Harga BBM Naik, Rakyat Terpuruk

Kamis, Mei 22, 2008

Oleh : M.hasoloan Sinaga

Hari-hari kedepan ini keadaan di berbagai aspek kehidupan masyarakat akan menunjukkan situasi yang memprihatinkan. Keputusan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 28,7 % sudah pasti menambah beban berat bagi mayoritas rakyat di negeri ini, terutama masyarakat kecil yang selama ini sudah begitu menanggung beban ekonomi yang menyesakkan dada, rakyat makin terpuruk.

Segala alasan dan argumentasi yang disampaikan pemerintah baik karena situasi perekonomian global, regional dan lokal, bagi masyarakat luas sangat sulit untuk menerima, apalagi mencernanya. Sebaliknya, realitas ini memunculkan gejolak dan keresahan ditengah-tengah masyarakat.

Terhadap keputusan pemerintah ini mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat diberbagai daerah dan Jakarta menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM. Skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi rakyat miskin juga mendapat resistensi dari aparat desa/kelurahan yang menilai BLT justru akan memunculkan masalah baru. Pengamat ekonomi dan elite politik juga bersikap menentang dan

menyesalkan keputusan pemerintah atas kenaikan BBM ini, terlepas adanya kepentingan atau manuver politik dibalik sikap tersebut. Sebagai dampak langsung terhadap kenaikan BBM ini dan tidak dapat dihindari adalah melonjaknya harga-harga barang dan ongkos transportasi.

Tidak menutup kemungkinan akan banyak perusahaan dan sektor usaha lainnya akan tutup /gulung tikar, karena sudah tidak mampu lagi untuk menutup ongkos operasional dan belanja barang atau jasa. Akan terjadi gelombang PHK, pengangguran makin bertambah, sehingga daya beli masyarakat akan makin melemah, akibatnya denyut perekonomian masyarakat akan kolaps.

Muara dari fenomena dan keadaan ini adalah menurunnya kwalitas kehidupan masyarakat. Jumlah anak yang putus sekolah akan meningkat secara signifikan. Anak kurang gizi tidak terhindarkan lagi, karena orang tuanya sudah tidak sanggup untuk menyediakan makanan dan susu yang selayaknya bagi anak-anaknya.

Sungguh keadaan ini sangat mengkhawatirkan, kita bisa saksikan melalui pemberitaan diberbagai media massa (cetak maupun elektronik) tingkat ketertekanan (stres) masyarakat makin menjadi-jadi. Ada seorang ibu yang nekat bunuh diri bersama dengan anaknya karena tidak memiliki uang untuk membeli beras.
Ada seorang suami yang tega membunuh isterinya karena tidak dapat memberikan uang belanja rumah tangga. Sepertinya negara ini sudah bangkrut, karena tidak dapat lagi membiayai program-program pemerintah yang akan dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Realitas ini sangat paradoksal dan merupakan sebuah ironi di sebuah negeri yang sumber daya alamnya –terutama sumber daya energi- yang melimpah ruah. Fakta ini membuktikan bahwa para penentu kebijakan di republik ini telah salah dalam merumuskan strategi perekonomian dan pembangunan negara. Hal ini telah melupakan amanat para pendiri republik dan konstitusi, yaitu sebagai aparatur negara yang berkewajiban untuk mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran dan kesejahteraan segenap rakyat Indonesia.

Keadaan yang demikian ini sangat mengganggu pikiran kita sebagai anak bangsa, dan risau sehingga memunculkan pertanyaan : Apakah para petinggi di republik ini masih sanggup dan mampu untuk mengelola negara?

Kalau jawabnya tidak mampu dan tidak sanggup, langkah apa yang harus dilakukan? Apakah bersedia turun dari jabatannya atau harus diturunkan oleh rakyat?
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber gambar: petualangan.multiply.com/journal

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut