Standarisasi Sarana Pendidikan Asmat

Rabu, November 10, 2010

Pengambilan kebijakan yang timpang terasa di bidang pendidikan. Buktinya, sarana dan prasarana pendidikan belum merata di semua daerah. Di Asmat, fasilitas pendidikan belum secanggih di Jawa. Sarana dan prasarana hampir di semua satuan pendidikan yang ada di Kabupaten Asmat jauh dari memadai.

“Pemerintah daerah di Selatan Papua seharusnya membuat standarisasi penyediaan sarana dan prasarana pendidikan secara merata,” kata Kepala SMA Negeri 1 Agats, Leonardus Serewi dalam perbincangan dengan JUBI baru-baru ini.

Perhatian pendidikan di 7 distrik dan 139 kampung yang ada di Kabupaten Asmat harus lebih diprioritaskan. Caranya, alokasi anggaran tiap tahun harus ditambah porsinya. Sebab selayaknya sarana pendidikan harus sesuai penyebaran jumlah penduduk, usia murid sekolah serta faktor ekonomi, faktor sosial-budaya dan geografis setempat. SMA Negeri 1 Agats yang terletak di ibukota kabupaten saja minim sarana dan prasarana pendidikan. “Di sekolah saya, tidak ada sarana seperti yang dimaksud dalam aturan standarisasi pendidikan nasional,” kata Leo.

Bukan hanya perpustakaan dan laboratorium bahasa atau IPA. Fasilitas pendukung rekreasi, olahraga dan perumahan guru juga terbatas, bahkan tak ada. Di Distrik Sawaerma, sebaran bangunan sekolah (SD) tidak sesuai jumlah penduduk. “Ada bangunan sekolah (baru) dengan kepadatan penduduk tidak mencapai 100 KK (kepala keluarga),” ujar P. Rahawarin.

Sebaliknya, distrik atau wilayah penduduk padat jarang mendapat program pembangunan gedung sekolah. Rata-rata tiap SD tak memiliki sarana belajar seperti buku-buku pelajaran, perpustakaan, alat peraga dan pendukung simulasi pembelajaran siswa.

Standarisasi pendidikan seharusnya dilakukan sesuai rasio pembanding. Seperti rasio bangunan gedung SD terhadap jumlah anak usia sekolah (anak usia 7-13 tahun), SMP (13-15 tahun) dan siswa tingkat SMA (15-18 tahun). “Tapi realisasi pembangunan gedung sekolah selama ini tidak memperhitungkan jumlah anak usia sekolah,” kata Rahawarin. Tak hanya standarisasi gedung sekolah. Standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, penilaian pendidikan, pemantauan dan pelaporan pencapaian serta pengendalian mutu pendidikan secara berencana, berkala dan kontinyu, menurut dia, harus dilakukan.

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 42 hingga Pasal 48. Bahwa sarana dan prasaran harus diselenggarakan di tiap satuan pendidikan. Tanpa diskriminasi demi pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik.

Untuk membangun pendidikan di Asmat agaknya cocok dengan sekolah berpola asrama. Paling tidak, setiap distrik harus ada sekolah berpola asrama yang dilengkapi fasilitasnya. “Selama ini banyak anak malas ke sekolah, karena salah satu alasannya, di kampung tidak ada gedung sekolah,” tutur Thomas Pattuci, guru SD Sawaerma.

“Anak-anak biasanya takut pergi sekolah di kampung atau distrik lain, karena orang tua sering menceritakan peristiwa perang antar marga dan rumpun di masa silam,” katanya. Namun menurut Thomas, karena sarana dan prasaran di tiap sekolah penting, diharapkan tanpa diskriminasi. Baik dalam kegiatan belajar mengajar, penyebaran tenaga guru maupun pemerataan sarana prasarana di setiap satuan pendidikan. “Agar tujuan pendidikan nasional dapat terealisasi dan dirasakan secara adil oleh masyarakat Asmat.” Fakta selama ini, pembangunan sebuah gedung sekolah tak disertai perpustakaan, tempat berolahraga, tempat beribadah, laboratorium, bengkel kerja, dan tempat rekreasi.

“Hampir tiap SD minim fasilitas penunjang proses pembelajaran seperti listrik, komputer atau penggunaan teknologi informasi dan komunikasi,” tutur Yohanes Kwaito, guru di Pantai Kasuari. Jangankan tingkat distrik, sekolah-sekolah di ibukota Kabupaten Asmat saja mengalami keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan.

Leonardus Serewi berharap, setiap sekolah menengah mesti ada standar keragaman peralatan laboratorium IPA. Begitupun laboratorium bahasa dan komputer serta peralatan pembelajaran lain. “Kebutuhan sarana pendidikan harus diuraikan dalam daftar jenis agar nanti disediakan,” katanya. Sesuai aturan standarisasi, jumlah peralatan laboratorium dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan atau perlengkapan peserta didik. Begitupun perpustakaan, standar buku perpustakaan harus dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku. Jumlah buku teks pelajaran dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran masing-masing mata pelajaran terhadap jumlah peserta didik bersangkutan.

“Buku-buku di perpustakaan memuat standarisasi uji kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikan buku teks yang dilakukan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dan ditetapkan dengan peraturan menteri. Tapi selama ini tidak ada pengadaan buku pelajaran sesuai kebutuhan siswa,” papar Leo.

Menteri Pendidikan Nasional menetapkan keputusan Nomor 053/U/2001 yang menjadi petunjuk bagi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan persekolahaan bidang pendidikan dasar dan menengah. Ini menjadi acuan bagi Provinsi berkenaan dengan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh kabupaten/kota.

Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dapat menunjang proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisisipasi aktif. Juga akan memberikan ruang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Asmat, Amatus Ndatipits mengatakan, demi keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, pihaknya terus berupaya mengatasi minimnya saran dan prasarana pendidikan di Asmat.

“Untuk sementara kita fokuskan ke beberapa sekolah. Kita benahi dari tahun ke tahuan. Mudah-mudahan 5 sampai 10 tahun mendatang kualitas pendidikan kita setara dengan lulusan dari daerah lain,” tandasnya.

Dari data yang ada, Tahun Ajaran 2006/2007, di Kabupaten Asmat terdapat 6 sekolah Taman Kanak-kanak (TK), 2 diantaranya berstatus sekolah negeri. Rasio murid TK terhadap ruang belajar mencapai 25 orang per ruang belajar. Sedangkan rasio murid terhadap guru mencapai 14 orang untuk 1 orang guru TK. Tingkat SD, ada 104 sekolah, 80 sekolah berstatus negeri dan 24 lainnya sekolah swasta. Rasio murid SD terhadap guru mencapai 33 orang. Rasio murid terhadap ruang belajar tercatat 18 orang siswa per kelas.

Tingkat SMP sebanyak 8 sekolah, 7 SMP negeri dan 1 SMP swasta. Rasio murid terhadap ruang belajar mencapai 30 siswa. Rasio murid terhadap guru tingkat SMP mencapai 15 siswa. Sedangkan SMA hanya 1 sekolah, jumlah siswa mencapai 465 orang siswa. Rasio siswa terhadap ruang belajar sebesar 52 siswa, artinya satu kelas terdapat 52 siswa.
Wajah pendidikan Tahun 2007 tentu berbeda dengan saat ini. Tapi masih banyak anak belum bersekolah. Sementara jumlah sekolah sudah bertambah. Saat ini ada 130 SD, 18 SMP, 3 SMA dan 1 SMK. Jumlah tenaga guru secara keseluruhan sebanyak 708 guru.

Lantaran minimnya anggaran daerah (APBD Asmat Rp 700 Miliar), kata Amatus, semua sarana dan prasarana di tiap satuan pendidikan tak mungkin direalisasikan sekaligus. “Dalam satu tahun saja tidak bisa kita jawab semuanya. Saat ini kita fokuskan beberapa sekolah dan yang lain nanti tahun berikut,” tutur Ndatipits.

Pengadaan sarana dan prasarana baru dilakukan di Sekolah Satu Atap Sawaerma dan beberapa sekolah di Agats, ibukota Kabupaten Asmat. Ke depan, pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai kebutuhan siswa dan sekolah. Agar kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif, termasuk bimbingan dan konseling demi meningkatkan kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan generasi muda Asmat. (JUBI/Willem Bobi)

Sumber:www.tabloidjubi.com

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut