Masih Duduk di Lantai

Ada Sogok di Kedokteran Uncen?

Penerimaan mahasiswa baru di Program Pendidikan Kedokteran Universitas Cenderawasih (Uncen) dilakukan sangat ketat. Pasalnya, mahasiswa yang diterima di program elite itu jumlahnya sangat terbatas.

Setiap tahun yang diterima hanya satu kelas, atau sekitar 50 orang saja. Namun, pada tahun akademik 2007/2008 ini akan diterima sekitar 70 orang.

Meski begitu, namun ada sejumlah informasi bahwa setiap mahasiswa baru yang akan diterima di program pendidikan dokter ini diwajibkan membayar biaya (menyogok) sekitar Rp 40 juta - Rp 50 juta setiap orang.

Bahkan, beberapa pegawai dosen dan pegawai Uncen sendiri mengakui adanya informasi sogok tersebut. Hanya saja mereka tidak bersedia dikorankan namanya.

“Memang ada informasi itu sudah lama berkembang, katanya jumlah yang diminta bervariasi, dan kalau tidak percaya cari orang tua calon mahasiswa yang tidak diterima atau diterima. Ada yang menyebutkan setiap siswa dimintai Rp 40 juta, ada juga mengatakan Rp 50 juta setiap orang. Pokoknya jumlahnya bervariasi,” kata salah satu dosen Uncen yang tidak mau dikorankan namanya.

Informasi itu juga dibenarkan oleh sejumlah pegawai Uncen yang sempat ditemui oleh Cenderawasih Pos, Selasa (7/8) kemarin. Hanya saja mereka juga tidak bersedia dikorankan namanya. “Memang ada informasi seperti itu. Tulis saja di koran, supaya kalau itu benar oknum-oknum yang melakukannya kapok,” tandas sumber yang tidak mau di korankan namanya.

Sementara itu Rektor Universitas Cenderawasih Prof. Dr. Bert Kambuaya, M.BA saat dikonfirmasi secara terpisah tentang adanya dugaan pungutan itu mengaku belum mendegar informasi itu. Dan dengan tegas mengatakan, bahwa penerimaan mahasiswa baru di program pendidikan kodekteran sama sekali tidak dikenakan biaya sebesar tersebut.

Oleh karena itu, jika memang ada oknum pegawai atau dosen yang melakukan itu maka pihaknya tidak segan-segan akan mengambil tindakan tegas. “Saya belum menerima informasi itu, dan tidak ada pungutan seperti itu bagi mahasiswa baru di kedokteran. Kalau itu memang ada maka saya akan tindak tegas,” tegas Kambuaya.
Menurutnya, setiap penerimaan mahasiswa baru khususnya di program pendidikan kedokteran dilakukan selektif mungkin. Bahkan, untuk penerimaan mahasiswa baru dilakukan tim khusus dan penyaringannya dilakukan di masing-masing kabupaten/kota se Papua.

“Setiap calon mahasiswa diterima di kedokteran benar-benar disaring, dan persetujuan penerimaannya saya yang tandatangan sehingga kalau informasi sogok itu tidak benar,” tandasnya. Sekedar dketahui, penerimaan mahasiswa baru di program pendidikan dokter Uncen ini dilakukan tidak melalui jalus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) secara nasional, namum dilakukan khusus dengan seleksi local yang dilakukan panitia khusus.

Sumber:http://www.infopapua.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=4719&mode=thread&order=0&thold=0,Rabu, 8 Agustus 2007.
BACA TRUZZ...- Ada Sogok di Kedokteran Uncen?

Guruku Sayang, Guruku Malang

Oleh Frans Ign Bobii*)

Terpujilah wahai engkau, ibu bapa guru.... namamu akan selalu hidup dalam sanubari..., semua bhaktimu akan kuukir di dalam hatiku, engkau sebagai pelita dalam kegelapan engkau patriot pahlawan bangsa tanpa kehausan, engkau laksana embun pengejuk tanpa tanda jasa.

Syair lagu ini memang sangat mengetuk pintu hati setiap orang yang mengenal akan jasa, kebaikan , mengalami, melihat dan merasakan serta menyelami manis pahitnya seorang guru dalam tugasnya. Jeri paya, suka duka menjadi bagian dari kehidupan dalam panggilan hidupnya sebagai guru. Mereka berjuang dan bertahan dengan tabah di alam sunyi. Mereka memiliki hanya satu tujuan yakni " mencerdaskan dan meningkatkan sumber daya manusia"

Mungkin semua insan telah mengetahui peran guru. Semua insan juga mengenal guru, pemerintah juga mengetahui peranan dan tugas guru. Kehadiran gedung SD di kampung dan pelosok serta kehadiran sosok guru di daerah terpencil adalah cermin dari pemerintah.

Seorang guru berada di tengah-tengah masyarakat yang tidak tahu apa-apa, buta akan dunia luar termasuk ibukota distrik bahkan kabupaten apalagi provinsi. Ke-tokoh-an dan keberadaan di tempat tugas akan menjadi pembuka cakrawala, pembela tabir kegelapan.

Berbicara soal kehadiran seorang berprofesi guru di tengah anak-anak kecil diliputi oleh kebanggaan tersendiri. Sekalipun anak-anak tidak akan menilai dan menghargai sebagai pejuang yang mulia dalam memberikan dan membagi pengetahuan. Betapa tidak bosannya seorang guru dengan ketabahan setiap hari berdiri di depan kelas. Bandingkan saja anak kita sendiri yang nakal.

Selalu kita membina dan mengarahkan agar cepat pintar dan mematuhi kehendak orang tua. Apa lagi seorang guru membina dan mendidik sekian anak yang berbeda watak, karakter dan tipe berpikir dalam kesukaran alam sunyi.

Kemalangan hidup dalam profesi guru menjadi bagian dari hidup yang melilit. Lilitan kehidupan dalam kesukaran alam tidak memudarkan semangatnya guna memajukan dunia pendidikan. Kemalangan hidup bukan tantangan dan hambatan.

Kita menoleh ke belakang, perkembangan dunia pendidikan masa lalu. Mengapa perkembangan dunia pendidikan masa Belanda dan dana Loso dan moso dalam realitanya membuktikan adanya manusia yang berkualitas dibanding perkembangan dunia pendidikan masa sekarang.

Pendidikan masa lalu menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Sebab para guru dijamin dan kebutuhan guru diperhatikan dengan serius. Berbagai administrasi dan kesejahteraan diperhatikan oleh pihak Yayasan yang mengelolah.

Para guru tidak datang mengurusi sendiri di kota atau di pusat Yayasan (paroki, klasis). Mereka bertahan di tempat tugas. Mereka juga menyadari (memahami) bahwa menjadi guru merupakan panggilan hidup. Harus diketahui bahwa pemimpin sekarang baik di tingkat birokrasi maupun legislatif di persada Nusantara ini adalah hasil didikan pendidikan jaman dulu.

Bagaimana dengan pendidikan sekarang ?

Berbicara sepak terjang pendidikan disaat sekarang ini masih mengisahkan rentetan persoalan yang agaknya sulit diselesaikan dalam waktu singkat. Ada dua masalah yang terlihat sedang mengikat maju mundurnya pendidikan dewasa ini.

Faktor pertama, persoalan tenaga guru. Hampir semua sekolah tidak ada guru di setiap sekolah. Terlihat tamatan SMP, SMA bahkan para sarjana berdisiplin ilmu lain ( bukan dari FKIP) menjadi guru baik di tingkat SD -SMA.

Sebagian besar guru sudah masuk masa pensiuan (MPP). Para guru yang aktif lebih banyak memilih tingkat di kota dibanding melaksanakan tugas dengan berbagai alasan. Sebagian besar guru terlihat beralih profesi, baik di dunia politik dan juga di bidang pemerintah. Sekalipun banyak guru yang diangkat sebagai guru dengan ijazah PGSD atau setaranya, namun patut dipertanyakan legalitas dan keabsahan surat tanda perguruan tersebut. Hal ini perlu di pertegas. Sebab menjadi guru tidaklah muda. Guru harus memiliki ilmu-ilmu metodik didaktik yang berkaitannya dengan cara penyampaian materi kepada siswa. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut dalam perkembangan pendidikan maka akan memunculkan generasi muda yang tidak berkualitas.

Faktor kedua, perhatian pemerintah kepada guru yang sangat minim. Para guru selalu ke kota karena management pendidikan yang kurang mengakomodir kepentingan para guru. Semisal urusan kenaikan kepangkatan, urusan jatah beras dan lain. Kurang tersedianya perumahan, fasilitas pendukung. dana yang sudah dialokasikan untuk kepentingan perkembangan digelapkan dengan berbagai dalil. Faktor orang tua, para orang tua harus peduli dengan perkembangan pendidikan. Pembangunan sebuah akan maju jika ada manusia yang pintar dan cerdas. (****)

*)wartawan Papuaposnabire.
Sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=3643
BACA TRUZZ...- Guruku Sayang, Guruku Malang

Mahasiswa Yogya Masih Menunggu Janji Pemda Nabire

“Bantuan Tugas Akhir Terkesan Nepotisme dan Politis"

Yogyakarta--Mahasiswa asal Kabupaten Nabire (yang terdiri dari Distrik Yaur, Napan, Makimi, Teluk Kimi, Wanggar, Uwapa, Siriwo, Sukikai, Kamuu, dan Mapia) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih menanti janji Pemerintah Daerah Kabupaten melalui melalui Kapala Bagian (Kabag) Umum untuk bantuan tugas akhir.

“Kami dijanjikan oleh pemerintah Nabire melalui Kabag umum untuk bantuan tugas akhir, Kuliah Kerja Nyata, dan Praktik Kerja Lapangan. Ada empat belas orang lengkap dengan persyaratan sudah kami kirim sesuai dengan permintaan pemerintah Nabire. Lalu kami juga susulkan beberapa nama. Mereka bilang satu orang akan dibantu 7 juta dan semua mahasiswa di sini sudah tahu hal itu. Namun sampai saat ini belum ada kabar dari pemerintah,” kata ketua Ikatan Mahasiswa Nabire di DIY, Jhoni Kristian Iyai.

Dia mengatakan, persyaratan yang diminta sudah kami lengkapi dan telah dikirim semua. ”Katanya satu orang akan dibantu 7 juta dan anak-anak di sini sudah senang. Terutama bagi anak-anak yang masih menunda tugas akhir karena tidak ada uang. Dua minggu terakhir ini, anak-anak ke bank tiap hari untuk cek uang yang dijanjikan itu. Namun belum masuk-masuk. Akhirnya anak-anak mengeluh kepada saya,” kata ketua ikatan.

Ketua Ikatan mempertanyakan, dana Otonomi Khusus untuk pendidikan di tiap kabupaten Papua itu sama tetapi kenapa mahasiswa Nabire di Yogyakarta tidak pernah ada bantuan, tugas akhir sekalipun. Yang sudah dijanjikan juga hingga saat ini belum ada kejelasan. Padahal mahasiswa dari kabupaten lain itu dapat beasiswa tiap bulan. Untuk tugas akhir, mahasiswa kabupaten lain di Yogyakarta dapat lebih dari 5 juta satu orang. Bahkan kabupaten tertentu dapat 10 juta satu orang. ”Kami kadang iri dengan kabupaten lain. Kami juga sering bertanya dana pendidikan dari uang Otonomi Khusus yang miliaran itu lari ke mana,” kata ketua Ikatan.

Menanggapi keluhan dari mahasiswa di Yogyakarta, ketua ikatan melakukan komunikasi dengan Kabag umum via telepon tetapi belum ada kabar. ”Pertama kali saya telepon, katanya ada rapat. Kedua kali saya telepon juga katanya ada rapat dan hanphonenya dimatikan lalu katanya mau dihubungi kembali. Namun belum ada komunikasi. Lalu saya kirim pesan singkat terkait hal ini, namun belum ada balasan juga hingga saat ini. Lalu saya telepon lagi dua hari kemudian, handphone tidak aktif lagi,” katanya menjelaskan kepada para mahasiswa yang mengeluh kepadanya.

”Katanya ada beberapa orang sudah dapat. Dua orang bersaudara yang bapaknya adalah pejabat di pemda Nabire dikabarkan sudah dapat satu orang 8 juta. Trus beberapa mahasiswa yang ke Nabire sudah dapat. Lalu kita yang lain bagaimana. Kita anak-anak dari Distrik Yaur, Napan, Makimi, Teluk Kimi, Nabire, Wanggar, Uwapa, Siriwo, Sukikai, Kamuu, dan Mapia adalah pemilik sah Kabupaten Nabire dan punya hak untuk mendapatkan bantuan itu, namun kenapa mereka bagi diam-diam,” kata seorang mahasiswa asal Kamuu yang tidak mau namanya disebutkan.

Dia menambahkan, bentuan tugas akhir ini terkesan nepotisme dan bermuatan kepentingan. Anak-anak tertentu dikasih diam-diam tanpa prosedur. Artinya tidak melalui ketua Ikatan dan belum mengumpulkan persyaratan yang diminta oleh pemerintah kabupaten Nabire. Kami yang telah mengumpulkan data justru hingga saat ini belum ada kabar. ”Kami akan tunggu sampai bantuan kami dikasih. Inikan hak kami untuk dapat. Alokasi dana pendidikan di era Otonomi Khusus di Papua itu tidak sedikit. Sejak ada Otsus enam tahun lalu, kami mahasiswa asal Nabire tidak pernah merasa ada bantuan. Hanya satu kali saja, itupun tidak merata dan mekanisme bantuannya tidak jelas,” katanya.

Dia katakan, kami harap pemerintah, khususnya oknum-oknum tertentu jangan memanfaatkan bantuan tugas akhir ini untuk kepentingan politiknya. ”Kami harap bantuan tugas akhir dengan politik harus dibedakan. Bantuan tugas akhir ya bantuan tugas akhir, politik ya politik. Tolong jangan campur dengan kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kaitan dengan kepentingan Pilkada Nabire. Pendekatan seperti ini tidak sehat dan sebenarnya beasiswa itu sebenarnya masalah hak,” kata seorang mahasiswa asal kabupaten Nabire di Yogyakarta.

Ketua Ikatan menambahkan, mahasiswa asal kabupaten Nabire adalah aset daerah. ”Kami inikah aset kabupaten Nabire ke depan. Sebenarnya, kalau memang ada dana bantulah kami. Karena beberapa mahasiswa belum mengerjakan tugas akhhir karena tidak ada dana. Kami juga harap ada transparasi dari pemerintah tentang siapa saja yang sudah dibantu dan siapa yang saja belum dibantu. Sekaligus menjelaskan, kenapa yang lain dikasih dan yang dibantu, katanya.

Dikatakan, tranparansi ini pentig agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial antarmahasiswa di Yogyakarta. ”Kami tidak mau ada kotak-kota antara kami, hanya karena masalah bantuan. Kami ingin satu dan mau bersatu untuk Nabire ke depan. Kiranya pemerintah sebagai orang tua, mendukung persatuan kami dengan transparansi bantuan,” kata ketua Ikatan.

Dikabarkan ada beberapa mahasiswa yang telah selesai wisuda dan pulang ke Nabire justru dapat bantuan. Salah seorang mahasiswa mengatakan, beberapa mahasiswa yang sudah wisuda dan telah pulang ke Nabire justru dapat uang. ”Di sinikan ada Ikatan yang mendata mahasiswa Nabire. Dalam data itu ada siapa yang telah selesai, siapa yang tugas akhir, siapa yang sedang KKN, dan siapa yang sedang PPL ataupun KKL. Kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Bagaimana dengan nasif para mahasiswa benar-benar membutuhkan bantuan tugas akhir. Beberapa orang yang telah mengirim data itu adalah yang benar tugas akhir, kata ketua Ikatan. (tgg)
BACA TRUZZ...- Mahasiswa Yogya Masih Menunggu Janji Pemda Nabire

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut