Ironisnya Seringkali Mereka Dituding Perjuangkan Aspirasi
Sebelum ada pemerintah dan gereja ternyata masyarakat adat telah ada lebih dahulu sebelum masuknya lembaga lembaga resmi baik formal mau pun non formal. Bahkan masyarakat adat berdiri dengan system poltik tradisionalnya untuk menjaga keberlangsungannya dari generasi ke generasi.
Sebelum ada pemerintah dan gereja ternyata masyarakat adat telah ada lebih dahulu sebelum masuknya lembaga lembaga resmi baik formal mau pun non formal. Bahkan masyarakat adat berdiri dengan system poltik tradisionalnya untuk menjaga keberlangsungannya dari generasi ke generasi.
Namun belakangan ini justru kearifan adat dan tradisi luntur karena perubahan jaman dan degradasi nilai nilai adat. Kepala LMA Marind Anim di Kabupaten Merauke Alberth Moywend mengatakan masyarakat saat ini dengan mudah dapat dibeli dengan uang untuk kepentingan kepentingan tertentu baik oleh kekuasaan dan pemilik modal. “Kondisi ini sangat merugikan jati diri dan nilai nilai adat,”guman Moywend.
Apa yang digumuli Moywend adalah sebagian dari persoalan yang timbull di masyarakat adat Papua. Bahkan ada tuduhan masyarakat adat atau lembaga adat hanya memperjuangkan gerakan Papua merdeka sebagaimana hasil penelitian Yayasan KIPPRa tahun 2007 lalu. Sekitar 20 tahun terakhir ini, telah banyak lahir institusi atau pun kelembagaan adat di tanah Papua terutama jaman Orde Baru dibentuknya Lembaga Masyarakat Adat Irian Jaya yang dketuai oleh almarhum Theys Hiyo Eluay. Penyebutan lembaga adat pun banyak sesuai versi dan kepentingan masing masing antara lain Lembaga Masyarakat Adat(LMA), Dewan Adat (DA), Lembaga Adat(LA), Dewan Adat Suku (DAS), Dewan Persekutuan Adat (DPMA). Semua ini merupakan bentuk bentuk kelembagaan baru di Papua.
Lalu apa sebenarnya yang dimaksudkan denga masyarakat adat? Jika disimak sebenarnya masyarakat adat sudah memperoleh pengakuan terutama saat United Nations melakukan Declaration on The Rights of Indigenous Peoples atau Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Hak Masyarakat Adat Dalam salah satu alinea deklarasi tersebut meneguhkan bahwa masyarakat adat adalah setara dengan semua masyarakat lain,sementara mengakui hak hak dari sekalian manusia berbeda, dan dengan demikian dihargai sedemikian pula. Selain itu menyadari pula bahwa masyarakat adat kini mengorganisir diri mereka demi kepentingan peningkatan kehidupan politik, ekonomi, social dan budaya mereka untuk mengakhiri semua bentuk diskriminasi dan operasi manakala terjadi di mana saja.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dalam pasal 13 dari Lampiran Pembukaan dan 46 pasal dari Deklarasi menyebutkan antara lain, Masyarakat adat berhak untuk menghidupkan kembali, menggunakan,mengembangkan dan meneruskan kepada generasi berikut sejarah,bahasa,tradisi lisan, filsafat, system tulisan dan literature mereka, dan untuk mempersembahkan dan mempertahankan nama nama komunitas,nama nama tempat tempat dan nama nama orang.Sedangkan dalam pasal 11 ayat 1,menyebutkan Masyarakat Adat berhak untuk mempraktekkan atau menghidupkan kembali tradisi dan adat mereka. Hal ini termasuk hak untuk memelihara, melindungi dan mengembangkan manifestasi masa lampau, masa kini dan masa depan dari budaya mereka seperti situs situs arkeologis dan sejarah, ukiran, rancangan, upacara, teknologi, seni visual dan pertunjukan serta literature.
Bukan itu saja dalam pasal 11 ayat 2, menjelaskan Negara perlu menyediakan penanganan yang baik lewat mekanisme yang efektif, yang dapat mencakup restitusi, dikembangkan dalam kaitannya dengan masyarakat adat, terkait barang milik yang bernilai budaya,intelektual,agamawi dan rohaniah yang telah diambil tanpa pemberitahuan mendahuluinya dan disetujui secara bebas atau merupakan pelanggaran atas hukum hukum, tradisi atau adat mereka.
Lalu apa sebenarnya yang dimaksudkan denga masyarakat adat? Jika disimak sebenarnya masyarakat adat sudah memperoleh pengakuan terutama saat United Nations melakukan Declaration on The Rights of Indigenous Peoples atau Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Hak Masyarakat Adat Dalam salah satu alinea deklarasi tersebut meneguhkan bahwa masyarakat adat adalah setara dengan semua masyarakat lain,sementara mengakui hak hak dari sekalian manusia berbeda, dan dengan demikian dihargai sedemikian pula. Selain itu menyadari pula bahwa masyarakat adat kini mengorganisir diri mereka demi kepentingan peningkatan kehidupan politik, ekonomi, social dan budaya mereka untuk mengakhiri semua bentuk diskriminasi dan operasi manakala terjadi di mana saja.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dalam pasal 13 dari Lampiran Pembukaan dan 46 pasal dari Deklarasi menyebutkan antara lain, Masyarakat adat berhak untuk menghidupkan kembali, menggunakan,mengembangkan dan meneruskan kepada generasi berikut sejarah,bahasa,tradisi lisan, filsafat, system tulisan dan literature mereka, dan untuk mempersembahkan dan mempertahankan nama nama komunitas,nama nama tempat tempat dan nama nama orang.Sedangkan dalam pasal 11 ayat 1,menyebutkan Masyarakat Adat berhak untuk mempraktekkan atau menghidupkan kembali tradisi dan adat mereka. Hal ini termasuk hak untuk memelihara, melindungi dan mengembangkan manifestasi masa lampau, masa kini dan masa depan dari budaya mereka seperti situs situs arkeologis dan sejarah, ukiran, rancangan, upacara, teknologi, seni visual dan pertunjukan serta literature.
Bukan itu saja dalam pasal 11 ayat 2, menjelaskan Negara perlu menyediakan penanganan yang baik lewat mekanisme yang efektif, yang dapat mencakup restitusi, dikembangkan dalam kaitannya dengan masyarakat adat, terkait barang milik yang bernilai budaya,intelektual,agamawi dan rohaniah yang telah diambil tanpa pemberitahuan mendahuluinya dan disetujui secara bebas atau merupakan pelanggaran atas hukum hukum, tradisi atau adat mereka.
“Masyarakat adat Papua beranekaragam yaitu menyangkut bahasa, struktur social, kepemimpinan, system mata pencaharian dan ekologi, serta hak kepemilikan tanah (hak ulayat),”ujar dosen antropologi Fisip Universitas Cenderawasih (Uncen) Dr JR Mansoben dalam beberapa studinya tentang Papua dalam diskusi dengan Jubi belum lama ini di Jayapura.
Lebih lanjut jelas doctor antropologi lulusan Universitas Leiden Negeri Belanda dari segi bahasa saja ada dua kelompok utamanya yaitu Austronesia (misalnya Waropen, Wandamen, Biak, Tobati, Iha,Ambai,Maya dan lain lain) dan Non Austronesia misalnya Dani, Sentani,Mee, Asmat, Muyu,Meybrat dan lain sebagainya.
Sesuai dengan hasil penelitian Summer Institute Linguistic (SIL) di Papua terdapat sekitar 250 suku bahasa yang berbeda satu sama lainnya. Sedangkan Papua New Guinea memiliki sekitar 670 bahasa suku. Sistem kepemimpinan tradisonal di Papua menurut Mansoben dibagi dalam beberapa tipe antara lain
1.Tipe kepemimpinan Raja atau sitem kepemimpinan atas dasar pewarisan,
2. Sistem kepemimpinan Big man atau pria berwibawa dan
3. Kepemimpinan campuran.Kepemimpinan atas dasar warisan atau atas dasar upaya pribadi untuk mencapai kedudukan tersebut.
Menurut Mansoben system kepemimpinan atas dasar pewarisan merupakan system kerajaan (perdagangan di waktu lalu) di Raja Ampat, di Fak Fak, Kaimana atau system Ondoafi atau Ondofolo di Sentani dan wilayan Kebudayaan Tabi termasuk Genyem yakni Demou Tru merupakan jabatan tertinggi dalam masyarakat Namblong yang hanya diduduki oleh Wai Iram, kadangkala dianggap jabatan kekal.
Jadi kalau disimak yang dimaksud dengan cirri cirri bentuk pemerintahan adat sesuai hasill diskusi yang pernah dilakukan oleh AFP3 Papua di Waena belum lama ini adalah tunggal dan otonom, struktur dari orangnya/individu, memiliki karisma dalam kepemimpinan, taat dan patuh karena sangsi adatnya tegas dan jelas, berakar dari adat, wilayah serta batas batas yang jelas, memiliki harta pusaka, merasaka terikat pada satu kesatuan territorial adat.Sedangkan lembaga adat dan pengertiannya adalah seperangkat aturan, norma dan nilai budaya yang mengatur upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat termasuk mengorganisir ke arah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lembaga juga dapat diartikan sebagai wadah/organisasi tradisional dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat melalui pelbagai kegiatan.
Secara detail terdapat tujuh wilayah adat di Papua daerah daerah antara lain, wilayah adat 1 (Mamta) meliputi Port Numbay, Sentani, Genyem, Depapre, Demta, Sarmi, Bonggo, Mamberamo. Wilayah adat 2 (Saireri) yakni Biak Numfor, Supiori, Yapen, Waropen, Nabire bagian pantai. Wilayah adat 3 (Domberay) antara lain Manokwari, Bintuni, Babo, Wondama, Wasi, Sorong, Raja Ampat, Teminabuan, Inawantan, Ayamaru, Aifat, Aitinyo.Wilayah adat 4 kawasan Bomberay meliputi Fakfak, Kaimana,Kokonao dan Mimika. Wilayah adat 5 kawasan Ha Anim meliputi Merauke, Digoel, Muyu, Asmat dan Mandobo. Wilayah adat 6 kawasan Me Pago antara lain Pegunungan Bintang, Wamena, Tiom, Kurima, Oksibil, Okbibab. Wilayah adat 7 kawasan La Pago antara lain, Puncak Jaya,Tolikara, Paniai, Nabire pedalaman.
Secara detail terdapat tujuh wilayah adat di Papua daerah daerah antara lain, wilayah adat 1 (Mamta) meliputi Port Numbay, Sentani, Genyem, Depapre, Demta, Sarmi, Bonggo, Mamberamo. Wilayah adat 2 (Saireri) yakni Biak Numfor, Supiori, Yapen, Waropen, Nabire bagian pantai. Wilayah adat 3 (Domberay) antara lain Manokwari, Bintuni, Babo, Wondama, Wasi, Sorong, Raja Ampat, Teminabuan, Inawantan, Ayamaru, Aifat, Aitinyo.Wilayah adat 4 kawasan Bomberay meliputi Fakfak, Kaimana,Kokonao dan Mimika. Wilayah adat 5 kawasan Ha Anim meliputi Merauke, Digoel, Muyu, Asmat dan Mandobo. Wilayah adat 6 kawasan Me Pago antara lain Pegunungan Bintang, Wamena, Tiom, Kurima, Oksibil, Okbibab. Wilayah adat 7 kawasan La Pago antara lain, Puncak Jaya,Tolikara, Paniai, Nabire pedalaman.
Hasil Studi Identifikasi Institusi Masyarakat Adat Papua pada wilayah lima Kabupaten Merauke, Biak Numfor, Mimika, Waropen dan Jayapura kerja sama BPMD Provinsi Papua dengan Yayasan Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRa-Papua) Desember 2007 telah menyimpulkan bahwa:
1.Semua kabupaten lokasi studi telah memiliki institusi adat pada tingkat kabupaten hingga tingkat distrik dan kampung. Bahkan di Kabupaten Merauke lebih dari satu lembaga adat misalnya Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Marind Anim Ha tetapi juga ada Dewan Adat Suku Muyu.
2.Dalam menyebut lembaga adat masih terdapat beberapa versi tetapi pada hakekatnya memiliki subtansi yang sama. Ada yang masih menggunakan nama atau istilah LMA (Lembaga Masyarakat Adat) seperti di Merauke, DAS atau Dewan Adat Sentani di Kabupaten Jayapura, Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Deponsero Utara,Dewan Adat, Lemasko (Lembaga Masyarakat Adat Kamoro) dan Lemasa (Lembaga Masyarakat Adat Amungme) di Kabupaten Mimika mau pun Dewan Adat wilayah di Kabupaten Merauke. Namun yang jelas kelahiran lembaga ini sesuai dengan kebutuhan dan dukungan dari masyarakat.
3.Permasalahan yang menonjol pada beberapa kabupaten adalah memandang masyarakat adat sebagai sebuah organisasi yang orientasinya memperjuangkan masyarakat Papua untuk merdeka, sehingga senantiasa dicurigai dan tidak ada dukungan bagi kegiatan kegiatan yang akan dilakukan. Daerah yang paling dominant dan terlihat adanya perselisihan dan resistensi terhadap lembaga adat yakin di Kabupaten Merauke dan Biak Numfor. Kasus pemukulan Ketua LMA Malind Anim Ha dan proyek peluncuran satelit di Biak merupakan indikasi kuat terjadinya pertentangan antara Pemda dan masyarakat adat.
4.Hampir sebagian besar institusi tidak memiliki fasilitas kerja yang memadai,baik kantor,peralatan kerja dan juga biaya operasional sehingga dalam pelayanan pada masyarakat adat tidak memadai. Terkecuali di Kabupaten Mimika Lemasko dan Lemasa memiliki dana dan fasilitas yang berkecukupan.
5. Masih dialaminya banyak…… permasalahan oleh institusi secara internal, karena eksistensinya terutama memperjuangkan hak hak dasar masyarakat asli Papua, disamping itu belum tersosialisasinya program program kerja lembaga adat. Namun di sisi lain tercatat telah terjadi degradasi nilai nilai adat yang turut pula mempengaruhi perkembangan masyarakat adat. Ironinya anak anak adat yang duduk sebagai pejabat beberapa di antaranya tidak mempedulikan apa yang diperjuangkan institusi adat, bahkan digiring sebagai gerakan untuk kemerdekaan.
Terbentuknya lembaga adat atau pun dewan adat Papua tentu dimaksudkan agar mampu meningkatkan posisi tawar (bargaining position) masyarakat adat dalam investasi mau pun sebagai filter dalam menyaring perubahan dan perkembangan teknologi.
-----------------------------------------
Sumber: Tabloid Jubi melalui http://www.fokerlsmpapua.org/artikel/trend/artikel.php?aid=3830
0 komentar:
Posting Komentar