Oleh Johannes Gunawan
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UUBHP) yang disetujui DPR pada 17 Desember 2008 telah menuai reaksi dari mahasiswa, guru, dan pemerhati pendidikan di beberapa tempat. Pada dasarnya, reaksi tersebut disebabkan dua hal. Pertama, pemahaman yang belum utuh terhadap UUBHP. Kedua, dugaan bahwa BHP identik dengan praktik beberapa PTN dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memasang tarif SPP yang tidak terjangkau oleh masyarakat miskin.
Apakah UUBHP menyebabkan pendidikan menjadi mahal, sehingga masyarakat miskin tidak mampu membayar SPP. Menurut Pasal 41 Ayat (1) UUBHP, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya pendidikan untuk BHP Pemerintah (di bawah Depag) dan BHP Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pendidikan dasar untuk biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi para siswa. Jadi, UUBHP menjamin bahwa negara menanggung semua biaya pendidikan untuk wajib belajar 9 tahun atau siswa tidak perlu membayar SPP.
Untuk siswa pendidikan menengah, Pasal 41 Ayat (8) UUBHP menjamin biaya pendidikan yang ditanggung oleh seluruh siswa pada BHPP atau BHPPD paling banyak sepertiga dari biaya operasional BHPP atau BHPPD tersebut. Kalimat "paling banyak" berarti dapat kurang dari sepertiga hingga tidak dipungut SPP. Sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya, menanggung sisanya, yaitu paling sedikit sepertiga biaya operasional BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah. Kalimat "paling sedikit" berarti dapat lebih dari sepertiga hingga mendanai seluruh biaya operasional, bergantung pada seberapa besar kemampuan siswa, orangtua, atau pihak yang membiayainya membayar SPP.
Bagi pendidikan tinggi, Pasal 41 Ayat (9) UUBHP menetapkan bahwa mahasiswa menanggung paling banyak sepertiga dari biaya operasional BHPP tersebut. Sedangkan menurut Pasal 41 Ayat (6) UUBHP, pemerintah bersama BHPP menanggung sisanya, yaitu paling sedikit 1/2 biaya operasional BHPP tersebut. Kalimat "paling banyak", berarti dapat kurang dari sepertiga hingga tidak dipungut biaya SPP. Sedangkan kalimat "paling sedikit" berarti dapat lebih dari 1/2 hingga mendanai seluruh biaya operasional BHPP tersebut, bergantung pada seberapa besar kemampuan mahasiswa, orangtua, atau pihak yang membiayainya untuk membayar SPP.
Potensi Akademik
Mengenai masyarakat miskin, Pasal 46 Ayat (1) UUBHP mewajibkan BHP menjaring dan menerima WNI miskin yang memiliki potensi akademik tinggi, paling sedikit 20% dari jumlah siswa/mahasiswa baru. Sedangkan Pasal 46 Ayat (2) UUBHP mewajibkan BHP mengalokasikan beasiswa bagi siswa/mahasiswa miskin dan/atau yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20% dari jumlah seluruh siswa/mahasiswa.
Biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing. Sedangkan pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, ditanggung oleh pemerintah bersama BHPP.
Apabila BHP tidak memberikan beasiswa; memungut dari siswa/mahasiswa lebih dari sepertiga biaya operasional; dan tidak menjaring mahasiswa miskin; secara berurutan Pasal 62 Ayat (1) dan Ayat (2) UUBHP menjatuhkan sanksi administratif, berupa teguran lisan sampai dengan pencabutan izin satuan pendidikan di dalam BHP tersebut.
Pendidikan Komersial?
Dalam pengertian sehari-hari, komersial berarti kegiatan mencari laba. Apakah benar UUBHP membuat pendidikan yang diselenggarakan BHP menjadi komersial? Pasal 4 Ayat (1) UUBHP mengatur bahwa BHP didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
Itu berbeda dengan perseroan terbatas (badan hukum laba) yang membagikan sisa hasil usaha komersial kepada para pemegang saham. Pembagian sisa hasil usaha seperti ini tidak mungkin terjadi pada BHP, karena di dalam BHP tidak terdapat pemegang saham.
Berhubung tidak ada pemegang saham, maka Pasal 38 Ayat (3) UUBHP mengatur bahwa sisa hasil kegiatan atau bentuk lain kenaikan aktiva bersih BHP wajib ditanamkan kembali ke dalam BHP dan digunakan untuk kepentingan siswa/mahasiswa, pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, peningkatan pelayanan pendidikan, dan penggunaan lain sesuai peraturan perundang-undangan, paling lambat dalam waktu empat tahun.
Dalam penjelasan Pasal 38 Ayat (3) UUBHP dinyatakan secara tegas bahwa kewajiban penanaman kembali ke dalam BHP dimaksudkan untuk mencegah agar BHP tidak melakukan kegiatan yang komersial. Berhubung tidak ada pemegang saham, maka Pasal 39 UUBHP melarang setiap orang di dalam BHP mengalihkan kepemilikan uang, barang, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang milik BHP secara langsung atau tidak langsung kepada siapa pun.
Setiap orang di dalam BHP yang melanggar prinsip nirlaba, tidak menanamkan kembali sisa hasil usaha BHP ke dalam BHP, dan mengalihkan kepemilikan BHP, dikenai sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 63 UUBHP, yaitu pidana penjara paling lama lima tahun dan dapat ditambah dengan denda paling banyak Rp 500.000.000.
Apakah benar bahwa karena BHP otonom, maka BHP dapat dengan leluasa menerima mahasiswa di luar kapsitasnya melalui berbagai jalur untuk mereguk keuntungan? Pasal 47 Ayat (3) dan Ayat (4) UUBHP mengatur bahwa untuk mewujudkan akuntabilitas publik BHP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, jumlah maksimum mahasiswa dalam setiap BHP harus sesuai dengan kapasitas prasarana dan sarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pelayanan, serta sumber daya pendidikan lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah maksimum mahasiswa diatur dengan peraturan menteri. BHP yang menerima mahasiswa melebihi jumlah maksimum akan dijatuhi sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 62 Ayat (1) dan Ayat (2) UUBHP, yaitu dari teguran lisan sampai pencabutan izin satuan pendidikan dalam BHP.
Kata Pailit
Beberapa pemerhati pendidikan dan sebagian mahasiswa mengatakan, karena dalam UUBHP terdapat kata pailit, sehingga BHP dapat dipailitkan, maka BHP adalah komersial. Kata pailit atau kepailitan bukan monopoli badan hukum laba juga berlaku untuk badan hukum nirlaba. Kapailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas, sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Apakah benar UUBHP menyebabkan liberalisasi pendidikan, yaitu membebaskan pendidikan dari kendali pemerintah atau pemerintah daerah melalui privatisasi? Menurut Oliver Letwin dalam buku Privatising the World, privatisasi adalah mengalihkan kegiatan industri dan perdagangan dari sektor publik ke sektor swasta, dengan tiga cara, yaitu contracting-out for public services, deregulation for statutory monopolies, dan trade sales for companies in poor financial condition. UUBHP tidak bertujuan dan tidak pernah mengatur pengalihan sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri dengan cara mengontrakkan, melakukan deregulasi, atau menjual ke pihak swasta. Apalagi mengatur bahwa pihak asing dapat melakukan investasi sampai 49 persen pada BHP yang menyelenggarakan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Tidak ada pula pengaturan dalam UUBHP bahwa pemerintah atau pun pemda menjadikan pendidikan sebagai sektor terbuka bagi penanaman modal dan menggolongkannya sebagai komoditas. Istilah "investasi' dalam UUBHP pertama menunjuk pada biaya investasi, yaitu biaya pengadaan prasarana dan sarana (gedung/lahan) BHP demi kepentingan penyelengaraan pendidikan.
Kedua, justru menunjuk pada kemungkinan BHP menginvestasikan (bukan BHP menerima investasi) sebesar paling banyak 10% dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan BHP dalam portofolio atau untuk mendirikan badan usaha. Sisa hasil kegiatan atau bentuk lain kenaikan aktiva bersih BHP dari investasi oleh BHP tersebut wajib ditanamkan kembali ke dalam BHP oleh Pasal 38 Ayat (3) UUBHP sebagaimana diuraikan di atas.
Sungguh menyesatkan apabila terdapat pandangan bahwa pengesahan UUBHP dengan sendirinya menggeser UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahkan dinyatakan bahwa UU Sisdiknas tidak berlaku lagi, karena pemahaman yang keliru tentang asas lex specialis derogat legi generalis. Asas ini berarti bahwa hukum yang khusus harus didahulukan berlakunya daripada hukum yang umum, namun tidak berarti bahwa hukum yang umum kemudian menjadi tidak berlaku. UU Sisdiknas sebagai hukum yang umum (lex generalis) tetap berlaku manakala UUBHP sebagai hukum yang khusus (lex specialis) tidak mengaturnya.
Pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pendiri BHPP atau BHPPD mengendalikan BHPP atau BHPPD yang didirikannya dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat (2) dan Pasal 13 Ayat (1) dan Ayat (2) UUBHP.
*)Penulis adalah Gurubesar Hukum Perjanjian Unpar dan Anggota Panja RUU BHP Pemerintah dan Komisi X DPR
-----------------------------------
Sumber:http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=3279
- Sorotan Khusus (68)
- Liputan Umum (40)
- Masalah Guru (32)
- Liputan (22)
- Mengubah Sekolah (20)
- Kebijakan Pendidikan (19)
- Kebudayaan (17)
- Bantuan Pendidikan (15)
- Mata Air Kehidupan (15)
- Fasilitas Pendidikan (14)
- Ekonomi Rakyat (12)
- Pendidikan Anak Usia Dini (11)
- Gagasan Liar Pendidikan (10)
- Membaca dan Menulis (10)
- Prestasi Mutiara Hitam (10)
- Pengetahuan Umum (9)
- Pendidikan Rakyat (8)
- Korupsi Dana Pendidikan (7)
- Liputan Pendidikan (7)
- Profil (6)
- Liputan Kegiatan KPP (5)
- Siswa Bicara (5)
- Cerita Rakyat Papua (4)
- Pendidikan Tinggi (4)
- Resensi Buku (4)
- Tokoh dan Gagasannya (4)
- Iptek (3)
- Persamaan Gender (3)
- Papua dalam Sastra (2)
- Psikologi Pembelajar (2)
- Kekerasan Pendidikan (1)
- Potret (1)
-
►
2011
(12)
- ► 06/12 - 06/19 (1)
- ► 05/15 - 05/22 (1)
- ► 03/27 - 04/03 (2)
- ► 03/20 - 03/27 (4)
- ► 03/13 - 03/20 (1)
- ► 03/06 - 03/13 (1)
- ► 02/13 - 02/20 (1)
- ► 01/09 - 01/16 (1)
-
►
2010
(58)
- ► 12/26 - 01/02 (1)
- ► 12/19 - 12/26 (1)
- ► 12/12 - 12/19 (1)
- ► 11/28 - 12/05 (1)
- ► 11/07 - 11/14 (5)
- ► 10/31 - 11/07 (1)
- ► 09/26 - 10/03 (1)
- ► 09/12 - 09/19 (1)
- ► 09/05 - 09/12 (1)
- ► 08/29 - 09/05 (3)
- ► 08/22 - 08/29 (2)
- ► 08/08 - 08/15 (1)
- ► 08/01 - 08/08 (1)
- ► 07/25 - 08/01 (5)
- ► 07/18 - 07/25 (4)
- ► 07/11 - 07/18 (6)
- ► 06/20 - 06/27 (3)
- ► 05/30 - 06/06 (2)
- ► 05/23 - 05/30 (1)
- ► 05/09 - 05/16 (1)
- ► 05/02 - 05/09 (7)
- ► 04/11 - 04/18 (1)
- ► 04/04 - 04/11 (3)
- ► 02/28 - 03/07 (1)
- ► 02/21 - 02/28 (1)
- ► 01/31 - 02/07 (1)
- ► 01/03 - 01/10 (2)
-
▼
2009
(83)
- ► 12/06 - 12/13 (1)
- ► 11/29 - 12/06 (1)
- ► 11/22 - 11/29 (2)
- ► 10/25 - 11/01 (2)
- ► 10/18 - 10/25 (1)
- ► 10/04 - 10/11 (2)
- ► 09/13 - 09/20 (5)
- ► 09/06 - 09/13 (1)
- ► 08/16 - 08/23 (1)
- ► 08/02 - 08/09 (1)
- ► 07/19 - 07/26 (1)
- ► 07/05 - 07/12 (1)
- ► 06/28 - 07/05 (2)
- ► 06/14 - 06/21 (1)
- ► 05/31 - 06/07 (1)
- ► 05/17 - 05/24 (3)
- ► 05/10 - 05/17 (9)
- ► 05/03 - 05/10 (7)
- ► 04/26 - 05/03 (2)
- ► 04/19 - 04/26 (6)
- ► 04/12 - 04/19 (1)
- ► 03/29 - 04/05 (1)
- ► 03/22 - 03/29 (3)
- ► 03/08 - 03/15 (4)
- ► 03/01 - 03/08 (1)
- ► 02/15 - 02/22 (2)
- ► 02/01 - 02/08 (6)
- ► 01/25 - 02/01 (9)
- ► 01/18 - 01/25 (2)
-
►
2008
(155)
- ► 12/28 - 01/04 (4)
- ► 12/21 - 12/28 (3)
- ► 12/14 - 12/21 (2)
- ► 12/07 - 12/14 (6)
- ► 11/30 - 12/07 (1)
- ► 11/23 - 11/30 (5)
- ► 11/16 - 11/23 (3)
- ► 11/09 - 11/16 (19)
- ► 10/05 - 10/12 (1)
- ► 07/27 - 08/03 (5)
- ► 07/13 - 07/20 (3)
- ► 07/06 - 07/13 (2)
- ► 06/29 - 07/06 (8)
- ► 06/22 - 06/29 (3)
- ► 06/15 - 06/22 (8)
- ► 06/08 - 06/15 (4)
- ► 06/01 - 06/08 (4)
- ► 05/25 - 06/01 (8)
- ► 05/18 - 05/25 (8)
- ► 05/11 - 05/18 (7)
- ► 05/04 - 05/11 (7)
- ► 04/27 - 05/04 (3)
- ► 04/20 - 04/27 (6)
- ► 04/13 - 04/20 (1)
- ► 04/06 - 04/13 (2)
- ► 03/30 - 04/06 (1)
- ► 03/23 - 03/30 (7)
- ► 03/02 - 03/09 (4)
- ► 02/24 - 03/02 (4)
- ► 02/17 - 02/24 (1)
- ► 02/10 - 02/17 (3)
- ► 02/03 - 02/10 (4)
- ► 01/20 - 01/27 (2)
- ► 01/13 - 01/20 (6)
-
►
2007
(89)
- ► 12/02 - 12/09 (2)
- ► 11/25 - 12/02 (5)
- ► 11/11 - 11/18 (19)
- ► 11/04 - 11/11 (10)
- ► 10/21 - 10/28 (1)
- ► 10/07 - 10/14 (2)
- ► 09/16 - 09/23 (20)
- ► 09/02 - 09/09 (8)
- ► 08/19 - 08/26 (3)
- ► 08/05 - 08/12 (2)
- ► 07/29 - 08/05 (17)
BHP Penyebab Pendidikan Mahal?
Rabu, Januari 07, 2009Diposting oleh Lembaga Pendidikan Papua
Label: Kebijakan Pendidikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email: hansprie@gmail.com, Nomor HP: 081574768313. Yogyakarta dan sekitarnya hubungi Mateus Auwe, nomor HP: 081392188632/Dorce Pekey, nomor HP: 085279204099. Papua hubungi: Longginus Pekey, nomor HP: 081383763630. Email: selangkah_kpp@yahoo.com/ Yermias Degei, nomor HP:085354007469
0 komentar:
Posting Komentar