“Bantuan Tugas Akhir Terkesan Nepotisme dan Politis"
Yogyakarta (KPP)--Mahasiswa asal Kabupaten Nabire (yang terdiri dari Distrik Yaur, Napan, Makimi, Teluk Kimi, Wanggar, Uwapa, Siriwo, Sukikai, Kamuu, dan Mapia) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih menanti janji Pemerintah Daerah Kabupaten melalui melalui Kapala Bagian (Kabag) Umum untuk bantuan tugas akhir.
“Kami dijanjikan oleh pemerintah Nabire melalui Kabag umum untuk bantuan tugas akhir, Kuliah Kerja Nyata, dan Praktik Kerja Lapangan. Ada empat belas orang lengkap dengan persyaratan sudah kami kirim sesuai dengan permintaan pemerintah Nabire. Lalu kami juga susulkan beberapa nama. Mereka bilang satu orang akan dibantu 7 juta dan semua mahasiswa di sini sudah tahu hal itu. Namun sampai saat ini belum ada kabar dari pemerintah,” kata ketua Ikatan Mahasiswa Nabire di DIY, Jhoni Kristian Iyai.
Dia mengatakan, persyaratan yang diminta sudah kami lengkapi dan telah dikirim semua. ”Katanya satu orang akan dibantu 7 juta dan anak-anak di sini sudah senang. Terutama bagi anak-anak yang masih menunda tugas akhir karena tidak ada uang. Dua minggu terakhir ini, anak-anak ke bank tiap hari untuk cek uang yang dijanjikan itu. Namun belum masuk-masuk. Akhirnya anak-anak mengeluh kepada saya,” kata ketua ikatan.
Ketua Ikatan mempertanyakan, dana Otonomi Khusus untuk pendidikan di tiap kabupaten Papua itu sama tetapi kenapa mahasiswa Nabire di Yogyakarta tidak pernah ada bantuan, tugas akhir sekalipun. Yang sudah dijanjikan juga hingga saat ini belum ada kejelasan. Padahal mahasiswa dari kabupaten lain itu dapat beasiswa tiap bulan. Untuk tugas akhir, mahasiswa kabupaten lain di Yogyakarta dapat lebih dari 5 juta satu orang. Bahkan kabupaten tertentu dapat 10 juta satu orang. ”Kami kadang iri dengan kabupaten lain. Kami juga sering bertanya dana pendidikan dari uang Otonomi Khusus yang miliaran itu lari ke mana,” kata ketua Ikatan.
Menanggapi keluhan dari mahasiswa di Yogyakarta, ketua ikatan melakukan komunikasi dengan Kabag umum via telepon tetapi belum ada kabar. ”Pertama kali saya telepon, katanya ada rapat. Kedua kali saya telepon juga katanya ada rapat dan hanphonenya dimatikan lalu katanya mau dihubungi kembali. Namun belum ada komunikasi. Lalu saya kirim pesan singkat terkait hal ini, namun belum ada balasan juga hingga saat ini. Lalu saya telepon lagi dua hari kemudian, handphone tidak aktif lagi,” katanya menjelaskan kepada para mahasiswa yang mengeluh kepadanya.
”Katanya ada beberapa orang sudah dapat. Dua orang bersaudara yang bapaknya adalah pejabat di pemda Nabire dikabarkan sudah dapat satu orang 8 juta. Trus beberapa mahasiswa yang ke Nabire sudah dapat. Lalu kita yang lain bagaimana. Kita anak-anak dari Distrik Yaur, Napan, Makimi, Teluk Kimi, Nabire, Wanggar, Uwapa, Siriwo, Sukikai, Kamuu, dan Mapia adalah pemilik sah Kabupaten Nabire dan punya hak untuk mendapatkan bantuan itu, namun kenapa mereka bagi diam-diam,” kata seorang mahasiswa asal Kamuu yang tidak mau namanya disebutkan.
Dia menambahkan, bentuan tugas akhir ini terkesan nepotisme dan bermuatan kepentingan. Anak-anak tertentu dikasih diam-diam tanpa prosedur. Artinya tidak melalui ketua Ikatan dan belum mengumpulkan persyaratan yang diminta oleh pemerintah kabupaten Nabire. Kami yang telah mengumpulkan data justru hingga saat ini belum ada kabar. ”Kami akan tunggu sampai bantuan kami dikasih. Inikan hak kami untuk dapat. Alokasi dana pendidikan di era Otonomi Khusus di Papua itu tidak sedikit. Sejak ada Otsus enam tahun lalu, kami mahasiswa asal Nabire tidak pernah merasa ada bantuan. Hanya satu kali saja, itupun tidak merata dan mekanisme bantuannya tidak jelas,” katanya.
Dia katakan, kami harap pemerintah, khususnya oknum-oknum tertentu jangan memanfaatkan bantuan tugas akhir ini untuk kepentingan politiknya. ”Kami harap bantuan tugas akhir dengan politik harus dibedakan. Bantuan tugas akhir ya bantuan tugas akhir, politik ya politik. Tolong jangan campur dengan kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kaitan dengan kepentingan Pilkada Nabire. Pendekatan seperti ini tidak sehat dan sebenarnya beasiswa itu sebenarnya masalah hak,” kata seorang mahasiswa asal kabupaten Nabire di Yogyakarta.
Ketua Ikatan menambahkan, mahasiswa asal kabupaten Nabire adalah aset daerah. ”Kami inikah aset kabupaten Nabire ke depan. Sebenarnya, kalau memang ada dana bantulah kami. Karena beberapa mahasiswa belum mengerjakan tugas akhhir karena tidak ada dana. Kami juga harap ada transparasi dari pemerintah tentang siapa saja yang sudah dibantu dan siapa yang saja belum dibantu. Sekaligus menjelaskan, kenapa yang lain dikasih dan yang dibantu, katanya.
Dikatakan, tranparansi ini pentig agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial antarmahasiswa di Yogyakarta. ”Kami tidak mau ada kotak-kota antara kami, hanya karena masalah bantuan. Kami ingin satu dan mau bersatu untuk Nabire ke depan. Kiranya pemerintah sebagai orang tua, mendukung persatuan kami dengan transparansi bantuan,” kata ketua Ikatan.
Dikabarkan ada beberapa mahasiswa yang telah selesai wisuda dan pulang ke Nabire justru dapat bantuan. Salah seorang mahasiswa mengatakan, beberapa mahasiswa yang sudah wisuda dan telah pulang ke Nabire justru dapat uang. ”Di sinikan ada Ikatan yang mendata mahasiswa Nabire. Dalam data itu ada siapa yang telah selesai, siapa yang tugas akhir, siapa yang sedang KKN, dan siapa yang sedang PPL ataupun KKL. Kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Bagaimana dengan nasif para mahasiswa benar-benar membutuhkan bantuan tugas akhir. Beberapa orang yang telah mengirim data itu adalah yang benar tugas akhir, kata ketua Ikatan. (tgg)
------------------------------------
Sumber:kabarpapua.com
- Mahasiswa Yogya Masih Menunggu Janji Pemda Nabire
Yogyakarta (KPP)--Mahasiswa asal Kabupaten Nabire (yang terdiri dari Distrik Yaur, Napan, Makimi, Teluk Kimi, Wanggar, Uwapa, Siriwo, Sukikai, Kamuu, dan Mapia) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih menanti janji Pemerintah Daerah Kabupaten melalui melalui Kapala Bagian (Kabag) Umum untuk bantuan tugas akhir.
“Kami dijanjikan oleh pemerintah Nabire melalui Kabag umum untuk bantuan tugas akhir, Kuliah Kerja Nyata, dan Praktik Kerja Lapangan. Ada empat belas orang lengkap dengan persyaratan sudah kami kirim sesuai dengan permintaan pemerintah Nabire. Lalu kami juga susulkan beberapa nama. Mereka bilang satu orang akan dibantu 7 juta dan semua mahasiswa di sini sudah tahu hal itu. Namun sampai saat ini belum ada kabar dari pemerintah,” kata ketua Ikatan Mahasiswa Nabire di DIY, Jhoni Kristian Iyai.
Dia mengatakan, persyaratan yang diminta sudah kami lengkapi dan telah dikirim semua. ”Katanya satu orang akan dibantu 7 juta dan anak-anak di sini sudah senang. Terutama bagi anak-anak yang masih menunda tugas akhir karena tidak ada uang. Dua minggu terakhir ini, anak-anak ke bank tiap hari untuk cek uang yang dijanjikan itu. Namun belum masuk-masuk. Akhirnya anak-anak mengeluh kepada saya,” kata ketua ikatan.
Ketua Ikatan mempertanyakan, dana Otonomi Khusus untuk pendidikan di tiap kabupaten Papua itu sama tetapi kenapa mahasiswa Nabire di Yogyakarta tidak pernah ada bantuan, tugas akhir sekalipun. Yang sudah dijanjikan juga hingga saat ini belum ada kejelasan. Padahal mahasiswa dari kabupaten lain itu dapat beasiswa tiap bulan. Untuk tugas akhir, mahasiswa kabupaten lain di Yogyakarta dapat lebih dari 5 juta satu orang. Bahkan kabupaten tertentu dapat 10 juta satu orang. ”Kami kadang iri dengan kabupaten lain. Kami juga sering bertanya dana pendidikan dari uang Otonomi Khusus yang miliaran itu lari ke mana,” kata ketua Ikatan.
Menanggapi keluhan dari mahasiswa di Yogyakarta, ketua ikatan melakukan komunikasi dengan Kabag umum via telepon tetapi belum ada kabar. ”Pertama kali saya telepon, katanya ada rapat. Kedua kali saya telepon juga katanya ada rapat dan hanphonenya dimatikan lalu katanya mau dihubungi kembali. Namun belum ada komunikasi. Lalu saya kirim pesan singkat terkait hal ini, namun belum ada balasan juga hingga saat ini. Lalu saya telepon lagi dua hari kemudian, handphone tidak aktif lagi,” katanya menjelaskan kepada para mahasiswa yang mengeluh kepadanya.
”Katanya ada beberapa orang sudah dapat. Dua orang bersaudara yang bapaknya adalah pejabat di pemda Nabire dikabarkan sudah dapat satu orang 8 juta. Trus beberapa mahasiswa yang ke Nabire sudah dapat. Lalu kita yang lain bagaimana. Kita anak-anak dari Distrik Yaur, Napan, Makimi, Teluk Kimi, Nabire, Wanggar, Uwapa, Siriwo, Sukikai, Kamuu, dan Mapia adalah pemilik sah Kabupaten Nabire dan punya hak untuk mendapatkan bantuan itu, namun kenapa mereka bagi diam-diam,” kata seorang mahasiswa asal Kamuu yang tidak mau namanya disebutkan.
Dia menambahkan, bentuan tugas akhir ini terkesan nepotisme dan bermuatan kepentingan. Anak-anak tertentu dikasih diam-diam tanpa prosedur. Artinya tidak melalui ketua Ikatan dan belum mengumpulkan persyaratan yang diminta oleh pemerintah kabupaten Nabire. Kami yang telah mengumpulkan data justru hingga saat ini belum ada kabar. ”Kami akan tunggu sampai bantuan kami dikasih. Inikan hak kami untuk dapat. Alokasi dana pendidikan di era Otonomi Khusus di Papua itu tidak sedikit. Sejak ada Otsus enam tahun lalu, kami mahasiswa asal Nabire tidak pernah merasa ada bantuan. Hanya satu kali saja, itupun tidak merata dan mekanisme bantuannya tidak jelas,” katanya.
Dia katakan, kami harap pemerintah, khususnya oknum-oknum tertentu jangan memanfaatkan bantuan tugas akhir ini untuk kepentingan politiknya. ”Kami harap bantuan tugas akhir dengan politik harus dibedakan. Bantuan tugas akhir ya bantuan tugas akhir, politik ya politik. Tolong jangan campur dengan kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kaitan dengan kepentingan Pilkada Nabire. Pendekatan seperti ini tidak sehat dan sebenarnya beasiswa itu sebenarnya masalah hak,” kata seorang mahasiswa asal kabupaten Nabire di Yogyakarta.
Ketua Ikatan menambahkan, mahasiswa asal kabupaten Nabire adalah aset daerah. ”Kami inikah aset kabupaten Nabire ke depan. Sebenarnya, kalau memang ada dana bantulah kami. Karena beberapa mahasiswa belum mengerjakan tugas akhhir karena tidak ada dana. Kami juga harap ada transparasi dari pemerintah tentang siapa saja yang sudah dibantu dan siapa yang saja belum dibantu. Sekaligus menjelaskan, kenapa yang lain dikasih dan yang dibantu, katanya.
Dikatakan, tranparansi ini pentig agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial antarmahasiswa di Yogyakarta. ”Kami tidak mau ada kotak-kota antara kami, hanya karena masalah bantuan. Kami ingin satu dan mau bersatu untuk Nabire ke depan. Kiranya pemerintah sebagai orang tua, mendukung persatuan kami dengan transparansi bantuan,” kata ketua Ikatan.
Dikabarkan ada beberapa mahasiswa yang telah selesai wisuda dan pulang ke Nabire justru dapat bantuan. Salah seorang mahasiswa mengatakan, beberapa mahasiswa yang sudah wisuda dan telah pulang ke Nabire justru dapat uang. ”Di sinikan ada Ikatan yang mendata mahasiswa Nabire. Dalam data itu ada siapa yang telah selesai, siapa yang tugas akhir, siapa yang sedang KKN, dan siapa yang sedang PPL ataupun KKL. Kenapa hal seperti itu bisa terjadi. Bagaimana dengan nasif para mahasiswa benar-benar membutuhkan bantuan tugas akhir. Beberapa orang yang telah mengirim data itu adalah yang benar tugas akhir, kata ketua Ikatan. (tgg)
------------------------------------
Sumber:kabarpapua.com