Ribuan Rakyat Papua di Nabire Merayakan HUT Papua

Minggu, November 30, 2008

Esebius Kobogau: Merdeka bagi Orang Papua adalah Solusi Terakhir

Seribu lebih rakyat Papua mengadakan ibadat oikumene dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Papua Barat (HUTPB) ke-47 di Taman Makam Pahlawan Papua (Taman Gizi) Nabire, Senin, (1/12). Ibadat dimulai pukul 08.00 WIT dengan penjagaan ketat oleh aparat gabungan TNI dan POLRI.

Dari pantauan media ini, di luar pagar Taman Makan Pahlawan (taman Gizi) terlihat TNI dan POLRI bersenjata lengkap termasuk satu buah mobil tahanan dan beberapa mobil polisi. Terlihat juga mobil POM di depan gerbang. Beberapa aparat gabungan memeriksa setiap tas (noken) setiap orang Papua yang masuk di tempat ibadat.
Terdengar alunan lagu “Syukur Bagimu Tuhan” dalam suasana tenang dan haru mengawali Ibadat perayaan HUT Papua ke-47 yang dipimpin oleh Pdt. Daud Auwe, S.Th. Dalam kotbahnya, Auwe mengatakan, Tanah Papua adalah tanah yang bebas.

“Saya mau memberi tahu kepada seluruh orang melanesia di Nabire bahwa, tanah Papua adalah tanah yang bebas. Bebas dari ketergantungan, bebas dari minuman keras, bebas dari illeggal logging, bebas dari illegal maining, bebas dari HIV dan AIDS, bebas dari segala macam pembunuhan dengan alasan apa pun. Bukan bebas untuk pemekaran sana sini, bukan bebas untuk migrasi terus berbanjiran, bukan bebas untuk militer datang terus, bukan bebas untuk membunuh dengan berbagai motif, “ kata Auwe.

Katanya, tanah Papua yang bebas itu, harus diciptakan oleh orang Papua. “Kita tidak perlu harap kepada siapa pun. Tanah Papua sebagai tanah damai dan tanah yang bebas itu harus diciptakan oleh kita sendiri. Kita orang Papua harus menjaga Papua sebagai zona damai. Kita jangan saling menjual. Kita jangan mudah dibeli. Kita jaga persatuan kita antara pantai dan gunung sebagai satu bangsa melanesia,” katanya.

Menurut Pdt. Auwe, tanah Papua adalah tanah yang sudah diberkati oleh Tuhan. Maka, katanya, siapa pun yang membunuh, menjual manusia, menjaul tanah, dan yang penggianat atas tanah Papua adalah sama saja dengan melawan Tuhan. “Tanah Papua adalah mama kita, maka yang jual mama akan dimakan oleh mama,” katanya berapi-api.

Beberapa buah puisi yang dibacakan salah seorang siswi SMA membuat suasana doa berganti haru dan tangis. Tangis tidak tertahankan dan tidak sedikit orang yang menangis histeris mendengar puisi yang menggambarkan situasi sosial politik di tanah Papua. Kegiatan dilanjutkan dengan sambutan dari tokoh adat, dewan adat, tokoh HAM, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan mahasiswa.

Dalam sambutannya, Tokoh Adat Nabire, Esebius Kobogau mengatakan, kita telah berharap kepada pemerintah Indonesia untuk membangun orang Papua dan tanah Papua dengan Otsus. Tetapi, dia (Indonesia:red) bangun di mana kita tidak tahu. “Indonesia dia bangun Otsus itu di udara. Atau dia kirim uang ke Papua untuk orang-orang dari Jawa, Sulawesi dan Sumatera yang dia kirim ke sini setiap saat,” katanya.

Di tengah-tengah sambutan Kobogau, massa berdiri spontan mengadakan Waita (berkeliling taman sambil berlari dan teriak-teriak) sehingga terlihat abu tanah membumbung tinggi bagaikan asap. Dalam Waita itu terlihat beberapa noken/tas bergambar Bintang Kejora diangkat tinggi-tinggi. Hal ini hampir saja mengundang kemarahan aparat gabungan.

Lebih lanjut Kobogau menyoal tentang pemekaran. Katanya, Indonesia tahu bahwa orang Papua mau merdeka dan penduduknya sedikit maka dia mekarkan Papua menjadi 35 kabupaten. “Siapa yang akan isi kabupaten itu, kalau bukan orang luar yang terus berdatangan. Saudara-saudara , kita benar-benar terancam dari berbagai sisi. Budaya kita sedang ditebas habis, kekayaan kita habis, dan manusia juga sedang menuju kepunahan. Maka, merdeka bagi kita adalah solusi terakhir.

Kepada Citizen Reporter, ketua panitia perayaan HUT Papua 47, Yones Douw mengatakan, jika ada gerakan tambahan (kenaikan bendera) itu bukan dari pihak kami. “Kami sudah sepakat untuk tidak menaikan bendera Bintang Kejora. Kalau, ada yang naikan maka itu bukan kami. Itu pihak lain yang ingin mengeruk di air kabur. Sekali lagi, kami hanya ibadat,” katanya.

Ibadat HUT Papua Barat diakhiri kira-kira pukul 12.00 WIT dengan upacara tabur bunga di makam para korban peristiwa Nabire berdarah tahun 2001. Mereka antara lain adalah Matias Bunai, B. Erari, dan lainnya. Ketika berita ini ditulis, masyarakat masih mengadakan Waita.


0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut