Antara Kebijakan Pemerintah dan Kondisi Ekonomi Rakyat Asli Papua

Sabtu, April 25, 2009

Oleh Lukas Wakey*)

Kehadiran sebuah lembaga pemerintahan sangatlah penting. Ini merupakan bagian dari harapan masyarakat. Hal ini dimaksud agar semua hal yang menyangkut kepentingan umum (publik) dapat diakomodir. Juga dapat diatur oleh pemerintah secara adil dan merata serta dibuat dalam suatu bentuk kebijakan publik yang bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dengan demikian, kehadiran pemerintah di tengah-tengah rakyat dapat bertindak sebagai pelayan kepada masyarakat dalam wilayah kerjanya. Maka, untuk membuat serta memperlakukan rakyat sebagai orang yang hendak dilayani dari aspek pelayanan pemerintahan serta dapat membuat semua kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan rakyat. Dalam hal ini dibutuhkan sosok pemimpin yang secara cermat dapat melihat persoalan-persoalan yang sedang terjadi dan dialalami oleh masyarakatnya serta secara cepat pula dapat mengambil sebuah tindakan. Tindakan yang dimaksud tentu saja dalam bentuk mengambil suatu kebijakan yang dapat memuaskan semua pihak dengan tidak dapat merugikan dan mendiskriminasi pihak yang lain.

Bertolak dari hal di atas, dapat kita lihat kondisi obyektif di Provinsi Papua yang berkaitan dengan cara pengmbilan kebijakan yang mengarah kepada proteksi bagi majunya perekonomian rakyat di Provisi Papua, secara umum di Kabupaten dan Kota se- Provinsi Papua kurang memerhatikan terhadap upaya perlindungan kepada para pengusaha orang Papua yang bergerak di bidang usaha perekonomian dalam bentuk skala makro maupun mikro. Jika sejalan dengan amanat UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus), maka setidak-tidaknya pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang konkret berupa kebijakan pemerintah yang dapat memproteksi pengusaha orang asli Papua. Hal ini tentu saja sejalan dengan amanat Undang-Undang Otsus bagi Provinsi Papua yaitu dapat memajukan tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat bagi orang Papua asli. Tujuannya adalah agar rakyat Papua dapat diselamatkan dari garis kemiskinan. Secara pasti kondisi ekonomi di Papua dapat membaik berkat adanya upaya keberpihakan pemerintah kepada rakyat dalam mengambil sebuah kebijakan yang dapat melindungi orang asli Papua.

Pada tahun ketujuh implementasi Otsus ini, jika kita lihat kondisi nyata prekonomian masyarakat di Provinsi Papua baik secara makro maupun secara mikro, tidak sesuai dengan harapan dari rakyat serta tujuan dari Undang-Undang Otsus. Sangat disayangkan jika dalam era Otsus tidak ada satu pun kebijakan yang diambil oleh pemerinta khusus bagi orang Papua dalam menata perekonomian rakyat. Terutama, jika kita hitung-hitung dana Otsus yang dikucurkan begitu besar termasuk sumber pendapatan lainnya.

Saat ini dana Otsus begitu besar beredar di tanah Papua, namun miskin akan keadilan dan pemerataan pembangunan. Maka, kepada pemerintah kabupaten dan kota serta pemerintah provinsi harus mampu mengimplementasikan amanat dari pada Undang-Undang No 21 tahun 2001. Pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan harapan dari rakyat itu sendiri dan diharapkan agar pemerintah mampu membuat kebijakan-kebijakan yang strategis yang dapat memproteksi eksistensi perekonomian masyarakat Papua berdasarkan semangat dan jiwa Otsus.

Berbagai data memperlihatkan bahwa, di era Otsus ini terdapat 80 % penduduk asli Papua miskin absolut. Hal ini berarti bahwa mayoritas penduduk Papua berada di garis kemiskinan. Salah satu pemicunya adalah kurang adanya perhatian dari pemerintah untuk peningkatan ekonomi kerakyatan serta pemberdayaan ekonomi bagi orang Papua di era Otsus papua.

Jika persoalan ekonomi ini tidak ditangangi secara baik oleh pemerintah dalam bentuk pengambilan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, maka secara pasti dapat menjadi pemicu utama untuk muncul berbagai masalah ekonomi maupun masalah-masalah sosial yang lainnya. Faktor kemampuan ekonomi yang lemah akan berakibat pada kemampuan membiayai pendidikan anak-anak Papua. Juga kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, dan papan), dan tingkat gizi keluarga yang rendah serta sekian banyak masalah-masalah sosial lainnya dapat timbul akibat kurangnya kemampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pemerintah sebagai pengendali kekuasaan hendaknya memberi ruang serta kemudahan bagi rakyatnya untuk dapat berkiprah dalam bidang ekonomi. Karena, kondisi nyata di pasar saja saya merasa prihatin dan rasa kasihan dengan kondisi mama-mama atau ibu-ibu yang selalu berjualan di atas tanah dengan beralaskan daun pisang maupun karung pelastik untuk menjual seikat sayur guna menghidupi kelurganya. Rasa keprihatinan ini nuncul ketika melihat mayoritas mama-mama yang jualan sayur, maupun ubi-ubian di kabupaten dan kota se-Provinsi Papua mengalami nasib yang sama.

Kondisi ini bukan hal baru, namun sudah berbulan-bulan, bahkan sudah makan tahun mama-mama itu berjualan di atas tanah dengan tahan panas terik matahari, tahan hujan untuk mencari uang seribu rupiah guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Realitas ini memberikan keterangan kepada kita bahwa selama ini pemerintah tidak serius dalam pengambilan kebijakan guna memproteksi ekonomi rakyat bagi orang Papua.

Hal lain adalah ketika pemerintah membangun pasar-pasar, ruko-ruko yang megah serta pemerintah juga memberikan perizinan untuk membangun perhotelan dan toko-toko besar tetapi sangat disayangkan karena sangat sedikit bahkan tidak di berikan kesempatan kepada orang Papua untuk bekerja di bidang jasa tersebut. Entah faktor apa yang membuat sehingga pemerintah sebagai pengambil kebijakan pun ikut apatis dengan kondisi demikan. Oleh sebab itu, perlu diambil suatu kebijakan yang dapat berpihak kepada rakyat yang dimarjinalisasikan ini.

Jika kita lihat, sekian banyak lapangan kerja yang dibangun oleh pemerintah maupun swasata, namun kenyataannya ruang bagi masyarakat Papua untuk dapat bekerja semaki dipersempit oleh persaingan ekonomi yang tinggi sementara rakyat Papua tidak dilatih serta diberdayakan dalam dunia usaha. Pemerintah sebagai pelayan publik dapat memberikan pelayanan yang prima kepada rakyatnya dengan mengambil suatu langkah yang konkret berupa kebijakan dalam rangka memberdayakan orang Papua untuk dapat eksis dan selalu berkarya dalam dunia usaha yang berskala besar maupu kecil. Semoga!

*) Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik “STISIPOL SILAS PAPARE” Port Numbay
---------------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut