Oleh Yermias (Ignatius) Degei*)
Agak berani memilih judul di atas untuk menulis, apalagi saya seorang mahasiswa biasa. Namun, apaboleh buat kenyataannya toh peningkatan sumber daya manusia (SDM) berdasarkan lokalitasnya merupakan basis pembangunan sebuah bangsa. Lebih-lebih kalau kita berbicara pembebasan suatu masyarakat dari berbagai keterbelakangan. Maka, usaha-usaha semacam apakah yang harus dilakukan untuk peningkatan sumber daya manusia Papua? Menjadi pertanyaan besar. Tentu kita harus berpikir untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Suatu hipotesa mengatakan bahwa “ Suatu bangsa yang tak mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki bangsanya serta mencurahkan secara efektif untuk kepentingan pembangunan maka bangsa tersebut tidak akan mampu membangun bidang lain” (Tjiptohenyanto, 69).
Hipotesa di atas memberikan gambaran yang jelas arti pentingnya sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, kita harus cepat–cepat mengenali dan menguasai segala bentuk perubahan, termasuk sumber daya manusia.
Dengan dimilikinya sumber daya manusia yang berkualitas, kesempatan untuk maju dan bersaing akan lebih terbuka. Namun, kalau kita membuka lembaran fakta, masyarakat Papua kurang peduli (atau dibuat tidak peduli) akan arti pentingnya sumber daya manusia. Mereka hanya berusaha mencarai nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari, alias nikmat dengan alamnya tanpa memikirkan bagaimana masa depan anak cucu.
Hal ini jelas karena kurang adanya pendekatan-pendekatan yang menghargai keberadaan masyarakat setempat. Maka untuk menghadapi dunia yang semakin hari semakin berkembang ini, dengan adanya otonomi daerah sudah seharusnyalah pemerintah mengupayakan terkembangkannya sumber daya mansusia Papua melalui pendekatan-pendekatan yang tidak mengasingkan masyarakat dari lingkungannya.
Perlu dipaparkan sedikit keberadaan alami masyarakat Papua secara garis besar. Masyarakat Papua umumnya adalah masyarakat yang terikat oleh kultur budaya alami. Kehidupannya sangat nikmat dengan alam (naturalistik) dan belum banyak mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebanyakan orang Papua hanya mengandalkan kebun yang mereka miliki (90% petani dan nelayan). Mereka memikirkan bagaimana saya hidup hari ini, tanpa memikirkan bagaimana masa depan anak cucu saya.
Masyarakat Papua hidup mengandalkan tenaga yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka belum menyadari bahwa yang dibutuhkan pada masa sekarang ini bukan hanya tenaga secara fisik saja, tetapi tenaga yang trampil dan mempunyai keahlian. Di pedalaman Papua, banyak orang lari ke kota untuk memperbaiki nasibnya. Mereka meninggalkan pedalaman. Mereka berpikir bahwa pedalaman tidak mempunyai potensi apapun untuk mengubah nasib mereka.
Hal ini sangat jelas dari tahun ke tahun urbanisasi meningkat. Sangat ironis sekali guru–gurupun lari ke kota meninggalkan murid–muridnya, dalam rangka memperbaiki nasib mereka. Katanya, karena sumber uang adalah dibupati atau DPR yang ada di kota. Ini memang suatu fenomena yang tejadi di Papua entah sadar atau tidak sadar. Padahal kalau kita lihat di desa-desa atau pedalaman justru menyimpan sejuta kekayaan yang dapat diolah. Hanya yang menjadi masalah sekarang adalah sumber daya manusia, terutama keterampilan untuk mengolah.
Bagaimana pengembangan sumber daya manusia? Hal ini kiranya pemerintah daerah mempunyai tugas yang muliah untuk mengembangkan sumber daya manusia Papua, terutama dengan keterampilan-keterampilan yang disesuaikan dengan lingkungan dan mata pencaharian komunitas masyarakat setempat. Untuk mewujudkan peningkatan hidup masyarakat sangat dibutuhakan manusia yang mampu bekerja dan berdedikasi tinggi untuk perkembangan masyarakat. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang ekonomis. Kenyataan tidak kita bantah bahwa, masyarakat Papua khususnya pedalaman belum bisa dikatakan sebagai masyarakat yang mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini tentu disebabkan karena banyak faktor, tetapi yang jelas kurang adanya perhatian serius dari pemerintah dan adanya berbagai masalah menyangkut pembangunan manusia Papua yang disesuaikan dengan akar lokalnya.
Dalam kaitannya dengan hal di atas perlu simak dua masalah pokok dalam bidang sumber daya manusia yang dilontarkan Hidayat dalam buku “ Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan Pembangunan Ekonomi”, (Prijono, 97:74).
Dua pokok masalah tersebut adalah: pertama, kurangnya pengembangan sumber daya manusia. Yang menyangkut berbagai aspek antara lain individualita, etika, pengetahuan, keterampilan, bakat dan apresiasi bekerja tekun dengan memegang teguh pada profesi dan lokalitasnya. Individualita yang menyangkut menanamkan harga diri setiap insan, sehingga mereka memiliki yang namanya sence of belongon and sence of responsibility dalam bermasyarakat. Aspek etika merupakan perpaduan dari nilai spritual dan psikokultural.
Kedua, kurang pencurahan sumber daya manusia. Pencurahan yang relatif rendah ini dapat terlihat dengan pengangguran yang bersifat terbuka. Lebih jelas dengan keadaan masyarakat Papua hingga saat ini, kurang mendapatkan perhatian dan kurang beruntung untuk mendapatkan pendidikan dan keterampilan yang menghargai manusia dan lingkungan manusia itu berada. Lebih dari pada itu, banyak tempat terutama di pelosok-pelosok belum mendapatkan kesempatan untuk mengecap pendidikan dan memperoleh keterampilan. Kesempatan yang adapun mutunya sangat rendah bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Kemudian akibat dari itu putra daerah selalu tersisihkan karena sumber daya manusia kurang terkembangkan.
***
Sumber daya manusia merupakan masalah yang serius. Sumber daya manusia yang dimaksud untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan kerja manusia Papua dalam dalam menghidupi dirinya dan sesamanya. Sisi lain berkaitan erat dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Namun dengan aspek pertama toh, aspek kedua terpenuhi pula. Jadi, untuk melakukannya tentu melalui pendidikan dan pelatihan/ keterampilan yang berkesinambungan, sehingga kemampuan yang keahlian dalam bekerja dapat dimiliki. Sumber daya manusia menurut Abdul Racman Panetto, mempunyai dua dimensi: Pertama, sebagai angkatan kerja yang tidak berkeahlian dan berketerampilan.
Dalam jumlah yang besar memerlukan pendidikan dan latihan, agar menjadi tenaga kerja yang produktif. Kedua, angakatan kerja yang telah memiliki keahlian dan keterampilan dan berkemampuan. Sumber daya manusia Papua (pedalaman) berdasarkan pendapat Abdul di atas, maka rata-rata tergolong dalam potensi yang pertama. Karena kebanyakan masyarakat kita berpedoman pada petunjuk turun temurun yang diberikan oleh keluarga tanpa terkembangkan potensi yang ada pada diri mereka. Maka penting untuk mendorong mereka untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, tentu dengan pendidikan dan pelatihan/keterampilan.
Dalam rangka meningkatakan sumber daya manusia yang kita sebut di atas, perlu dicari dan disampaikan berbagai usaha yang sekaligus merupakan usulan. Sebelumnya perlu kita simak teori human capital yang mengatakan bahwa, seseorang dapat meningkatakan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan keterampilan semakin tinggi pula tingkat penghasilan. Namun teori ini berlaku bila didukung dengan berbagai faktor. Sebut saja lokasi, bakat, minat, fasilitas pendidikan yang bermutu, latihan, pengalaman kerja dan sebagainya.Jadi, jelas pendidikan dan pelatihan/keterampilan merupakan dasar untuk menigkatkan taraf hidup masyarakat. Namun kalau kita kembali melihat, pendidikan di pedalaman sangat menyayangkan, terutama sangat sayang sekali bila pendidik hanya terjadi dalam kelas to, akhirnya siswa tidak dirangsang untuk merefleksikan apa yang dia belajar dengan apa yang dia lihat.
Di sinilah dengan adanya otonomi daerah peran pemerintah, terutama para pelaku pendidikan sangat diharapkan, menjadikan pendidikan Papua yang lebih lokalitas. Hal-hal yang kiranya perlu untuk meningkatkan sumber daya manusia Papua adalah menetapkan program wajib belajar tanpa memandang gender; memperbaiki sekolah–sekolah yang sudah tua serta menyediakan fasilitas yang merupakan faktor utama berhasil tidaknya pendidikan; membiayai guru putra daerah untuk kulih ke luar Papua; mengadakan pelatihan-pelatihan (keterampilan) yang memberikan wawasan lokal, nasional bakan internasional; menaikan gaji guru (agar guru benar-benar mengajar tanpa meninggalkan sekolah untuk mencari penghasilan tambahan); mengembangkan keterpaduan antara perencanaan pendidikan dengan perencanaan ketenagakerjaan; inovasi sistem pendidikan terutama mengenai kurikulum yang sangat sentralistik (kurikulum disesuaikan dengan karakter akar lokal Papua); pengembangan sistem pendidikan nonformal untuk memberikan berbagai keterampilan dan keahlian kepada generasi muda. Di samping pendidikan latihan juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan sumber daya manusia. Terutama bagi masyarakat yang berpendidikan rendah.
Melalui kegiatan ini masyarakat dibina dan diberi berbagai keterampilan sebagai bekal untuk hidup. Maka dalam pelatihan perlu memberikan wawasan untuk menciptakan pekerjaan sendiri, mapun orang lain. Tulisan ini lebih banyak ditekankan kepada pemerintah daerah, karena pemerintah selama lebih sibuk dengan jabatannya. Kiranya ini sejalan dengan pendapat bahwa ‘pemerintah daerah jarang sekali memikirkan masyarakatnya yang menderita di atas tanah yang menghasilkan susu dan madu.
Pemerintah mendapatkan tugas muliah untuk membebaskan masyaraknya dari berbagai keterbelakangan. Maka untuk latihan, pemerintah diharapkan memperluas dan mengintensifkan pemakaian berbagai pusat latihan keterampilan. Pusat keterampilan ini akan memungkinkan masyarakat yang putus sekolah atau sama sekali tidak sekolah memperoleh pendidikan praktis. Selain melalui jalur pendidikan dan latihan perlu juga melalui bantuan dana secara jelas.
Telah kita ketahui bersama bahwa Papua memiliki sejuta potensi alam yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Namun pemanfaatan tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang tidak mungkin dikeluarka oleh masyarakt sendiri. Pemerintah hendaknya memberikan dana secara jelas, artinya harus dikoordinasikan secara baik. Karena kenyataan yang terjadi dilapangan sampai saat ini, pemerintah memberikan dana kepada masyarakat tanpa kontrol, alias dibiarkan entah dana itu lari ke mana. Akhirnya dana yang berikan tidak dikembangkan dengan usaha-usaha jangka panjang.
Pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat yang mendapatkan bantuan akan pentingnya menerapkan prinsip ekonomi “ menggunakan dana sekecil-kecilnya tetapi memperoleh hasil yang sebesar-besarnya” Disamping usaha-usaha di atas, penting juga penyediaan fasilitas yang memadai bagi masyarakat. Usaha yang ketiga ini memang tidak muda dan agak susah untuk dilakukan. Karena, Pulau paling Timur dari Indonesia ini sangat luas dan ada daerah-daerah yang tidak mudah dijangkau dengan jalan darak atau laut. Hal itu nampaknya salah satu kendala bagi pembangunan di Papua.
Namun kiranya ini bukan salah satu kendala yang mendasar untuk membangun, kalau memang kita mau membagun Papua. Penyediaan fasilitas dari pemerintah bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang jauh dari perkotaan sebut saja pedalaman, menuju taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik. Fasilitas yang memberikan dukungan terhadap kehidupan mereka sekarang dan akan datang.
Masyarakat juga memerlukan informasi dan komunitas, disamping pendidikan kalau memang berbicara untuk membebaskan manusia Papua dari keterbelakangan. Fasilitas yang benar-benar berfungsi dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Misalnya, dengan yang namanya ‘listrik masuk desa’ atau listrik masuk pedalaman, maka masyarakat dengan cepat akan mengalami perkembangan, baik melalui radio maupun televisi. Karena fungsi radio dan televis itu tidak hanya sekedar informasi dan hiburan tetapi juga mengandung nilain pendidikan, penerangan dan sebagainya. Kalau itu semua dapat diserap oleh sebagian dari mereka maka sangat beruntung bagi yang lain. Maka secara otomatis sedikit demi sedikit akan berkembang.
Salah satu fasilitas yang penting adalah trasfortasi, pembagunan irigasi, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), Balai Latihan Kerja (BLK) bagi masyarakat. BLK merupakan latihan kerja bagi lulusan SLTP dan SLTA yang ingin memasuki dunia kerja. Mereka diberi keterampilan serta pelatihan secara gratis, alias tanpa memungut biaya seperti yang terjadi selama ini di Jayapura dan daerah lain. Sehingga semua generasi muda Papua dapat mempersiapkan diri untuk masuk dunia kerja.
Gratis yang dimaksud di sini tidak disamakan dengan pendidkan formal. Pendidikan formal tidak harus gratis, pendidikan yang gratis hanya memanjakan masyarak, bukan berarti pemerintah menutup tangan untuk memberikan subsidi kepada pihak sekolah. Kalau orang Papua mau berbicara perbaikan sumber daya manusia maka, tidak terlepas dari segala usaha yang disengaja, antara lain beberap pokok penting di atas. Untuk mengembangkannya semangat revolusioner jiwa nasionalis sangat diperlukan, artinya pemimpin yang benar-benar berpikir untuk keluar dari keterbelakangan.
Maka dengan sendirinya akan berakibat adanya perubahan struktural dalam masyarakat dan dengan demikian masyarakat akan merasakan kesejahteraan dan keadilan yang wajar.
*)Sekretaris Komunitas Pendidikan Papua
Catatan: Tulisan ini pernah dipublikasikan pada 09 Agustus 2004 melalui http://s7digital.com/email_news.php?news_id=5494
- Sorotan Khusus (68)
- Liputan Umum (40)
- Masalah Guru (32)
- Liputan (22)
- Mengubah Sekolah (20)
- Kebijakan Pendidikan (19)
- Kebudayaan (17)
- Bantuan Pendidikan (15)
- Mata Air Kehidupan (15)
- Fasilitas Pendidikan (14)
- Ekonomi Rakyat (12)
- Pendidikan Anak Usia Dini (11)
- Gagasan Liar Pendidikan (10)
- Membaca dan Menulis (10)
- Prestasi Mutiara Hitam (10)
- Pengetahuan Umum (9)
- Pendidikan Rakyat (8)
- Korupsi Dana Pendidikan (7)
- Liputan Pendidikan (7)
- Profil (6)
- Liputan Kegiatan KPP (5)
- Siswa Bicara (5)
- Cerita Rakyat Papua (4)
- Pendidikan Tinggi (4)
- Resensi Buku (4)
- Tokoh dan Gagasannya (4)
- Iptek (3)
- Persamaan Gender (3)
- Papua dalam Sastra (2)
- Psikologi Pembelajar (2)
- Kekerasan Pendidikan (1)
- Potret (1)
-
►
2011
(12)
- ► 06/12 - 06/19 (1)
- ► 05/15 - 05/22 (1)
- ► 03/27 - 04/03 (2)
- ► 03/20 - 03/27 (4)
- ► 03/13 - 03/20 (1)
- ► 03/06 - 03/13 (1)
- ► 02/13 - 02/20 (1)
- ► 01/09 - 01/16 (1)
-
►
2010
(58)
- ► 12/26 - 01/02 (1)
- ► 12/19 - 12/26 (1)
- ► 12/12 - 12/19 (1)
- ► 11/28 - 12/05 (1)
- ► 11/07 - 11/14 (5)
- ► 10/31 - 11/07 (1)
- ► 09/26 - 10/03 (1)
- ► 09/12 - 09/19 (1)
- ► 09/05 - 09/12 (1)
- ► 08/29 - 09/05 (3)
- ► 08/22 - 08/29 (2)
- ► 08/08 - 08/15 (1)
- ► 08/01 - 08/08 (1)
- ► 07/25 - 08/01 (5)
- ► 07/18 - 07/25 (4)
- ► 07/11 - 07/18 (6)
- ► 06/20 - 06/27 (3)
- ► 05/30 - 06/06 (2)
- ► 05/23 - 05/30 (1)
- ► 05/09 - 05/16 (1)
- ► 05/02 - 05/09 (7)
- ► 04/11 - 04/18 (1)
- ► 04/04 - 04/11 (3)
- ► 02/28 - 03/07 (1)
- ► 02/21 - 02/28 (1)
- ► 01/31 - 02/07 (1)
- ► 01/03 - 01/10 (2)
-
►
2009
(83)
- ► 12/06 - 12/13 (1)
- ► 11/29 - 12/06 (1)
- ► 11/22 - 11/29 (2)
- ► 10/25 - 11/01 (2)
- ► 10/18 - 10/25 (1)
- ► 10/04 - 10/11 (2)
- ► 09/13 - 09/20 (5)
- ► 09/06 - 09/13 (1)
- ► 08/16 - 08/23 (1)
- ► 08/02 - 08/09 (1)
- ► 07/19 - 07/26 (1)
- ► 07/05 - 07/12 (1)
- ► 06/28 - 07/05 (2)
- ► 06/14 - 06/21 (1)
- ► 05/31 - 06/07 (1)
- ► 05/17 - 05/24 (3)
- ► 05/10 - 05/17 (9)
- ► 05/03 - 05/10 (7)
- ► 04/26 - 05/03 (2)
- ► 04/19 - 04/26 (6)
- ► 04/12 - 04/19 (1)
- ► 03/29 - 04/05 (1)
- ► 03/22 - 03/29 (3)
- ► 03/08 - 03/15 (4)
- ► 03/01 - 03/08 (1)
- ► 02/15 - 02/22 (2)
- ► 02/01 - 02/08 (6)
- ► 01/25 - 02/01 (9)
- ► 01/18 - 01/25 (2)
- ► 01/04 - 01/11 (4)
-
►
2008
(155)
- ► 12/28 - 01/04 (4)
- ► 12/21 - 12/28 (3)
- ► 12/14 - 12/21 (2)
- ► 12/07 - 12/14 (6)
- ► 11/30 - 12/07 (1)
- ► 11/23 - 11/30 (5)
- ► 11/16 - 11/23 (3)
- ► 11/09 - 11/16 (19)
- ► 10/05 - 10/12 (1)
- ► 07/27 - 08/03 (5)
- ► 07/13 - 07/20 (3)
- ► 07/06 - 07/13 (2)
- ► 06/29 - 07/06 (8)
- ► 06/22 - 06/29 (3)
- ► 06/15 - 06/22 (8)
- ► 06/08 - 06/15 (4)
- ► 06/01 - 06/08 (4)
- ► 05/25 - 06/01 (8)
- ► 05/18 - 05/25 (8)
- ► 05/11 - 05/18 (7)
- ► 05/04 - 05/11 (7)
- ► 04/27 - 05/04 (3)
- ► 04/20 - 04/27 (6)
- ► 04/13 - 04/20 (1)
- ► 04/06 - 04/13 (2)
- ► 03/30 - 04/06 (1)
- ► 03/23 - 03/30 (7)
- ► 03/02 - 03/09 (4)
- ► 02/24 - 03/02 (4)
- ► 02/17 - 02/24 (1)
- ► 02/10 - 02/17 (3)
- ► 02/03 - 02/10 (4)
- ► 01/20 - 01/27 (2)
- ► 01/13 - 01/20 (6)
-
▼
2007
(89)
- ► 12/02 - 12/09 (2)
- ► 11/25 - 12/02 (5)
- ► 11/11 - 11/18 (19)
- ► 11/04 - 11/11 (10)
- ► 10/21 - 10/28 (1)
- ► 10/07 - 10/14 (2)
- ► 09/16 - 09/23 (20)
- ► 09/02 - 09/09 (8)
- ► 08/19 - 08/26 (3)
- ► 08/05 - 08/12 (2)
-
▼
07/29 - 08/05
(17)
- Nilai Pedagogis Paulo Freire dan Masa Depan Pendid...
- D-Papua?
- Manarmakeri
- Pendidikan Pembebasan Berbasis Andragogi (Kombinas...
- Buramnya Pendidikan di Kabupaten Nabire
- Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pengajar: Agend...
- Pengembangan Prestasi Belajar di Papua
- Papua Kekurangan 5000 Guru, TNI NonOrganik Terus D...
- Pendidikan Alat Perlawanan (Resensi Buku)
- Paulo Freire: Pendidik Hadap Masalah dari Brasil
- Pendidikan dan Pengajaran Ala Pater Drost untuk Papua
- Menggagas Sekolah yang Menyenangkan
- Mengubah Sekolah Membangun Pendidikan
- Membaca dan Menulis itu Membebaskan!
- Belajar dari Prestasi Sang Mutiara Hitam, Perbaiki...
- Memahami Lokalitas, Tingkatkan SDM Menuju Papua Baru
- Reformasi Pendidikan Papua
Memahami Lokalitas, Tingkatkan SDM Menuju Papua Baru
Sabtu, Agustus 04, 2007Diposting oleh Lembaga Pendidikan Papua
Label: Pendidikan Rakyat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email: hansprie@gmail.com, Nomor HP: 081574768313. Yogyakarta dan sekitarnya hubungi Mateus Auwe, nomor HP: 081392188632/Dorce Pekey, nomor HP: 085279204099. Papua hubungi: Longginus Pekey, nomor HP: 081383763630. Email: selangkah_kpp@yahoo.com/ Yermias Degei, nomor HP:085354007469
0 komentar:
Posting Komentar