Menyoal Usaha Kecil yang Terpinggirkan

Sabtu, April 25, 2009

Oleh Mateus Ch. Amoye Auwe*)

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil secara tegas menyatakan tujuan pemberdayaan usaha kecil adalah (1) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha menengah, dan (2) meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkokoh struktur perekonomian nasional.

Sejak adanya otonomi daerah, sepertinya pemberdayaan dan pendekatan terhadap usaha kecil ini menjadi kambing hitam ketika pemerintah daerah tidak mampu mengembangkan perekonomian lokal yang ada di daerah. Banyak usaha kecil di daerah yang meningggalkan usahanya atau gulung tikar, ini disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap usaha kecil. Mestinya menjadi refleksi bersama bahwa keberhasilan pemerintah daerah untuk mengembangkan ekonomi lokal di wilayahnya sangat tergantung pada instrumen pembangunan yang dimiliki. Dengan adanya otonomi daerah, peluang untuk memberdayakan usaha kecil sangatlah besar namun di samping itu juga besar pula tantangannya. Tantangan tersebut adalah sumber daya manusia, modal, pasar, fasilitas dan kebijakan pemerintah dalam hal ini.

Pengembangan usaha kecil seperti ini sangatlah dekat dengan kaum perempuan. Di sisi lain hal ini memberikan peluang bagi perempuan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan produktif, lain sisi juga kondisi usaha kecil ini sendiri sering berada dalam kondisi buruk dan tidak mengalami perubahan, alias jalan tempat. Hal ini terjadi karena kekurangan modal, pasar, fasilitas dan masih nampak budaya patriarkhi (mengutamakan laki-laki).

Kuatnya budaya patriarkhi ini juga menyebabkan (1) tidak mandirinya perempuan dalam mengambil keputusan, (2) terbatasnya akses mereka dalam mengambil suatu keputusan, (3) mencari nafkah tambahan,(4) sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Keempat penyebab itulah yang menjadikan ruang gerak bagi kaum perempuan terbatas. Dan khusus bagi perempuan, hambatan ini tidak saja dari sisi usaha tetapi dari sisi relasi gender yang sudah mentradisi.

Terlepas dari itu, pada bulan Maret tepatnya saat pesta paskah, saya menyaksikan kegiatan usaha kecil Santa Theresia yang dikembangkan oleh ibu-ibu WK (Wanita Katholik) di kampung Egebutu, Kecamatan Kamuu, Kabupaten Nabire. Tengah menyaksikan kegiatan mereka, saya bertanya: Apa masalah yang dihadapi dengan usaha kalian ini? Secara spontan ketua dari usaha kecil mereka ini (Petenella Pekey) menjawab: modal, pasar dan fasilitas.

Kemudian pertanyaan saya selanjutnya: Apakah sudah pernah mengajukan proposal ke pemerintah daerah untuk mengembangkan usaha ini? Jawabnya: sudah pernah mengajukan namun belum pernah dijawab katanya. Lanjutnya lagi untuk mengajukan proposal ini mereka sudah mendapatkan rekomendasi dari pemerintah kecamatan Kamuu (Petrus Agapa) dan pastor paroki setempat (Tartisius Awe) yang juga pernah mengunjungi dan menyaksikan secara langsung usaha kecil mereka.

Sungguh kasihan usaha kecil yang dikembangkan oleh masyarakat yang ekonominya lemah ini tidak diperhatikan dengan baik oleh pihak manapun. Kemudian dari sini ada pertanyaan yang muncul yaitu: Di manakah lembaga keuangan mikro? Apa manfaat dari keuangan mikro itu? Yang mana era Otsus ini merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro.

Dari usaha yang dikembangkan ibu-ibu WK Santa theresia ini adalah pengolahan makanan, kerajinan tangan seperti: membuat taplak meja, baju belero, topi, kain jendela dari benang woll, tikar tradisional dari daun pandan dan beberapa usaha yang bisa menambah kas mereka. Sementara itu juga ada keinginan mereka untuk menambah usaha yang menurut mereka mampu, namun hambatannya kembali kepada modal, pasar dan fasilitanya.

Untuk mendorong usaha kelompok ini beberapa kali pernah mendapatkan bantuan berupa benang woll dari pastoran dan susteran setempat. Modal menjadi hambatan besar bagi mereka untuk memproduksi kapasitas produksi yang lebih banyak jumlahnya. Di samping kekurangan dana, pasar untuk mendistribusikan produk mereka juga hanya sebatas wilayah kecamatan Kamuu. Ibu-ibu WK ini sangat senang mendapat pasar yang lebih luas lagi.

Semua anggota dari WK Santa Theresia ini berlatarbelakang petani sehingga sangat rendah sumber daya manusianya. Namun demikian dengan semangat, waktu, tenaga, pikiranan lainnya pun mereka korbankan. Modal usaha kecil kelompok ini berawal dari sumbangan wajib setiap anggota, kemudian lambat laun usahanya mulai dikembangkan. Namun demikian kendala utama adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Sehingga usaha kecil seperti ini pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dan harus diprioritaskan.

Sumber Daya Manusia merupakan modal utama dalam melakukan usaha-usaha tersebut. Apa jadinya setiap usaha yang dilakukan masyarakat tanpa sumber daya manusia yang memadai. Membangun sumber daya manusia ini lewat pelatihan, karena merupakan salah satu upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia para pelaku usaha kecil sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menglola usaha sehingga tumbuh dan berkembang mengikuti arus globalisasi.

Memang pemberdayaan terhadap masyarakat bawah adalah proses. Keberhasilan proses ini bukan hanya karena pengetahuan dan keterampilan menyangkut pemberdayaan dan pembangunan, namun seluruh unsur terkait dalam program. Keterkaitan antara seluruh unsur ini merupakan salah satu pondasi atau dasar untuk mengembangkan setiap usaha. Di samping itu, budaya patriarkhi harus dihilangkan karena usaha kecil seperti itu sangat dekat dengan kaum perempuan.

Dunia semakin tak bersahabat dengan kita. Pasar global yang berwajah kapitalisnya hanya berpihak kepada yang kuat. Mereka yang lemah dalam ekonomi hanya menjadi konsumen yang setia bagi mereka di dalam rumah besar yang disebut globalisasi ini. Terutama bagi kalangan usaha kecil, globalisasi ini menjadi ancaman yang sangat serius, jika kesiapan sumber daya manusia, modal, pasar dan lainnya belum dipersiapkan. Kita lihat di daerah kita pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian dan kerajinan. Kedua bidang ini menjadi basis ekonomi rakyat. Tetapi selama Otsus berjalan, kedua bidang ini hanya jalan di tempat. Padahal daerah lain mengalami lonjakan yang sangat berarti dan mereka dengan santainya menantikan datangnya globalisasi.

Era Otsus merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan keuangan mikro.Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil tapi di sini saya hanya memfokuskan pada (1) membangun sumber daya manusia terlebih dahulu, karena jika SDM dibangun maka pembangunannya dengan sendirinya akan datang; (2) memberikan modal dan memfasilitasi kepada usaha kecil yang ada; (3) mencari pasar yang bisa mendistribusikan produk mereka dalam rangka meningkatkan daya saing; (4) jaringan antara usaha kecil yang satu dengan yang lainnya, yang bisa menjadi pelengkap bagi usahanya; (5) mengutamakan pengembangan potensi lokal dan masyarakat pribumi.

Dampak pemberdayan masyarakat adalah kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahan mereka melalui kreatifitas untuk meningkatkan kualitas hidup. Maka Otsus membuat pemerintah semakin dekat, mengenali dan memahami masyarakat, sehingga fungsi pemerintah sebagi fasilitator berjalan baik. Dalam hal ini, rakyat bukan merupakan obyek tapi sebagai subyek yang determinan sebagi pelaku, baik dalam perencanaan maupun dalam tindakan. Dengan demikian Otsus merupakan titik tolak, sekaligus dipahami sebagai sebuah penyelenggara daerah ayng berbasis rakyat atau people dividen.

Berdasarkan pasal 33 UUD 1945, maka ekonomi masyarakat adalah suatu situasi perekonomian yang di dalamnya terselenggara berbagai kegiatan ekonomi dengan melihat partisipasi dari semua masyarakat. Sehingga kebijakan pemerintah daerah menentukan keberhasilan pembinaan usaha kecil serta sebaliknya pelaksanaan pembinaan akan mendorong keberhasilan pelaksanaan Otsus, dan di sinilah kesejahteraan masyarakat yang kita bersama dambakan itu terwujud. Semoga!

*) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Teknologi Yogyakarta
-----------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH


0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut