BULLYING: Kekerasan Teman Sebaya di Balik Pilar Sekolah

Senin, Juni 23, 2008

Waspada bagi Orang Tua dan Guru

Oleh : Octa Reni Setiawati, S.psi.

Suatu hari ketika hendak berangkat sekolah, Rinto mengeluh sakit kepala, mual, dan sakit perut. Ia menolak untuk masuk sekolah karena sakit. Pada saat Rinto dibawa ke dokter, dokter tidak menemukan gejala penyakit dan setelah beberapa jam di rumah Rinto tampak baik-baik saja, seperti tidak sakit sedikit pun. Apakah Rinto berbohong untuk tidak masuk sekolah?

Peristiwa yang dialami Rinto adalah sebuah gejala yang harus diwaspadai oleh kita bersama. Apalagi jika terjadi ketika hendak masuk sekolah dan terjadi berulang-ulang kali. Tanda ini akan semakin jelas jika ada perubahan yang sangat signifikan pada anak, misalnya pada awalnya ia sangat menyukai sekolah tetapi kemudian ia sangat tidak ingin ke sekolah. Ada sesuatu di sekolah yang menjadi momok yang menakutkan bagi anak dan ini perlu digali lebih jauh. Salah satu penyebab yang biasanya terjadi adalah adanya kekerasan antar sesama teman atau yang biasa dikenal dengan istilah bullying.

Fenomena kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia semakin lama semakin banyak bermunculan. Mulai dari peristiwa IPDN (Institut Pemerintahan dalam Negeri) dengan klimaks kejadian meninggalnya Praja Clifft Muntu akibat dianiaya oleh seniornya di lingkungan kampus, kasus seorang siswi SLTP di Bekasi yang gantung diri karena tidak kuat menerima ejekan teman-temannya sebagai anak tukang bubur. Bahkan yang terbaru adalah peristiwa STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) yang juga memakan korban, Agung Bastian Gultom yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh seniornya. Atau bahkan Genk Nero dari Pati yang terdiri dari kumpulan anak-anak perempuan yang melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya. Ini adalah sekelumit peristiwa bullying yang berada di lingkungan akademisi yang harus bersama-sama kita waspadai.

Bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia, tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying.

Kita sering melihat aksi anak-anak mengejek, mengolok-olok atau mendorong teman yang lainnya. Perilaku tersebut sampai saat ini dianggap hal yang sangat biasa, hanya sebatas bentuk relasi sosial antar anak saja, padahal hal tersebut sudah pada bentuk perilaku bullying. Namun, kita sangat tidak menyadari konsekuensi yang terjadi jika anak mengalami bullying. Oleh sebab itu berbagai pihak harus bisa memahami apa dan bagaimana bullying itu sehingga dapat secara komprehensif melakukan pencegahan pada akibat yang tidak diinginkan.


Bullying

Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah. Perilaku bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau lebih siswa kepada korban atau anak yang lain.

Selain itu bullying juga dapat berupa perilaku tidak langsung, misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan seseorang yang dianggap berbeda. Baik bullying langsung maupun tidak langsung pada dasarnya bullying adalah bentuk intimidasi fisik ataupun psikologis yang terjadi berkali-kali dan secara terus-menerus membentuk pola kekerasan.

Bentuk-bentuk bullying, antara lain;

1. Bullying secara fisik: menarik rambut, meninju, memukul, mendorong, menusuk.
2. Bullying secara emosional: menolak, meneror, mengisolasi atau menjauhkan, menekan, memeras, memfitnah, menghina, dan adanya diskriminasi berdasarkan ras, ketidakmampuan, dan etnik. 3. Bullying secara verbal: memberikan nama panggilan, mengejek, dan menggosip.
4. Bullying secara seksual: ekshibisionisme, berbuat cabul, dan adanya pelecehan seksual.


Mengapa Beberapa Anak dan Remaja bisa Menjadi Pelaku Bullying?
Bully atau pelaku bullying adalah seseorang yang secara langsung melakukan agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan atau mendemonstrasikan pada orang lain. Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya bullying. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:

Faktor keluarga: Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.

Faktor sekolah: Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

Faktor kelompok sebaya: Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.


Bagaimana dengan Mereka Korban Bullying?

Korban bullying atau victim adalah seseorang yang berulangkali mendapatkan perlakuan agresi dari kelompok sebaya baik dalam bentuk serangan fisik, atau serangan verbal, atau bahkan kekerasan psikologis. Biasanya mereka yang menjadi korban bullying pada kelompok laki-laki adalah mereka yang lemah secara fisik dibandingkan dengan kelompok sebayanya.

Mereka yang menjadi korban bullying, menurut penelitian adalah kebanyakan dari keluarga atau sekolah yang overprotective sehingga si anak/siswa tidak dapat mengembangkan secara maksimal kemampuan untuk memecahkan masalah (coping skill). Siswa sebagai korban bullying sering menunjukkan beberapa gejala misalnya cemas, merasa selalu tidak aman, sangat berhati-hati, dan mereka menunjukkan harga diri yang rendah (low self-estem). Mereka memiliki interaksi sosial yang rendah dengan teman-temannya, kadangkala mereka termasuk anak yang diisolasi oleh teman sebayanya.


Apa yang Terjadi di Balik Bullying?

Konsekuensi adalah sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana dan apa yang bisa terjadi di balik perilaku bullying ini. Pada artikel Ron Banks pada tahun 1997 dipaparkan sebuah penelitian di Scandinavian bahwa ada koleksi yang kuat antara bullying yang dilakukan oleh siswa selama beberapa tahun sekolah dimana mereka kemudian menjadi pelaku kriminal saat dewasa. Ini adalah sebuah penelitan yang memberikan gambaran bagaimana bullying bisa membentuk sebuah kepribadian yang menempatkan seorang anak pada perjalanan dan pengalaman hidup yang kelam.

Sedangkan mereka sebagai korban bullying sering mengalami ketakutan untuk sekolah dan menjadi tidak percaya diri, merasa tidak nyaman, dan tidak bahagia. Aksi bullying menyebabkan seseorang menjadi terisolasi dari kelompok sebayanya karena teman sebaya korban bullying tidak mau akhirnya mereka menjadi target bullying karena mereka berteman dengan korban.


Apa yang Perlu Dilakukan?

Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa kita abaikan lagi. Banyak hal yang harus bisa kita lakukan untuk meyelamatkan perkembangan psikologis anak-anak dan remaja kita. Kekerasan sejak dini bukan merupakan bagian dari perkembangan psikologis mereka, oleh sebab itu banyak elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah.

Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
Orang tua membiasakan diri memberikan feedback positif bagi anak sehingga mereka belajar untuk berperilaku sosial yang baik dan mereka mendapatkan model interaksi yang tepat bukan seperti perilaku bullying dan agresi. Kemudian, menggunakan alternatif hukuman bagi anak dengan tidak melibatkan kekerasan fisik maupun psikologis. Selain itu, orang tua mau menjalin relasi dengan sekolah untuk berkonsultasi jika anaknya baik sebagai pelaku bullying ataupun korban.

Pihak sekolah menciptakan lingkungan yang positif misalnya dengan adanya praktik pendisiplinan yang tidak menggunakan kekerasan. Selain itu juga, meningkatkan kesadaran pihak sekolah untuk tidak mengabaikan keberadaan bullying. Bullying harus dihentikan!

Sumber:http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&dn=20080623203208

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut