Orang Miskin Dilarang Sekolah

Selasa, Mei 13, 2008


oleh: Wahjoe Witjaksono

Masa Ujian sekolah masih berlangsung, UN SMA sudah berlalu, UN SMP sudah berlalu, mulai 12 Mei 2008 satu percobaan baru dilakukan UASBN SD. Yang jelas semua siswa termasuk guru dan orang tua stres dan pusing tujuh keliling (bahkan lebih) menghadapi UN & UASBN yang tingkat keberhasilannya belum bisa dibuktikan. Setelah selesai ujian siswa dan orang tua masih disibukkan dengan jenjang pendidikan berikutnya, mau masuk SMP mana, SMA mana, kuliah di mana? Untuk yang berduit tak masalah mau masuk sekolah manapun tidak jadi soal, sedangkan bagi yang miskin masih menjadi tanda tanya besar.

Undang-Undang Dasar yang mengamanatkan Anggaran Pendidikan 20%, sepertinya hanya tertulis saja dan tidak ada niat pemerintah untuk melaksanakannya, coba kita bandingkan belanja pendidikan dibandingkan belanja pejabat besar mana? Secara nilai memang besar Belanja Pendidikan, tetapi kalau kita hitung jumlah yang harus dibiayai, perbandingannya sangat-sangat jauh.

Kalau baca di salah satu harian dimana untuk masuk ke PTN saja biayanya sangatlah besar, dan yang jelas orang menengah ke bawah pasti tidak akan mampu apalgi orang miskin. Saya jadi ingat waktu dulu, SD gratis kalaupun ada SPP hanya Rp. 25-100 rupiah, SMP dan SMA uang sekolah berkisar 1.000-1.500 rupiah, kalaupun ada pembangunan tidak lebih dari 100 ribu itupun terkadang dicicil 10 kali, kuliah cukup dengan 120 ribu per semester untuk teknik dan 60 ribu rupiah untuk non teknik, tanpa ada uang masuk yang besarnya antara 5 juta sampai diatas 100 juta. Itu semua terjadi di sekolah favorit sehingga hampir semua kalangan masyarakat bisa menikmati pendidikan, apalagi ada program bea siswa atau program yang peringkat 1 bebas SPP semester berikutnya.

Tetapi untuk saat ini jangankan berpikir kuliah masuk SMP atau SMA saja membuat rakyat miskin tidak akan sanggup sekolah, kalaupun sekolah mereka harus sekolah di pinggiran dengan kualitas seadanya dan tidak dijamin lulus UN/UASBN.

UUD sebenarnya mengamanatkan pemerintah untuk membiayai pendidikan bagi semua kalangan dengan semurah-murahnya, tetapi kesadaran Pemerintah terhadap pentingnya pendidikan bagi semua rakyatnya sangatlah kurang dan pendidikan bagi mereka prioritasnya lebih rendah dibandingkan dengan politik. Jadi kebijakan pemerintah dan Pelaku Pendidikan (Sekolah Negeri,PTN) mengatakan "Orang Miskin Dilarang Sekolah". Program BOS sepertinya tidak bisa menggratiskan biaya pendidikan tetapi hanya mengurangi biaya pendidikan bagi orang miskin, haruskan digalakan lagi program orang tua asuh secara nasional? Biar kita bisa mengatakan "Orang Miskin Harus Masuk Sekolah"

Sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8184

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut