BPS: Penduduk Miskin Paling Banyak di Papua

Kamis, Juli 02, 2009

Posisi ini tidak bergeser dibanding persentase tingkat kemiskinan pada 2008 lalu.

Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2009 mencatat Papua sebagai provinsi dengan persentase kemiskinan penduduk kota dan desa tertinggi dibanding 33 provinsi lain di Indonesia. Posisi ini tidak bergeser dibanding persentase tingkat kemiskinan pada 2008 lalu.

Saat itu Papua menduduki posisi teratas dengan angka 37,08 persen. Per Maret 2009 ini, persentase kemiskinan nasional adalah 14,15 Persen

Posisi kedua sampai kelimaditempati oleh Propinsi Papua Barat (35,71 persen), Maluku (28,23 persen), Gorontalo (25,01 persen)
dan Nusa Tenggara Timur dengan 23,31 persen.

Persentase penduduk miskin ini kalau dilihat dari penyebarannya di pedesaan paling besar berada di provinsi Papua. Tingkat kemiskinan di sini mencapai 46,81 persen atau 732 ribu, paling tinggi dari rata-rata nasional kemiskinan di pedesaan yang hanya 17,35 persen per Maret 2009.

Tingkat kemiskinan di Papua ini, menurut BPS, besarnya juga mengalami peningkatan dibanding Maret 2008 yang hanya 45,96 persen. Namun demikian untuk tingkat penduduk miskin di perkotaan, Papua posisinya lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan rata-rata nasional yang mencapai 10,72 persen. Di Papua, tingkat kemiskinan di perkotaan jumlahnya hanya 6,1 persen atau menduduki peringkat ke 22 dari 33 provinsi.

Posisi kedua penyebaran penduduk miskindi pedesaan ditempati provinsi Papua Barat dengan 44,71 persen atau sebanyak 248 ribu. Sedangkan di posisi ketiga adalah provinsi Maluku dengan persentase penduduk miskin di pedesaan 35,56 persen, Gorontalo menempati posisi keempat dengan 32,82 persen. Posisi kelima ditempati provinsi Nusa Tenggara Timur dengan persentase penduduk miskin 25,35 persen.

Untuk kemiskinan ditingkat perkotaan menurut data BPS, dari 33 provinsi, Nusa Tenggara Barat menduduki peringkat pertama dengan persentase mencapai 28,84 persen. Posisi kedua ditempati oleh Bengkulu dengan 19,16 persen, kemudian Sumatera Selatan dengan 16,93 persen, Lampung 16,78 persen dan posisi kelima Nangroe Aceh Darussalam dengan persentase 15,44 persen.

Untuk propinsi dengan tingkat kemiskinan paling sedikit ditempati oleh DKI Jakarta (3,62 persen), Kalimantan Selatan (5,12 persen) dan Bali dengan 5,13 persen.


BACA TRUZZ...- BPS: Penduduk Miskin Paling Banyak di Papua

Ujian Paket Formal A, B, dan C di Nabire Tidak Ada Dana

Senin, Juni 29, 2009

Biaya Ujian Peket C Formal di Nabire Rp400.000,00/Peserta

Ujian paket A (setara SD), paket B (setara SMP), paket C (setara SMA) nonformal dan formal (ujian untuk siswa yang tidak lulus Ujian Nasional:red) jalurnya berbeda. Sehingga, pelaksanaan ujian tidak bisa disatukan. Peket A, B, dan C nonformal itu, nama-nama peserta sudah dikrim ke Jakarta pada enam bulan yang lalu. Maka, soal dan LJK yang tersedia juga sesuai dengan jumlah peserta yang terdaftar. Sementara paket A, B, dan C formal belum.

Kapala Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Nabire, Yustinus Wakey kepada wartawan, Selasa, (23/6) di ruang kerjanya mengatakan, kebanyakan orang, terutama kepala SD, SMP, SMA masih belum mengerti soal ini. Soal dan LJK untuk untuk Paket A, B, dan C nonformal sudah ada sesuai dengan jumlah yang terdaftar. Sementara, untuk paket A, B, dan C formal soalnya masih belum ada. Baru akan dikirim dari Jayapura. Maka pelaksanaannya setelah selesai ujian peket nonformal.

Ketika ditanya soal pengutan pelaksanaan ujian paket B formal Rp300.000,00 dan paket C Rp400.000,00 Wakey mengatakan, pelaksanaan ujian paket A, B, dan C formal tidak ada dana sama sekali.

“Dana yang ada hanya untuk pelaksaan paket A, B, dan C nonformal yang nama-namanya sudah dikirim ke Jakarta. Sementara, untuk paket formal tidak ada dana dari dikjar kabupaten, provinsi, dan memang tidak ada dana dari pusat. Sehingga, kami harus menagih dari peserta ujian,” katanya.

Kata dia, ujian paket formal baru tahun ke dua kami adakan. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, biaya ujian paket C tiap peserta menyumbang Rp300.000,00 tetapi dinilai tidak cukup untuk berbagai keperluan. Maka, tahun ini kami menaikan menjadi Rp400.000, 00 untuk peket C formal dan Rp300.000, 00 untuk paket B formal.

Sumbangan peserta itu, katanya, digunakan untuk (1) uang fotokopi soal dan LJK semua mata pelajaran, (2) membayar tempat pelaksanaan, (3) honor pengawas, (4) uang makan dan minum pada saat ujian berlangsung, (5) biaya cetak nomor ujian, (5) biaya untuk mengantar hasil ujian ke Jayapura, dan biaya lainnya.

Kabid PLS Dikjar Nabire mengatakan, supaya tidak memberatkan para peserta ujian paket formal dengan tagihan yang dinilai basar, pemerintah perlu mengalokasikan dana khusus. “Saya sudah pernah usul dalam rencana kerja sama, tetapi hal ini belum ditanggapi. Maka, saya usul kepada pemerintah dan DPRD juga harus membicarakan hal ini. Kita semua tidak ada ada pungutan-pungutan seperti itu, “katanya.

“Hingga saat ini peserta ujian paket formal setara SMP baru 2 orang yang mendaftar. Sementara, setara SMA sudah delapan orang. Maka, kami masih terus membuka pendaftaran beberapa hari ke depan selama ujian paket A, B, dan C nonformal berlangsung ,” kata Kabid PLS.

Peserta yang ingin ikut paket formal silakan kepala sekolah atau siswa sendiri datang ke PLS dengan membawa surat keterangan dari sekolah dan ijazah tingkat pendidikan sebelumnya. Ujian paket formal akan diadakan setelah ujian paket nonformal. Diperkirakan akan dilaksanakan tanggal 26 ke atas. [yer]

BACA TRUZZ...- Ujian Paket Formal A, B, dan C di Nabire Tidak Ada Dana

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut