BHP Penyebab Pendidikan Mahal?

Rabu, Januari 07, 2009

Oleh Johannes Gunawan

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UUBHP) yang disetujui DPR pada 17 Desember 2008 telah menuai reaksi dari mahasiswa, guru, dan pemerhati pendidikan di beberapa tempat. Pada dasarnya, reaksi tersebut disebabkan dua hal. Pertama, pemahaman yang belum utuh terhadap UUBHP. Kedua, dugaan bahwa BHP identik dengan praktik beberapa PTN dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memasang tarif SPP yang tidak terjangkau oleh masyarakat miskin.

Apakah UUBHP menyebabkan pendidikan menjadi mahal, sehingga masyarakat miskin tidak mampu membayar SPP. Menurut Pasal 41 Ayat (1) UUBHP, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya pendidikan untuk BHP Pemerintah (di bawah Depag) dan BHP Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pendidikan dasar untuk biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi para siswa. Jadi, UUBHP menjamin bahwa negara menanggung semua biaya pendidikan untuk wajib belajar 9 tahun atau siswa tidak perlu membayar SPP.

Untuk siswa pendidikan menengah, Pasal 41 Ayat (8) UUBHP menjamin biaya pendidikan yang ditanggung oleh seluruh siswa pada BHPP atau BHPPD paling banyak sepertiga dari biaya operasional BHPP atau BHPPD tersebut. Kalimat "paling banyak" berarti dapat kurang dari sepertiga hingga tidak dipungut SPP. Sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya, menanggung sisanya, yaitu paling sedikit sepertiga biaya operasional BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah. Kalimat "paling sedikit" berarti dapat lebih dari sepertiga hingga mendanai seluruh biaya operasional, bergantung pada seberapa besar kemampuan siswa, orangtua, atau pihak yang membiayainya membayar SPP.

Bagi pendidikan tinggi, Pasal 41 Ayat (9) UUBHP menetapkan bahwa mahasiswa menanggung paling banyak sepertiga dari biaya operasional BHPP tersebut. Sedangkan menurut Pasal 41 Ayat (6) UUBHP, pemerintah bersama BHPP menanggung sisanya, yaitu paling sedikit 1/2 biaya operasional BHPP tersebut. Kalimat "paling banyak", berarti dapat kurang dari sepertiga hingga tidak dipungut biaya SPP. Sedangkan kalimat "paling sedikit" berarti dapat lebih dari 1/2 hingga mendanai seluruh biaya operasional BHPP tersebut, bergantung pada seberapa besar kemampuan mahasiswa, orangtua, atau pihak yang membiayainya untuk membayar SPP.

Potensi Akademik
Mengenai masyarakat miskin, Pasal 46 Ayat (1) UUBHP mewajibkan BHP menjaring dan menerima WNI miskin yang memiliki potensi akademik tinggi, paling sedikit 20% dari jumlah siswa/mahasiswa baru. Sedangkan Pasal 46 Ayat (2) UUBHP mewajibkan BHP mengalokasikan beasiswa bagi siswa/mahasiswa miskin dan/atau yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20% dari jumlah seluruh siswa/mahasiswa.

Biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing. Sedangkan pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, ditanggung oleh pemerintah bersama BHPP.

Apabila BHP tidak memberikan beasiswa; memungut dari siswa/mahasiswa lebih dari sepertiga biaya operasional; dan tidak menjaring mahasiswa miskin; secara berurutan Pasal 62 Ayat (1) dan Ayat (2) UUBHP menjatuhkan sanksi administratif, berupa teguran lisan sampai dengan pencabutan izin satuan pendidikan di dalam BHP tersebut.

Pendidikan Komersial?
Dalam pengertian sehari-hari, komersial berarti kegiatan mencari laba. Apakah benar UUBHP membuat pendidikan yang diselenggarakan BHP menjadi komersial? Pasal 4 Ayat (1) UUBHP mengatur bahwa BHP didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.

Itu berbeda dengan perseroan terbatas (badan hukum laba) yang membagikan sisa hasil usaha komersial kepada para pemegang saham. Pembagian sisa hasil usaha seperti ini tidak mungkin terjadi pada BHP, karena di dalam BHP tidak terdapat pemegang saham.

Berhubung tidak ada pemegang saham, maka Pasal 38 Ayat (3) UUBHP mengatur bahwa sisa hasil kegiatan atau bentuk lain kenaikan aktiva bersih BHP wajib ditanamkan kembali ke dalam BHP dan digunakan untuk kepentingan siswa/mahasiswa, pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, peningkatan pelayanan pendidikan, dan penggunaan lain sesuai peraturan perundang-undangan, paling lambat dalam waktu empat tahun.

Dalam penjelasan Pasal 38 Ayat (3) UUBHP dinyatakan secara tegas bahwa kewajiban penanaman kembali ke dalam BHP dimaksudkan untuk mencegah agar BHP tidak melakukan kegiatan yang komersial. Berhubung tidak ada pemegang saham, maka Pasal 39 UUBHP melarang setiap orang di dalam BHP mengalihkan kepemilikan uang, barang, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang milik BHP secara langsung atau tidak langsung kepada siapa pun.

Setiap orang di dalam BHP yang melanggar prinsip nirlaba, tidak menanamkan kembali sisa hasil usaha BHP ke dalam BHP, dan mengalihkan kepemilikan BHP, dikenai sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 63 UUBHP, yaitu pidana penjara paling lama lima tahun dan dapat ditambah dengan denda paling banyak Rp 500.000.000.

Apakah benar bahwa karena BHP otonom, maka BHP dapat dengan leluasa menerima mahasiswa di luar kapsitasnya melalui berbagai jalur untuk mereguk keuntungan? Pasal 47 Ayat (3) dan Ayat (4) UUBHP mengatur bahwa untuk mewujudkan akuntabilitas publik BHP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, jumlah maksimum mahasiswa dalam setiap BHP harus sesuai dengan kapasitas prasarana dan sarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pelayanan, serta sumber daya pendidikan lainnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah maksimum mahasiswa diatur dengan peraturan menteri. BHP yang menerima mahasiswa melebihi jumlah maksimum akan dijatuhi sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 62 Ayat (1) dan Ayat (2) UUBHP, yaitu dari teguran lisan sampai pencabutan izin satuan pendidikan dalam BHP.

Kata Pailit
Beberapa pemerhati pendidikan dan sebagian mahasiswa mengatakan, karena dalam UUBHP terdapat kata pailit, sehingga BHP dapat dipailitkan, maka BHP adalah komersial. Kata pailit atau kepailitan bukan monopoli badan hukum laba juga berlaku untuk badan hukum nirlaba. Kapailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas, sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Apakah benar UUBHP menyebabkan liberalisasi pendidikan, yaitu membebaskan pendidikan dari kendali pemerintah atau pemerintah daerah melalui privatisasi? Menurut Oliver Letwin dalam buku Privatising the World, privatisasi adalah mengalihkan kegiatan industri dan perdagangan dari sektor publik ke sektor swasta, dengan tiga cara, yaitu contracting-out for public services, deregulation for statutory monopolies, dan trade sales for companies in poor financial condition. UUBHP tidak bertujuan dan tidak pernah mengatur pengalihan sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri dengan cara mengontrakkan, melakukan deregulasi, atau menjual ke pihak swasta. Apalagi mengatur bahwa pihak asing dapat melakukan investasi sampai 49 persen pada BHP yang menyelenggarakan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Tidak ada pula pengaturan dalam UUBHP bahwa pemerintah atau pun pemda menjadikan pendidikan sebagai sektor terbuka bagi penanaman modal dan menggolongkannya sebagai komoditas. Istilah "investasi' dalam UUBHP pertama menunjuk pada biaya investasi, yaitu biaya pengadaan prasarana dan sarana (gedung/lahan) BHP demi kepentingan penyelengaraan pendidikan.

Kedua, justru menunjuk pada kemungkinan BHP menginvestasikan (bukan BHP menerima investasi) sebesar paling banyak 10% dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan BHP dalam portofolio atau untuk mendirikan badan usaha. Sisa hasil kegiatan atau bentuk lain kenaikan aktiva bersih BHP dari investasi oleh BHP tersebut wajib ditanamkan kembali ke dalam BHP oleh Pasal 38 Ayat (3) UUBHP sebagaimana diuraikan di atas.

Sungguh menyesatkan apabila terdapat pandangan bahwa pengesahan UUBHP dengan sendirinya menggeser UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahkan dinyatakan bahwa UU Sisdiknas tidak berlaku lagi, karena pemahaman yang keliru tentang asas lex specialis derogat legi generalis. Asas ini berarti bahwa hukum yang khusus harus didahulukan berlakunya daripada hukum yang umum, namun tidak berarti bahwa hukum yang umum kemudian menjadi tidak berlaku. UU Sisdiknas sebagai hukum yang umum (lex generalis) tetap berlaku manakala UUBHP sebagai hukum yang khusus (lex specialis) tidak mengaturnya.

Pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pendiri BHPP atau BHPPD mengendalikan BHPP atau BHPPD yang didirikannya dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat (2) dan Pasal 13 Ayat (1) dan Ayat (2) UUBHP.


*)Penulis adalah Gurubesar Hukum Perjanjian Unpar dan Anggota Panja RUU BHP Pemerintah dan Komisi X DPR

-----------------------------------
Sumber:http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=3279

BACA TRUZZ...- BHP Penyebab Pendidikan Mahal?

2009, Papua Bebas Biaya Pendidikan

Memasuki tahun 2009 mendatang, sepertinya bakal menjadi tahun yang istimewa bagi masyarakat di Papua. Bagaimana tidak, mulai awal tahun 2009 mendatang Pemprov Papua mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan masyarakat di Papua dari biaya pendidikan.

Wakil Gubernur Alex Hesegem, SE kepada Cenderawsih Pos Senin kemarin mengungkapkan hal itu. "Iya mulai Januari tahun anggaran 2009 nanti, kita akan membebaskan orang - orang asli Papua yang miskin dari semua beban dan ongkos - ongkos pelayanan pendidikan," akunya.

Dikatakan, biaya pendidikan yang dibebaskan itu sementara ini masih difokuskan pada jenjang pendidikan dasar yakni SD dan SMP. Artinya siswa SD dan SMP ini tidka dipungut biaya sepeserpun selama duduk di jenjang pendidikan itu. Bahkan seragam hingga buku - bukunya semua dibiayai oleh pemerintah.

Hanya saja, kata Wagub pembebasan biaya pendidikan itu diutamakan pada orang asli Papua dan non Papua yang miskin di seluruh Provinsi Papua.

" Jadi bukan hanya pada orang asli Papua program ini diberlakukan tetapi juga pada anak anak non Papua dari
Keluarga miskin atau kurang mampu juga dibebaskan dari biaya pendidikan dasar ini," ujarnya.

Wagub menegaskan bahwa program ini sudah pasti akan dilekasanakan sebab sudah disampaikan di depan sidang paripurna dewan dan Pemprov juga sekarang ini sedang menghitung besaran anggaran yang disediakan untuk program ini. "Ini benar - benar akan direalisasi dalam awal tahun 2009 nanti, karena sudah diumumkan dalam sidang resmi," katanya.

Hanya saja, berapa alokasi atau bagaimana mekanisme pembagiannya dan berapa besar atau jumlah alokasi anggarannya masih akan diatur lagi dalam suatu petunjuk pelaksaanaan yang sedang disusun dan dibahas. "Tetapi yang pasti, bulan Januari ini program ini sudah harus diberlakukan karena peraturannya sudah disiapkan dalam masa sidang ini," terangnya.

Sementara ini menurut Wagub Hesegem, anggarannya akan disiapkan oleh Pemprov Papua melalui Dinas Pendidikan dan Pengajaran (P dan P). Selain itu, bagi semua kabupaten dan kota juga diwajibkan harus menyediakan anggaran secukupnya untuk mendukung dan menanggulangi Program ini melalui APBD-nya masing-masing.

"Ini adalah program besar yang membutuhkan keseriusan dan kesungguhan dalam pengelolaannya, yang ingin kita perbaiki dan tingkatkan secara signifikan adalah pelayanan pendidikan dasar bagi masyarakat miskin kita yang jumlahnya cukup besar itu," katanya..

Masyarakat miskin itu hampir sleuruhnya adalah orang asli Papua yang bermukim di kampung - kampung terpencil, rawa - rawa, gunung - gunung , lembah, pesisir dan pulau - pulau terpencil.

Di satu sisi kata Wagub Hesegem, pembebasan biaya pendidikan dasar ini harus dibarengi dengan memastikan bahwa guru - guru yang ada juga harus memadai dan benar - benar bertugas di tempatnya. "Disinilah pentingnya peranan pemerintah kabupaten dan kota untuk memastikan bahwa pelayanan ini benar - benar terwujud," tandasnya.

Ditanya bagaimana dengan biaya pendidikan SMA, Wagub Hesegem mengatakan, sementara ini berjenjang, jika nanti program untuk pendidikan dasar ini berjalan baik dan PAD Provinsi Papua terus meningkat, maka kedepannya akan Pemprov Papua akan mengupayakan pembebesan biaya pendidikan untuk SMU bahkan Perguruan Tinggi.(ta)
----------------------------------------
Sumber: http://www.infopapua.com
BACA TRUZZ...- 2009, Papua Bebas Biaya Pendidikan

Gubernur: ‘Jangan Korupsi’

Gubernur Papua Barnabas Suebu SH mengingatkan pasangan Bupati/Wabub Biak, Yusuf Melianus Maryen/Alimuddin Sabe yang mendapat kepercayaan rakyat memimpin Biak Numfor lima tahun kedepan agar jangan melakukan tindakan kolusi,korupsi dan nepotisme (KKN).

"Menciptakan tata pemerintahan yang bersih serta bebas dari KKN yang merupakan program Presiden SBY, harus menjadi perhatian utama bupati/Wakil bupati Biak Numfor," kata Gubernur Suebu pada pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan Yusuf Melianus Maryen/Alimuddin Sabe sebagai Bupati/Wabub Biak, Rabu.
Gubernur Suebu mengatakan, setelah resmi dilantik sebagai pasangan Bupati/Wakil Bupati Biak, pasangan ini diharapkan dapat membawa misi perdamaian, persatuan dan pembangunan.

Untuk misi perdamaian, lanjut Gubernur Suebu, merupakan tugas yang harus diperhatikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih guna mewujudkan kabupaten ini sebagai kota yang aman, damai dan sejahtera.

Sementara misi persatuan, menurut Suebu, seorang Bupati dan Wakil Bupati terpilih harus dapat mempersatukan semua komponen masyarakat tanpa melihat pilihan mereka pada Pilkada yang lalu.

Sedangkan untuk misi pembangunan, lanjutnya, Bupati dan Wakil Bupati terpilih diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program pembangunan yang berbasis kampung.

"Masyarakat yang hidup di kampung harus menjadi subjek pembangunan bukan dijadikan sebagai objek," katanya.

Dia berharap, Yusuf Maryen/Alimuddin Sabe mengelola potensi sumber daya manusia di daerah ini untuk mengelola kekayaan alam Biak yang besar terutama sektor perikanan dan pariwisata.

"Bupati Biak terpilih Yusuf Maryen bersama Alimuddin yang kaya dengan pengalaman pemerintahan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan dan perekonomian warga," ujarnya.
Yusuf Melianus/Alimuddin meraih suara terbanyak dalam Pilkada bulan Oktober 2008 lalu. Mereka menggantikan pejabat lama Drs Frans R.Kristantus MM.(ant)
-------------------------------
Sumber:http://papuapos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2125&Itemid=1
BACA TRUZZ...- Gubernur: ‘Jangan Korupsi’

Guru-guru Pertanyakan Pemotongan Dana Insentif

Sekitar 50 orang Guru-Guru Sekolah Dasar (SD) di kabupaten Jayapura mendatangi kantor Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayapura, Rabu (7/1) kemarin. Kedatangan massa ini untuk mempertanyakan pemotongan dana insentif guru-guru di daerah terpencil. Seyogianya yang harus diterima sebesar Rp.13,725.000, namun tanpa alasan yang jelas di pangkas oleh oknum pegawai Dinas P dan P sebanyak Rp. 2 juta. Hal ini nyaris menimbulkan keributan namun bisa diatasi sehingga tidak terjadi sesuatu yang berarti.’’Uang saya dipotong oleh oknum staf dinas tanpa alasan yang jelas sebanyak 2 juta, dan saya nilai itu terlalu banyak,”ungkap seorang guru SD Negiri Puay Yohanis Awom saat bertatap muka dengan Kepala Dinas P dan P kabupaten Jayapura di halaman belakang kantor dinas P dan P.

Parahnya, kata dia, pemotongan uang sebanyak Rp 2 juta oleh oknum pegawai Dinas P dan P tanpa menjelaskan dana tersebut akan digunakan untuk apa?. Hal ini bukan hanya terjadi pada dirinya tertapi nasib yang sama dialami oleh semua guru-guru yang menerima dana insentif tersebut. Sebenarnya sebagai manusia guru-guru juga sadar kalau orang kerja butuh makan, tetapi jagan main kotor seperti ini dengan memangkas uang seenaknya. Untuk itu kita minta kepada pihak dinas agar segera mengembalikan uang tersebut,”tegasnya.

Hal Senada juga disampaikan Ketua Forum Aliansi Independen Peduli Guru Papua, Yohanis Epa bahwa pihaknya telah mengantongi sejumlah nama oknum Staf pegawai Dinas P dan P yang melakukan penggelapan dana intensif guru-guru daerah terpencil, yang dibayarkan melalui kantor Pos Jayapura, pada Selasa (23/12) lalu. Jumlah potongan tidak jelas berkisar dari Rp 1 juta sampaidengan 2 juta. Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pihak dinas untuk terbuka.“ Saya minta pihak Dinas P dan P terbuka dan pelakunya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, bila perlu pecat dari jabatan,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinas P dan P kabupaten Jayapura Dra Yuliana Yoku, ketika dikonfirmasi soal dugaan penggelapan dana tersebut enggan menjawab pertanyaan wartawan. Bahkan Kadis P dan P dia memilih diam sambil berlalu. (nabas).
-----------------------------------------
Sumber: http://papuapos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2121&Itemid=1
BACA TRUZZ...- Guru-guru Pertanyakan Pemotongan Dana Insentif

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut