Perihatin, Mengajar Apa Adanya Karena Tak Ada Guru

Selasa, Mei 27, 2008

Perlu diacungkan jempol atas keperdulian Darius dan Daud memberikan pendidikan kepada siswa yang sama sekali tidak meliki guru. Hal ini dilakukan mereka menginggat pentingnya pendidikan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia di kabupaten Pegunungan Bintang. Memang, latar belakang sama sekali tidak memiliki dasar-dasar sebagai tenaga pendidik. Berikut laporannya. Peduli terhadap anak-anak di Distrik Aboy yang membuat Darius dan Daud menyalurkan pendidikan kepada siswa. Walau terbilang pengetahuan tidak seperti guru layaknya. Namun, sentuhan perhatian pendidikan yang diberikan kedua guru Darius Bamo dan Daud Sitamanki cukup menyentuh. Berbicara tentang latar belakang memang bukan sebagai tenaga pengajar. Tapi, rela mentransferkan pengetahuan yang dimiliki kepada anak sekolah di SDI Aboy. Darius Bamo, bermodalkan ijazah SMP, tamatan dari SMP Abmisibil. Sedangkan Daud Sitamanki, seorang pewarta gereja atau dikenal dengan guru katekis di sebuah gereja Katolik. Keduanya, kini menjadi tumpuan bagi 70 lebih siswa di SDI Aboy yang diajar oleh 3 guru.

Tak heran, satu-satunya sekolah yang ada di pusat distrik SDI Aboy hanya terdapat tiga kelas dengan tiga ruangan sederhana tersedia.

Konon, dikabarkan masyarakat setempat masih ada sekolah yang jauh dari pusat distrik, yang dikabarkan jauh lebih perhatin.

Menjadi memotivasi kedua tenaga guru ini untuk mengajar? Tentu bukan mau mendapatkan gaji, apalagi lapangan pekerjaan semata bagi kedua guru itu, karena pengabdiannya selama ini boleh dikatakan pula sebagai tenaga sukarela. Namun justru, pengabdian mereka ditengah puluhan generasi penerus Distrik Aboy itu, lebih beralasan merasa “perihatin”. Karena terkesan anak-anak yang ada di Distrik Aboy belum mendapat perhatian pendidikan secara baik. Layaknya yang dialami pendidikan di sekolah-sekolah lain.

“ Jujur saja, kalau mau dikaitkan dengan tenaga pengajar untuk bisa meraih mutu pendidikan, kita di SDI Aboy ini sama sekali tidak masuk dalam daftar, karena sampai sejauh ini tidak ada tenaga pengajar yang punya latar belakang pendidikan sebagai tenaga guru sebenarnya, kami terpaksa mengajar, karena kalau tidak, anak-anak disini terlantar,” tutur Daud Sitamanki kepada Papua Pos saat ditemui.

Secara jujur, pengalaman mengajar dan mendidik anak sekolah dirasa masih jauh dari yang diharapkan. Namun dikalangan masyarakat disana (Aboy,red) sudah cukup. Sebab keduanya sudah bisa menguasai abjad, angka, kata-kata dan kalimat sebagai materi pengajar bagi murid-muridnya.

Hal senada disampaikan Daud, bermodalkan pendidikan tamatan SMP lalu memberikan materi kepada murid-muridnya lebih baik. Daripada generasi di Aboy tidak mendapatkan pendidikan.

“ Bagaimana tidak, pendidikan disini memperihatinkan, sudah tidak ada guru, sekolahnya hanya ada tiga kelas, setelah sampai kelas tiga sudah bisa tahu abjad ABCD dan angka-angka, tidak bisa lanjut, akhirnya mereka kembali tinggal bersama masyarakat biasa, tinggal-tinggal saja begitu akhirnya sudah ada yang hidup berumah tangga,” tuturnya.

Meski bermodalkan semangat dan rasa kepedulian mereka terhadap nasib anak-anak di distrik Aboy, terbersit harapan dan keinginan untuk mengembangkan pendidikan di sana. Khususnya SDI Aboy, yang letaknya jauh dari pusat distrik, minimal bisa mencapai enam kelas.

Untuk itulah, instansi terkait perlu menempatkan tenaga pengajar.

Agar usai anak-anak tamat dari SDI Aboy diberi kesempatan untuk melanjutkan ke SLTP di kabupaten maupun di luar kabupaten.

Ia menambahkan, konsentrasi pemerintah membangun sektor pendidikan di Distrik Aboy, perlu disikapi secara baik. Bila tidak, dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan, apa lagi kondisi perekonomian masyarakat sangat memperihatinkan.**

----------------------------------------------------------------

Sumber:http://papuapos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=372&Itemid=9

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut