Sertifikasi Guru SD di Papua Alami Kendala

Selasa, Juni 16, 2009

Program sertifikasi guru di tingkat sekolah dasar yang merupakan program kucuran pusat yang ditujukan bagi peningkatan kualitas guru, tidak cocok diterapkan di Papua. Hal ini dikarenakan 90% guru SD di Papua hanya tamat SMA dan banyak guru yang tidak mampu untuk menyusun porto folio dan SAP sesuai persyaratan.

Ironisnya lagi, dari sekitar 1000 tenaga guru di Kabupaten Merauke hanya sekitar 10 orang guru yang menamatkan pendidikan S1 (Strata Satu). “Salah satu persyaratan setrifikasi adalah guru bersangkutan harus S1, sementara di Papua ini guru- guru SD hanya berpendidikan SMA. Jadi saya rasa aturan ini tidak sesuai dengan kondisi riil guru SD di Papua,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Merauke, Vincentius Mekiuw S.Sos ketika dikonfirmasi JUBI di ruang kerjanya, Senin (15/6).

Dijelaskan Mekiuw, kesulitan guru untuk mengikuti sertifikasi juga disebabkan karena akses guru berpendidikan SMA untuk meningkatkan jenjang strata satu sangat sulit dibandingkan guru-guru di pulau Jawa yang rata-rata dapat bersekolah sembari tetap menjalankan profesinya. “Di Merauke ini, baru ada PGSD, ya mudah-mudahan bisa terbantu. Ada juga program Universitas Terbuka, namun kapan lulusnya karena tidak dapat dipastikan,” keluhnya.

Untuk menjawab persoalan sertifikasi guru tingkat SD, pihaknya telah memasukkan usulan kepada Diknas agar ada kebijakan khusus mengenai pemberlakuan sertifikasi guru di Papua. Yakni, meski tak berpendidikan sarjana strata satu, sertifikasi guru dapat diberlakukan bagi guru-guru yang telah mengabdi selama 20 tahun. “Sudah saya usulkan setahun yang lalu, meski belum dijawab namun kami sudah mendapatkan titik terang dari Depdiknas,” tuturnya.

Pengelolaan Dana Blockgrant SD Kurang Jelas

Sementara itu menyangkut pengelolaan dana blockgrant bagi rehabilitasi fisik sejumlah SD di Kabupaten Merauke yang kurang jelas, bahkan oleh BPK terdapat TK dan SD yang salah dalam pengelolaan dana tersebut, Mekiuw mengatakan, “dana itu langsung turun ke sekolah-sekolah dan direncanakan langsung ditingkat sekolah, sehingga pihak dikdas tidak dapat memantau pengelolaannya,” tuturnya sembari mengatakan, proses pengusulan dana blockgrant dilakukan masing-masing sekolah ke pusat dan diterima secara bergiliran.

Menurutnya, untuk Kabupaten Merauke tahun 2008 terdapat 4 SD yang menerima dana blockgrant sebesar Rp 240 juta bagi rehabilitasi sekolah, satu diantaranya adalah TK Satu Atap Wasur I yang kini bermasalah lantaran penyalahgunaan dana. Sedangkan 2 SD yang bermasalah dalam pengelolaan dana adalah SD bertaraf nasional, yaitu SD St Michael dan SD Polder. “Untuk kedua SD ini, kesalahan terletak di pihak ketiga selaku penyedia barang. Yang mana pihak ketiga melakukan mark up sejumlah peralatan sekolah yang tidak sesuai dengan pesanan. Selain itu, mereka bekerja tanpa ada Surat Perintah Kerja (SPK) sehingga terjadi misscomunication,” ujarnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kini rekanan penyedia barang (pihak ketiga) dituntut untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah dipergunakan sebelum tahun anggaran ditutup. “Saya sedang menunggu pengembalian dana tersebut, jika tidak ada itikad baik, maka akan segera diproses secara hukum," tegasnya. (drie/Merauke)
-----------
Sumber: http://tabloidjubi.com

BACA TRUZZ...- Sertifikasi Guru SD di Papua Alami Kendala

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut