APBD Papua 2008 Abaikan Pendidikan

Jumat, Maret 28, 2008

Laporan Wartawan Kompas, Aryo Wisanggeni G

JAYAPURA, KAMIS - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua masih mengabaikan pendidikan. Nilai anggaran pendidikan di Papua hanya Rp 228,72 miliar, atau 4,19 persen dari total APBD Papua yang totalnya nilainya Rp 5,45 triliun.

Hal itu dinyatakan Direktur Eksekutif Institute for Civil Strengthening, Budi Setyanto, di Jayapura, Kamis (17/1). "Anggaran itu juga tidak tepat sasaran. Dari Rp 204,36 miliar anggaran publik di tiga Satuan Kerja Pemerintah Daerah, ternyata Rp 117,88 miliar habis untuk membayar honor, insentif, anggaran makam-minum, dan biaya perjalanan dinas," kata Budi.
Dengan alokasi seperti itu, Budi membeberkan dari Rp 204,36 miliar anggaran yang dialokasikan sebagai anggaran publik ternyata hanya Rp 86,48 miliar yang benar-benar akan dinikmati publik.

"Dana Rp 86,46 miliar itu habis untuk pengadaan buku, alat tulis, penyelenggaraan Ujian Nasional, dan pembangunan gedung sekolah," kata Budi.

Kecilnya anggaran itu menurut Budi akan membuat buruknya kualitas penyelenggaraan pendidikan di Papua. "Rendahnya anggaran itu juga mengancam akses pendidikan 917.700 jiwa penduduk miskin di Papua. Kami minta APBD Papua 2008 dievaluasi ulang," kata Budi.
-----------------------------
Sumber: http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.17.1048558&channel=1&mn=2&idx=8
BACA TRUZZ...- APBD Papua 2008 Abaikan Pendidikan

APBD Papua 2008 Abaikan Pendidikan Dan Kesehatan

JUBI - Meski ditetapkan sebagai program prioritas, pendidikan dan kesehatan ternyata tidak benar benar menjadi prioritas dalam pembagian Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Papua Tahun 2008.Dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Papua tahun 2006 – 2011, yang setiap tahunnya dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Selama otonomi khusus berjalan penggunaannya harus segera diarahkan terutama untuk meningkatkan pelayanan publik kepada penduduk di distrik-distrik dan kampung-kampung yang berikut dituangkan dalam Program RESPEK.

Penyaluran dana langsung ke tingkat distrik dan kampung dalam bentuk Block Grant menjadi salah satu pilihan strategis dalam mengembangkan prakarsa dan swadaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan apa yang mereka rasakan sehingga memberikan manfaat langsung bagi orang asli Papua. Hasil kajian Institute for Civil Strengthening (ICS) Papua,m anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua Tahun 2008 mengabaikan pendidikan. “Untuk tahun 2008, pendidikan hanya mendapat anggaran sebesar Rp.228,72 miliar atau 4,19 persen dari total APBD Papua 2008 sebesar Rp. 5.45 trilyun atau 6,37 persen dari dana otsus 2008 yang sebesar Rp. 3,59 trilyun,” kata Budi Setyanto, dari di ruang kerjanya kamis, 17 Januari lalu.

Menurut hasil kajian ICS Papua baik mengacu pada ketentua UUD 1945 maupun UU Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD, maka alokasi anggaran pendidikan dalam ABD Papua 2008 seharusnya minimal Rp. 1,09 trilyun, “Saya bisa menegaskan bahwa APBD Papua 2008 telah melanggar UUD 1945 dan UU sistem pendidikan Nasional,” tegas Budi,Menurutnya,selain anggaran kecil, penggunaan dana pendidikan juga ternyata tidak proporsional dan cenderung tidak tepat sasaran.

Dari pos anggaran publik sebesar Rp. 204,36 miliar, sebagian besar (Rp. 117,88 miliar atau 57,68 persen) habis digunakan untuk membayar honor, intensif, perjalanan dinas, makan minum pegawai dan belanja pegawai. Dan yang terbesar terjadi di Dinas Pendidikan Dan Pengajaran yaitu sebesar Rp.116,84 miliar atau 64 persen dari total alokassi sebesar Rp. 185,84 miliar.Dengan demikian anggaran pendidikan yang diperkirakan dapat dirasakan manfaatnya oleh publik hanya sekitar Rp. 86,48 miliar atau setara dengan APBD 2008 atau 2,41 dari dana otsus 2008,” ujar Budi.

Dana tersebut antara lain adalah untuk pengadaan buku buku dan alat tulis siswa Rp. 1,09 miliar, pelaksanaan ujian nasional SMP dan SMA Rp. 4,55 miliar, pembangunan sekolah Rp. 3,97 miliar, peningkatan kemampuan bahasa inggris siswa SMK Rp. 493,14 juta, pembangunan gedung auditorium UNCEN Rp. 4 miliar, pembangunan gedung fakultas hukum UNCEN (universitas cenderawasih), pembangunan gedung fakultas teknik UNIPA Manokwari RP. 2 miliar, pembangunan asrama SMU 3 Bumi Perkemahan Jayapura Rp. 1 miliar, Beasiswa eksata dan kedokteran Rp. 9,44 miliar, beasiswa berbakat dan berprestasi Rp. 625,75 juta dan lainnya.
Menurut Budi, anggaran pendidikan Papua 2008 sama sekali tidak memperhatikan peraturan perundang undangan yang berlaku, baik UUD 1945, UU Sistem pendidikan Nasional. “Padahal menurut UU No. 17 tahun 2006 tentang keuangan Negara,PP No. 58 tahun 2005 tentang pedoman penyusunan APBD 2008, bahwa prinsip penyusunan APBD adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi,” kata Budi.

Anggaran Kesehatan Pejabat Spektakuler Hal yang sama juga terjadi pada anggaran kesehatan, untuk tahun 2008, bidang kesehatan memperoleh dana sebesar Rp. 268, 83 miliar atau 4,93 persen dari APBD Papua 2008 senilai Rp. 5,45 trilyun. ”Jika mengacu pada standart WHO yang menetapkan anggaran kesehatan kesehatan 15 persen dari belanja daerah, maka anggaran kesehatan di Papua pada APBD 2008 seharusnya Rp. 817,36 miliar,”kata Budi.Jika alokasi kesehatan bagi orang Papua menggunakan standart unit cost kesehatan bagi orang miskin sebesar Rp. 12.000 per bulan atau Rp. 144.000 pertahun, maka biaya yang diperlukan untuk menjaga kesehatan masyarakat Papua dengan penduduk 1.956.845 jiwa adalah Rp. 281,79 miliar.

Anggaran kesehatan dalam APBD Papua 2008 yang berjumlah Rp. 268.83 miliar jika diasumsikan dibagi rata kepada seluruh penduduk Papua, maka tiap orang mendapatkan rata rata Rp.137.000 pertahun atau Rp. 11.000 per bulan, “Bisa dibayangkan kira-kira obat apa yang bisa dibeli dengan harga Rp. 11.000 dan untuk menyembuhkan penyakit apa?”` tanya Budi.
Anggaran ini akan semakin tidak adil jika kita bandingkan dengan anggaran kesehatan pejabat pejabat Daerah. Biaya kesehatan gubernur dan wakil gubernur dalam APBD 2008 masing masing sebesar Rp. 150 juta/tahun atau Rp. 12,5 juta perbulan, sedangkan tiap anggota DPRP memperoleh Rp. 48 juta per tahun atau Rp. 4 juta perbulan. “Sungguh tidak rasional dan bisa dikategorikan sebagai pemborosan anggaran daerah, karena standar kesehatan pejabat sesuai dengan PP 58 tahun 2005 yang paling mahal sebesar Rp. 20 juta per tahun,” lanjut Budi.

Bisa menghemat kurang lebih Rp. 1,828 miliar yang dapat digunakan untuk membiayai program kesehatan yang lain.Untuk itu, ICS Papua meminta pemerintah Provinsi, DPRP dan menteri Dalam Negeri untuk membahas dan mengevaluasi kembali APBD Papua 2008, dan memberikan anggaran pendidikan secara proporsional dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku, ICS juga meminta semua elemen masyarakat Papua (dewan adat, tokoh masyarakat, stakeholder pendidikan, warga kampus dan masyarakat umum) untuk bersama-sama melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD Papua 2008, dan meminta Gubernur untuk konsisten dengan visi dan misi dalam melaksanakan APBD.

Hal ini juga ditegaskan oleh Kepala Democratic Centre Universitas cenderawasih, Mohammad Abud Musa’ad saat membawa materi, Sabtu 19 Januari lalu. “Hal yang satu satunya terjadi di Indonesia terjadi di Papua adalah APBD Provinsi Papua dapat dialokasikan pembangunan di provinsi lain? Padahal Provinsi di Batasi dengan batas teritorial yang jelas sesuai dengan UU,” ujarnya.

Menurutnya pembangunan selama ini lebih pada dimensi simbolik dan tidak dilihat secara konfrehensif.Contoh sederhana, misalkan dalam hal regulasi. Selama 6 tahun implementasi otsus Papua, Pemerintah Provinsi Papua hanya menetapkan 4 Perdasi dan 1 Perdasus dari 17 Perdasi dan 11 Perdasus yang diamanatkan oleh Otsus. ”Saya berani katakan bahwa DPR Papua adalah DPR Daerah yang paling terburuk di Indonesia,” ujar Musa’ad.Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Provinsi Papua, Alex Rumaseb mengakui belum rapinya sistem birokrasi menyebabkan banyak program yang tumpang tindih antara program provinsi dan kabupaten yang menyebabkan masyarakat belum merasakan otsus.

“Aliran dana yang dikeluarkan tidak begitu jelas bagi kami, karena ada beberapa aliran dana yang langsung ke kabupaten dan tidak melalui Provinsi dan menyebabkan penganggaran menjadi tumpang tindih. Itu sebabnya kami sedang melakukan sinkronisasi antar instansi, juga dengan pemerintah Kota dan Kabupaten,”ujar Aleks.

Peranan dana otsus dalam pembangunan Papua sangat besar, selama kurun waktu 2002 -2005, otsus memberi sumbangan rata rata60,72 persen.Dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 71, 85 persen. Sangat disayangkan jika orang setiap orang Papua terus menerus mengatakan belum mendapatkannya. Peranan dana otsus dalam pembangunan Papua sangat besar, selama kurun waktu 2002 -2005, otsus memberi sumbangan rata rata 60,72 persen dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 71, 85 pesen. Sebab itu pelaksanaan pembangunan yang dilakukan benar benar harus dikawal dengan baik oleh pemerintah. (Angel Flassy)
--------------------------------------
Sumber:http://www.fokerlsmpapua.org/artikel/trend/artikel.php?aid=3670
BACA TRUZZ...- APBD Papua 2008 Abaikan Pendidikan Dan Kesehatan

Pemkab Tolikara Alokasikan Rp 21 M Untuk Pendidikan

SENTANI-Bupati Tolikara, Dr HC John Tabo MBA memaparkan, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan kemampuan pola pikir masyarakat dengan sarana pendidikan yang disediakan.Tidak tanggung-tanggung anggaran tahunan dalam APBD tahun 2008 Pemkab Tolikara diplot sebesar Rp 21 miliar untuk pendidikan.

“ Untuk jumlah Sekolah Dasar (SD) saat ini berjumlah 60 lebih dan 3 SMA juga Universitas yang membidangi bahasa asing,” ungkap John Tabo saat ditemui dalam acara kegiatan seminar sehari YPK menuju kemandirian bangsa di Sanggar Kesenian Bersama (SKB), di Sentani, Rabu (26/3).
Dari Universitas yang berada di Distrik Bokondini tersebut, lanjut John Tabo, kualitas tenaga guru tidak perlu diragukan mengingat tenaga pengajar yang ada berasal dari missionaris dan beberapa dari luar negeri. Bahkan, ditahun ini direncanakan sudah ada yang tamat, begitu juga dengan proses akreditasi untuk status pedidikan guna merangsang masyarakat terus melanjutkan pendidikan.“Saya melihat masyarakat sangat antusias dengan dibangunnya Universitas ini, karena itu kami pikir komitmen untuk pembangunan harus dilakukan dengan sepenuh hati sehingga pemerintah juga merespon dengan memberikan dukungan dana yang cukup,” ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan, untuk mendukung komitmen tersebut, sejak tahun 2007 Pemkab Tolikara telah membangun sekolah 1 atap mulai dari TK, SD dan SMP Negeri begitu juga dengan sekolah yang berbentuk yayasan.
”Kami juga membangun sekolah unggulan, dimana daerahnya merupakan potensi pertanian didukung dengan lokasi asrama, perkebunan dan lahan peternakan yang tujuannya adalah untuk mengangkat harkat dan martabat juga mengembangkan sumber daya manusia,” pungkas John seraya menambahkan bahwa ada kelas jauh yang bekerjasama dengan Uncen. Kelas jauh ini diperuntukkan bagi pegawai negeri.(ade)
BACA TRUZZ...- Pemkab Tolikara Alokasikan Rp 21 M Untuk Pendidikan

8 Kasus Korupsi Daerah Akan Dilaporkan ke KPK

Ginandjar: Mayoritas Dari Papua

JAKARTA-Tim Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan menyampaikan delapan kasus korupsi daerah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mayoritas kasusnya terjadi di Papua. Tim akan diterima pimpinan KPK hari Jumat (28/3) pagi.

"Rencananya, tim akan menyerahkan secara resmi kepada KPK besok pagi," ujar Marwan Batubara, Ketua Tim Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi DPD pada Sidang Paripurna DPD yang dipimpin Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/3).

Tim Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi DPD telah menerima 23 laporan korupsi, yang pembahasannya disesuaikan dengan standard KPK antara lain kapan dan di mana korupsi, siapa tersangkanya, apa dan bagaimana perbuatan tersangka, bukti, saksi, dan sebagainya. Atas dasar itulah, Tim menetapkan delapan kasus yang dilaporkan ke KPK. "Mayoritas kasus terjadi di Papua," ujarnya.

Atas dasar desakan masyarakat, Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi DPD mendorong Kejaksaan Agung melanjutkan pengusutan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kedelapan kasus korupsi tersebut kata Ginandjar adalah kasus penyimpangan pengelolaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Provinsi Bengkulu tahun 2006 Rp 21,3 miliar, penyimpangan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2004-2005 di Kabupaten Waropen (Papua) Rp 11 miliar, penyimpangan dana otonomi khusus (otsus) tahun 2004 di Kabupaten Waropen (Papua) Rp 9,2 miliar, penyimpangan dana otsus tahun 2004 di Kabupaten Yapen Waropen (Papua) Rp 50 miliar, penyalahgunaan dana otsus di Kabupaten Tolikara (Papua) Rp 28 miliar.
Kemudian, penyimpangan dana Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan (Sumatera Utara) Rp 195 miliar, penyimpangan dana APBD tahun 2005-2007 di Kabupaten Bombana (Sulawesi Tenggara) Rp 36,6 miliar, dan penyimpangan dana APBD tahun 2004-2006 di Kabupaten Tana Toraja (Sulawesi Selatan) Rp 10,4 miliar.

Marwan menjelaskan lingkup tugas Tim Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi DPD sesuai dengan memorandum of understanding (MoU) DPD dengan KPK yang diteken tanggal 6 Desember 2007 lalu, yakni tukar menukar data dan informasi, penerimaan pengaduan masyarakat, pelaporan gratifikasi, laporan harta kekayaan penyelenggara negara, pemantauan penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi di daerah, pendidikan dan pelatihan, serta sosialisasi pemberantasan korupsi.

Atas dasar lingkup tugasnya, Tim Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi DPD melakukan rapat-rapat untuk menyusun standar kerja, membentuk subtim-subtim, yakni subtim yang menangani laporan berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan subtim yang menangani pengaduan masyarakat. (esy/jpnn)
-------------------------------------------
Sumber: http://www.cenderawasihpos.com/artikel.php?p=0&id=Metro%20Jayapura&ses=
BACA TRUZZ...- 8 Kasus Korupsi Daerah Akan Dilaporkan ke KPK

BIMBINGAN DAN KONSELING JUGA SEBUAH VITAMIN JIWA PEMANUSIAAN MANUSIA INSANI PAPUA YANG BELUM TERJAMAH DENGAN SADAR

Kamis, Maret 27, 2008

By bomkonwoqk Gerald Bidana*)

Pada hakekatnya bimbingan dan konseling merupakan upaya bantuan untuk mewujudkan perkembangan potansi diri manusia secara optimal baik secara kelompok maupun individual sesuai dengan hakekat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan/kelemahan serta permasalahannya.

Bimbingan konseling sangat berperan dalam melihat peristiwa kehidupan manusia (secara individual maupun kelompok) dalam kaitan dengan perkembangan ilmu pengetathuan dan teknologi misalanya perubahan dan perkembagan masyarakat secara menyeluruh, modernisasi, era globalisai dan informasi, dampak (globalisasi, modernisasi dan informasi), derajat manusia diantara sekalian makhluk, manusia seutuhnya, sumber permasalahan, peranan pendidikan, peranan bimbingan konseling, peraturan perundang-undangan sistem pendidikan nasioanl dan dimensi-dimensi kemanusiaan.

Diemnsi-dimensi kemanusiaan antara lain adalah keindividualan (individualitas), kesosialan (sosialitas), kesusilaan (moralitas), keberagamaan (religiusitas). Dimensi disini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia disuatu segi dan sisegi lain sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan untuk mencapai manusia seutuhnya. Untuk menuju pada manusia utuh tentunya membutuhkan waktu atau proses yang panjang di dalam lingkungan dan bersama manusia dewasa yang sudah memiliki keempat dimensi manusia tersebut di atas. Proses itu adalah pendidikan seumur hidup yang terdiri dari pendidikan informal, nonformal dan pendidikan formal (lingkungan sekolah). Pendidikan adalah cara yang tepat dan pasti sudah, sedang dan akan membebaskan manusia dari ketidaktahuan terhadap diri dan dengan apa saja untuk berkembang lebih optimal seluruh kemampuan yang dimilikinya. Selanjutnya adalah manusia yang utuh itu melakukan kegiatan pemerdekaan manusia insani dalam lingkungannya.

Prof. Prayitno, mengatakan manusia seutuhnya adalah manusia yang mampu menciptakan dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi yang ada pada dirinya (dimensi keindividualan), seiring dengan pengembangan suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan) sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku (dimensi kesusilaan) dan segala sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas segenap aspek kehidupannya di dunia terhadap kehidupan di akhirat (dimensi keagamaan).

Sangat perlu dipahami dan disadari bahwa setiap manusia mempunyai keinginan, cita-cita, impian yang besar dalan mengembangkan seluruh potensi (kemampuan) yang dimiliki secara utuh, tetapi belum bisa diwujudkan dengan baik. Mengapa? Ada sejumlah kemungkinan yang menjadikan faktor penyebabnya yaitu (1) faktor internal adalah pengetahuan seseorang terhadap diri sendiri dan lingkungan karena belum berpendidikan secara baik walau sarjana sekalipun atau tidak pernah menempuh pendidikan informal sama sekali; (2) faktor eksternal yaitu semua aktivitas yang terjadi dalam lingkungan hidup seseorang membuat seluruh potensi diri manusia itu tidak berkembang secara optimal dan utuh. Contonya adalah sistem dan pola pendidikan sekolah tertentu yang tidak mampu memerdekakan seorang individu yang sedang berkembang dalam berbagai aspek dirinya. Walau bagaimana pun juga seluruh kemampuan manusia individu berkembang secara utuh apabila mendapatkan pendidikan yang benar dan bertanggung jawab dalam pembebasan dari berbagai ketidaktahuannya.

Jika berbagai faktor penghambat ini tidak dibenahi secara menyeluruh melalui penyelenggaraan pendidikan formal yang benar, seperti pendidikan sekolah berpola asrama atau sejenisnya maka perkembangan keutuhan potensi diri manusia itu menjadi stagnan. Lalu yang muncul kemudian adalah manusia-manusia karbitan yang tidak mampu memanusiakan manusia insani secara terus meneruas. Maka bagi kita, manusia Papua/anggota KPP sangat perlu meningkatkan kegiatan diskusi dan mengikuti kegiatan seminar atau kegiatan serupa lainnya demi memperjelas pola pandang dan mempertajam potensi diri masing-masing mengajak sesama manusia Papua melakukan kegiatan pembebasan manusia Papua insani dimana dan kapan saja untuk sesuatu yang besar. Perlu kita menyadari bahwa kegiatan pembebasan sungguh amat berat, harus menanggung resiko, juga mencucurkan air mata dan keringat daerah.

Disini ada sejumlah ciri-ciri manusia yang berfungsi penuh/utuh yang dikemukakan para psko-hunamitik yang bisa menjadikan pembelajaran bagi kita; adalah sebagai berikut :

  1. Menurut Frankl :

(1) mencapai penghayatan yang penuh tentang makna hidup dan kehidupan; (2) bebas memilih dalam bertindak; (3) bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala tindakan; (4) melibatkan diri dalam kehiduapn bersama orang lain.

  1. Menurut Jung :

(1) memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri; (2) menerima diri sendiri termasuk kekuatan dan kelemahan; (3) menerima dan bersikap toleran terhadap hakikkat dan keberadaan kemanusiaan secara umum; (4) menerima hal-hal yang masih belum dapat diketahui atau misterius, (5) bersedia mempertimbangkan hal-hal yang bersifat tidak rasioanl tanpa meninggalkan cara-cara berpikir logis.

  1. Menurut Maslow (1) mengembangkan seluruh kemampuan dan potensinya; (2) lebih jauh lagi, mereka adalah oyrang-orang yang telah berhasil mewujudkan diri sendiri secara penuh; (3) memiliki orientasi yang realistik; (4) menerima diri dan orang lain; (5) spontan; (6) lebih berpusat pada tugas daripada berpusat pada sendiri dan tidak selalu memperhitungkan siapa memperoleh keuntungan ataupun kerugian (diri sendiri atau orang lain), yang lebih dipentingkan ialah pekerjaan atau tugas dapat diselesaikan dengan baik; (7) memiliki hal-hal khusus yang bersifat amat pribadi dan tidak boleh dicampuri oleh orang lain; (8) bebasa dan mandiri, akan pertiimbangan-pertiimbangan diri sendiri dan tidak sekedar meniru orang lain; (9) mampu menghargai orang lain sebagai sesuatu yang unik dan tidak menyamaratakan orang lain itu berdasarkan pandangan apriori (streotype) tertentu; (10) memiliki padangan dan penglaman yang bersifat mistik atau spritual yang cukup menonjol meskipun tidak selalu dinyatakannya lewat bahasa agama; (11) menyatukan diri ke dalam kegiatan sosial-kemanusiaan dan memiliki perhatian yang besar terhadap kesejahteraan orang lain; (12) menjalin hubungan yang sangat dekat dan intim dengan sejumlah orang; (13) mengamalkan nilai-nilai demokratis : menghargai semua orang tanpa memandanag ras, suku, agama, latar belakang sosial ekonomi; (14) memiliki rasa humor (yaitu rasa humor yang hangat dan segar dan bukan yang menyakitkan atau menyinggung orang lain); (15) tidak mencampuradukan antara tujuan dan cara mencapai tujuan itu; (16) kreatif; (17) tidak mau mengikuti begitu saja budaya – adat istiadat yang ada karena melihat kelemahan dan keterikatannya yang membelenggu; dan (18) lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan nyata (aksi) daripada sekedar melalui penanggapan ( reaksi).

Mewujudnyatakan sejumlah pendapat para ahli tentang manusia utuh atau manusia yang berkembang secara penuh atas potensi diri, kemampuan manusia insani membutuhkan proses yakni melalui pola pendidikan lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan formal yang cocok dan yang membebaskan. Pembelajaran di bidang Bimbingan dan Konseling tidak lain adalah SIAPAKAH MANUSIA ITU! Yang mengaju pada pertanyaan bagaimana dan sejauhmana pertumbuhan dan perkembangan potensi diri manusia sejak perencanaan, kelahiran sampai tutup usia. Maka sebetulnya ilmu Bimbingan Konseling sangat relevan bagi setiap manusia yang mendambakan kehidupan yang lebih baik yaitu dari diri sendiri, kehiduapan dalam keluarga dan dengan sesama di lingkungannya.

Lalu bagaimana dengan keberadaan manusia Papua dahulu terhadap ilmu bimbingan konseling atau psikologi pendidikan? Sejauh pemahaman saya bahwa manusia Papua dahulu sudah memiliki ilmu bimbingan konseling pada konteks yang sangat sederhana adalah terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan mereka sangat sederhana tetapi mengandung filsafat hudp yang luar bisa yang belum tentu dimiliki manusia Papua sekarang. Contoh kongkrit praktek hidup manusia dahulu adalah melaksanakan (1) pendidikan inisiasi-pendidikan penanaman nilai-nilai hidup manusia insani; (2) cara bersikap dalam situasi tertentu;(3) bagaimana bersikap terhadap tamu; (4) cara membuat sebuah rumah yang benar; (5) cara membuat pagar kebun yang benar; (6) cara melahirkan anak yang benar; (7) cara perkawinan yang benar; (8) mendidik anak yang benar; dan sebagainya. Konteks pendidikan seperti ini sudah tentu masuk dalam kajian bimbingan dan konseling atau psikologi pendidikan melalui dunia perkuliahan saat ini. Sedangkan orang manusia Papua kini tidak memiliki minat dalam bidang yang sangat relevan ini. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan kita melalui pola dan sistem pendidikan yang diberlakukan di Papua khususnya dan Indonesia yang tidak kontektual.

Manusia Papua kini mengalami degradasi nilai-nilai kultur sebagai landasan hidup manusia suku-suku dengan bukti (1) kebanyakan anak yang lahir dan dibesarkan di kota atau daerah lain tidak memiliki bahasa daerah orang tuanya; (2) tidak memiliki nilai-nilai budaya khas orang tuanya; (3) terlalu menganggungkan, menganggap lebih baik budaya orang lain daripada budaya sendiri; (4) merasa jijik bila menggunakan pakaian tradisional dan sikap-sikap apatis lainnya yang tidak mencerminkan sebagai manusia Papua. Sejumlah sikap dan pandangan di atas disebabkan (1) sebagian besar orang tua manusia Papua tidak mendapatkan pendidikan informal secara baik dan benar; (2) para orangtua mendidik anak tidak sesuai dengan budayanya atau mendidik ala Papua dengan menggangap budaya luar baik adanya; (3) mangajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu bagi manusia Papua dan lainnya. Pola pandang seperti ini sudah sangat keliru sehingga perlu mengadakan kajian-kajian secara ilmiah untuk mengembalikan identitas suku-suku manusia yang ada di seluruh Papua seperti beberapa tulisan oleh generasi potensial manusia MEE Papua, contoh tulisan Titus Chris Pekei tentang MANUSIA MEE. Buku ini sebetulnya sebagai inspirasi bagi manusia muda Papua untuk lebih mengkaji dan menemukan identitas diri diantara manusia lain di jagat raya Papua.


[*] Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Catatan: Makalah disampaikan dalam Diskusi yang diselnggarakan Komunitas Pendidikan Papua (KPP), pada Selasa 18-03-08 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.



BACA TRUZZ...- BIMBINGAN DAN KONSELING JUGA SEBUAH VITAMIN JIWA PEMANUSIAAN MANUSIA INSANI PAPUA YANG BELUM TERJAMAH DENGAN SADAR

Jumat Agung: Drama Penyaliban Di Nabire Semarak

NABIRE (Selangkah)– Hari ini (21 Maret, Red) kita merenungkan penderitaan Yesus Kristus yang sungguh berat dan ngeri, namun menyelamatkan. Yesus mengawali penderitaan dengan ciuman. Situasi itu, saat kuasa kegelapan diberikan kesempatan untuk menang, tetapi akhirnya kuasa kegelapan dikalahkan.

Demikian kata-kata pembukaan Pastor Cristophorus Aria Prabantara, S.J., membuka drama prosesi jalan salib yang dipersiapkan oleh Paroki Kristus Sahabat Kita (KSK) dan diikuti secara Oikumene di Taman Gizi Oyehe Nabire, pukul 08.30 WIT, Jumat, (21/3).

“Maka Yesus berkata kepada Imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah serta tua-tua yang datang untuk menangkap Dia: Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung? Padahal setiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu,” kata Pastor mengutip Injil Lukas 22: 52-53. Pastor Cristophorus lebih lanjut mengontekstualkan kisah sengsara Yesus Kristus dengan keadaan kehidupan sekarang. “Kita lihat akhir-akhir ini, dalam kehidupan kita sering terjadi penganiayaan, pengurasan, pembunuhan, korupsi dan lain-lain. Maka peristiwa sengsara dan wafat Yesus Kristus ini mengajak kita untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan yang ditawarkan melalui kisah sengsara Yesus Kristus. Kita diajak oleh Yesus melalui kisah ini untuk melawan kejahatan,” katanya.

Drama proses jalan salib yang diikuti 5000-an lebih umat Kristiani itu, diawali di Taman Gizi pada pukul 09.45 WIT menuju ke bukit penyalipan, Bukit Meriam. Adegan pertama menggambarkan situasi di Taman Getszamani. “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini, dan berjaga-jaga dengan Aku, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa.” (Ia maju beberapa langkah kemudian ia berlutut dan berdoa)…”Ya, Bapa-Ku…, Jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu dari pada-Ku… tetapi,…janganlah seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Demikian kata-kata Yesus kepada ketiga murid dan doa-Nya kepada Bapa seperti yang dikutip teks drama penyaliban.

Upacara penyaliban yang dilakukan terdiri dari 14 perhentian. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh Yesus pada 2000 tahun lalu. Perhentian (1) Yesus dijatuhui hukuman mati; (2) Yesus memanggul Salib (kedua peristiwa ini dilakukan di Taman Gizi); (3) Yesus jatuh untuk pertama kalinya (di Tugu Cenderawasih); (4) Yesus berjumpa dengan ibu-Nya (di perempatan YPK); (5), Yesus ditolong Simon dari Kirene (Tugu Roket); (6) wajah Yesus diusap oleh Veronika (di depan kantor Distrik Nabire); (7) Yesus jatuh untuk kedua kalinya (di depan Kantor Statistik Nabire); (8) Yesus menghibur wanita-wanita yang menangisi-Nya (di Tugu Pemuda); (9), Yesus jatuh untuk ketiga kalinya (pintu masuk bukit penyaliban Meriam); peristiwa ke 10-14 terjadi di bukit Kalfari (bukit penyaliban Bukit Meriam).

Pada pukul 10.10 WIT, kedua penjahat dan Yesus disalibkan bersama-sama di atas bukit penyaliban. Kedua penjahat diperankan oleh masing-masing Paskalis Edowai sebelah kiri dan Lefinus Dogomo sebelah kanan. Sementara, tokoh Yesus diperankan oleh Jeremias Rahadat, salah satu peserta Kelas Persiapan Atas (KPA) untuk masuk di Sekolah Tinggi Theologi dan Filsafat (STFT) “Fajar Timur” Jayapura.

Dari atas bukit penyaliban terdengar “Eloi…Eloi..., Lama Sabactani” (Allah-Ku…Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Daku?”. Yesus sadar bahwa segala sesuatu sudah terlaksana, maka untuk menepati bunyi Kitab Suci, Ia berkata, “Ya…Bapa, ke dalam tangan-Mu, Ku-serahkan Roh-Ku”. Setelah berkata demikian, Ia mengatakan kepada para algojo, “Aku haus…!”, lalu salah satu algojo memberinya cuka yang pahit dan Ia berkata, “…selesailah sudah…”. Akhirnya Yesus menundukan kepala dan wafat.

Usai proses jalan salib, pukul 10.30 WIT, Jeremias mengatakan, dirinya merasa bahagia. Ini merupakan rahmat yang luar biasa sekaligus tanggungjawab. “Dengan memerankan tokoh Yesus dalam drama penyaliban ini, saya benar-benar merasa betapa ngeri penderitaan yang dirasakan oleh Yesus pada 2000 tahun lalu demi kita umat manusia. Sesungguhnya Yesus sangat menderita demi keselamatan kita, maka kiranya drama ini mampu menyadarkan kita semua untuk kalahkan kejahatan dan mengambil peran dalam penyelamatan umat manusia,” kata Jeremias mengajak. (yer)


BACA TRUZZ...- Jumat Agung: Drama Penyaliban Di Nabire Semarak

YABIMU dan YAPKEMA Studi Banding ke Serui

Minggu, Maret 23, 2008

NABIRE (Selangkah)– Yayasan Bina Mandiri Utama (YABIMU) Nabire dan Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA) Enarotali melakukan studi banding proses pengolahan kopi Robusta/ Arabica di Koperasi Unit Desa (KUD) “Rimba Kakupi” di Kampung Ambaidiru, Distrik Yapen Selatan, Kabupaten Yapen Waropen, Selasa (8/3) lalu.

Studi banding diikuti oleh 6 peserta, masing-masing 3 orang mewakili YABIMU dan 3 orang dari YAPKEMA. Tim berangkat ke Serui dengan Kapal Motor Ngapulu dari pelabuhan Nabire pada 16 Maret dan keesokan harinya tiba di pelabuhan Serui. Tanggal 18 Maret, dengan menggunakan pic up L300, tim berangkat ke tempat studi banding di kampung Ambaidiru (ketinggian 800 kaki di atas permukaan laut). Rabu 19 Maret tim kembali ke Nabire dengan kapal yang sama bersama kepala Oxfam Papua, Bapak Yusuf Kalengkongan.

Kepada media ini, Direktur YABIMU, Ambrosius Degei mengatakan, studi banding proses pengolahan kopi di KUD “Rimba Kakupi” itu diadakan untuk melihat dari dekat bagaimana proses pengolahan kopi mulai dari buah sampai kopi bubuk. Selain itu, YABIMU ingin melihat bagaimana proses kerja dan pembagian tugas (manajemen). Dengan demikian, keberhasilan dan proses kerja dari KUD “Rimba Kakupi” dapat diterapkan dalam pengolahan kopi oleh YABIMU dan masyarakat di Nabire yang telah berjalan satu tahun ini.

Lebih lanjut dijelaskan, studi perbandingan itu merupakan kegiatan lanjutan. YABIMU sebagai LSM yang bergerak lebih fokus pada pengembangan ekonomi kerakyatan, telah mendampingi petani kopi sejak tahun 1999. Terakhir tahun 2007 atas dukungan Oxfam Gb, YABIMU bekerja bersama masyarakat lebih fokus ke kopi dan sudah menjelang setahun. Maka, untuk mengonkretkannya setelah proses penguatan petani kopi, pembentukan jaringan serta koperasi-koperasi, maka tahap berikutnya mendorong proses kopi dari petani sampai bubuk atau bisa dikomsumsi.

Jadi, kata Degei, studi lapangan itu diadakan dalam rangka kepentingan dimaksud di atas. Selain itu juga dalam rangka penguatan kapasitas lembaga, maka Oxfam Gb memfasilitasi studi banding YABIMU dan YAPKEMA ke KUD “Rimba Kukupi” di kampung Ambaidiru Serui.
KUD “Rimba Kakupi” berdampak positif dalam peningkatan kesejahteraan warga Kampung Ambaidiru.
Menurut Kepala Oxfan Papua, Ambaidiru adalah pegunungan di pesisir pantai Papua yang potensial. Keberadaan KUD “Rimba Kakupi” mampu meransang petani kopi membuka lahan-lahan baru untuk penanaman kopi. KUD “Rimba Kakupi” dapat membendung (melindungi) petani dari sirkulasi harga pasar. Keberadaan KUD itu juga sedikitnya dapat meningkatkan kesejahteraan warga setempat, khusunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan memenuhi kebutuhan anak-anak sekolah mereka.

KUD “Rimba Kakupi” memiliki semangat untuk terus inovasi baik pengelolaan manajemen koperasi maupun alat-alat yang digunakan. Mereka mempunyai moto, “Kami orang kampung harus membuat sesuatu yang orang kota tidak bisa buat”.

”Selama ini belum ada perhatian yang serius dari pemerintah. Seandainya ada perhatian yang serius, kami ingin terus mengembangkan yang lebih canggih, terutama alat-alatnya,” kata salah satu anggota KUD.
Yang menjadi pelajaran berharga bagi kedua LSM ini antara lain, (1) proses pengelolaan kopi mulai dari buah sampai kopi bubuk; (2) pembagian beban kerja (manajemen kerja) yang jelas. Setiap bagian memiliki tanggung jawabnya masing-masing; (3) KUD “Rimba Kakupi” memainkan peran yang stratgis untuk mengurangi beban kerja masyarakat; (4) KUD “Rimba Kakupi” mampu dapat membendung (melindungi) petani dari sirkulasi harga pasar yang tidak sehat; (5) keberadaan KUD “Rimba Kakupi” sedikitnya dapat meningkatkan kesejahteraan warga setempat, khusunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan memenuhi kebutuhan anak-anak sekolah; dan (6) semangat kerja dan inovasi alat. KUD “Rimba Kakupi” memiliki semangat yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan warga kampungnya. Mereka juga memikili daya inovasi yang tinggi. Jadi, beberapa pelajaran penting yang didapatkan dari KUD “Rimba Kakupi” dapat diterapkan dalam proses pengelolaan kopi arabica oleh YABIMU dan masyarakat di Nabire. (yer)
BACA TRUZZ...- YABIMU dan YAPKEMA Studi Banding ke Serui

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut