Tingkat Kelulusan SD 95,58 Persen

Senin, Juni 23, 2008

Hasil Ujian Standar Nasional Pendidikan Dasar Tahun Ajaran 2007-2008 di Kabupaten Mimika diumumkan oleh kepada kepala sekolah SD masing-masing Senin (23/6) kemarin. Dari 2.238 peserta ujian, sebanyak 2.139 peserta (95,55 persen) dinyatakan lulus. Kemudian 99 peserta lainnya (4,42 persen) dinyatakan tidak lulus.

Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Mimika, Ausilius You, SPd, MM melalui Kepala Seksi Kurikulum, Hendrikus Tofi mengatakan sesuai catatan Dinas P & P Kabupaten Mimika, tingkat kelulusan pelajar SD tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang mencapai 94,72 persen.

Dari persentase pelajar SD yang tidak lulus tersebut, sesuai data yang dihimpun Radar Timika dari Subdin Pendidikan Dasar Dinas P & P Mimika, menyebutkan sebanyak 18 siswa SD Sempan Barat dinyatakan tidak lulus dari 146 jumlah siswa yang mengikuti ujian. Angka ini merupakan yang tertinggi dari 65 SD lainnya.

Selain itu, di SD Inpres Timika IV sebanyak tujuh peserta ujian dinyatakan tidak lulus. Kemudian di SD Negeri Kadun Jaya dan SD Inpres Timika V sebanyak delapan pelajar dinyatakan tidak lulus.

Hendrikus Tofi mewakili Kasubdin Pendidikan Dasar, Robert Martayuta, SPd yang ditemui Radar Timika di ruangan kerjanya Senin (23/6), menjelaskan Ujian Standar Nasional Pendidikan Dasar baru pertama kali digelar.

"Ujian seperti ini baru pertama kali (dilaksanakan, red.), tapi hasil yang dicapai sangat baik. Ini dijadikan acuan untuk tahun depan lebih dipersiapkan lagi," kata Hendrikus.

Hasil ujian secara umum, menurutnya memberi angin segar sekaligus acuan dalam rangka mempersiapkan ujian tahun depan agar hasil yang dicapai lebih bagus.

Hendrikus menambahkan bahwa Ujian Standar Nasional berbeda dengan ujian tahun-tahun sebelumnya. Untuk ujian tahun ajaran ini, soal dan keputusan kelulusan siswa ditentukan langsung dari pusat. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun lalu, dimana yang menentukan kelulusan siswa adalah sekolah masing-masing.

Namun demikian, penentuan nilai standar tergantung daerah masing-masing. Dimana Kabupaten Mimika menerapkan nilai standar kelulusan yaitu 3,20 untuk setiap mata pelajaran yang diujiankan.

Sementara itu, Kasubdin Pendidikan Dasar Robert Martayuta yang juga ditemui Radar Timika di kantor Dinas P dan P Mimika, mengatakan hasil ujian SD sudah diserahkan kepada masing-masing kepala sekolah saat dirinya mendampingi Kepala Dinas P&P Ausilius You dalam pertemuan di Aula Yayasan Yosua, Senin (23/6) lalu.

Sesuai data hasil ujian, 10 SD masuk kategori 10 besar, yaitu SD Yapis, SD Inpres Timika XIII, SD Advent Timika, SD Inpres Timika XII, SD YPK Ebenhaezer, SD YPPK Waonaripi, SD YPJ Tembagapura, SD Inpres Kwamki II, SD Inpres Koperapoka II, dan SD Inpres Koprapoka I. (lrk)


--------------------------------------------------------------------

Sumber: http://www.radartimika.com/article/Utama/7906/


BACA TRUZZ...- Tingkat Kelulusan SD 95,58 Persen

BULLYING: Kekerasan Teman Sebaya di Balik Pilar Sekolah

Waspada bagi Orang Tua dan Guru

Oleh : Octa Reni Setiawati, S.psi.

Suatu hari ketika hendak berangkat sekolah, Rinto mengeluh sakit kepala, mual, dan sakit perut. Ia menolak untuk masuk sekolah karena sakit. Pada saat Rinto dibawa ke dokter, dokter tidak menemukan gejala penyakit dan setelah beberapa jam di rumah Rinto tampak baik-baik saja, seperti tidak sakit sedikit pun. Apakah Rinto berbohong untuk tidak masuk sekolah?

Peristiwa yang dialami Rinto adalah sebuah gejala yang harus diwaspadai oleh kita bersama. Apalagi jika terjadi ketika hendak masuk sekolah dan terjadi berulang-ulang kali. Tanda ini akan semakin jelas jika ada perubahan yang sangat signifikan pada anak, misalnya pada awalnya ia sangat menyukai sekolah tetapi kemudian ia sangat tidak ingin ke sekolah. Ada sesuatu di sekolah yang menjadi momok yang menakutkan bagi anak dan ini perlu digali lebih jauh. Salah satu penyebab yang biasanya terjadi adalah adanya kekerasan antar sesama teman atau yang biasa dikenal dengan istilah bullying.

Fenomena kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia semakin lama semakin banyak bermunculan. Mulai dari peristiwa IPDN (Institut Pemerintahan dalam Negeri) dengan klimaks kejadian meninggalnya Praja Clifft Muntu akibat dianiaya oleh seniornya di lingkungan kampus, kasus seorang siswi SLTP di Bekasi yang gantung diri karena tidak kuat menerima ejekan teman-temannya sebagai anak tukang bubur. Bahkan yang terbaru adalah peristiwa STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) yang juga memakan korban, Agung Bastian Gultom yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh seniornya. Atau bahkan Genk Nero dari Pati yang terdiri dari kumpulan anak-anak perempuan yang melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya. Ini adalah sekelumit peristiwa bullying yang berada di lingkungan akademisi yang harus bersama-sama kita waspadai.

Bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia, tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying.

Kita sering melihat aksi anak-anak mengejek, mengolok-olok atau mendorong teman yang lainnya. Perilaku tersebut sampai saat ini dianggap hal yang sangat biasa, hanya sebatas bentuk relasi sosial antar anak saja, padahal hal tersebut sudah pada bentuk perilaku bullying. Namun, kita sangat tidak menyadari konsekuensi yang terjadi jika anak mengalami bullying. Oleh sebab itu berbagai pihak harus bisa memahami apa dan bagaimana bullying itu sehingga dapat secara komprehensif melakukan pencegahan pada akibat yang tidak diinginkan.


Bullying

Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah. Perilaku bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau lebih siswa kepada korban atau anak yang lain.

Selain itu bullying juga dapat berupa perilaku tidak langsung, misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan seseorang yang dianggap berbeda. Baik bullying langsung maupun tidak langsung pada dasarnya bullying adalah bentuk intimidasi fisik ataupun psikologis yang terjadi berkali-kali dan secara terus-menerus membentuk pola kekerasan.

Bentuk-bentuk bullying, antara lain;

1. Bullying secara fisik: menarik rambut, meninju, memukul, mendorong, menusuk.
2. Bullying secara emosional: menolak, meneror, mengisolasi atau menjauhkan, menekan, memeras, memfitnah, menghina, dan adanya diskriminasi berdasarkan ras, ketidakmampuan, dan etnik. 3. Bullying secara verbal: memberikan nama panggilan, mengejek, dan menggosip.
4. Bullying secara seksual: ekshibisionisme, berbuat cabul, dan adanya pelecehan seksual.


Mengapa Beberapa Anak dan Remaja bisa Menjadi Pelaku Bullying?
Bully atau pelaku bullying adalah seseorang yang secara langsung melakukan agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan atau mendemonstrasikan pada orang lain. Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya bullying. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:

Faktor keluarga: Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.

Faktor sekolah: Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

Faktor kelompok sebaya: Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.


Bagaimana dengan Mereka Korban Bullying?

Korban bullying atau victim adalah seseorang yang berulangkali mendapatkan perlakuan agresi dari kelompok sebaya baik dalam bentuk serangan fisik, atau serangan verbal, atau bahkan kekerasan psikologis. Biasanya mereka yang menjadi korban bullying pada kelompok laki-laki adalah mereka yang lemah secara fisik dibandingkan dengan kelompok sebayanya.

Mereka yang menjadi korban bullying, menurut penelitian adalah kebanyakan dari keluarga atau sekolah yang overprotective sehingga si anak/siswa tidak dapat mengembangkan secara maksimal kemampuan untuk memecahkan masalah (coping skill). Siswa sebagai korban bullying sering menunjukkan beberapa gejala misalnya cemas, merasa selalu tidak aman, sangat berhati-hati, dan mereka menunjukkan harga diri yang rendah (low self-estem). Mereka memiliki interaksi sosial yang rendah dengan teman-temannya, kadangkala mereka termasuk anak yang diisolasi oleh teman sebayanya.


Apa yang Terjadi di Balik Bullying?

Konsekuensi adalah sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana dan apa yang bisa terjadi di balik perilaku bullying ini. Pada artikel Ron Banks pada tahun 1997 dipaparkan sebuah penelitian di Scandinavian bahwa ada koleksi yang kuat antara bullying yang dilakukan oleh siswa selama beberapa tahun sekolah dimana mereka kemudian menjadi pelaku kriminal saat dewasa. Ini adalah sebuah penelitan yang memberikan gambaran bagaimana bullying bisa membentuk sebuah kepribadian yang menempatkan seorang anak pada perjalanan dan pengalaman hidup yang kelam.

Sedangkan mereka sebagai korban bullying sering mengalami ketakutan untuk sekolah dan menjadi tidak percaya diri, merasa tidak nyaman, dan tidak bahagia. Aksi bullying menyebabkan seseorang menjadi terisolasi dari kelompok sebayanya karena teman sebaya korban bullying tidak mau akhirnya mereka menjadi target bullying karena mereka berteman dengan korban.


Apa yang Perlu Dilakukan?

Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa kita abaikan lagi. Banyak hal yang harus bisa kita lakukan untuk meyelamatkan perkembangan psikologis anak-anak dan remaja kita. Kekerasan sejak dini bukan merupakan bagian dari perkembangan psikologis mereka, oleh sebab itu banyak elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah.

Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
Orang tua membiasakan diri memberikan feedback positif bagi anak sehingga mereka belajar untuk berperilaku sosial yang baik dan mereka mendapatkan model interaksi yang tepat bukan seperti perilaku bullying dan agresi. Kemudian, menggunakan alternatif hukuman bagi anak dengan tidak melibatkan kekerasan fisik maupun psikologis. Selain itu, orang tua mau menjalin relasi dengan sekolah untuk berkonsultasi jika anaknya baik sebagai pelaku bullying ataupun korban.

Pihak sekolah menciptakan lingkungan yang positif misalnya dengan adanya praktik pendisiplinan yang tidak menggunakan kekerasan. Selain itu juga, meningkatkan kesadaran pihak sekolah untuk tidak mengabaikan keberadaan bullying. Bullying harus dihentikan!

Sumber:http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&dn=20080623203208
BACA TRUZZ...- BULLYING: Kekerasan Teman Sebaya di Balik Pilar Sekolah

Kelulusan Siswa Jangan Dilihat dari Hasil Ujian Nasional


Oleh : Arman Rachmadi

Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diharapkan untuk tahun berikutnya dalam menentukan kelulusan siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) tidak ditentukan dari semata-mata hasil Ujian Nasional (Unas), tapi ada ketentuan lainnya yang menentukan lulus tidaknya siswa.

"Kami mengharapkan ke depannya, kelulusan siswa SMU tidak semata-mata ditentukan dari hasil Unas, tapi juga harus dipertimbangkan faktor kelulusan mulai dari akumulasi nilai siswa sejak kelas 1 sampai kelas 10 SMU," kata Kepala SMUN 10 Jakarta Pusat Sukandi kepada Harian Online Kabar Indonesia (HOKI) di ruang kerjanya (21/6).


Pemerintah lanjut Sukandi, juga harus menghargai guru yang mengajar dan memberikan nilai mulai dari siswa kelas satu sampai kelas tiga SMU (istilah SMU sekarang, kelas 10 sampai kelas 12). Menurutnya, terlalu ekstrim jika kelulusan siswa tersebut hanya ditentukan dari nilai Unas, padahal ada sisi lain yang harus diperhatikan secara keseluruhan, seperti nilai perilaku dan sikap siswa dan akumulasi nilai pelajaran siswa SMU.

Sukandi menambahkan, siswa yang tidak lulus di SMUN 10 ada 45 orang dari 109 siswa kelas 3 yang mengikuti Unas. Pada umumnya kata Sukandi, siswa SMU 10 dihadapkan factor psikologi ketika menghadapi ujian, padahal ia menilai secara materi, siswa siap mengikuti ujian dengan sebealumnya mengikuti berbagai bimbingan belajar intensif.

"Secara materi saya yakin mereka (siswa) siap, tapi begitu mereka melihat soal ujian sudah takut, ditambah siswa ketakutan dilihat oleh pengawas ujian, sehingga mereka down dan otak mereka jadi blank," ujarnya. Tapi lanjutnya, bagaimanapun ia menyambut positif program Unas ini untuk menghadapi tantangan global dan walaupun awalnya Unas ini sempat ditentang, ia yakin lama-kelamaan siswa dan masyarakat akan terbiasa dengan Unas ini.

Stretagi yang akan dilakukannya untuk meningkatkan angka kelulusan siswa dalam Unas, di antaranya dengan mempersiapkan kualitas belajar mulai dari siswa kelas 1 sampai kelas 3 SMU secara intensif.
------------------------------------------------------------------------------------
sumber: http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&dn=20080623224838
BACA TRUZZ...- Kelulusan Siswa Jangan Dilihat dari Hasil Ujian Nasional

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut