Pendidikan Tanggung Jawab Bersama

Selasa, Mei 20, 2008


Oleh Garnis Herlina*)

Dunia pendidikan Indonesia selalu menjadi perbincangan yang menarik di semua kalangan. Buktinya, di media massa-media massa , seminar-seminar, dan lain-lain, pendidikan tetap menjadi bahan berita dan pembicaraan tak pernah usang. Maka itu, kita selayaknya merefleksikan perjalanan dunia pendidikan. Tak bisa disangkal jika pendidikan tetap menjadi senjata ampuh bagi peningkatan derajat dan martabat bangsa. Untuk itulah, memandang wajah pendidikan dan selanjutnya melakukan perubahan lebih baik perlu kita lakukan bersama.

Tak dimungkiri, selama ini kita selalu mendengar dan menyaksikan warna buram dunia pendidikan Indonesia , mulai dari perilaku kekerasan atas nama pendidikan dan kasus-kasus lain, baik yang terekspos media maupun yang tidak. Kita juga menyaksikan praktik komersialisasi pendidikan. Pendidikan menjadi mahal dan hanya milik orang-orang berduit saja. Sedangkan kalangan menengah ke bawah menjadi bagian minoritas dalam pendidikan, padahal mereka juga memiliki potensi, bakat, dan kecerdasan yang luar biasa. Belum lagi kasus pemalsuan ijazah, penjualan gelar, kasus suap-menyuap untuk memperoleh kursi pada sebuah institusi pendidikan, dan lain sebagainya.

Kritikan juga tak luput pada kalangan pendidik. Rendahnya mutu profesionalisme dalam mengajar, metode pembelajaran yang tidak berkembang, dan proses pndidikan yang lebih pada transfer materi pelajaran daripada proses pendidikan yang sebenarnya, menjadi sorotan yang tidak ada habis-habisnya.
Anggaran untuk pendidikan dari total APBN sebesar 20% hingga saat ini pun belum terealisasikan. Padahal kenyataan di lapangan masih banyak gedung-gedung sekolah yang tidak layak digunakan, fasilitas pendidikan yang minim, kurangnya buku-buku pelajaran dan buku-buku bacaan di perpustakaan, serta minimnya perangkat-perangkat mengajar lainnya sehingga menghambat proses belajar-mengajar.

Bagaimana pun, pemerintah memiliki andil besar dalam sektor pendidikan, karena usaha mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat konstitusi. Bentuk tanggung jawab pemerintah di sini tentu saja bukan dalam bentuk intervensi yang mengebiri pendidikan dan menjadikan pendidikan sebagai alat pencengkeraman ideologi dan kepentingan penguasa seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. Dimana sistem birokrasi dalam pendidikan hanya dijadikan kontrol terhadap pelaku-pelaku pendidikan agar mereka tetap patuh mengikuti peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah walaupun semua itu penuh dengan politik kotor.

Kendati pemerintah bertanggung jawab, harus disadari kita bersama bahwa perbaikan pendidikan Indonesia menjadi tugas semua warga negara Indonesia . Perbaikan tidak hanya dibebankan pada salah satu pihak saja, karena kerjasama dari semua pihak akan mempermudah untuk memperbaiki keadaan. Pun semua elemen memiliki kepentingan yans sama, yaitu kemajuan Indonesia .

Untuk memajukan pendidikan Indonesia , pemerintah berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang kondusif sehingga upaya mencerdaskan bangsa serta pembebasan dari penindasan, keterbelengguan, kemiskinan, dan keterbelakangan dapat terealisasikan. Dari segi pendidik sendiri, pendidik harus memiliki profesionalisme, kreatif dan inovatif dalam mengajar dan mendidik siswa, memiliki skill dan keilmuan yang mumpuni, bukan sekadar mengandalkan gelar di belakang nama tanpa memiliki kompetensi. Dan yang paling utama adalah menjadi guru sepenuh hati, bukan guru setengah hati. Dalam arti, profesi sebagai guru tidak hanya sekadar dijadikan profesi yang menjanjikan kemakmuran masa depan dan mendapat ”nama” di mata masyarakat. Namun, guru adalah seorang pendidik yang bertugas mencetak peserta didik yang bermoral, kreatif, mandiri, bermental pekerja, dan menjadi kader-kader bangsa yang akan membawa bangsa ini pada kemajuan peradaban.

Kesadaran dari peserta didik sendiri, bahwa pendidikan bukan sekadar untuk memenuhi tuntutan Wajib Belajar 9 tahun dari pemerintah. Pendidikan juga bukan untuk sekadar mencari kerja. Adanya paradigma berpikir yang keliru terhadap pendidikan seperti itu, yang mungkin berkembang di kalangan pelajar, disinyalir menjadi salah satu penyebab gagalnya pendidikan Indonesia saat ini.

Jadi intinya, perbaikan pendidikan tidak hanya dibebankan pada salah satu pihak saja, karena semua pihak memiliki tanggung jawab. Jika perbaikan pendidikan hanya dibebankan pada satu pihak saja, maka akan terjadi ketimpangan di sana . Ya, mari kita bersama-sama memajukan pendidikan Indonesia .

*) GARNIS HERLINA. Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut