Budayaku Terkikis, Identitasku Semakin Hilang

Jumat, April 01, 2011

Arnold Cherren Belau)*

Secara etimologis, kata kebudayaan berasal dar budhayah (Bahasa Sansekerta), jamak dari kata budhhi yang artinya budi atau akal. Atau dasar kata tersebut, kebudayaan diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal atau budi. Dalam istilah antropologi, kebudayaan sebagai terjemahan dari kata culture, berasal dari kata latin Colore. Artinya mengolah atau mengerjakan yaitu mengolah tanah atau bertani (berkaitan dengan alam). Berangkat dari arti kata tersebut maka culture diartkan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Budaya adalah identitas suatu bangsa. Budaya merupakan identitas yang secara kodrat dimiliki dan melekat pada setiap manusia sejak Ia dilahirkan. Dimana budaya itu menunjukan identitas pribadi, yang menunjukan iapun salah satu bagian dari suatu komunitas. Identitas tersebut meliputi segala macam unsur yang tergabung di dalamnya.

Kebudayaan memunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan masyarakat bidang spiritual dan materiil sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.

Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
Budaya dimiliki oleh tiap orang yang dipercayai sebagai identitasnya. Tiap suku memiliki budaya yang khas berbeda-beda. Budaya itu menjadi sesuatu yang sangat penting. Sebab dengan adanya budaya itu dengan mudah kita bisa mengetahui darimana ia berasal. Secara otomatis dengan melihat budaya itu kita bisa mengetahui budaya orang. Hal ini terlihat jelas karena setiap budaya memili sejarah yang berbeda-beda.

Unsur-unsur budaya meliputi, bahasa, pakaian adat, gaya hidup dan lain-lain. Sehingga budaya dianggap sangat penting dan perlu dipelajari serta diketahui oleh stiap orang. Sebab bila tidak mengetatuhi budaya yang sebenarnya maka seakan-akan seperti seseorang yang tidak memunyai identitas. Tidak dibatasi bagi setiap orang untuk mempelajadi budaya orang lain, namun perlu diketahui bahwa setiap orang tidak perlu terpengaruh dengan budaya orang lain tesebut, karena setiap orang didunia memunyai budaya yang beraneka ragam. Hal ini diikuti dengan kebiasan hidup pada suatu komunitas tertentu, yang mana kebiasaan dalam suatu komunitas itulah yang disebut budaya. Apapun jeleknya budaya, harus mencintai budaya itu, dengan cara ini secara tidak langung menghargai akan segala cipta, rasa dan karsa dari para pendahulu.


Aku Papua dan Aku Begini Adanya

Pada zaman ini budaya semakin tidak terlalu serius diperhatiakan  dan dianggap sebagai Sesutu yang tidak berate pada hal budaya merupakan identitas kita. Bahkan pada zaman sekarang budaya semakin tidak jelas dan semakin campur baur dengan budaya luar yang masuk. Contoh yang paling kongkrit yang kita bisa lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah, gaya hidup dengan pirang rambut, pergi ke salon, minum bir (minuman beralkohol), mengubah warna kulit, membuat model rambut yang tidak asli (tarik, rebonding, dan lain-lain).

Begitu pun gaya hidup yang semakin tidak sesuai dengan tuntutan adat dan istiadat. contohnya dance, kewa, dan acara-acara yang sering diadakan oleh para remaja dan kaum muda pada umumnya. Tidak beda jauh dengan gaya bahasa sehari-hari yang kita gunakan. Secara tidak sadar bahasa yang kita biasa gunakan dalam sehari-hari pun telah berubah, contohnya, nggak, nda, lho. gue, beta, dll. Semuanya itu bukan bahasa (dialek) kita perlu ketahui bahwa sebenarnya hal semacam ini kita terpengaruh akibat kebiasaan kita menyaksikan tayangan sinetron yang biasanya bitayangkan melalui media audio visual setiap hari. Dampak ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, sebab kebanyakan orang tua sering menyaksikan sinetron tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan oleh tayangan tersebut, secara tidak sengaja dengan semakin banyak ditontonkan kepada anak-anak maka anak-anak pun merekam semua adegan-adegan yang dimainkan, sebab otak anak kuat untuk merekam apa saja yang dilihat, dan didengar. Demikian pula dengan film-film hollywood.

Semua dampak itu akan berpengaruh terhadap gaya hidup maka semua orang perlu menyadari apa yang dibuat dan dilakukan oleh setia orang. Apabila dampak itu terjadi maka pihak orang tua bertindak sebelum terjadi dampak yang lebih besar, dan sebelum terjadinya  pengaruh yang dipengaruhi oleh film-film yang ditonton oleh anak-anak itu maupun gaya hidup yang tidak wajar yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Era globalisasi adalah zaman dimana semua hal untuk masuk ke suatu wilayah terbuka dengan lebar. Hal ini didalamnya terdapat gaya hidup orang luar untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ikut terbawa. Dalam kondisi seperti inilah eksistensi budaya kita (budaya Papua) diuji. Kita adalah manusia yang berbudaya, walaupun berbagai pengaruh dan gaya hidup yang tidak wajar daam kehidupan sehari-hari pun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita melestarikan dan menjaga budaya kita ditengah-tengah maraknya budaya modern yang masuk. Pastinya setiap budaya mengajarkan hal-hal yang baik oleh suatu budaya, namun bagi kita bias meniru kebiasaan orang lain yang dianggap tidak memojokkan budaya kita sendiri.

Setiap generasi memunyai tanggung jawab dalam memperhankan gaya hidup masing-masing budaya, Bila generasi kita berhasil melestarikan dan menjaga budaya kita maka itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kita. Oleh karena itu, mari kita menjaga diri agar tidak terjerumus dalam dampak-dampak negatif dan katakan tidak pada budaya dari luar yang menjadikan budaya kita punah.

Kalo ko merasa ko orang Papua yang mendiami di Pulau Papua, mari tong jaga tong pu budaya untuk menghargai para pendahulu kita.
*** Semoga***

Mahaiswa Jurusan Broadcasting, Komunikasi Massa, STIKOM Jayapura, Alumni SMA Adhi Luhur  Nabire 2010
BACA TRUZZ...- Budayaku Terkikis, Identitasku Semakin Hilang

Tim Diskusi Iyoo/Ihoo Ikut Serta Dalam Gelar Seni dan Budaya Nusantara di Universitas Sanata Dharma 2011

Rabu, Maret 30, 2011

Spanduk pada Festival Budaya/Egeidaby Foto
Yogyakarta- Walaupun awal dilangsungkan Gelar Seni dan Budaya Nusantara hingga akhir, kota Yogyakarta dan sekitarnya diguyur hujan yang tak kunjung berhenti, namun tak menyurutkan semangat bagi putra-putri Papua yang merindukan adanya perubahan nyata di tanah Papua. Perwakilan Papua yang diikuti oleh Tim Diskusi Iyoo/Ihoo yang merupakan bagian dari Majalah selangkah ini berlangsung tanggal 24-26 Maret 2011 di Kampus Sanata Dharma Yogyakarta.


Semangat peserta dalam gelar budaya menghadirkan nuansa tersendiri bagi pengunjung, hal ini terlihat ketika siapapun yang mengunjungi, peserta yang menjaga stand merasa memunyai tanggung jawab untuk menjelaskan arti, kegunaan dan lainnya yang terkandung dalam setiap kerajinan tangan yang dihasilkan oleh rakyat Papua dengan berbagai kreasi dan inovasi tersebut. Sementara itu, toleransi antara setiap anggota yang selalu membagi waktu untuk menjaga stand agar tak mengganggu kuliah yang merupakan tugas pokok setiap mahasiswa, sehingga stand Papua selalu terlihat ramai.


Memang budaya merupakan identitas atau jati diri suatu bangsa, “Budaya adalah suatu kebiasaan yang biasa dilakukan oleh seseorang atau kelompok masyarakat tertentu disuatu daerah, secara tidak langsung dengan budaya akan menunjukan jati diri dan sejarahnya” kata Agus disela-sela acara. Oleh karena itu, kita harus pertahankan budaya kita masing-masing mepertahankan budaya kita masing-masing karena dengan mempertahankan maka kita telah menyatakan sejarah dan jati diri kita sendiri dan menyadari dan menghargai akan cipta, rasa serta karsa dari para leluhur kita, Lanjutnya.

Tim Diskusi Iyoo/Ihoo

Senada juga dilontarkan oleh Dorce Pekei, Obeth dan Merry Bame, kami ikut serta dalam acara ini adalah menunjukan kepada orang lain bahwa kami juga punya jati diri serta memunyai sejarah hidup yang mengatakan bahwa kami dari Papua dan karena itu kami menghargai akan cipta, rasa dan karsa dari para leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sehingga acara ini kami ikut dengan senang hati karena dengan cara inilah generasi kami mengatakan bahwa kami menghargai dan mencintai budaya kami serta kami ini unik dengan orang lain.

Banyak orang yang telah mengunjungi Stand kami [Papua]. Budaya Papua itu unik sekali karena pengolahannya masih alami dan bahan-bahannya pun langsung diambil dari alam. Tutur seorang mahasiswi yang mgnunjungi stand kami. Anak-anak Papua cukup kreatif juga dalam menyusun gambar hal ini diungkapkan ketika melihat gambar proses pasang api, bakar batu, hingga makanan siap disajikan. Ungkap seorang Suster. ” saya Ingin ke Papua” lanjut suster biara tersebut. Banyak pengunjung yang baru mengetahui seperti apa budaya Papua itu, bagaimana pengolahannya hingga menjadi barang yang siap digunakan. Menanyakan tetang Noken [ Mee: Agiyaa], mereka juga bertanya tentang Cawat [Mee: Moge] dan alat tradisional lainnya.

Itulah beberapa keunikan budaya Papua yang selama ini terpendam dan tidak pernah di dipublikasikan kepada masyarakat umum. Dengan demikian banyak orang berpikir bahwa Papua memunyai budaya mabuk, budaya membuat kacau dan lain-lain yang selama ini dicap oleh orang lain. Kami mengatakan bahwa ini bukan bagian dari budaya kami, namun budaya orang luar. Dengan semua ini kami ingin mengatakan bahwa budaya, sejarah dan Jati diri orang papua dari sejak dahulu begini adanya. [Egeidaby]

Yemima dan Kunjungannya [Kepala Dinas Kebudayaan Kab. Sleman]  
Mateus sedang menjelaskan proses pembuatan noken Anggrek  kepada Rektor III Univ. Sanata Dharma
Paulina Saat Dekorasi/sebelum Festival dimulai
 
BACA TRUZZ...- Tim Diskusi Iyoo/Ihoo Ikut Serta Dalam Gelar Seni dan Budaya Nusantara di Universitas Sanata Dharma 2011

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut