Tak Ada Guru, Berbulan-bulan Siswa tak Terima Pelajaran

Jumat, Desember 26, 2008

Timika, Papua - Selama berbulan-bulan anak-anak sekolah SD dan SMP di Distrik Jila, Kabupaten Mimika, Papua tidak menerima pelajaran karena guru yang bertugas di wilayah itu enggan datang ke Jila tanpa alasan yang jelas.

Sejumlah siswa SMPN Jila diantaranya, Yehezkiel Dolame, Julius Agamagai dan Amoles Dogolmagai kepada ANTARA di Jila, Selasa menuturkan, sudah sekian lama mereka tidak sekolah karena guru-guru ada di kota Timika.

Para siswa itu menuturkan, kegiatan belajar mengajar di SD dan SMPN Jila selama ini lumpuh total. Guru-guru yang bertugas di dua sekolah itu sudah lama meninggalkan Jila dan kembali ke Timika, ibukota Kabupaten Mimika tanpa alasan yang jelas.

Lantaran tidak menerima pembelajaran seperti anak-anak di daerah lain, anak-anak sekolah di Jila setiap hari hanya menghabiskan waktu membantu orangtua.

"Anak-anak di sini setiap hari hanya menganggur saja karena tidak ada bapak-bapak dan ibu-ibu guru yang mau datang mengajar di sini," tutur Yehezkiel yang diakui dan teman-temannya di kelas III SMPN Jila.

Masih menurut penuturan mereka, guru-guru baru datang ke Jila jika menjelang perhelatan Ujian Nasional (UN) setiap tahun, dimana bahan ujian seringkali dikerjakan sendiri oleh para guru tersebut dan hampir seluruh siswa dinyatakan lulus.

"Menjelang ujian mereka (guru-guru-red) baru datang ke Jila, itu pun hanya tinggal satu atau dua minggu saja lalu kembali ke Timika," ujar Yehezkiel dan teman-temannya.

Dengan kondisi pendidikan yang demikian memprihatinkan itu, anak-anak Jila merasa pesimis untuk menghadapi persaingan di masa depan terutama untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

"Bagaimana kami mau melanjutkan sekolah ke jenjang SMA kalau selama di SMP saja kami sekolah tidak betul," ungkap mereka.

Keprihatinan serupa dikemukakan salah satu putra Jila yang saat ini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Jackson Dolame.

"Saya sungguh prihatin dengan nasib adik-adik saya di Jila, mereka tidak pernah mendapatkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan sebagaimana anak-anak di daerah lain karena guru-guru tinggal di Timika selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kami minta Pemerintah Daerah Mimika serius memperhatikan masalah ini," ujar Jackson yang pulang ke Jila untuk berlibur.

Kepala Distrik Jila, Yusuf Howay mengakui penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan di Distrik Jila selama ini berjalan tidak maksimal karena berbagai alasan. Alasan utama sebagian besar staf distrik, guru dan petugas medis enggan datang ke Jila karena ketiadaan sarana transportasi.

Distrik Jila yang berada di wilayah dataran tinggi Mimika yang berdekatan dengan deretan pegunungan puncak Cartenz hanya bisa dijangkau dengan sarana transportasi udara. Selama ini tidak ada satupun pesawat perintis yang membuka rute reguler ke wilayah itu.

Menurut data yang dihimpun ANTARA dari warga Jila, SDI dan SMPN Jila saat ini menampung ratusan siswa yang berasal dari beberapa kampung sekitar seperti Jila, Hoya, Alama, Jinoni, Bela, Umpliga, Geselema dan Eralmaklabia.

Adapun nama-nama guru yang bertugas di SDI Jila yaitu Julius Biligame, Ruben Pigome, Ruben Dolame, Yosia Piligame, dan Yusuf. Sedangkan guru yang bertugas di SMPN Jila diantaranya Anita Mayor, Amina, Darius Kenbu, Yohanes dan Pieter. *
------------------------------------
Sumber: http://antarajatim.com/index.php?ref=disp&id=6804
BACA TRUZZ...- Tak Ada Guru, Berbulan-bulan Siswa tak Terima Pelajaran

Pendidikan di Sugapa Sangat Memprihatinkan

Kepala Sekolah dan Guru Dalangnya

NABIRE- Terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal serta berkompoten disuatu daerah adalah kunci utama majunya daerah itu. Tidak ada jalan lain yang dapat kita tempuh untuk mewujudkan SDM yang handal, selain melalui jalur pendidikan. Sehingga dengan ini, pendidikan perlu mendapatkan perhatian yang begitu serius dari setiap lembaga yang mengaturnya, yang diperhatikan bukan siswa saja, namun semua satuan pendidik yang mengurus itu perlu di pantau serius oleh pemerintah daerah baik guru, kepala sekolah, bahkan sampai pada masyarakat yang menjadi pelaku pendidikan itu sendiri.

Dimana dalam hal ini saya melihat pendidikan di kampung halaman saya (red, sugapa) sangat-sangat buruk dan memprihatinkan, lebih menggenaskan lagi yang merusak pendidikan di daerah ini adalah para guru dan kepala sekolah sendiri, memalukan, kata ini yang bisa saya gambarkan pada ketidakbecusan mereka dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) daripada generasi Papua yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang Ilmu Pengetahuan.

Hal ini di ungkapkan Linus Bagau, salah satu Inteleq asal suku Moni beberapa saat lalu di ketika di temui Koran Papua Post Nabire (PPN) Jumat (29/10) menanggapi dilematisasi carut-marutnya Pendidikan di sugapa (red, Intan Jaya). Yang sebagaimana hal ini disaksikan oleh dirinya melalui kasad matanya sendiri saat turun lapangan beberapa saat lalu.

“guru-guru yang telah menjadi pegawai negeri dan di tempatkan oleh pemerintah Paniai di sugapa, pada umumnya tidak punya hati untuk mengajar, dimana mereka hanya punya hati untuk menerima uang, padahal ketika mereka melamar untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sumpah janji mereka keluarkan untuk bagaimana tetapi setia dan taat kepada tugas yang pemerintah embani kepada mereka.

Hal ini terbukti, dimana guru-guru yang bertugas disana lebih senang lalu lalang di kota-kota besar seperti Kabupaten Paniai maupun Kabupaten Nabire bagai orang yang tidak punya tugas dan tanggung jawab daripada tinggal berlama-lama di tempat tugas untuk mengajar siswa yang kadang jenuh dan membosankan karena sedikit ketidaktauan mereka. Selain itu, banyak guru-guru yang lari ke Kabupaten Paniai untuk menuntut jabatan politik yang lebih tinggi lagi daripada hanya menjadi guru biasa. Inikan sebuah fakta yang lucu, dimana menjadi guru hanyalah sebuah job mengisi kekosongan mereka” tegasnya.

Selain itu, Kepala sekolah maupun guru yang bertugas di sana tidak transparan dalam penggunaan dana operasional. Padahal dana pendidikan yang di turunkan oleh Pemerintah Pania tidak sedikit jumlahnya, sehingga hal ini perlu di tanyakan dengan baik-baik, kira-kira kemana dana-dana pendidikan seperti itu. Padahal, kalau dana itu digunakan dengan baik-baik maka bukan tidak mungkin bisa membangun beberapa ruang kelas yang layak, selain itu bisa juga membangun perpustakaan kecil dan fasilitas sekolah yang lainnya.

Namun, sudah sekian tahun dana pendidikan dikucurkan, toh nasib pendidikan di daerah ini tidak berubah. Ruang kelas yang saya lihat dulu, tetap begitu-begitu terus, kemudian mutu dan kualitas pendidikan tidak di tambah dengan adanya penambahan beberapa buku pelajaran. Kapan mau adanya perubahan dan peningkatan pendidikan di daerah ini padahal Pemekaran Kabupaten Intan Jaya sedikit lagi akan menjadi kenyataan, terangnya dengan wajah yang sedih.

“yang mengabdi untuk daerah diatas khususnya dalam hal pendidikan dengan serius adalah para guru tamatan SMA/SMK dan sederajat lainnya. Mereka walaupun bukan pegawai negeri sipil, toh mereka punya hati untuk tanah diatas. Dimana mereka memberkan semua yang mereka punya, tanpa menuntut. Ini baru kita bisa namakan seorang pahlawan yang mengabdi tanpa tanda jasa. Contohnya dapat kita lihat di Agisiga, dimana guru-guru yang di berikan kepercayaan dengan bayaran yang cukup tinggi oleh pemerintah paniai melalaikan semua itu, sehingga beberapa guru honorer tamatan SMA/SMK dan sederajat lainya yang lebih serius mengajar,” tambahnya.

Harapan saya Kepada Pemerintah Paniai, bagaimana untuk meningkatkan mutu pendidikan dan Sumber Daya Manusia (SDM) di sugapa pemda harus lebih jeli dalam menempatkan guru di daerah Sugapa. Berikan tanggung jawab kepada mereka yang memang betul-betul punya hati untuk mengajar generasi muda diatas dari pada kepada mereka yang sama sekali tidak punya hati untuk mengajar. Ketika hal ini di tanggapi dengan serius, maka bukan tidak mungkin akan tercipta manusia-manusia dengan tingkat sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan orang-orang di daerah luar Papua, terang bagau mantap. (oktovianus pogau)
-------------------------------------
Sumber: http://pogauokto.blogspot.com
BACA TRUZZ...- Pendidikan di Sugapa Sangat Memprihatinkan

5, 50 Standar Ujian Nasional 2009

Minggu, Desember 21, 2008

Dari tahun ke tahun standar kelulusan bagi siswa-siswi SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMK/SMALB kian naik. Pada tahun 2007, standar kelulusan mencapai angka 5,00, tahun 2008 5,25 dan tahun 2009 Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) tahun 2009 mencapai 5,50. Hal itu dijelaskan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional RI, Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, pada sosialisasi UN dan UASBN tahun pelajaran 2008/2009, Sabtu (20/12) kemarin di Aula Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua.

Prof. Dr. M. Yunan Yusuf menjelaskan, kepastian naiknya standar nilai kelulusan pada tahun ajaran 2008/2009 ini telah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Departemen Pendidikan Nasional RI, guna peningkatan mutu pendidikan nasional di seluruh Indonesia.

“Jadi standar kelulusan untuk tahun 2008/2009 ini, kita naikan rata-ratanya menjadi 5,50 dari 5,25 tahun 2008 dan 5,00 tahun 2007,” ujarnya kepada wartawan usai sosialisasi.

Dikatakan, sesudah mesimulasi hasil dari tahun 2008 lalu dengan penempatan nilai sekarang, ketidaklulusannya hanya bertambah sekitar 0,67 persen. Untuk itu, dirinya sangat berharap proses pembelajaran siswa dapat diperbaiki agar angka tersebut menjadi tidak ada.

Jika pada UN dan UASBN tahun ajaran 2007/2008 lalu, diperbolehkan adanya angka 4 untuk satu mata pelajaran dan pelajaran lainnya diatas angka 6 keatas, maka untuk tahun 2009 nanti diperbolehkan ada dua angka 4 tetapi mata pelajaran lainya tidak boleh dibawah 4,25 untuk semua jenjang, baik SMA,SMK maupun SMP.

“Jadi rata-ratanya 5,50 dan diperbolehkan ada dua mata pelajaran bernilai 4, tapi mata pelajaran lainnya tidak boleh kurang dari 4,25,” ujar Yusuf.

Yusuf menjelaskan, filosofi kenaikan standar tersebut karena setiap ujian nasional itu tiap tahun harus bergerak naik, karena melalui hal itu secara rasional dapat dikatakan mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat.

“Secara teoritis dan kasat mata, dengan menaikan angka standar kelulusan ini, ada proses yang lebih intens lagi untuk selalu berusaha dan berjuang untuk mencapai angka itu,” terangnya.

Adapun hari pelaksanaan UN dan UASBN nanti, Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan MA ujian pertama (I) mulai 20-24 April 2009, sedangkan untuk ujian susulan dimulai 27 April hingga 1 Mei 2009. Untuk UN utama SMP/MTs/SMPLB dilaksanakan mulai 27-30 April 2009 dan ujian susulannya 4-7 Mei 2009. Sedangkan untuk SMALB ujian utama dilaksanakan 20-22 April 2009 dan ujian susulannya 27-29 April 2009.

Adapun untuk Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) ujian utamnya dilaksanakan tanggal 11-12 Mei 2009, ujian susulannya 18-20 Mei 2009. Untuk SMK, ujian utama dimulai 20-22 April 2009 dan ujian susulannya 27-29 April 2009. Dimana, ujian kompetensi keahlian SMK harus selesai dilaksanakan 1 minggu sebelum ujian utama dilaksanakan.

Dari segi pengawasan menurut Yusuf, untuk UN maupun UASBN tahun depan, guru mata pelajaran tertentu dilarang masuk ke ruangan ujian. Seperti contoh, dilaksanakan ujian dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka yang mengawasi siswa saat ujian tidak diperbolehkan guru yang notabene mengajar Bahasa Indonesia.

Hal itu dilakukan menurut Yusuf, dapat diindikasikan guru tersebut memberitahu murid-murid yang sedang ujian jawaban soal ujian tersebut, karena guru yang bersangkutan menguasai betul mata pelajaran yang diujikan.

“Untuk itu kita akan mengatur pos-pos pengawasan yang dilakukan guru-guru pengawas,” tegas Yusuf.

Adapula pengawasan yang dilakukan Tim independen, dimana BSNP memberikan wewenang yang seluas-luasnya dalam hal-hal tertentu yang dianggap emergenci atau mendadak diperbolehkan masuk keruang ujian.

Untuk itu dalam UN dan UASBN nanti dirinya berharap, ujian nasional ini harus jadikan sebagai penilaian evaluasi keseluruhan dari pendidikan nasional di Indonesia. Untuk menjaga kredibilitas agar mutu perkembangan bangsa Indonesia kedepan seperti yang diinginkan, Yusuf mengajak semua guru, pengawas maupun peserta ujian agar dapat melaksanakan UN dengan penuh kejujuran, tanggungjawab dan kesadaran tinggi serta seprofesional mungkin untuk mencapai mutu pendidikan nasional yang berkualitas.



OPTIMIS

Sementara itu, rasa optimis muncul dari Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua Drs Paul Indubri yang mewakili Kepala Dinas P dan P Provinsi Papua, Drs. James Modouw, M.MT pada sosialisasi UN dan UASBN 2009 itu.

Menurutnya, dengan standar 5,50 untuk kelulusan tahun ajaran 2008/2009 khusus di Papua hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Dimana, pada tahun lalu dengan standar 5,25, tingkat kelulusan di Papua sangat memuaskan.

“Saya kira bukan menjadi suatu kendala dengan kenaikan standar kelulusan kali ini, dilihat dari tahun kemarin, tingkat kelulusan di Papua mengalami peningkatan yang signifikan,” terang Paul.

Rasa optimisnya tersebut, karena menurut Paul sebelum pelaksanaan UN maupun UASBN segala persiapan para guru maupun peserta ujian telah dididik jauh-jauh harinya, begitu juga dengan latihan-latihan soal yang diberikan.
“Kami beserta dinas P dan P di masing-masing kabupaten/kota maupun satuan pendidikan lainnya, akan tetap berusaha agar target ini dapat tercapai guna menghadapi standar kelulusan tahun 2012 nanti yang mencapai 6,00,” pungkasnya.
---------------------------
Sumber:papuapos.com

BACA TRUZZ...- 5, 50 Standar Ujian Nasional 2009

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut