Mementingkan Ijazah Dari Pada Pendidikan dan Sekolah Merupakan Virus Dalam Pembangunan di Papua.

Minggu, Juni 12, 2011

Dari Hasil Diskusi Mahasiswa Asal Tambraw dan Selangkah Media

Fenomena jual-beli ijazah belakangan ini marak terjadi di Indonesia, beberapa kampus menjadikan lahan bisnis untuk mendatangkan keuntungan. Hal ini terjadi ketika masa rezim Soeharto runtuh dan ekonomi seakan mengendalikan segalanya dalam mendapatkan sesuatu. Bagi segelintir orang, wajar dan senang karena ada keinginan yang ingin dicapai, contohya seperti untuk menduduki suatu jabatan dalam Pemerintahan, maupun perusahan atau lainnya.


Melihat kondisi yang memprihatinkan dalam pembangunan Papua ke depan ini, Mahasiswa asal Tambraw melakukan diskusi sederhana di alam bebas, tepatnya depan Rumah Sakit Happy Land, Timoho Yogyakarta yang berlangsung sore (10/5). Tak ada rotan akar pun jadi hal itulah yang terjadi dalam berlangsungnya diskusi ini. Dengan Topik Pendidikan, Sekolah dan Fenomena Mencari Ijazah, menjadikan diskusi berlangsung seru dan menarik tanpa membatasi ruang bicara setiap anggota diskusi.

Diskusi diawali dengan sebuah pertanyaan dari Agus Dogomo yang menjadi moderator saat itu, berikut pertanyaannya “menurut teman-teman apa yang lebih penting, apakah Pendidikan, Sekolah atau Ijazah”? pertanyaan yang memang gampang-gampang susah untuk dijawab, namun bagi Mahasiswa/i asal Kabupaten Tambraw yang baru dimekarkan tahun 2008 dari Kabupaten induk Sorong ini mencoba menjawab sesuai dengan pendapat masing masing anggota diskusi.

Orang bersekolah dan tidak mengerti sama saja sementara ijazah hanyalah symbol bahwa telah menyelesaikan suatu bidang atau jenjang tertentu, kata Ley Hay, menjawab. Orang yang tidak punya ijazah bisa hidup dari keahliannya dan pendidikan pendidikan bukan hanya pelajaran semata namun banyak hal, lanjut mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini.

Hal ini diperkuat oleh perempuan Papua yang sering disapa Ocha, bahwa tanpa sekolah orang bisa mendapatkan pendidikan, sementara itu adopsi pendidikan luar atau seluruh Indonesia diseragamkan, menjadikan wajah pendidikan menjadi kabur. Bukankah pendidikan di sekolah itu bisa dimengerti jika disesuaikan dengan lingkungan dimana kita hidup? Tanyanya kesal. Orang punya ijazah pun belum tentu memanusiakan orang lain dan paradigma yang terbangun pada orang Papua bahwa bisa sekolah dan mendapatkan ijazah, sementara system pendidikan yang ada saat ini hanya mematikan karakter orang Papua, lanjutnya menutup pembicaraan.

Pendapat selanjutnya datang dari Merry Bame; susah sekali jika dijawab dengan asumsi kita sendiri. Semua penting, ijazah juga penting hanya saja masalahnya saat ini terjadi perbedaan kelas ekonomi antara kaya dan miskin, sehingga pendidikan yang didapatkan antara kedua kelas ini dalam pendidikan formal tidak sama dalam hal fasilitas di sekolah. Senada juga datang dari Maria, Anas Olin dan Zavi bahwa; ijazah penting juga untuk mendapatkan suatu pekerjaan, namun gambaran umum yang dirasakan dari pendidikan adalah bagaimana penerapannya ketika masuk dalam dunia kerja. Pendidikan diJawanisasikan akibatnya kualitas pendidikan rendah jika melihat kualitas pendidikan di Papua, lebih parah lagi praktek jual-beli ijazah yang marak terjadi belakangan ini.

Sementara itu, pendidikan formal memang perlu dan ujung-ujungnya akan mendapatkan ijazah, namun pendidikan non formal lebih penting, contohnya budaya, karena dengan belajar akan kebudayaan kita itulah kita akan mengerti akan identitas kita sendiri dan merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri, imbuh Emanuel dan Yohanes. 


“Pendidikan Seumur Hidup”/”Life-Long Education” (bukan “long life education”) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapannya.…
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal. (Egeidaby)
BACA TRUZZ...- Mementingkan Ijazah Dari Pada Pendidikan dan Sekolah Merupakan Virus Dalam Pembangunan di Papua.

TIDAK MENCAIRKAN DANA UNJIAN, SEKOLAH DASAR SE- KABUPATEN DOGIYAI MOGOK BELAJAR-MENGAJAR

Kamis, Mei 19, 2011


Hari ini (19/5) di Dogiyai guru-guru mogok mengajar, hal ini diakibatkan karena pemerintah tidak mencairkan dana Ujian yang diselenggarakan beberapa waktu yang lalu. Dari beberapa sumber (guru,red) yang berhasil dihubungi dikatakan seluruh sekolah yang ada di kabupaten Dogiyai mulai dari Sukikai sampai dengan Ugapuga mogok mengajar. Mogok belajar-mengajar ini adalah atas himbauan dari ketua PGRI Kabupaten Dogiyai Yustinus Agapa. Dikatakan beberapa waktu ke depan mogok belajar-mengajar ini akan berlanjut hingga pemerintah dalam hal ini Dikbudpora Kabupaten Dogiyai mengambil suatu kesepakatan dengan guru-guru.

Anehnya Ujian Nasional yang diselenggarakan beberapa waktu adalah tanpa alokasi dana dari pemerintah setempat. oleh karenanya guru-guru SD yang ada di Dogiyai menunggu sampai tuntutan mereka direalisasi. Tuntutan tersebut pemerintah memberikan siswa/peserta ujian sebesar Rp. 400.000,-/siswa. Jika hal ini tidak direalisasi oleh pemerintah maka Kepala Sekolah dari setiap SD yang ada di Kabupaten Dogiyai akan memberikan kunci sekolah kepada Dinas Pendidikan. Dikatakan hal ini adalah kesepakatan setiap kepala sekolah yang berhasil diputuskan di SD YPPK Moanemani (17/5) lalu.

Hal ini dibantah oleh Kepala Dikbudpora kabupaten Dogiyai Drs. Andreas Yobee, M.Hum., bahwa dana untuk ujian nasional sudah kami cairkan, namun guru-guru tidak mengerti dengan semua yang disampaikan. “kami sudah cairkan dana sebesar Rp. 570.100.000,- dari pos nondik, sebenarnya dana untuk ujian ini digunakan oleh dana otsus, namun karena masih belum disahkan sehingga kami gunakan dana nondik, itupun dipijam dan pos lain dan akan ditutup lagi setelah dana otsus disahkan, kata Andreas Yobee. Guru-guru malah minta tambah karena mereka kira dinas menghabiskan dana untuk ujian, saya kira guru-guru menjelekkan dinas Pendidikan, lanjutnya.

Ketua Lembaga Pendidikan Papua, Longginus Pekei, S.Pd., menyayangkan kejadian ini, karena hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah, mogok mengajar yang terjadi ini wajar karena merupakan kelalaian dinas pendidikan setempat dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan masalah yang akan terjadi dan yang jelas akibatnya akan berdampak pada siswa nanti. Ia mengambil contoh pada jumlah kelulusan di Kabupaten Nabire pada tahun ini, di SMA Adhi Luhur 8 orang tidak lulus dan 7 orang diantaranya berasal dari suku Mee, juga jumlah kelulusan SMA lain yang ada di Nabire adalah yang terbanyak berasal dari suku Mee. Kabupaten Dogiyai adalah tempat dimana berasalnya suku Mee, sehingga diharapakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali pola belajar-mengajar yang tepat dengan guru-guru. Tidak dicairkannya dana ujian dan kesejahteraan guru tidak diperhatikan itu memang benar, namun guru-guru juga perlu sadar terhadap dampak yang akan terjadi jika mogok belajar-mengajar ini berlarut sampai memakan waktu yang cukup lama. Jelasnya. Siswa yang akan menjadi korban dari semua ini. karena untuk memajukan suatu daerah pendidikanlah yang menjadi tolak ukurnya.

Sementara itu, salah satu guru honorer yang sedang mengabdi juga membenarkan kejadian ini, pemerintah seakan-akan tidak menghargai dengan perjuangan kami, sudah tiga tahun kami masih belum mendapatkankan honor, namun kami masih menjalankan tugas kami sebagai guru honor, karena kami mencintai adik-adik kami. Kata Esebius Anouw. Hal ini diperkuat lagi oleh salah satu kepala sekolah bahwa semua guru honor yang ada di kabupaten Dogiyai masih belum mendapatkan keringat mereka, beberapa orang memang sempat mendapatkan honor tapi itupun dijawab setelah melakukan aksi.

Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap bangsa di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, karna seperti yang kita ketahui bahwa suatu Pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya peningkatan mutu pendidikan juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. (Egeidaby)
BACA TRUZZ...- TIDAK MENCAIRKAN DANA UNJIAN, SEKOLAH DASAR SE- KABUPATEN DOGIYAI MOGOK BELAJAR-MENGAJAR

Budayaku Terkikis, Identitasku Semakin Hilang

Jumat, April 01, 2011

Arnold Cherren Belau)*

Secara etimologis, kata kebudayaan berasal dar budhayah (Bahasa Sansekerta), jamak dari kata budhhi yang artinya budi atau akal. Atau dasar kata tersebut, kebudayaan diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal atau budi. Dalam istilah antropologi, kebudayaan sebagai terjemahan dari kata culture, berasal dari kata latin Colore. Artinya mengolah atau mengerjakan yaitu mengolah tanah atau bertani (berkaitan dengan alam). Berangkat dari arti kata tersebut maka culture diartkan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Budaya adalah identitas suatu bangsa. Budaya merupakan identitas yang secara kodrat dimiliki dan melekat pada setiap manusia sejak Ia dilahirkan. Dimana budaya itu menunjukan identitas pribadi, yang menunjukan iapun salah satu bagian dari suatu komunitas. Identitas tersebut meliputi segala macam unsur yang tergabung di dalamnya.

Kebudayaan memunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan masyarakat bidang spiritual dan materiil sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.

Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
Budaya dimiliki oleh tiap orang yang dipercayai sebagai identitasnya. Tiap suku memiliki budaya yang khas berbeda-beda. Budaya itu menjadi sesuatu yang sangat penting. Sebab dengan adanya budaya itu dengan mudah kita bisa mengetahui darimana ia berasal. Secara otomatis dengan melihat budaya itu kita bisa mengetahui budaya orang. Hal ini terlihat jelas karena setiap budaya memili sejarah yang berbeda-beda.

Unsur-unsur budaya meliputi, bahasa, pakaian adat, gaya hidup dan lain-lain. Sehingga budaya dianggap sangat penting dan perlu dipelajari serta diketahui oleh stiap orang. Sebab bila tidak mengetatuhi budaya yang sebenarnya maka seakan-akan seperti seseorang yang tidak memunyai identitas. Tidak dibatasi bagi setiap orang untuk mempelajadi budaya orang lain, namun perlu diketahui bahwa setiap orang tidak perlu terpengaruh dengan budaya orang lain tesebut, karena setiap orang didunia memunyai budaya yang beraneka ragam. Hal ini diikuti dengan kebiasan hidup pada suatu komunitas tertentu, yang mana kebiasaan dalam suatu komunitas itulah yang disebut budaya. Apapun jeleknya budaya, harus mencintai budaya itu, dengan cara ini secara tidak langung menghargai akan segala cipta, rasa dan karsa dari para pendahulu.


Aku Papua dan Aku Begini Adanya

Pada zaman ini budaya semakin tidak terlalu serius diperhatiakan  dan dianggap sebagai Sesutu yang tidak berate pada hal budaya merupakan identitas kita. Bahkan pada zaman sekarang budaya semakin tidak jelas dan semakin campur baur dengan budaya luar yang masuk. Contoh yang paling kongkrit yang kita bisa lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah, gaya hidup dengan pirang rambut, pergi ke salon, minum bir (minuman beralkohol), mengubah warna kulit, membuat model rambut yang tidak asli (tarik, rebonding, dan lain-lain).

Begitu pun gaya hidup yang semakin tidak sesuai dengan tuntutan adat dan istiadat. contohnya dance, kewa, dan acara-acara yang sering diadakan oleh para remaja dan kaum muda pada umumnya. Tidak beda jauh dengan gaya bahasa sehari-hari yang kita gunakan. Secara tidak sadar bahasa yang kita biasa gunakan dalam sehari-hari pun telah berubah, contohnya, nggak, nda, lho. gue, beta, dll. Semuanya itu bukan bahasa (dialek) kita perlu ketahui bahwa sebenarnya hal semacam ini kita terpengaruh akibat kebiasaan kita menyaksikan tayangan sinetron yang biasanya bitayangkan melalui media audio visual setiap hari. Dampak ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, sebab kebanyakan orang tua sering menyaksikan sinetron tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan oleh tayangan tersebut, secara tidak sengaja dengan semakin banyak ditontonkan kepada anak-anak maka anak-anak pun merekam semua adegan-adegan yang dimainkan, sebab otak anak kuat untuk merekam apa saja yang dilihat, dan didengar. Demikian pula dengan film-film hollywood.

Semua dampak itu akan berpengaruh terhadap gaya hidup maka semua orang perlu menyadari apa yang dibuat dan dilakukan oleh setia orang. Apabila dampak itu terjadi maka pihak orang tua bertindak sebelum terjadi dampak yang lebih besar, dan sebelum terjadinya  pengaruh yang dipengaruhi oleh film-film yang ditonton oleh anak-anak itu maupun gaya hidup yang tidak wajar yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Era globalisasi adalah zaman dimana semua hal untuk masuk ke suatu wilayah terbuka dengan lebar. Hal ini didalamnya terdapat gaya hidup orang luar untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ikut terbawa. Dalam kondisi seperti inilah eksistensi budaya kita (budaya Papua) diuji. Kita adalah manusia yang berbudaya, walaupun berbagai pengaruh dan gaya hidup yang tidak wajar daam kehidupan sehari-hari pun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita melestarikan dan menjaga budaya kita ditengah-tengah maraknya budaya modern yang masuk. Pastinya setiap budaya mengajarkan hal-hal yang baik oleh suatu budaya, namun bagi kita bias meniru kebiasaan orang lain yang dianggap tidak memojokkan budaya kita sendiri.

Setiap generasi memunyai tanggung jawab dalam memperhankan gaya hidup masing-masing budaya, Bila generasi kita berhasil melestarikan dan menjaga budaya kita maka itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kita. Oleh karena itu, mari kita menjaga diri agar tidak terjerumus dalam dampak-dampak negatif dan katakan tidak pada budaya dari luar yang menjadikan budaya kita punah.

Kalo ko merasa ko orang Papua yang mendiami di Pulau Papua, mari tong jaga tong pu budaya untuk menghargai para pendahulu kita.
*** Semoga***

Mahaiswa Jurusan Broadcasting, Komunikasi Massa, STIKOM Jayapura, Alumni SMA Adhi Luhur  Nabire 2010
BACA TRUZZ...- Budayaku Terkikis, Identitasku Semakin Hilang

Tim Diskusi Iyoo/Ihoo Ikut Serta Dalam Gelar Seni dan Budaya Nusantara di Universitas Sanata Dharma 2011

Rabu, Maret 30, 2011

Spanduk pada Festival Budaya/Egeidaby Foto
Yogyakarta- Walaupun awal dilangsungkan Gelar Seni dan Budaya Nusantara hingga akhir, kota Yogyakarta dan sekitarnya diguyur hujan yang tak kunjung berhenti, namun tak menyurutkan semangat bagi putra-putri Papua yang merindukan adanya perubahan nyata di tanah Papua. Perwakilan Papua yang diikuti oleh Tim Diskusi Iyoo/Ihoo yang merupakan bagian dari Majalah selangkah ini berlangsung tanggal 24-26 Maret 2011 di Kampus Sanata Dharma Yogyakarta.


Semangat peserta dalam gelar budaya menghadirkan nuansa tersendiri bagi pengunjung, hal ini terlihat ketika siapapun yang mengunjungi, peserta yang menjaga stand merasa memunyai tanggung jawab untuk menjelaskan arti, kegunaan dan lainnya yang terkandung dalam setiap kerajinan tangan yang dihasilkan oleh rakyat Papua dengan berbagai kreasi dan inovasi tersebut. Sementara itu, toleransi antara setiap anggota yang selalu membagi waktu untuk menjaga stand agar tak mengganggu kuliah yang merupakan tugas pokok setiap mahasiswa, sehingga stand Papua selalu terlihat ramai.


Memang budaya merupakan identitas atau jati diri suatu bangsa, “Budaya adalah suatu kebiasaan yang biasa dilakukan oleh seseorang atau kelompok masyarakat tertentu disuatu daerah, secara tidak langsung dengan budaya akan menunjukan jati diri dan sejarahnya” kata Agus disela-sela acara. Oleh karena itu, kita harus pertahankan budaya kita masing-masing mepertahankan budaya kita masing-masing karena dengan mempertahankan maka kita telah menyatakan sejarah dan jati diri kita sendiri dan menyadari dan menghargai akan cipta, rasa serta karsa dari para leluhur kita, Lanjutnya.

Tim Diskusi Iyoo/Ihoo

Senada juga dilontarkan oleh Dorce Pekei, Obeth dan Merry Bame, kami ikut serta dalam acara ini adalah menunjukan kepada orang lain bahwa kami juga punya jati diri serta memunyai sejarah hidup yang mengatakan bahwa kami dari Papua dan karena itu kami menghargai akan cipta, rasa dan karsa dari para leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sehingga acara ini kami ikut dengan senang hati karena dengan cara inilah generasi kami mengatakan bahwa kami menghargai dan mencintai budaya kami serta kami ini unik dengan orang lain.

Banyak orang yang telah mengunjungi Stand kami [Papua]. Budaya Papua itu unik sekali karena pengolahannya masih alami dan bahan-bahannya pun langsung diambil dari alam. Tutur seorang mahasiswi yang mgnunjungi stand kami. Anak-anak Papua cukup kreatif juga dalam menyusun gambar hal ini diungkapkan ketika melihat gambar proses pasang api, bakar batu, hingga makanan siap disajikan. Ungkap seorang Suster. ” saya Ingin ke Papua” lanjut suster biara tersebut. Banyak pengunjung yang baru mengetahui seperti apa budaya Papua itu, bagaimana pengolahannya hingga menjadi barang yang siap digunakan. Menanyakan tetang Noken [ Mee: Agiyaa], mereka juga bertanya tentang Cawat [Mee: Moge] dan alat tradisional lainnya.

Itulah beberapa keunikan budaya Papua yang selama ini terpendam dan tidak pernah di dipublikasikan kepada masyarakat umum. Dengan demikian banyak orang berpikir bahwa Papua memunyai budaya mabuk, budaya membuat kacau dan lain-lain yang selama ini dicap oleh orang lain. Kami mengatakan bahwa ini bukan bagian dari budaya kami, namun budaya orang luar. Dengan semua ini kami ingin mengatakan bahwa budaya, sejarah dan Jati diri orang papua dari sejak dahulu begini adanya. [Egeidaby]

Yemima dan Kunjungannya [Kepala Dinas Kebudayaan Kab. Sleman]  
Mateus sedang menjelaskan proses pembuatan noken Anggrek  kepada Rektor III Univ. Sanata Dharma
Paulina Saat Dekorasi/sebelum Festival dimulai
 
BACA TRUZZ...- Tim Diskusi Iyoo/Ihoo Ikut Serta Dalam Gelar Seni dan Budaya Nusantara di Universitas Sanata Dharma 2011

Semakin Banyak Memberi, Semakin Banyak Menerima

Sabtu, Maret 26, 2011

"Namaku Linda. Aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberiku sebuah pelajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat dan  mengagumkan penuh gairah seperti dalam novel-novel roman, walau begitu menurutku ini adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari itu semua.

Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda alhabsyi dan ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka bertemu disebuah acara resepsi pernikahan dan kata ayahku ia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk ke dalam ruangan. Saat itu ayah tahu, bahwa inilah perempuan yang akan menikah dengannya. Hal ini menjadi kenyataan, kini mereka telah menikah selama 40 tahun dan telah memiliki tiga orang anak, aku anak tertua, telah menikah dan memberikan mereka dua orang cucu.

Mereka bahagia dan selama bertahun-tahun telah menjadi orang tua yang sangat baik bagi kami, mereka membimbing kami, anak-anaknya dengan penuh cinta kasih dan kebijaksanaan. Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia belasan tahun. Saat itu beberapa ibu-ibu tetangga kami mengajak ibuku pergi kepembukaan pasar murah yang mengobral alat-alat kebutuhan rumah tangga. Mereka mengatakan saat pembukaan adalah saat terbaik untuk berbelanja barang obral karena saat itu saat termurah dengan kualitas barang-barang terbaik.

Tapi ibuku menolaknya karena ayahku sebentar lagi pulang dari kantor. Kata ibuku,"Mama tak akan pernah meninggalkan papa sendirian". Hal itu yang selalu dicamkan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai seorang perempuan aku harus patuh pada suamiku dan selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sehat maupun sakit. Seorang perempuan harus bisa menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu menurut mereka, itu hanya janji pernikahan, omong kosong belaka. Tapi aku tak pernah memperdulikan mereka, aku percaya nasihat ibuku.

Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami mengalami duka, setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi dan menjadi lumpuh. Dokter mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi lagi sehinnga ia harus menghabiskan sisa hidupnya di tempat tidur. Ayahku, seorang pria yang masih sehat diusianya yang lebih tua, tapi ia tetap merawat ibuku, menyuapinya, bercerita banyak hal padanya, mengatakan padanya kalau ia mencintainya. Ayahku tak pernah meninggalkannya, selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu menemaninya, ia masih suka bercanda-canda dengan ibuku. Ayahku pernah mencatkan kuku tangan ibuku, dan ketika ibuku bertanya ,"untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua dan jelek sekali". Ayahku menjawab, "aku ingin kau tetap merasa cantik". Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, ia merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayan. 

Para kenalan yang mengenalnya sangat hormat dengannya. Mereka sangat kagum dengan kasih sayang ayahku pada ibuku yang tak pernah pudar. Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum, "Kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku...kau tahu kenapa?" Aku menggeleng dan ibuku melanjutkan, "karena aku tak pernah meninggalkannya. .."

Itulah kisah cinta ayah dan ibuku. Mereka memberikan kami, anak-anaknya pelajaran tentang tanggung jawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.

Sumber: http://www.conectique.com/enlight_your_life/article.php?article_id=5841
BACA TRUZZ...- Semakin Banyak Memberi, Semakin Banyak Menerima

Doa Seorang Gadis.... untuk Semua Perempuan di Dunia

Tuhanku...

Aku berdo'a untuk seorang pria yang akan menjadi bagian dari hidupku
Seseorang yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu

Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting
Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan Engkau dan berusaha menjadikan sifat-sifatMu ada pada dirinya
Dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup sehingga hidupnya tidaklah sia-sia

Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah

Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapi karena hatiku
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam setiap waktu dan situasi
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku di sisinya

Tuhanku...
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna, sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya
Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya
Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna

Tuhanku...

Aku juga meminta,
Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga
Berikan aku hati yang sungguh mencintaiMu sehingga aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku

Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu
Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya
Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya
Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana, mampu memberikan semangat serta mendukungnya setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku
berharap kami berdua dapat mengatakan:
"Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah
memberikan kepadaku pasangan yang dapat membuat
hidupku menjadi sempurna."

Aku mengetahui bahwa Engkau ingin kami bertemu pada waktu yang tepat Dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang telah Engkau tentukan

Amin....

rgds,
Evelyn


Sumber: http://www.conectique.com/enlight_your_life/article.php?article_id=8257
BACA TRUZZ...- Doa Seorang Gadis.... untuk Semua Perempuan di Dunia

Kacang Harus Melupakan Kulitnya

Seorang partner saya pernah bertanya “Pak, kok diajarkan semuanya ? Apa Bapak tidak takut nantinya setelah Bapak mengajarkan semua ilmu yang Bapak miliki mereka malah lupa pada Bapak, seperti kacang lupa pada kulitnya?” Hal ini terjadi karena ia melihat materi NLP Practitioner yang saya ajarkan lebih banyak dan lebih dalam pembahasannya, dibandingkan training sejenis di Indonesia. Saya katakan kepadanya ada empat alasan kenapa saya selalu total dalam memberikan sesuatu.


Pertama saya memiliki guru-guru yang luar biasa dalam hidup saya, Tung Desem Waringin, Krishnamurti, RH Wiwoho, James Gwee, Tim Hallbom (NLP Institute California), William Horton. Psy.D (NFNLP Florida), John Grinder (NLP Academy –London), Anthony Robbins, Stave G James (America Alliance of Hypnosis), Karl Nielsen (NLP & Coaching Institute Berlin), T Harv Eker dan Barnie Wee (Mind transformation Singapore), mereka selalu menjawab semua yang saya tanyakan dan tidak pernah menyembunyikan apa yang mereka ketahui. Karena semakin banyak memberi maka gelas, semakin kosong dan semakin kosong sebuah gelas,maka semakin banyak “air” yang bisa mengisinya.

Kedua, saya adalah orang yang terus belajar dan berkembang. Setiap tahunnya saya pasti melakukan upgrade keluar negeri jadi ilmunya pasti terus berkembang, oleh karena itu semua peserta NLP Practitioner dan Master practitioner saya diwajibkan untuk ikut kembali materi atau kelas yang sama pada angkatan berikutnya secara GRATIS. Ini bermanfaat untuk melakukan upgrade ilmu dan mengasah kembali “gergaji.”
Ketiga, saya balajar NLP Practitioner dari dua lembaga yang berbeda (NLP Institute -California, Mind transformation - Singapore) dan saya belajar NLP Master Practitioner dari tiga lembaga yang berbeda (Mind Transformation – Singapore, NLP Academy –London, NFNLP-Florida) dimana sebagian besar materinya berbeda, jadi saya tidak akan pernah kehabisan bahan saat saya membagikannya.

Dan keempat, power of vibration. Saat saya total, sungguh-sungguh dan tulus memberi, para peserta pasti akan dapat merasakan hal tersebut. Ini terbukti dari tingkat closing yang 90% dan bahkan ada kelas NLP Practitioner yang 100% pesertanya joint ke kelas NLP Master Practitioner. Lebih “gilanya” ada peserta yang sudah daftar untuk kelas NLP Trainer Training yang baru akan diadakan 2012.

Kemudian kepada partner saya ini saya mengatakan. Bagi saya kacang lupa kulitnya adalah pribahasa yang kurang tepat. Sudah semestinya kacang haruslah melupakan kulitnya, kalau ia mau tumbuh dan berkembang. Kacang yang tetap tinggal didalam kulitnya tidak akan pernah menghasilkan kacang-kacang yang lain. Sebaliknya jikalau ia keluar dari kulitnya kemudian tumbuh dan berkembang, baru ia akan dapat menghasilkan kacang-kacang yang lain. Menjadi egois kalau membiarkan sebuah kacang tetap tinggal didalam kulitnya sehingga akhirnya membusuk atau justru digoreng.

Dalam hidup ini saya pernah melatih beberapa trainer yang kemudian menjadi trainer yang handal, apakah mereka mengingat saya atau tidak itu bukan urusan saya lagi. Ada diantara mereka yang menjadi Motivator No.1 Asia, ada yang bekerjasama dengan pembicara terkenal asal Amerika dan membuka cabang coaching di Indonesia atau ada juga yang akhir saya perkenalkan dengan partner saya Tung Desem Waringin kemudian akhirnya kita menjadi partner bersama.Mereka sekarang telah berkembang dan bermanfaat bagi banyak orang.

Melihat kiprah mereka, membaca atau mendengar cerita tentang mereka saya merasa ketambahan energy ,semangat untuk berbagi ,membantu dan membimbing. Karena NLP bukanlah teori, NLP adalah PERBUATAN. Jadilah kacang yang melupakan kulitnya atau dalam pandangan yang berbeda yakni tidak bergantung pada kulitnya tetapi menjadi kacang yang bisa tumbuh, berkembang, menghasilkan lebih banyak kacang-kacang yang lain.

*) Ongky Hojanto adalah penulis buku Best-Seller “The Secret To Be More Success”, partner Penulis buku “Financial Revolution in Action” bersama Tung Desem Waringin. Narasumber OBROLAN Pagi motivasi di Pacific TV dan narasumber di SMART FM Indonesia ini dapat dihubungi langsung di www.ongkyhojanto.com

Sumber: http://www.pembelajar.com/kacang-harus-melupakan-kulitnya
BACA TRUZZ...- Kacang Harus Melupakan Kulitnya

Cerita Pagi dari Bangku Sekolah

Dari jaman sekolah doeloe rasanya senang sekali apabila Bapak atau Ibu guru kita mengumumkan bahwa ada kegiatan rapat dewan guru sehingga para siswa diminta belajar di rumah masing-masing. Teriakan hore secara koor bergema di ruang kelas tanpa komando. Budaya itu diyakini masih ada dan berlaku sampai sekarang pada level atau jenjang pendidikan manapun dan di mana pun.


Bahkan saya sendiri menjelang akhir pekan rasanya kok plong bangets ya? Apa karena akan terbebas dari rutinitas tugas? Hehehe… Sebuah seloroh pernah saya ungkapkan kepada para mahasiswa bahwa sesekali mahasiswa membuat pengumuman yang berbunyi demikian “Sehubungan para siswa/mahasiswa mau rapat, para guru/dosen dipersilakan mengajar di rumahnya masing-masing. Wkwkwkwk…”.

Barangkali saja ada guru/dosen yang senang mendengarnya karena terbebas dari belenggu rutinitas. Ups! Yang satu ini tolong jangan diekspos ya, entar dikira Anda dianggap tidak taat aturan dalam soal penghormatan pada guru/dosen.


Saya pernah mengumumkan suatu hari bahwa perkuliahan dipercepat dari jadwal yang seharusnya karena ada tugas/dinas ke luar kampus. Tak pelak teriakan hore secara koor yang sama bergema dari mulut para mahasiswa. Saya akhirnya memutuskan menunda keluar ruang kelas. Saya mengurungkan niat mengakhiri pecepatan perkuliahan dengan mengatakan bahwa selama ini berarti dalam mengikuti pembelajaran dijalani dengan terpaksa atau penuh tekanan. Mereka mengelak dengan tuduhan tersebut. Namun saya beranalogi bahwa seandainya menjalani perkuliahan dengan gembira atau fun mengapa teriakan yang terucap bukan kalimat yang sebaliknya. Yakni sebuah kalimat yang menggambarkan rasa kecewa karena dtinggal dosennya dalam proses belajar di kelas.

Yang jelas guru atau dosen yang baik adalah mereka yang kehadirannya dinantikan oleh para siswa atau mahasiswanya. Ia akan dirindukan bila tidak masuk/hadir di sekolah atau kampus. Apabila yang terjadi sebaliknya, berarti ada yang salah dengan proses belajar-mengajar yang selama ini terjadi.

Seorang pendidik mestinya mempunyai kepribadian yang menarik, supel dalam menjalani aktifitas pembelajaran. Ia juga menggunakan paradigma pendidikan demokratis dalam menekuni peran profesional seorang pendidik –untuk hal ini selanjutnya baca “Paradigma Pendidikan Demokratis karya Prof. Dr. Dede Rosyada, MA–. Ia juga harus menjadi orang yang pertama yang mengamalkan dan mengimplementasikan hal-hal yang diajarkan kepada para muridnya.

Pernah pada suatu siang seorang mahasiswa mengirimkan sebuah pesan pendek bahwa ia sedang bete mengikuti perkuliahan yang diasuh oleh seorang dosen. Katanya: “Panas euy, bete, jenuh, mendengarkan ceramah si dosen, sudah tua lagi”. Selang beberapa detik kemudian saya menjawabnya:”Bukankah kita juga akan menjadi tua? Berarti kita akan membetekan juga dong…”. Ya, mestinya seorang guru/dosen harus dapat mendesain pembelajarannya secara komprehensif dengan perencanaan yang matang. Kombinasi berbagai metode dan strategi pembelajaran dapat dilakukan agar prosesnya belajar di ruang kelas dapat berjalan secara menyenangkan dan sukses mencapai tujuan yang ditentukan dan diharapkan.

Metode ceramah memang murah meriah, dan bersifat massif. Tetapi ceramah yang monoton juga dapat membuat kejenuhan yang dirasakan oleh para peserta didik. Di samping mempunyai kelebihan, metode ceramah juga mempunyai sedikit-banyak kekurangan. Kekurangan inilah yang mestinya dapat didukung dengan penggunaan kombinasi metode semacam diskusi, tanya-jawab, demonstrasi, karya wisata, resitasi, dll. Sudirman N, et. all. dalam buku Ilmu Pendidikan menjelaskan secara gamblang berbagai kelebihan dan kelemahan metode-metode mengajar. Hal ini juga dapat diperkuat dengan penggunaan strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang berpusat pada aktifitas siswa. Buku 101 Strategi Active Learning karya Melvin L. Sibermen dapat memberikan inspirasi para pendidik untuk mengarahkan pembelajarannya menjadi lebih menarik.

Sebagai seorang guru, dosen, atau sebutan lain yang aktifitasnya sejalan, sudah seharusnya mengembangkan paradigma baru dalam proses pembelajaran. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Artinya bagaimana dapat mendesain agar peserta didik tetap dapat belajar kendatipun kita absen dalam proses pembelajaran dengan berbagai alasan yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Wallahu a’lam.

*) Tanenji, Dosen dan Sekretaris Laboratorium Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat dihubungi langsung di tanenji@yahoo.com



Sumber: http://www.pembelajar.com/cerita-pagi-dari-bangku-sekolah
BACA TRUZZ...- Cerita Pagi dari Bangku Sekolah

Mahasiswa Papua Dituntut untuk Memahami Arti Pendidikan yang Sesungguhnya.

Senin, Maret 14, 2011

Diskusi Iyoo/ihoo, 12 Maret 2011

“Saya melihat di televisi orang tidak memiliki ijazah ada yang sukses menjadi pengusaha besi bekas”, (Kompas, 24 Mei 06)/ Kalimat ini diucapkan oleh Hilmy. Hilmy adalah seorang gadis remaja kelas tiga sekolah alternatif SMP Qaryah Thayyibah di lereng Gunung Merbabu. Waktu itu, teman-teman sebaya di sekolah formal sibuk mempersiapkan diri ikut Ujian Nasional (UN) dan panik ketika akan mendengar hasil kelulusan UN.

Seorang Gadis SMP saja bisa berpikir orang tanpa ijasah saja bisa sukses walaupun boleh dikata mereka di pulau Jawa hidupnya keras, karena lahan yang mereka miliki pun sempit untuk bisa membuka usaha tetapi seorang siswa ini dia sudah berpikir jauh dan memahami tentang pendidikan. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan buat kita mahasiswa Papua yang sedang menganyam pendidikan di tanah Jawa ini.


Pendidikan merupakan hal vital yang dapat kita membantuk suatu dedikasi untuk memperhitungkan ouputnya. Agar ita bisa memahami bahwa pendidikan menjadi sarana bukan menjadi tujuan. Ijasah merupakan suatu pencapaian hasil dari suatu jenjang pendidikan. Jadi jangan kita membeli sekolah tetapi sesuatu yang dapat kita terima setelah kita sekolah. Intinya adalah pendidikan bukan Ijasah, Kata Mery Bame. Lalu ia pun mencoba memberikan solusi bahwa, kalau kita mau agar hal itu dapat berjalan dengan baik maka kita harus keluar dari rutinitas sekolah, mencapai tujuan, keluar dari budaya atau kebiasaan 1. Takut 2. Kita tidak mau 3. Untuk keluar penuh dukungan, Pungkas Mery seorang Mahasiswi Sanata Dharma Yogyakarta.

Oleh sebab itu, Pendidikan yang kita terima dibangku kuliah itu dapat memahami dan harapannya dimemperaktekan dilapangan walaupun orang tua kita utamakan adalah bagaimana kita mendapatkan ijasah dan pulang bisa bekerja [ hal itu tidak dipungkiri bahwa itu telah menjadi budaya orang tua kita kita]. Dengan hal itu kadang mahasiswa menjadi santai karena setelah lulus tunggu tes PNS [Pegawai Negeri Sipil], secara otomatis akan menjadi pekerja Negara Indonesia, sebelum masuk kedunia kerja bisa membuka usaha agar pengganguran. Sebaik Mereka mebuka usaha Ungkap Yosina mahasiswa yang sedang menempu pendidikan bagian ekonomi.

Membuka usaha diPapua cocok karena memunyai kekayaan alam yang berlimpah,oleh sebab itu, harapan saya kita bisa mengunakan kemampuan kita yang ada selama kita kuliah untuk megimplementasikan jagan sebatas teori saja, tetapi diimbangi dengan praktek dilapangan. Hal itu yang kadang kurang di Tanah Papua. Yosina
Kita bisa menerapkan teori yang kita terima selama ini dibangku study tetapi Kehidupan masayarakat Papua dan kehidupan masyarakat Jawa tidak sama, disini mereka walaupun tanah tidak luas pun mereka bisa berwirah usaha karena kehidupan mereka telah terhimpit dalam kehidupan yang keras. Dengan kehidupan yang keras akan menciptakan kehidupan ekonomi yang baik dan berwirausaha. Tetapi kalau kita melihat ditanah papua dengan melakukan kebiasaan kita yaitu mengambil semuanya dari bahan alami itu berarti kita telah menyiasati hidup dan bisa dikaitkan itu pendidikan, pungkas Oce mahasiswa Sanata Dharma.

Memang ada yang mengatakan pendidikan ditanah Papua telah gagal atau orang tua masing-masing yang telah gagal mendidikan anak-anaknya. Mengapa demikian? Karena banyak anak-anak yang datang ke Yogyakarta untuk mengayam pendidikan tetapi sampai disini mereka mengonsumsi miras mengunakan uang yang diberikan oleh orang tua berarti mereka merugikan biaya orang tuanya. Hal itu terjadi juga mereka belum memahami pendidikan itu terlebih dahulu dan yang jelas mereka mengharapkan ijasah dan pulang dapat menunggu PNS dan masuk PNS lalu bekerja.kata Yeri Dogomo Mahasiswa APMD.

Lanjutnya Guru-guru [paklaawan tanpa jasa] mengalikan profesinya ke menjadi wakil rakyat [DPR], hal itu sudah, sedang, dan akan. terjadi tanah Papua. Dengan masuknya otonomi daerah dan Pemekaran juga tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi. Intinya bahwa mereka belum memahami pendidikan itu dengan baik. Walaupun alasan mereka secara skrim yaitu kesejatheraan belum diperhatikan.

Kesimpulan dari kami sebagai mahasiswa papua penerus generasi Papua harus memahami pendidikan, lalu menyikapi seluruh masalah yang sedang terjadi tanah papua di berbagai aspek agar kelak kita bisa menyiasati kehidupan sebagai bangsa papua yang memunyai harga diri dihadapan orang lain. Harapan kita sekolah bukan untuk menjadi pekerja Indonesia tetapi bisa membebaskan masyarakat Papua dari pelbagai masalah yang terjadi tanah luka Papua. [Agus Dogomo]
BACA TRUZZ...- Mahasiswa Papua Dituntut untuk Memahami Arti Pendidikan yang Sesungguhnya.

Berita Foto Penyerahan Bantuan Pakaian kepada Anak-anak PAUD

Selasa, Maret 08, 2011

Seorang ibu rumah tangga di Jakarta, Marling M., belum lama ini menyumbangkan pakaian sekolah, pakaian gereja, buku tulis, dan buku-buku pengetahuan umum untuk anak-anak PAUD Doutou di kampung Putapa, Distrik Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, Papua. Kampung ini (Putapa) berada jauh dari kota dan terisolir. Transportasi darat dan udara sulit. Dari ibu kota distrik harus jalan kaki panjat gunung dan telusur sungai 1 hari (jam 6 pagi keluar dan jam 6 sore tiba). 

Jumlah anak yang terdaftar di lembaga PAUD Doutou kampung Putapa sebanyak 33 anak. Semua anak itu mendapatkan satu paket  berisi macam-macam barang (lihat foto) yang dikirim Marlin. Setelah anak-anak lain (yang belum masuk PAUD) melihat bantuan itu, anak-anak datang tumpah ruah. Ruang PAUD menjadi penuh. Warga belajar yang awalnya hanya 33 orang bertambah menjadi 64 orang. 

Putapa dan sekitarnya adalah wilayah yang 'untuk datang ke sekolah sejak kecil' mesti di rangsang. Kami yakin, orang tua akan terus mengantar anak mereka karena mereka mulai mengerti pentingnya PAUD. Kepala PAUD Doutou Putapa, Ibu Albertina Degei terus berupaya sosialisasi di gereja dan rumah-rumah akan pentingnya PAUD. Ia (Albertina) perempuan pendidik PAUD tanpa upah. Kita butuh banyak orang seperti Albertina di pedalaman Papua dan Marlin di Jakarta.  

 Kepala Taman Bermain PAUD Doutou, Ibu Albertina Degei, Am.Pd. Albertina, perempuan pendidik tanpa upah untuk masa depan anak-anak Papua. 

Foto-foto saat pembagian paket (pakaian) kepada anak-anak PAUD di halaman gereja St. Maria Magdalena Putapa.
 Foto setelah anak-anak mengenakan pakaian di halaman gereja St. Maria Magdalena Putapa. Hari pertama belajar dengan pakaian baru. 


BACA TRUZZ...- Berita Foto Penyerahan Bantuan Pakaian kepada Anak-anak PAUD

LPP Gelar Seminar dan Pelatihan PAUD di Nabire, Papua

Rabu, Februari 16, 2011



 “Investasi pada Pengembangan Anak Usia Dini adalah
Investasi Sumberdaya Manusia dan Ekonomi

Nabire-- Lembaga Pendidikan Papua (LPP) menggelar seminar (pada Sabtu, 29 Januari 2011) dan pelatihan (pada Selasa, 1 sampai Kamis, 3 Februari 2011) bertema “Investasi pada Pengembangan Anak Usia Dini adalah Investasi Sumberdaya Manusia dan Ekonomi” bertempat Balai Aweida, Kelurahan Karang Tumaritis, Nabire Papua.
           
Seminar dan Pelatihan tersebut dilakukan atas kerja sama LPP dengan PTK-PNF, Kemendiknas serta didu-kung oleh Tim Penggerak-PKK Kabupaten Nabire.  
           
Menurut penang-gung jawab kegiatan, Yermias Degei, S.Pd., seminar dan pelatihan itu dilakukan dalam rangka menggerakan keikutser-taan masyaralat umum  dalam rangka  Pemba-ngunan Sentra Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) integratif berbasis lokal Papua di Kelurahan Karang Tumaritis dan Bumi Wono-rejo kabupaten Nabire yang sudah dimulai LPP sejak tahun 2010.
           
“Kami melakukan dua kegiatan bersamaan. Pada kegiatan pertama, yakni seminar, kami mengundang seluruh RT/RW di kelurahan Karang Tumaritis dan  Kelurahan Bumi Wonorejo tempat di mana dikembangkannya sentra taman bermain PAUD. Selain itu, kami mengundang tokoh agama (ketua kring), tokoh pemuda, tokoh perempuan di dua kelurahan tersebut. Kami juga mengundang Kepala Sub Bidang Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire; pihak Dinas Kesehatan yang menangani soal gizi, Tim Penggerak PKK Kabupaten Nabire, Ketua Dewan Pendidikan, dan lain,” katanya.
           
Dia mengatakan, pelatihan dilakukan khusus untuk para tutor dari Taman Bermain Aweida di Balai Aweida Kelurahan Karang Tumaritis, Taman Bermain St. Agustinus Kelurahan Bumi Wonorejo Kabupaten Nabire, tutor dari Taman Bermain Doutou Kampung Putapa, Kabupaten Dogiyai dan dari beberapa tempat lainnya.
           
“Tiga lembaga PAUD (Taman Bermain PAUD Aweida di Kelurahan Karang Tumaritis dan Taman Bermain PAUD St. Agustinus Kelurahan Bumi Wonorejo Kabupaten Nabire serta Taman PAUD Doutou Kampung Putapa,Kabupaten Dogiyai) ini digagas oleh LPP belum lama ini dan sedang dikembangkan secara integratif dan lokalitas Papua,”katanya.
           
Menurut Ketua LPP, Longginus Pekey, S.Pd., kami jalankan tiga sentra PAUD itu apa adanya tanpa modal apapun. “Saya berpikir, perubahan tidak akan menunggu orang Papua. Orang Papua harus memulai membangun sendiri dari ketidaberadaan. Kami harus memulai dengan PAUD dan mencoba buat seminar untuk menggerakan orang akan pentingnya PAUD. Kami sedang lakukan ini karena kami mengerti bahwa investasi pada pengembangan anak usia dini adalah investasi sumberdaya manusia dan ekonomi,” kata Pekey.
     
Dalam materinya, Longginus Manangsang, S.Ip memaparkan potret sosial di Papua. Dia mengatakan, perubahan sosial ini menggiring orang Papua pada suatu keadaan yang tidak menentu. Jadi, katanya, salah satu cara adalah melalui perbaikan pendidikan dasar, terutama membangun gerakan PAUD.
           
Kata Manangsang, dirnya dan teman-temannya prihatin melihat fenomena baru, yakni banyak anak usia PAUD dan sekolah dasar  menjadi tukang pemungut kaleng di jalanan dan terlibat dalam minuman keras serta menghirup lem aibon.
           
“Jika dari kecil tidak dibangun budaya belajar maka dia akan terpengaruh cepat. Sebe-narnya mata rantai ini harus segera diputuskan dengan pendidikan. Tentunya dengan pendidikan dasar. Kesadaran orang tua juga mestu terus kita bangun. Kami harap pemerintah dan gereja akan bicara dan perhatikan secara serius hal-hal ini,” katanya.
           
Ketika ditanya arti PAUD, kepada wartawan, Yermias Degei mengatakan, PAUD  adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
           
Kata Degei, kualitas sumber daya manusia Papua belum berkembang secara optimal karena belum banyak stimulasi (rangsangan) yang diberikan secara sengaja sejak usia dini (lebih banyak berkembang alami dan rendah). Dengan demikian, perlu diberikan input (rangsangan melalui pendidikan anak usia dini) agar sumber daya manusia Papua berkembang secara otimal. “Kita harus akui bahwa belum diberi rangsangan saja banyak orang Papua yang pintar. Jika diberi rangsangan dengan gizi baik, pasti akan berkembang optimal”.
           
Ada beberapa hal yang mengakibatkan PAUD di Papua tidak berjalan, yakni (1) pemahaman masyarakat terhadap arti pentingnya PAUD rendah; (2) masih terbatasnya dukungan pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam upaya peningkatan akses dan layanan PAUD; (3) masih terbatasnya jumlah lembaga layanan PAUD (khususnya PAUD Nonformal); (4) masih terbatasnya jumlah pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan; dan (5) kurangnya lembaga pendidikan dan lembaga agama yang berminat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini.
           
“Perlu dicatat bahwa berbagai penelitian telah membuktikan ‘anak usia dini’ adalah usia yang paling kritis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Termasuk juga pengembangan intelegensi hampir seluruhnya terjadi pada usia di bawah empat tahun. Selain itu,  hasil penelitian di bidang Neurologi menemukan bahwa perkembangan intelektual sampai dengan 4 tahun = 50 %, sampai dengan 8 tahun = 80 %, dan sampai dengan 18 tahun = 100%. Sementara pertumbuhan fisik otak pada 0 tahun =25 %, 6 tahun =90%, dan 12 tahun = 100 %,” kata Yermias.
           
Lebih lanjut Yermias Degei menjelaskan, ada tiga hal penting megapa pembangunan PAUD di tanah Papua harus menjadi sebuah gerakan bersama. Pertama, Pemenuhan kebutuhan dasar anak--kesehatan, gizi, pengembangan emosi dan intelektual--menentukan pengembangan penduduk dewasa yang berkemampuan dan produktif . Kedua, pengasuhan anak-anak pada tahun-tahun awal dapat membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Ketiga, bagi sebuah bangsa kehidupan anak pada tahun-tahun pertama memiliki berbagai dampak. Artinya, anak yang diasuh dengan benar akan berprestasi di sekolah, dan lebih mampu mengembangkan keterampilan yang mereka perlukan untuk berkompetisi dalam ekonomi global.
           
Secara umum, Degei mengatakan, berdasarkan hasil studi "kemampuan membaca" siswa tingkat SD yang dilaksanakan oleh International Educational Achievement (IEA) diketahui bahwa siswa SD di Indonesia berada di urutan ke 38 dari 39 negara.  Hasil penelitian lain menunjukkan, kemampuan siswa Indonesia di bidang IPA berada di urutan ke 32 dari 38 negara yang diteliti dan di bidang matematika berada di urutan ke 34 dari 38 negara yang diteliti. Menurut laporan UNDP tentang Human Development Index (HDI) Indonesia menempati peringkat 102 dari 174 negara yang diteliti, jauh di bawah negara ASEAN lainya seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darusallam, yang berada di peringkat 40-an.
           
“Secara nasional, Papua menduduki urutan terendah kualitas hasil pendidikan. Rendahnya kualitas hasil pendidikan di Papua antara lain dipengaruhi belum banyak stimulasi (rangsangan) yang diberikan secara sengaja sejak usia dini (lebih banyak berkembang alami dan rendah). Dengan demikian, perlu diberikan input (rangsangan melalui pendidikan anak usia dini) agar sumber daya manusia Papua berkembang secara optimal,” Yermias.
           
Katanya, memang, banyak prestasi terus digapai anak-anak Papua, namun lebih banyak atas usaha keras anak-anak Papua. Prestasi gemilang itu belum terasa secara merata. Tentu saja kita akui bahwa hingga saat ini belum ada rangsangan yang sungguh-sungguh. Bagaimana tidak perestasi pasti akan gemilang secara merata bila PAUD telah menjadi komitmen pemerintah daerah  dan menjadi gerakan bersama rakyat Papua.
           
Dia mengharapkan, pemerintah daerah mendukung dan membangun PAUD secara integratif  dan sinergi karena PAUD telah menjadi  komitmen Nasional. Kemudian, masyarakat harus mendukung PAUD, membangun, dan mengantar anaknya ke sentra PAUD yang ada. Lalu, gereja harus memberikan ruang atau peluang yang terbuka di gereja-gereja  atau kring untuk terlaksananya PAUD serta melaksanakan sosialisasi  tentang pentingnya PAUD di gereja.
           
Pembangunan PAUD di Papua harus menjadi sebuah gerakan bersama seluruh komponen karena membangun PAUD berarti secara otomatis akan meningkatkan indek pembangunan manusia, mengurangi angka putus sekolah, menyiapkan anak untuk sekolah, mengurangi angka mengulang, mempercepat pencapaian wajib belajar, meningkatkan mutu pendidikan, mengurangi angka buta huruf muda, serta mengurangi derajat kesehatan dan gizi anak balita. Intinya, “Investasi pada Pengembangan Anak Usia Dini adalah Investasi Sumberdaya Manusia dan Ekonomi” *** [yid]
BACA TRUZZ...- LPP Gelar Seminar dan Pelatihan PAUD di Nabire, Papua

Bisakah, Bahasa MEE Akan Populer Seperti Sedia Kala?

Rabu, Januari 12, 2011

                                                                                          Oleh: Jhon Pekei *
Saya sebagai manusia MEE pun tentunya sangat bingung untuk menjawab pertanyaan di atas ini. Mengapa? Dengan adanya arus globalisasi yang kian tak terbendung lagi. Tapi mestinya sebagai Manusia MEE yang berdiam di wilayah barat Pegunungan Tengah Papua harus optimis untuk dapat mengembalikan segalanya menjadi sedia kala. Dan kitalah yang bisa menjawab dan menjadi pelaku atas keselamatan Bahasa Mee yang kian diambang kepunahan itu.

Ada satu pengalaman: Saat saya masih kelas dua di Kolese Le Cocq d'Armandville, SMA Adhi Luhur. Siang hari, om ( sebutan paman ala papua) dan beberapa orang teman sebayanya berkumpul di sebuah gubuk, hanya untuk sekedar duduk- duduk dan hanya saling bertukar pikiran. Ada om Kris Mote. Om Andi Mote, dan ada beberapa lagi yang saya lupa nama-nama mereka. Saya pun duduk duantara mereka dan mendengarkan jalannya pembicaraan ini. Rasanya pembicaraan mereka menjadi semakin hangat. Pembicaraan ini hanya lingkup soal bahasa MEE masa kekinian. Ada yang bilang “ kalian kira bahasa MEE masih bisa popular ka?”,” ato bagaimana ?”. kemudian satunya bilang , “ bagaimana, sekarang bahasa MEE su tacampur begitu. Campur dengan bahasa mee dan Indonesia, apalagi deng bahasa inggris”, katanya menambahkan.

Dari pembicaraan itu saya semakin paham akan pentingnya nahasa MEE. Bahasa MEE sudah tercampur dengan bahasa Indonesia. Dan dengan bahasa inggris. Misal, Ada beberapa kalimat yang menjadi sorotan , “ eh anak, minum UWO cepat”, “ anak wae, ega, pergi ke om dulu”, “ saya mau makan nota”, dan lain sebagainya.


Inilah sederetan kalimat sebagai contoh, yang menjadi sorotan bahasa MEE kita. Pahami saja, dari kalimat diatas. Kata “uwo” yang artinya air dibaur didalam kalimat. Kata “ ega” yang artinya cepat, di baur didalam kalimat. Kata “ nota” yang artinya ubi dicampur didalam kalimat dan lain- lain. Bukankah saya, kamu dan kita semua patuh dan berbicara pada satu bahasa dalam situasi dan kondisi yang sedang berlansung. Bila kita berbicara pakai bahasa mee, kata- kata yang disertai harus bahasa mee semua. Bila berbicara bahasa Indonesia, kata- kata yang menyertai harus bahasa Indonesia saja. Supaya tidak bercampur baur,dan makna ambigu dan sekaligus menjaga kekonsistenan bahasa.

Apalagi bahasa MEE itu berbaur dalam konteks global. Dengan bahasa inggris. Gimana jadi yah? Itulah tanda- tanda kebahasaan MEE menjadi ambang tanda Tanya besar bagi suku MEE di tanah Papua.

Awal Januari 2010, saya hanya sekedar mampir ke warnet. Diskusi menarik terjadi. Hanya karena pentingnya budaya bahasa MEE. Budaya bahasa MEE yang semakin hari semakin memprihatingkan. Banyak orang chating di jejaring sosial (facebook). Bahasa mee penting. Bahasa mee penting. Bahasa mee penting. Itulah ujung kesimpulan yang saya temukan setelah diskusi dan chatiingan singkat dengan mereka yang saya diskusikan memalui jaringan sosial itu. Ada Kakak Markus You. Juga ada Kakak Agus Mote juga dengan beberapa orang lain yang tergabung dalam salah satu forum di jejaring sosial tersebut.

Dari keprihatinan itu. Akhirnya, ada pembahasan khusus supaya buat kamus bahasa MEE. Selain, yang ditulis abang Jhon pada oktober 2009. Selain, alkitab versi bahasa MEE. Selain, kumpulan doa yang ditulis Bruder Norbert, SJ. Bruder Norbert menamakan judul buku itu adalah “ani sembayang natopai,” yang artinya ajarilah aku berdoa.

Dari diskusi terbuka memalui jaringan sosial itu, yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang punya niat untuk menulis kamus bahasa MEE. Kalimat siapa yang bersedia menulis inilah yang diungkapkan oleh kakak Markus You yang juga sebagai seorang wartawan di Papua Pos Nabire. Dan, tampaknya, Agus Mote bersedia untuk menulis kaidah- kaidah bahasa Mee. Kemudian kamus bahasa MEE, siapa yang mau tulis?
Kawan ini bukan lelucon. Bukan bahan tertawaan. Paling tidak kita sendiri , orang suku MEE sendiri yang tulis kamus bahasa MEE. Sebenarnya yang ditulis kakak Jhon itu merupakan karya gemilang namun, masih ada fonem yang tidak konsisten dengan kita punya bahasa. Tapi karyanya perlu diacung jempol. Salahnya fonem “y” dipakai menjadi “j”. masih kebarat- baratan. Tapi luar biasa karena ditulis oleh manusia MEE. Apalagi ditulis dalam empat bahasa oleh kakak Jhon.

Ketika saya ikuti kelas Sosiologi Umum dikampus. Memang, budaya bahasa yang menjadi hal yang pertama (utama). Hal utama yang harus dipertahatikan oleh manusia sebagai bagian dari budaya. Yang katanya, budaya dan manusia tak dapat dipisahkan satu sama lain. Ibarat sebuah koin. Itulah teori yang saya pernah dapatkan di bukunya, Soerjono Soekanto. Dan diktat kuliah.

Bila kita tengok,bahasa Mee telah terasimilasi dengan bahasa lain. Yang paling Nampak di daerah perkotaan Papua. Katakan saja di Nabire, ungkapan bahasa MEE dan bahasa Indonesia paling Nampak. Di Nabire misalnya; ketika ada orang berbicara ataupun mengutarakan pendapatnya, kadang perbauran bahasa itu jelas terlihat. Sama halnya juga di Timika, jayapura dan lainya ditanah Papua lainnya.
Kita lihat lagi ke mahasiswa. Mahasiswa pun sama. Kebahasaan MEE masih membaur. Apalagi pembauran kebahasaan itu dengan bahasa Inggris.

Sebenarnya solusi yang terpikir oleh saya yakni kita konsisten dengan bahasa. Ketika kita hanya berbicara bahasa Mee, maka kata- kata yang menyertai pun harus bahasa Mee. Begitu juga dengan bahasa lainnya. 


“Untuk itu mari kita lestarikan bahasa MEE kita, agar bahasa sebagai modal utama yang Tuhan Berikan bagi suku MEE di tanah Papua, menjadi identitas yang cukup dibanggakan”, kata saya.


Dengan melihat itu semua. Jadi pertanyaan, apakah bahasa MEE masih popular seperti sedia kala. Saya pikir, kita pribadi masing- masinglah yang bisa menjawab. 


*) Penulis adalah Mahasiswa asal Tanah Papua, Kuliah di Bogor


NB: Tulisan ini pernah juga muat di Forum Deiyai News. Dimuat di Blog ini atas permintaan Penulis!!
BACA TRUZZ...- Bisakah, Bahasa MEE Akan Populer Seperti Sedia Kala?

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut