Pertanyaan-pertanyaan untuk Otonomi Khusus

Jumat, November 14, 2008

Oleh: Johannes Supriyono*)

Tidak perlu disangkal bahwa otonomi khusus Papua membawa berkat bagi sebagian orang. Di lain pihak, otonomi tidak membawa perubahan apa pun bagi yang lain. Boleh jadi Otsus belum menciptakan perubahan sebagaimana diidealkan oleh rakyat Papua. Patutlah dicurigai bahwa selama enam tahun Otsus masih belum memberikan perubahan yang signifikan untuk masyarakat Papua. Wajarlah kalau orang kemudian bertanya-tanya tentang Otsus ini.

Sejumlah pertanyaan untuk menimbang-nimbang Otsus pun dapat dimunculkan. Kalau pun pertanyaan-pertanyaan itu ditafsirkan sebagai upaya mempertanyakan otsus, saya sama sekali tidak keberatan. Kalau memang kemudian Otsus dipertanyakan, dikritik, ditafsirkan, serta dinilai tercapailah maksud saya itu. Alasan pokok saya mengajukan pertanyaan ini adalah agar Otsus benar-benar tepat sasaran. Artinya, Otsus sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk memajukan kehidupan rakyat Papua.

Otsus mendorong terwujudnya keadilan sosial?
Keadilan sosial adalah sasaran pembangunan (Magnis-Suseno 2000:47). Maka proses pembangunan idealnya bergerak menuju pemenuhan keadilan sosial yang lebih baik. Apakah yang dimaksud dengan keadilan sosial itu? Keadilan sosial, berbeda dari keadilan individual, lebih menekankan pada terciptanya struktur-struktur politik, sosial, dan ekonomi sedemikian rupa yang memungkinkan semua anggota masyarakat memperoleh hak-haknya serta mendapat bagian yang wajar dari harta benda masyarakat sebagai keseluruhan (ibid: 48). Tidak bisa tidak untuk menciptakan keadilan sosial kita harus mengubah tatanan sosial kita.

Keadilan sosial menuntut perhatian pada yang paling miskin dan paling lemah. Mengapa? Merekalah yang paling kurang mendapatkan hak-haknya. Maka prasarana-prasarana mestinya dibangun terutama bagi ini sehingga mereka mendapatkan haknya sebagai orang Papua. Yang paling lemah adalah yang paling terancam dalam arus globalisasi. Maka mereka adalah yang paling membutuhkan perlindungan dan dukungan.

Jika sekarang ini struktur politik, ekonomi, dan sosial kita tidak menunjang tercapainya keadilan sosial, kita perlu menghapus struktur yang menyebabkan ketidakadilan. Kenyataannya, tidak sedikit masyarakat kita yang menjadi korban struktur yang timpang. Artinya, keadilan sosial belum terwujud di Papua karena struktur politik, ekonomi, dan sosial belum memungkinkan orang Papua untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka.

Tidak bisa kita menutup mata. Di sekitar kita ada begitu banyak orang yang menjadi korban ketidakadilan struktural. Anak-anak di pedalaman tidak bisa sekolah, tidak bisa membaca buku, dan tidak dididik oleh guru yang malah bersenang-senang di kota sambil menanti gaji. Ibu-ibu tidak mendapatkan layanan kesehatan yang memadai sehingga mempertaruhkan nyawa saat melahirkan. Penduduk di pedalaman terlampau jauh dari sumber-sumber ekonomi sehingga tidak mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Warga Lembah Kamuu kurang mendapatkan pertolongan untuk mengatasi wabah kolera sehingga banyak yang meninggal. Orang-orang muda tidak bisa menjadi PNS karena tidak mampu menyuap pejabat yang berwenang. Struktur sosial membiarkan mereka tidak mendapatkan hak-haknya.

Menurut saya, penelitian empiris yang serius untuk menilai pelaksanaan Otsus diperlukan. Apakah Otsus semakin mewujudkan keadilan sosial atau malah melestarikan struktur politik, ekonomi, dan sosial yang membuahkan ketidakadilan sosial? Pertanyaan ini masih menanti untuk dijawab.

Hak Asasi Manusia Semakin Dihargai?
Sejarah Papua diwarnai oleh pelanggaran HAM yang cukup panjang. Apakah setelah Otsus pelanggaran HAM menjadi sepi? Kalau Otsus berhasil mengurangi atau bahkan menghentikan pelanggaran HAM, berarti Otsus membawa perbaikan hidup bagi orang Papua; atau Otsus menciptakan iklim kondusif untuk penghargaan terhadap HAM.

Kita memahami bahwa berhadapan dengan kekuasaan negara, warga negara perlu dilindungi. Ada hak-hak yang tidak bisa dilanggar karena kita adalah manusia. Hak itu bukan dari negara atau dari masyarakat; hak itu melekat pada manusia karena martabatnya sebagai manusia dan tidak pernah boleh dilanggar.

Sekarang, hak-hak itu bertatapan dengan kekuatan politik dan ekonomi modern yang mengglobal dan mengancam keutuhan hidup manusia dan masyarakat Papua. “Hak-hak asasi merupakan sarana perlindungan manusia terhadap kekuatan politik, sosial, ekonomis, kultural, dan ideologis yang akan melindasnya kalau tidak dibendung. Maka hormat terhadap hak asasi manusia merupakan prasyarat agar pembangunan tetap berperikemanusiaan dan beradab.” (ibid: 46)

Pelaksanaan Otsus dapat diwacanakan dalam kerangka mengevaluasi pokok ini. Apakah Otsus telah berperan menjadi bendungan yang melindungi orang Papua dari serbuan kekuatan politik, sosial, dan ekonomi? Apakah Otsus malah, sebaliknya, mengorbankan orang Papua? Idealnya Otsus memang menciptakan iklim penghargaan yang tinggi bagi HAM.

Implikasi ideal dari penerapan Otsus adalah penghargaan yang lebih tinggi terhadap HAM. Sejauh ini masyarakat Papua masih sangat rentan terhadap kekuasaan negara. Secara konkret kita melihat orang-orang Papua yang tersingkir oleh kekuatan ekonomi dan politik yang dibangun di Papua ini. Mereka masih terbelakang dan di masa depan, di dunia yang perkembangannya tidak lagi berjalan melainkan berlari, mereka akan semakin tertinggal. Artinya, Otsus harus diterjemahkan secara strategis untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat Papua. Jika Otsus tidak berhasil diterjemahkan seperti itu, masyarakat Papua akan merasa semakin terancam secara eksistensial.

Jika dianggap ada yang salah dalam pelaksanaan Otsus selama ini, entah berupa pengabaian dimensi HAM atau terlalu bungkam terhadap pelanggaran HAM di masa lalu, kita perlu segera mendefinisikan kesalahan itu. Selanjutnya, kita perlu mencari cara mengatasinya dan merumuskan dalam kebijakan.

Otsus Membuat Masyarakat Demokratis?
Manusia Papua adalah tujuan dari Otsus. Maka masyarakat Papua harus dilibatkan dalam mengimplementasikan Otsus. Secara aktif orang Papua harus berpartisipasi. Sekurang-kurangnya, kalau sekarang ini orang Papua belum mampu secara maksimal berpartisipasi dalam menentukan kehidupan bersama, Otsus mesti memberdayakan orang Papua agar di masa depan tingkat partisipasi mereka lebih tinggi.

Otsus terkait dengan pembangunan Papua dan menyangkut kepentingan orang-orang Papua. Orang-orang Papua tidak terbatas pada yang memegang tampuk pemerintahan tetapi mencakup kaum sederhana yang mungkin masih buta huruf. Kepentingan terhadap Papua tidak terbatas pada kepentingan segelintir elite.

Apakah Otsus mendorong masyarakat Papua semakin mampu berpartisipasi dalam menentukan ‘nasib bersama’? Kiranya masih banyak orang Papua yang bahkan tidak tahu hak-hak mereka. Masih banyak orang Papua yang belum mampu terlibat dalam deliberasi yang demokratis.

Idealnya, Otsus memungkinkan semakin banyak orang Papua terlibat dalam menentukan arah dan tujuan pembangunan di Papua ini. Artinya, pembangunan tidak lagi dimonopoli oleh segelintir pejabat saja. Apa yang baik bagi masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu.

Selama Otsus masih menjadi bisnis kalangan atas saja cita-cita membangun masyarakat yang demokratis, Otsus tidak akan berarti banyak bagi orang Papua. Lalu, orang kebanyakan—yang dianggap tidak tahu mengucapkan kepentingannya—menjadi korban karena diabaikan.

Otsus seharusnya mendorong tercipta tatanan politik yang memungkinkan masyarakat Papua menyatakan kepentingannya, bukan sekadar diperlakukan sebagai alat untuk legitimasi kekuasaan.

Penutup
Otsus samasekali bukan barang keramat yang alergi untuk dipertanyakan. Sikap kritis—terbuka dan jujur untuk mempertanyakan—malah akan membuat Otsus sungguh-sungguh memberdayakan masyarakat Papua. Sebaliknya, kekurangkritisan malah akan menyesatkan Otsus. Artinya, tidak akan banyak faedah dirasakan oleh masyarakat Papua tidak peduli berapa pun triliun dana dikucurkan.

Sikap kritis juga menjauhkan kita dari proses untuk menjadi tawanan dana Otsus. Siapa tidak tergiur dengan janji Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam pidato bulan Agustus lalu bahwa dana Otsus tahun 2009 sebesar 8 triliun. Tanpa kekritisan yang perlu, akal budi kita dibutakan dan dilemahkan oleh jumlah dana Otsus yang melimpah. Akan tetapi, pada akhirnya Otsus tidak akan menciptakan masyarakat Papua baru, yang menjamin terwujudnya keadilan sosial, penghargaan terhadap HAM, dan masyarakat Papua yang demokratis. Singkatnya, masyarakat kita akan tetap menderita oleh tatanan yang kurang memungkinkan untuk hidup secara manusiawi. Seandainya benar begitu, sia-sialah Otsus!

*) Peminat masalah sosial, tinggal di Papua.


0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut