Aksi Damai Mahasiswa Papua Peduli Hidup Sehat

Kamis, November 13, 2008

Yogyakarta/Selangkah- Lanjutan dari diskusi pada tanggal 29 September 2008 (dua minggu yang lalu), pada tanggal 6 Oktober 2008 sekitar 100 massa gabungan pelajar dan mahasiswa asal papua yang mengatasnamakan SOLIDARITAS MAHASISWA dan PELAJAR PEDULI HIDUP SEHAT MASYARAKAT PRIBUMI PAPUA kembali mewarnai jalan raya Malioboro, dengan melakukan long march (aksi damai) yang dimulai dari depan hotel INA GARUDA.

Sebagai orang beriman sebelumnya dibuka dengan doa oleh kordinator lapangan Yakobus Wogee dan dilanjutkan dengan long march pada pukul 08.42 WIB dan berakhir di depan perempatan kantor pos sekitar pukul 13.15 WIB. Tidak adanya langkah serius oleh pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, serta Pemerintah kabupaten dari kabupaten Nabire, Dogiai (hasil pemekaran dari kabupaten Nabire, yang diresmikan pada awal bulan juli 2008), dan Paniai menjadi pemicu utama untuk melakukan aksi damai tersebut.

Menurut data korban yang didapat oleh mahasiswa setelah diskusi tanggal 29 September 2008 adalah sebanyak 175 orang dewasa dan anak-anak menurut data SKP keuskupan jayapura & timika dan SINODE GKI, KIGMI Papua, hingga saat ini sudah berjalan selama 7 bulan (terhitung dari 6 April 2008 hingga 6 oktober 2008) dan telah menelan korban jiwa sebanyak 355 orang dewasa dan anak-anak, namun tidak ada langkah-langkah kongkrit yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Profinsi Papua, serta Pemerintah kabupaten setempat.

Bagi kita sebagai pelajar/mahasiwa yang berasal dari ketiga daerah tersebut dan Papua pada umumnya, yang memiliki ikatan batin dengan para korban dan yang masih dirawat di rumah sakit setempat, sehingga kemudian menyikapi sikap apatis Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah ketiga Kabupaten tersebut, dengan mengelar aksi damai ini, agar kemudian menjadi bahan kritikan terhadap Pemerintah dan dapat menangapinya dengan menurunkan "Tim guna menanggulangi penyebaran wabah tersebut" yang sedang menyebar kebeberapa distrik, dan kampung-kampung tetangga di Kabupaten Paniai seperti di distrik obano, paniai utara (kebo), komopa, yatamo, dan yang lainnya, dan menyerukan kepada publik melalui media massa bahwa di Papua (Propinsi yang kaya akan hasil alam) ini sedang terjadi korban jiwa akibat WABAH DIARE/KOlERA dimana telah diidentifikasi sebagai "Kejadian Luar Biasa" (KLB).

Dalam aksi damai tersebut menuju titik finish massa aksi juga menyebulkan beberapa yel-yel yang berhubungan dengan tema aksi yaitu "Hidup sehat Bagi Masyarakat Pribumi Papua". Masa aksi juga melakukan orasi-orasi sistematik di beberapa titik, diantaranya depan kantor DPRD Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta, kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, dan berakhir di perempatan kantor Pos Yogyakarta.

Orasi-orasi sistematik yang dipaparkan oleh orator-orator dari solidaritas Mahasiswa asli Papua, dan rekan-rekan Prodem menyebutkan bahwa pemerintah Pusat melalui tanggan-tanggannya yaitu pemerintah daerah tidak aktif melihat segala persoalan-persoalan yang terjadi di dalam masyarakatnya, salah-satunya tentang penanganan kesehatan yang intensif, serta pelayanan kesehatan yang terpadu kepada masyarakat Indonesia secara umum dan masyarakat Papua secara khusus, mereka juga menambahkan bahwa isi UUD 1945 pada pasal 28 h tidak berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan oleh UUD 1945. disamping itu massa aksi juga menambahkan bahwa UU No. 21 Tahun 2001 (tentang Otonomi Khusus) tidak berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan pula. Hal tersebut dibenarkan karena telah terjadi korban jiwa akibat Wabah Diare/Kolera yang membuktikan bahwa bunyi pasal 59 UU. No. 21 / 2001 tidak terrealisasi, kemudian ada sanggahan juga dari salah satu orator terkait UU. OTSUS bahwasanya UU ini hanyalah simbol yang di berikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Papua (dimana pemerintah mengukur segalannya dengan dana OTSUS).

Walaupun dana OTSUS yang dialokasi sebesar 23 Milyar menurut Presiden Republik Indonesia pada pidato kenegaraan, tanggal 17 Agustus 2008 kemarin, namun itu hanya akan memperkaya pejabat-pejabat lokal, dan mempermudah pejabat-pejabat lokal dalam menggalang dana kampanye Bupati pada periode berikutnya, serta akan digunakan pula oleh pejabat-pejabat lokal untuk membentuk wilayah-wilayah administratif yang baru alias pemekaran Kabupaten atau Provinsi, dan memperkaya Pengusaha-pengusaha non-papua yang akan tender proyek-proyek di sana.

Disamping itu, menyangkut kesehatan dan fasilitasnya tidak akan dihiraukannya buktinya hingga saat ini masih saja terdengar berita kematian akibat diare/kolera di kabupaten Nabire, Dogiyai, dan Paniai dari bulan April – hingga saat ini (6 Oktober 2008), dan kasus HIV-AIDS yang hingga saat ini Papua sebagai daerah urutan pertama di Indonesia yang memiliki jumlah pengidap terbanyak/tertinggi yang tidak ditanggani dengan baik oleh pemerintah pusat, serta permasalah-permasalahan kesehatan yang tidak sempat disebutkan di sini, sehingga ada prasangka yang menyebutkan bahwa telah terjadi unsur kesengajaan (pembiaran/apatis) oleh pemerintah karena lambatnya penangganan.

Aksi tersebut diakhiri dengan dengan pembacaan Pernyataan Sikap oleh Juru Bicara SOLIDARITAS PELAJAR MAHASISWA PEDULI HIDUP SEHAT MASYARAKAT PRIBUMI PAPUA (Leczy Degei), bahwasannya TANGGUNG JAWAB UTAMA untuk mengatasi semua persoalan rakyat berada di pundak pemerintah, maka berdasarkan fakta ini, kami menyatakan keprihatinan kami dan meminta kepada Bupati Nabire, Bupati Paniai, Bupati Dogiyai, Gubernur Propinsi Papua, serta Pemerintah Pusat agar:

1. Mengambil Langkah pro aktif segera dengan mengirimkan tim medis ke lapangan untuk melakukan pengobatan bagi masyarakat yang menderita di TKP bencana/wabah tersebut;

2. Melakukan tindakan pemulihan atas segala dampak buruk baik fisik, mental, dan sosial yang ditimbulkan oleh wabah tersebut. Juga tindakan pencegahan, misalnya berupa pelatihan pelatihan SAR kepada Rakyat di ketiga kabupaten supaya apabila terjadi lagi di kemudian hari maka, masyarakat sudah siap untuk menanganinya sendiri;

3. Membangun infrastruktur kesehatan baru di daerah-daerah terpencil di Papua lengkap dengan tambahan tenaga medis, bukan hanya untuk mengatasi penyakit yang sudah ada, tapi juga bersifat pencegahan dengan memberikan pendidikan-pendidikan pola hidup sehat;

4. Tidak menyibukkan diri dengan pemekaran dan jabatan politik semata, melainkan memberikan pelayanan kesehatan bermutu seperti dalam pasal 59 UU No.21/2001 tentang Otsus dan sistem kesehatan pangan yang mendukung terjaminnya gizi yang baik;

5. Mengkaji/menyelidiki mendalam tentang penyebab sesungguhnya dari wabah diare-kolera dan hasilnya diumumkan kepada masyarakat luas agar dapat menghentikan segala praduga dan kecemasan yang sedang berkembang

Aktraksi pembakaran pasungan korban wabah diare/kolera menjadi akhir dari semuanya sebelum ditutup dengan doa. Aksi ini merupakan simbol bahwa kami Pelajar & Mahasiswa Papua khususnya tiga Kabupaten tersebut mewakili Saudara kami, Kakak kami, Bapa kami, Mama kami, Adik kami, Kawan kami yang telah menjadi korban Wabah Kolera/Diare baik yang sedang sakit ataupun yang telah meninggal, TIDAK MAU LAGI MENJADI KORBAN WABAH DIARE/KOLERA, DAN BERHARAP BAHWA INI ADALAH PERISTIWA TERAKHIR YANG TIDAK AKAN LAGI MELANDA DAERAH-DAERAH LAIN, DI DARATAN PAPUA.

Kami juga menyerukan kepada tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda serta seluruh lapisan masyarakat agar turut mendesak pemerintah agar memenuhi semua tuntutan di atas

"JIKA ADA KORBAN JIWA AKIBAT WABAH DIARE/KOLERA DAN KORBAN JIWA AKIBAT MASALAH KESEHATAN LAINNYA DI KEMUDIAN HARI MAKA KAMI AKAN MENYIKAPI DENGAN AKSI MASA DALAM JUMLAH BESAR, DARI SEBELUMNYA". (Egeidaby/Ego/selangkah).


0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut