Uncen Bertanggung Jawab atas Gagalnya Otsus

Minggu, Mei 02, 2010

Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), Markus Haluk mengatakan, Universitas Cenderawasih Jayapura harus bertanggung jawab atas gagalnya pelaksanaan Undang-Undang Otsus di Papua.

"Kami minta Uncen jangan biarkan masalah ini berlarut-larut menghimpit masyarakat. Harus ada usaha penyelesaian yang dilakukan," tegas Haluk, Sabtu (1/5).

Sebelum Otsus lahir, katanya, tim perumus Undang-Undang Otsus berasal dari Uncen, entah dosen maupun tenaga peneliti yang terlibat sebagai perancang. "Sehingga mereka harus bertanggung jawab atas perbuatannya jika ada terjadi kesalahan,” ujarnya.

Menurutnya, penerapan Otsus bertujuan agar mensejahterakan orang Papua. Bukan sebaliknya hingga menimbulkan jatuhnya korban. Pelanggaran HAM juga masih terjadi dimana-mana. “Teriakan aspirasi masyarakat mengenai masalah Otsus sering dituduh makar, separatis dan pelawan negara. Ini sangat menyedihkan,” paparnya.

Dia menuturkan, upaya terbaik yang perlu dilakukan Uncen adalah mengevaluasi dan mengkaji ulang isi amanat Otsus. "Sebagai lembaga tinggi di Papua dan sebagai perancang Otsus, Uncen tak boleh tinggal diam," tandasnya.

Undang-Undang Otsus Nomor 21/2001 terbentuk oleh begitu banyaknya tuntutan dari masyarakat Papua. Salah satunya referendum. Undang-Undang ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri. (Musa Abubar)
------------
Sumber:tabloidjubi.com


BACA TRUZZ...- Uncen Bertanggung Jawab atas Gagalnya Otsus

Honor Guru Relawan di Mamberamo Raya “Kabur”

Membangun pendidikan di Papua membutuhkan sentuhan kasih seorang guru. Sayangnya, nasib guru sendiri kadang selalu buruk.

Ketua KNPI Distrik Mamberamo Hulu, Yesaya Dude mengatakan, ini terjadi misalnya pada beberapa orang guru relawan di Kabupaten Mamberamo Raya yang tak pernah diperhatikan pemerintah.

“Bagaimana mereka (guru relawan) mau mengajar kalau sampai saat ini honor belum dibayar dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kabupaten Mamberamo Raya,” katanya kepada JUBI di Abepura, Jumat (30/4).

Barangkali dinas P dan K, katanya, perlu diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak pernah membayar guru-guru honor itu. “Hingga saat ini belum ada kejelasan, sementara dana tersebut sudah cair dari tahun 2009,” ungkapnya.

Dirinya menceritakan, akibat masalah ini, pendidikan di wilayah itu terkesan mandek. “Jangan-jangan dana untuk guru telah dipakai, jadi harus segera diusut,” tegasnya.

Ia menambahkan, sepengetahuannya dana untuk pendidikan sangat besar, yang disiapkan pemerintah daerah yakni sekitar 4 milyar. “Tapi kalau demikian, maka jangan salahkan jika guru-guru ini akhirnya meninggalkan tempat tugas,” kesalnya.

Yesaya yang juga pengurus LSM Papua Foundation ini menilai, jika memang ada yang salah dalam kebijakan tersebut, lewat organisasi yang ada, akan meminta KPK dan instansi terkait untuk segera memeriksa kepala dinas bersangkutan. “Kalau membangun Mamberamo Raya harus yang serius,” pesannya. (Eveerth Joumilena)
--------------
Sumber:http://tabloidjubi.com


BACA TRUZZ...- Honor Guru Relawan di Mamberamo Raya “Kabur”

Mahasiswi Asal Kaimana (Papua) Ditemukan Tak Bernyawa di Yogyakarta

Salah satu Mahasiswi asal Kabupaten Kaimana, Elisabeth Jesika Isir (25) yang telah menyelesaikan pendidikan strata satu, dan sedangmengambil kursus Bahasa Inggris dan Komputer di kota studi Yogyakarta di temukan sudah tak bernyawa lagi, Sabtu (01/05) kemarin.

Mayat korban di temukan di daerah Timoho, APMD dekat rel kereta api dengan posisi badan tengkurap serta sudah tak bernyawa lagi. Tempat temuan mayat adalah lokasi yang sering dilalui korban ketika pulang dari tempat kursus menuju tempat tinggalnya. “Kami menemukan mayat dengan posisi tengkurap dan tak bernyawa,” kata teman-teman korban via telepon seluler kepada media ini tadi malam.

Lebih lanjut menurut mereka, kemungkinanan korban di pukuli dengan benda tajam hingga memar di sekujur tubuhnya, terutama kepala dan perut korban. “Ada memar di sekujur tubuh korban, kami duga korban di pukuli pakai benda tajam hingga meninggal,” tambah mereka menjelaskan.

Setelah menemukan mayat tersebut, korban langsung di bawah ke Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta untuk di otopsi. Hingga saat ini mereka masih menunggu hasil visum dari dokter terkait penyebab meninggalnya korban . “Kami sedang menunggu hasil visum yang akan keluar pada hari senin besok,” kata mereka.

Ketika di singgung mengenai kemungkinan adanya tabrakan kereta api, di bantah tegas oleh teman-teman korban. “Kami sangat tidak percaya korban kena tabrak kereta api, itu omong kosong. Sudah jelas-jelas korban di pukuli hingga memar dan meninggal,” jelas mereka dengan nada kesal.

Menurut mereka, pemerintah DIY dan Kapolda DIY harus bertanggung jawab terhadap kasus ini, karena sudah ada banyak kasus yang pernah terjadi, namun tidak ada penyelesaiaannya. “Kami minta aparat penegak hukum dan pemerintah daerah memberikan perhatian terhadap kasus ini, karena ini bukan yang pertama kali terjadi, tetapi sudah berulang-ulang terjadi, dan korbannya anak-anak Papua yang sedang menempuh pendidikan,” tegas mereka.

Sampai saat ini mayat korban masih di semayamkan di Asrama Kamasan, Jln. Tarumanegara. Keluarga korban, teman-teman dan kenalan korban masih berkumpul untuk melihat korban untuk yang terakhir kalinya. Rencananya korban akan di berangkatkan ke daerah asal pada hari senin (03/05) besok. (op)
------------
Sumber:http://pogauokto.blogspot.com/2010/05/mahasiswi-asal-kaimana-ditemukan-sudah.html

BACA TRUZZ...- Mahasiswi Asal Kaimana (Papua) Ditemukan Tak Bernyawa di Yogyakarta

Mama Yosepha Alomang: Hargai Perempuan dan Tanah Papua

Selangkah--Saya Mama Yosepha Alomang meminta kepada laki-laki Papua, khususnya para pejabat tolong hargai perempuan Papua dan tanah Papua. Pemimpin Papua, khususnya para pejabat pemerintah yang kami (perempuan) lahirkan itu tidak menghargai perempuan dan tanah Papua. Mereka telah jual perempuan Papua dan tanah Papua. Martabat perempuan Papua dan tanah sebagai harga diri kita telah dijual habis kepada orang lain.

Demikian dikatakan Direktris Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK) Mama Yosepha Alomang ketika diwawancarai Majalah Selangkah di sela-sela Kongres I Selamatkan Manusia dan Hutan Papua yang diselenggarakan Forum Kerjasama Lembaga Swadaya Masyarakat (FOKER LSM) Papua, di Yotefa View Hotel, Dok V Jayapura (SMK Negeri Dok V Jayapura), Jumat (20/11).

Lebih lanjut mama yang Tsinga, Papua, pada tahun 1940-an yang permah meraih “Goldman Environmental Prize’ (Anugerah Lingkungan Goldman) pada tahun 2001 itu mengatakan, bapak-bapak Papua tidak menghargai perempuan dan tanah Papua. Akibat dari itu, orang luar menganggap kita tidak punya identitas. Katanya, salah satu contohnya adalah banyak laki-laki Papua menikah dengan orang Indonesia. Anak mereka, mama Indonesia dan bapak Papua. Tindakan ini adalah sebuah tindakan yang menjatuhkan martabat orang Papua. Ini adalah penggianatan atas dirinya sebagai orang Papua termasuk kepada perempuan Papua yang melahirkan mereka.

“Bapak-bapak Papua yang hebat itu ada karena mama-mama Papua. Tetapi katanya, setelah menjadi besar mereka justru menciptakan kesempatan untuk menginjak-injak martabat mama-mama Papua yang melahirkan mereka,” kata mama Papua yang pernah mendapatkan Yap Thiam Hien Award (sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia pada tahun 1999) itu.

Menurut mama yang sering dicurigai sebagai kaki tangan Organisasi Papua Merdeka (OPM), tindakan itu membunuh mereka sendiri, karena kalau laki-laki mau bicara, mau bicara apa dan atas dasar apa.

“Nilai-nilai saya Amugme itu, Tom (Tom Beanal:red) dia jual habis. Kenapa kami perempuan yang harus duka. Anak-anak kami masa depan yang hancur tetapi bapak tidak nilai. Gunung kami dia kikis habis. Tanah Amungme itu saya punya tubuh, gunung Nemangkawi ini jangtungku, danau Wonangon ini saya punya sum-sum dan kali itu saya punya nafas,” kata pembela HAM sekaligus pembela hak-hak perempuan di dalam struktur masyarakat adatnya.

Biaya Pendidikan dari Darah Mama Tidak Akan Kuat

“Sekarang ini baru saya lihat, anak-anak yang dibiayai dari darah mama tanah Amungme tidak akan kuat. Beasiswa itu tidak akan berarti karena itu darah mama yang bayar. Anak-anak biar menjadi doktor pikirannya kacau. Tidak akan ada pikiran yang baik. Tapi, kalau sekolah dari pengorbanan sendiri itu baik. Itu adat,” kata Mama Yosepha.

Mama yang bersama seorang perempuan Papua lainnya, Mama Yuliana, pernah dimasukkan ke sebuah tempat penampungan kotoran manusia selama seminggu dengan kotoran manusia setinggi lututnya karena dicurigai membantu OPM (Kelly Kwalik) itu menekankan, pergi sekolah minta Freeport berarti tidak akan sukses. Hal-hal ini akan membuat orang Papua tidak akan ada yang besar. “Semua pikiran kerdil dan orang lain akan permainkan terus. Jadi, anak-anak Papua harus sekolah dari bukan uang darah. Jangan sekolah dari uang tanah. Tanah itu mama kalian,” katanya.

“Saya minta kepada anak-anak Papua. Saya minta kepada bapak-bapak Papua. Saya minta kepada semua orang Papua. Saya minta ambil sikap yang baik untuk ubah. Hari ini waktu untuk kita,” katanya tegas. [Yermias Degei]
-----------------------
Sumber: Majalah Selangkah Edisi Januri-Maret 2010


BACA TRUZZ...- Mama Yosepha Alomang: Hargai Perempuan dan Tanah Papua

Kesewenangan Versus Keadilan

Oleh Aten Pekei*)

Salah satu masalah yang dihadapi setiap orang di dunia ini khususnya di Papua adalah tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan. Tindak kesewenangan ini sudah merajarela di Papua. Nah, sebenarnya apakah kesewenangan sama dengan ketidakadilan? Jika kita lihat dari definisinya, tindak kesewenangan atau tindak ketidakadilan memunyai arti yang sama. Kesewenangan berasal dari kata wenang yang artinya lalim (tidak adil; kejam).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesewenangan adalah (1) hal berwenang; (2) hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Misalnya pembela mencoba membantah. Kesewenangan yang dimaksud adalah hak seseorang yang tidak mengindahkan hak orang lain. Begitu juga dengan definisi ketidakadilan. Ketidakadilan juga merupakan hak seseorang yang tidak mengindahkan hak orang lain.

Kalau begitu, apakah keadilan itu? Keadilan merupakan hak seseorang yang mengindahkan hak orang lain. Dalam hal ini, keadilan merupakan lawan dari kesewenangan, maka marilah kita tegakkan keadilan di muka bumi ini agar kehidupan kita benar-benar memunyai makna yang bernilai baik. Definisi wenang sama saja dengan definisi ketidakadilan, maka ketidakadilan sama saja dengan kesewenangan.

Jika kita amati, banyak sekali kasus tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan. Salah satunya adalah dalam hal berpendidikan yang dialami oleh pelajar-pelajar generasi Papua. Berikut ini adalah sebuah kasus (dapat dikatakan sebagai suatu pilihan dalam mempelajari suatu pelajaran), berikut kasusnya.

“Jika dunia ini berkata lain tetapi apa kata dirimu”. Yang dimaksud dengan dunia dalam konteks ini adalah pemikiran orang di masa kini. Artinya begini, kamu memunyai kekurangan dalam belajar matematika sedangkan pada pelajaran lainnya kelebihanmu lebih menonjol. Jika kata orang lain kamu sebagai seorang pelajar yang bodoh pada pelajaran matematika, maka belum tentu kamu adalah seorang pelajar yang bodoh, sebab masih ada kelebihan yang ada dari kekuranganmu itu.

Lebih jelasnya bahwa, kekuranganmu dalam mempelajari pelajaran matematika belum tentu akan menjadi kekuranganmu, bisa saja itu menjadi kelebihanmu jika kamu mempelajarinya. Atau sebaliknya, jika kelebihanmu terdapat pada pelajaran yang lainnya (kecuali matematika), maka belum tentu kelebihanmu itu akan selalu menjadi suatu kelebihanmu, bisa saja itu menjadi kekuranganmu jika kamu tidak mempelajarinya.

Oleh karena itu, dalam hal ini kita diajak untuk melawan tindak kesewenangan dalam hal berpendidikan. Yang dimaksud dengan melawan tindak kesewenangan dalam hal berpendidikan adalah melawan tindak kesewenangan dalam hal tidak memilah-milah dan memilih-milih kelebihan maupun kekurangan kita dalam mempelajari suatu pelajaran.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa kesewenangan itu melawan keadilan, di sini keadilan itu tidak membeda-bedakan, maka kita harus adil dalam mempelajari suatu pelajaran. Maka dari itu, jika kamu tidak mempercayai dirimu maka dunia akan mudah menguasaimu bahkan dunia akan mudah membodohimu.

Di Indonesia khususnya di Papua ini banyak terjadi tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan. Lihat saja kasus-kasus yang terjadi di Papua khususnya di Kabupaten Nabire. Kasus-kasus itu seperti suhu politik, kasus sogok-menyogok, penindasan rakyat, dan lain-lain.

Misalnya dalam tes pegawai negeri sipil (PNS), banyak peserta tes PNS melakukan aksi nyogok alias suap (berupa uang) demi memenuhi keinginan mereka. Sedangkan sebagian dari mereka yang kurang mampu dalam hal “keuangan” berusaha dengan kemampuan otak mereka. Aneh! para panitia tes PNS juga mau menerima suapan dari para peserta tes. Dalam hal ini, kasus suap-menyuap yang terjadi di Nabire ini merupakan suatu kebiasaan masyarakat dan pemerintah.

Mengapa Tindak Kesewenangan Terjadi?
Banyak orang di dunia ini berpikir bahwa manusia tak ada pentingnya bahkan manusia dianggap tidak berarti. Hal ini menunjukkan bahwa sifat manusia adalah serakah. Keserakahan inilah yang membuat manusia menginginkan kekayaan, harta benda, dan kedudukan yang tinggi di dunia ini. Akibatnya apa, manusia itu akan melakukan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan demi memenuhi keinginannya.
Salah satu faktor yang menyebabkan manusia itu bertindak sewenang-wenang adalah karena manusia ingin memiliki sesuatu itu dengan sendirinya sehingga manusia direndahkan di kalangan masyarakat. Di sini tampaklah bahwa manusia adalah makhluk individual (homo individual) atau yang lazim dapat kita sebut dengan manusia bertindak dengan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan.

Memberantas Tindak Kesewenangan
Sebagai generasi penerus bangsa yang memunyai masa depan, kita harus memunyai cara dalam melawan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan. Cara-cara melawan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan sangatlah mudah (simple) untuk dikatakan tetapi sulit (hard) untuk melakukannya. Tetapi tentunya mudah kalau kita jalani dengan berusaha semaksimal mungkin secara bersama-sama.

Cara pertama adalah kita harus bersatu tanpa membeda-bedakan ras, suku, gender, golongan, dan agama. Perlukah kita bersatu? Memang persatuan sangat dibutuhkan terutama dalam memecahkan suatu masalah. Persatuan memang sangat diperlukan dalam melawan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan. Mengapa jika kita bersatu kita kokoh sementara jika kita berpisah kita lemah, karena jika ingin menghadapi suatu masalah (problem), tentunya kita tidak harus / tidak boleh menghadapinya sendirian, karena jika hal tersebut dilakukan dengan sendirian maka tentu kita akan kalah. Tetapi jika kita bersatu, pasti kita kokoh dalam menghadapi masalah tindak kesewenangan ini.

Kedua, Kita harus berjuang pantang mundur. Apa artinya kita harus berjuang pantang mundur? Dalam cara ini, kita diajak untuk tidak pernah berhenti. Orang yang mengalami kegagalan akan mudah berhenti dan bertanya, “Mengapa saya gagal dan mengapa kegagalan ini terjadi?” Tetapi bagi orang yang pantang mundur akan berkata “Apa yang seharusnya saya lakukan dalam menghadapi kegagalan ini?”

Ketiga, kita harus lebih percaya diri. Salah satu jawaban yang mendukung hal ini adalah karena dengan percaya diri setiap orang mampu menerjemahkan hal-hal yang sulit ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Tentunya orang yang berpikir demikian adalah orang yang ingin berjuang demi mencapai hidup dan kehidupan yang lebih baik.

Keempat, mau diatur oleh orang lain jika itu benar dan mau mengatur orang lain jika tindakan kita benar dan tepat. Hal ini dapat dilakukan jika kita melihat diri kita terlebih dahulu barulah kita mengatur orang lain dengan benar dan tepat, sebab tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan itu tidak pandang batas usia. Pada prinsipnya tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan ingin mengatur bukan diatur.

Kelima, mau bekerja sama alias mau mendengarkan dan didengarkan oleh sesama dan kepada sesama. Cara ini diperlukan dalam melawan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan agar tiap orang bekerja sama dengan cara mau mendengarkan sesama dan didengarkan oleh sesame. Dan, kepada sesama kita harus berkomunikasi guna menuntaskan masalah tindak kesewenangan.

Keenam, mau melihat persoalan yang terjadi. Mengapa kita harus melihat persoalan yang terjadi? Karena dengan melihat persoalan yang terjadi, seorang harus dapat menentukan penuntasan masalah sampai di mana supaya persoalan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan dapat diatasi secara bersamaan, benar, dan tepat.

Tidaklah mudah untuk mengubah seseorang itu menjadi seorang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dengan demikian, manusia harus berusaha dengan tangannya sendiri agar dengan semangat dan daya berjuang secara bersungguh-sungguh manusia itu akan mendapatkan sesuatu yang berguna dengan hasil kerja kerasnya. Tentunya hal tersebut bernilai positif dan memuaskan.

Sekali lagi para generasi penerus Papua, kita memunyai masa depan dan masa muda kita harus kita jalani dengan penuh rasa gembira dan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita harus selalu meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk tetap siap menghadapi cobaan-cobaan dalam hidup kita ini. Siap melawan tindak kesewenangan alias tindak ketidakadilan berarti siap melawan jurang pemisah yang ada di dalam kehidupan masyarakat demi kepentingan sesama dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Jika kita berdiri maka kita lemah, tetapi jika kita bersatu kita kokoh!

*) Siwa Kelas XI SMA YPPK Adhi Luhur Nabire Papua.


--------------
Sumber: Majalah Selangkah, Edisi Januari-Maret 2010


BACA TRUZZ...- Kesewenangan Versus Keadilan

PT dan Mahasiswa Papua

Tulisan ini adalah tajuk rencana pada majalah Selangkah edisi Januari-Maret 2010. Jika Anda ingin membaca tulisan-tulisan edisi ini segera mengontak redakasi ke alamat email: selangkah_kpp@yahoo.com.

Oleh Yermias Degei*)


Perguruan Tinggi (PT) adalah lembaga pendidikan jenjang terakhir dari hirarki pendidikan formal. Ada tiga misi yang diemban oleh PT, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tri Dharma PT).

Tiga misi ini tidak ringan untuk direalisasikan. Misi pendidikan merupakan proses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses alih generasi harus diikuti dengan proses alih ilmu pengetahuan. Pewarisan ilmu pengetahuan membutuhkan pengembangan konsep atau teori ke arah konsep atau teori yang lebih baik. Usaha pengembangan teori atau konsep dilaksanakan secara sistematis dan melalui prosedur ilmiah yang dikenal dengan ‘penelitian’. Perlu dicatat bahwa usaha pewarisan dan pengembangan ilmu pengetahuan harus memiliki pijakan dan relevansi dengan kondisi masyarakat yang nyata, yakni pengabdian masyarakat.

Berdasarkan misi yang diembannya maka dapat dikatakan bahwa PT memunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga kajian dan sebagai lembaga layanan. Sebagai lembaga kajian maka PT mengembangkan ilmu sebagai proses, sedangkan perannya sebagai lembaga layanan menghasilkan ilmu sebagai produk. Dalam posisi sebagai lembaga kajian dan lembaga layanan maka PT berfungsi sebagai konseptor, dinamisator dan evaluator pembangunan masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Fungsi konseptor terwujud melalui produk ilmiah yang dihasilkannya. Melalui serangkaian tindakan imiah yang dilaksanakan, PT hendaknya mampu memprediksi kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan, tetapi pada saat itu juga memiliki kemampuan menyusun suatu teori atau konsep yang dibutuhkan pada masa kini (realitas kehidupan nyata saat ini).

Fungsi dinamisator secara langsung terlihat pada lulusan PT yang terdiri dari tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat berperan di dalam masyarakatnya. Sehingga tenaga-tenaga ahli tersebut dapat berperan sebagai dinamisator dalam laju pembangunan masyarakat. Banyaknya tenaga ahli lulusan PT yang terlibat dalam gerak pembangunan dimungkinkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru, langkah-langkah inovatif yang konsepsional dan lahirnya aspirasi-aspirasi baru.

Selanjutnya fungsi evaluator dilakukan bersama-sama oleh segenap warga sivitas akademika di dalam PT melalui penelitian terhadap berbagai dampak pembangunan. Dengan pengertian yang lebih luas maka PT hendaknya mampu bertindak sebagai pelopor pembaharuan dan modernisasi. Kemudian bersamaan dengan itu PT mampu pula bertindak sebagai agen perubahan sosial sekaligus sebagai pengawas sosial, sehingga dapat memberi warna terhadap arah laju perkembangan dan pembangunan masyarakat.

Untuk mewujudkan peran PT seperti yang diungkapkan di muka maka dalam proses belajar mengajar di PT perlu dikembangkan kultur kebebasan mimbar. Pengembangan kultur kebebasan mimbar tersebut diupayakan untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa. Dalam kehidupan PT, pemanfaatan mimbar ilmiah dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa adalah tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi PT itu sendiri yaitu membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi terhadap masyarakat.

Jadi, ada dua manfaat yang mendasar dari mimbar ilmiah, pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya). Upaya mendasar agar aplikasi pemanfaatan mimbar ilmiah itu bisa terselenggara maka harus tercipta kultur kebebasan mimbar yang didukung oleh semua komponen PT. Kultur kebebasan mimbar bisa terwujud jika didukung adanya kebebasan belajar dan kebebasan berkomunikasi.

Oleh karena implikasi PT tidak terlepas dari pengabdian masyarakat, maka kebebasan belajar harus diartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas pada dinding-dinding kampus, akan tetapi juga kebebasan untuk mempelajari persoalan-persoalan yang ada di luar dinding-dinding kampus. Dan, kebebasan untuk mempelajari masalah riil dalam masyarakat ini adalah fokus yang terlebih penting dalam mencetak mahasiswa yang betul-betul berurusan dengan masyarakatnya.

Dalam konteks Papua yang carut-marut ini misalnya, ilmu yang dipelajari oleh mahasiswa berasal dari dunia luar yang kondisinya lain dengan apa yang ada dalam masyarakat Papua. Sebagai konsekwensinya apabila konsep-konsep serta teori yang datang dari luar tersebut mau digunakan untuk memecahkan problem-problem masyarakat Papua maka memerlukan modifikasi dan penyesuaian (berbasis konteks).

Selanjutnya, untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka dan memunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan terciptanya budaya kebebasan berkomunikasi. Perlu adanya peluang bagi mahasiswa untuk berpendapat, bertanya, berhak untuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif serta kebebasan untuk penyebaran ilmu pengetahuan dan publikasi hasil-hasil penelitian dan pengamatan kepada seluruh komponen PT dan terutama di lingkungan masyarakatnya.Hubungan kerjasama antara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan PT dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, pers, dan sebagainya adalah penting.

Konsep ini ideal dan idealistis di tengah tudingan bahwa PT di Papua justru mencecak sarjana secara instant—terutama PT yang ada di kabupaten-kabupaten di Papua. Banyak lulusan yang secara pengetahuan, daya kritis, dan kepekaan sosial lemah. Terlepas dari realitas fasilitas dan staf pengajar yang memang harus dibenahi, refleksi tentang Tridarma PT menjadi suatu keharusan di tengah realitas sosial rakyat Papua di era Otonomi Khusus (Otsus) yang mengisahkan tanda tanya. Kita mesti berpikir lagi supaya sarjana-sarjana yang dihasilkan itu tidak lagi minta hak berlogokan Otsus.

Kita menginginkan sarjana-sarjana Papua yang peka dengan kehidupan mereka yang sebenarnya—bukan kehidupan yang diciptakan. Kita semua pasti menginginkan sarjana-sarjana yang lahir dari realitas kita hari ini untuk mengatasinya.
*) Sekretaris Lembaga Pendidikan Papua (LPP).



BACA TRUZZ...- PT dan Mahasiswa Papua

Mahasiswa Papua Ikut Diklat Jurnalistik di LPJB

Sembilan mahasiswa asal Papua yang sedang studi di Yogyakarta dan Salatiga mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) jurnalistik bersama lembaga pelatihan jurnalisti BERNAS Yogyakarta (LPJB) Harian bernas Yogyakarta, sejak 4 Januari hingga 18 Februari 2010. Ini merupakan kelompok khusus dari Papua. Sebelumnya, memang sudah ada mahasiswa Papua di Yogyakarta yang perna belajar di LPJB. Namun masih bersifat individual. Diharapkan ke depan akan ada kelompok lain dari Papua yang belajar jurnalistik di lembaga ini.

Pelatihan klasikal teori jurnalistik dilaksanakan di ruang kuliah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, tanggal 4 -9 Januari 2010. Selanjutnya, mulai 11 Januari -18 Februari 2010 menjalani magang wartawan di harian BERNAS Yogyakarta.

Pemrakarsa pelatian ini adalah Yulius Pekei (mahasiswa prodi PBSID, FKIP,USD Yogyakarta) dan Yanuarius You ( mahasiswa pascasarjana psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta) yang menghubungi pimpinan LPJB untuk meminta pendampingan dalam belajar jurnalistik.

Mahasiswa S2 Fakultas Ekonomi UGM, A. Gerald Bidana misalnya, dia mengikuti program ini untuk mengembangkan potensi diri dan lebih jauh dapat menuliskan realitas kehidupan masyarakat Papua yang perlu dipublikasikan agar orang lain mengetahui apa saja yang dimiliki dan dialami orang Papua. Setelah menjalani pendidikan di Jawa saya menyadari bahwa menulis akan suatu ide dapat membantu orang keluar dari kebodohan akan pengetahuan diri, lingkungan dan perkembangan iptek. Bahkan keluar dari tekanan mental atau menyehatkan jiwa diri. Jadi menulis itu membebaskan orang. (Yulius Pekai).

BACA TRUZZ...- Mahasiswa Papua Ikut Diklat Jurnalistik di LPJB

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut