45 Persen Mahasiswi Uncen Pernah Aborsi

Selasa, Juli 20, 2010

Andrianus Krobo, Pengamat Pendidikan dan pengajar di Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua mengatakan, berdasarkan riset tahun 2003/2004, mahasiswi Uncen diketahui melakukan aborsi hingga mencapai 45%.

Menurutnya, aborsi oleh sejumlah mahasiswi Uncen disebabkan oleh dua faktor, yakni kurangnya informasi tentang pendidikan seks dan adanya tekanan ekonomi.

Pendidikan seks yang kurang, kata dia, telah mengimbangi mahasiswi dengan mudah melakukan perbuatan ‘gelap’ (seks di luar nikah) yang berujung pada aborsi atau pengguguran janin.

Sementara faktor ekonomi menempati urutan kedua sebagai penyebab mahasiswi melakukan aborsi. “Hal ini biasanya terjadi karena keterlambatan pengiriman uang dari orang tua, sehingga untuk mendapatkannya, mahasiswi menghalalkan segala cara, termasuk dengan kenikmatan biologis,” ujarnya, Selasa.

Ia menuturkan, perbuatan aborsi oleh mahasiswi bukan karena kesalahan lembaga Universitas Cenderawasih. Keluarga, kata Adrianus, yang seharusnya memberi banyak pengetahuan pada anak agar paham soal seks.

Untuk meminimalisir kondisi ini, Uncen pernah menggelar seminar khusus tentang pendidikan seks dan kasus aborsi. Selain itu, bekerja sama dengan KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Provinsi Papua.

“Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, Uncen tidak akan memberikan hukuman, tapi hanya melakukan pendekatan personal agar mengakui perbuatan yang dilakukannya adalah salah,” pungkasnya. (Karolus)


---------------
Sumber: http://tabloidjubi.com/index.php/daily-news/jayapura/8168-45-persen-mahasiswi-uncen-pernah-aborsi
BACA TRUZZ...- 45 Persen Mahasiswi Uncen Pernah Aborsi

Camkan: Miras bukan Budaya Papua

Minggu, Juli 18, 2010

Oleh Amoye Yogi*)

Kedua telinga saya sering sekali terasa panas dan sakit ketika mendengar orang dari luar papua mengatakan miras (minum minuman keras) adalah budaya orang papua. Saya sendiri kadang bingung untuk menjelaskan kepada mereka kalau miras sebenarnya bukan budaya kami karena kenyataan yang ada dilingkungan membuktikan seperti itu.

Tetapi, sekarang yang menjadi pertanyaan atas pernyataan mereka (non papua) untuk kita orang papua adalah apakah mereka mengerti akan makna atau definisi dari kata budaya itu sendiri atau tidak..?.

Mungkin mereka mengartikan bahwa budaya adalah suatu kebiasaan sehari-hari. Memang benar budaya dan kebiasaan itu artinya sama tetapi kalau kita menganalisa kembali kedua kata tersebut , masing-masing kata mempunyai arti yang berbedah kalau kita lihat dari letak konteksnya.

Mengapa demikian? Karena budaya adalah kebiasaan asli (bukan dari luar) yang dilakukan oleh sekelompok atau beberapa orang secara turun-temurun disuatu wilayah (tidak berubah). Sedangkan makna dari kebiasaan itu adalah suatu sikap atau cara yang datangnya dari luar (bukan dari daerah setempat) dan akan dilakukan oleh sekelompok orang secara rutin apabilah hal itu menurut mereka enak ( selalu berubah), alias kecandungan susah untuk dilepaskan.

Oleh sebab itu, coba kalian berpikir kembali apakah minuman keras itu di produksi oleh orang papua ataukah miras itu memang sudah ada sejak dulu dan dilakukan secara rutin oleh para leluhur dan nenek moyang orang papua sehingga kalian dengan lantang tanpa berpikir panjang mengatakan bahwa miras adalah budaya orang papua.

Jujur secara pribadi saya sebagai orang papua sangat-sangat kecewa , kesal, jengkel, dan banci dengan apa yang kalian katakan seperti itu kepada kami.

Karena yang saya tahu berdasarkan berbagai info melalui media tentang miras menyangkut sudah atau yang sedang berkembang pesat hingga kini di papua yaitu kira-kira pada tahun 90-an. Dan puncaknya adalah pada tahun 2001 dengan adanya otonomi khusus (otsus).

Dengan adanya uang trilun, seakan-akan semua nya menjadi gampang untuk dijangkau. Minuman keras yang dulunya tidak ada dan susah untuk dijangkau tetapi sekarang sudah terbalik 90 derajat, dengan sendirinya miras menjadi langganan orang papua. Dan pada kenyataannya sekarang bukan manusia yang mencari miuman tetapi minumanlah yang balik mencari manusia (khususnya di papua) Memang apa yang mereka rencanakan sepertinya mulai terjawab karena pada saat otsus ada di tanah papua, semua masyarakat papua lupa dengan daratan.

Maka dengan itu, sekali lagi saya dengan tegas mau memberitahukan kepada semua bahwa miras bukan budaya papua. Tetapi miras adalah kebiasaan buruk yang dibuat atau dibawah sengaja oleh bangsa Indonesia ke tanah papua dengan maksud untuk membunuh, membinasakan, bahkan menghilangkan ras melanesia.

Bangsa indonesia tahu bahwa miras adalah alat yang sangat efektif dan ampuh. Karena ,dengan mengonsumsi miras banyak dampak-dampak negative yang akan melanda orang papua, misalnya seperti: masa depan suram, kesehatan selalu terganggu, tidak bisah berpikir yang logis, rumah tangga berantakan, mengubah kaum laki-laki menjadi berandalan, menjadikan kaum wanita yang terlantar dan mengubah anak-anak papua yang penuh semangat menjadi manusia yang tidak memiliki harapan serta masih banyak dampak-dampak yang saya tidak bish uraikan satu per satu.

Kalau dilihat dari kenyataan yang ada, memang tidak salah kalau kalian bisah berpikir seperti itu, karena mahasiswa papua pada umumnya selalu melakukan keonaran dimana-mana melalui miras.

Yang menjadi pertanyaan sekarang , siapa yang menjadi biang kedali dibalik semua keonaran yang dilakukan oleh mahasiswa papua dimana-mana? Sampai-sampai kalian berani mengatakan yang tidak-tidak kepada kami padahal kalian sendiri yang menginginkan kami melakukan hal itu.

Tidak tahukah kalian bahwa yang memproduksi, mengkampanyekan, menyebarluaskan serta mengajarkan bagaimana cara mengonsumsi miras adalah kalian bangsa Indonesia.[Sumber: http://tangisantanah.blogspot.com]
BACA TRUZZ...- Camkan: Miras bukan Budaya Papua

Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai Jawa-Bali Menuntut Janji Beasiswa

 Oleh Mateus Auwe*)

Berhubung janji yang pernah diungkapkan oleh pihak utusan Pemerintah Daerah Kabupaten Dogiyai membuat Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai di kota Jawa-Bali bertanya-tanya. Janji tersebut adalah di tahun 2010 akan ada beasiswa bagi setiap pelajar dan mahasiswa serta tugas akhir atau bantuan dana bagi mahasiswa yang menyusun skripsi. Ungkapan ini langsung dating dari Sekretaris Daerah Kabupaten Dogiyai ketika menghadiri pengesahan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai [IPMADO] Se-Jawa-Bali di Yogyakarta (30/01) tahun lalu.

Begitu ungkapan itu diucapkan oleh petinggi/pejabat di Kab. Dogiyai, pelajar serta mahasiswa asal Dogiyai yan hadir saat itu menyambut dengan baik dengan bertepuk tangan memecah kesunyiannya ruangan. Tiga orang utusan pemerinta kabupaten Dogiyai yang hadir masing-masing, Drs. Fabianus Yobee [Sekda. Kab. Dogiyai], Herman Kayame [Kabag. Pembangunan Kab. Dogiyai] serta Wihelmus Degai [Intelektual Kab. Dogiyai]. Bagaimana tidak? 80% atau bahkan 90% pelajar dan mahasiswa asal Dogiyai adalah orang tuanya berasal dari ekonomi lemah/petani. Hanya karena nekat anggotalah yang menjadikan dasar untuk hidup mandiri mencari ilmu di rantauan.


Waktupun terus berjalan, hingga saat ini memasuki pertangan tahun 2010 masih belum juga adanya tanda-tanda akan janji yang pernah diungkapkan. Melihat kenyataan ini, banyak pelajar dan mahasiswa atau yang sedang menempuh skripsi terus mempertanyakan. Pesan singkat dan telpon kepada BPH IPMADO yang menjadi payung terus dituntut agar mempertanyakan kepada pihak yang dijanjikan agar menuntut akan janji tersebut.

Mengingat tuntutan dari anggota akan janji beasiswa dan bantuan dana skripsi ini beberapa kali BPH mempertanyakan kepada pihak berwajib [Kepala Dinas Pendidikan dan Sekretaris Daerah Kabupaten Dogiyai], namun jawabannya saling over kesana-kemari. Ketika menanyakan hal itu kepada kepala dinas pendidikan jawabannya “ hal itu bukan kami yang janjikan, silakan menghubungi pihak yang menjanjikan kalian” begitu juga sebaliknya, ketika menghubungi sekretaris daerah jawabannya” silahkan tanyakan kepada kepala dinas pendidikan karena itu merupakan tugasnya dinas pendidikan”. Kami jadi pusing dan kami bukan seperti bola yang dengan seenaknya diover kesana-kemari.

Jawaban ini mengundang banyak pertanyaan dari setiap anggota pelajar dan mahasiswa Dogiyai di Jawa dan Bali, dan berikut kutipan-kutipan pesan singkat yang masuk ke ponsel BPH IPMADO untuk menanggapi masalah janji beasiswa dan bantuan dana tugas akhir:
Frans Kedeikoto atau orang yang sering disapa Tomoki ini, meminta agar perlu membicarakan dan sepakat untuk kelanjutannya, apakah perlu menghadirkan pihak yang dijanjikan ataukah mhasiswa merapat ke Dogiyai dan aksi menuntut janji tersebut. Nada yang sama datang juga dari Isak waine hal ini tidak perlu dibiarkan begitu saja, kita harus tuntut akan janji yang pernah diucapkan itu, mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat ini meminta mahasiswa yang ada seluruh kota studi yang tersebar di Indonesia bersatu dan menuntut, karena jika dibiarkan begitu saja, maka ke depannya para pejabat daerah akan melakukan seenaknya saja. Jack Mote yang juga mahasiswa yang sedang menyusun skripsi meminta agar melakukan demo besar-besaran dari kota studi yang ada di Indonesia di depan kantor bupati, karena tahun 2010 sudah berjalan pertengaan tahun masih belum juga adanya tanda-tanda dari janji yang pernah mereka ungkapkan.

Begitupun dengan Yakonias Adii, kabupaten Dogiyai dengan pemekaran kabupaten baru tidak ada bedanya, namun mengapa kabupaten baru yang hampir secara bersamaan dimekarkan memberikan beasiswa serta bantuan dana tugas akhir? Apa yang terjadi sebenarnya diantara para pejabat yang ada di Dogiyai? mahasiswa yang juga sedang menyelesaikan [skripsi] S1 di Universitas PGSD Yogyakarta ini mengatakan agar mahasiswa harus menuntut atas janji tersebut, karena ini merupakan hak mahasiswa yang berasal dari kabupaten Dogiyai. senada juga diucapkan oleh Kendi Edowai, Lidia Adii, dan Andreas Pigai.

Sedangkan Emanuel Tebai, salah satu mahasiswa asal Bandung ini mengatakan agar meminta penjelasan minimal mempertanyakan dengan surat resmi untuk menindak lanjuti atas janji beasiswa dan tugas akhir tersebut, dan meminta jaminannya dari pihak terkait. Selvi Waine mahasiswi asal Surabaya mengatakan ini merupakan kabupaten baru dan membutuhkan banyak mahasiswa yang siap pakai di daerah nantinya, maka pemerintah jangan menghambat putra-putri Dogiyai yang ingin melanjutkan kuliah dengan janji-janji seperti ini.

Terkait masalah ini BPH IPMADO sudah memenuhi permintaan pemerintah berupa data seluruh pelajar dan mahasiswa yang diminta, kenapa sekarang terjadi seperti in? jangan salahkan mahasiswa jika dalam waktu dekat mahasiswa Jawa-Bali atau mahasiswa se-Indonesia melakukan aksi besar-besaran di depan kantor bupati Dogiyai, karena mereka [mahasiswa, red] menuntut apa yang menjadi hak dan menuntut akan janji tersebut.[Sumber: http://egedy-news.blogspot.com/]


*) Ketua Ikatan Mahasiswa Dogiyai se-Indonesia
BACA TRUZZ...- Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai Jawa-Bali Menuntut Janji Beasiswa

Ruben Magai Siap Satukan Pemuda Papua

Calon Ketua KNPI Papua periode 2010-2013, Ruben Magai S.Ip mengaku siap menyatukan pemuda/pemudi Papua untuk berkreasi lebih jauh dan berperan aktif dalam pembangunan. Diyakini bahwa meski banyak terdapat perbedaan, hal tersebut dianggap menjadi satu tantangan untuk bagaimana mempersatukan perbedaan yang ada.

Bahkan ia terlihat optimis akan niatnya ini bakal mendapat dukungan dari simpatisannya seperti tertuang dalam profile singkat disebuah buku yang berjudul Mari Berikan Saya Tanggung Jawan Bersama Suaramu. “Harus diakui bahwa saat ini banyak potensi pemuda yang belum sepenuhnya tergarap dan satu misinya kedepan adalah bagaimana KNPI mampu bertindak sebagai motor penggerak dalam mengaktualisasikan ide-ide perubahan,” ujarnya di sela deklarasinya di Hotel Relat, Jumat (16/7).

Dengan dukungan dari sejumlah paguyuban yang ada di Kota Jayapura termasuk Ketua Kerukunan Masyarakat Pegunungan di Kota Jayapura dan Angkatan Muda Kemah Injil di Tanah Papua (AMKI), ia berfikir inilah waktu untuk terlibat langsung dalam perubahan. Jika nantinya ia terpilih, dipastikan semua unsure pimpinan di KNPI harus bekerja melihat langsung persoalan yang terjadi ditengah komunitas anak muda di Papua sekaligus mencarikan jalan keluarnya.

Lalu menyangkut jabatannya sebagai salah satu ketua fraksi di DPRP, Ruben menegaskan bahwa dari jabatannya itu ia justru ingin menjadikan sebagai senjata untuk melawan sebuah kekuatan.

Saat ini, menurutnya baik KNPI maupun OKP banyak yang tak bisa menjalankan program secara maksimal karena kebijakan yang tak memihak dari pemerintah jadi kedepannya jika terpilih ia ingin berkomitment untuk merubah secara total.. “Hari ini, saya sedang melawan tembok dan caranya harus dengan tangan besi, namun jika seandainya memang tak lolos yah saya pastikan saya tetap memberikan dukungan,” imbuhnya. (ade/nat) (scorpions)

BACA TRUZZ...- Ruben Magai Siap Satukan Pemuda Papua

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut