Pendidikan di Timika Jalan di Tempat

Selasa, April 29, 2008

JUBI - Memperoleh Pendidikan merupakan hak asasi setiap generasi, termasuk anak Kamoro dan Amungme di Timika. Melalui pendidikan akan terjadi sebuah proses pembangunan kerangka berpikir manusia selama ia berada dimuka bumi.Namun apa jadinya jika kondisi pendidikan tidak bisa merata diseluruh kabupaten Mimika.

Catatan buram pendidikan di Timika yang mengahantui lembaga pendidikan di Kabupaten Mimika dari tahun ketahun tidak mengalami kemajuan berarti. Betapa tidak pada beberapa Sekolah Dasar (SD) dalam kota Timika sangat minim fasilitas, proses belajar mengajar (PBM) tertatih-tatih karena fasilitas ruangan terbatas dan jumlah murid dari tahun ketahun terus meningkat. Seperti yang dialami oleh SD Inpres Koperapoka I dan II.

Wakil Kepala Sekolah SD Inpres Koperapoka I Yonas Lewirissa, Timika 18 Mei 2007 mengatakan Buramnya pendidikan di SD yang sampai tahun ajaran 2007-2008 ini jumlah murid mencapai 2 ribu lebih orang sementara ruangan kelas yang tersedia hanya belasan ruangan. SDInpres Koperapoka I yang merupakan salah satu SD tertua di kota Timika mempunyai jumlah murid sebanyak 1204 murid dengan 24 kelompok belajar dari kelas 1 sampai kelas 6, dan didukung dengan 39 guru dan pegawai sekolah. Sementara untuk mendukung proses belajar mengajar tiap hari pihaknya hanya memiliki 15 ruangan kelas. “ Melihat jumlah murid sebanyak 1204 dan persediaan ruangan hanya 15 kelas sangat tidak layak untuk sebuah lembaga pendidikan dasar. Apalagi jumlahj rombongan belajar pada masing-masing kelas berkisar 60-70 berarti sangat tidak efektif. Kami guru boleh berupaya maksimal tetapi melihat ketidakseimbangan antara persediaan ruangan dengan rombongan belajar usaha kita akan sia-sia..

satu rombongan belajar berkisar 30-40 orang, bila rombongan belajar sudah lebih dari itu Proses Belajar Mengajar akan berjalan tidak efektif. Apalagi saat ini ada ada pembagian SD Inpres Koperapoka I masuk sekolah pagi dan Koperapoka II sekolah siang waktu Proses Belajar Mengajar di sekolah sangat sedikit. Mengenai jam pelajaran sesuai aturan jam 13.20 adalah jam keluar sekolah, Koperapoka I harus lebih cepat yaitu jam 12.00 Wit karena harus bergantian dengan SDI Koperapoka II. Kondisi ini terjadi dalam kota Timika dan pada SD tertua. Tak bisa dibayangkan kondisi yang lebih sadis terjadi di seluruh distrik diluar kota Kabupaten Mimika.

Diketahui bahwa seiring dengan meningkatnya harga BBM maka menyebabkab pula naiknya biaya sekolah sehingga banyak anak usia sekolah yang menjadi putus sekolah karena orang tua yang tidak mampu untuk membiayai anaknya. Dengan demikian pemerintah mengambil langkah untuk membantu semua anak usia sekolah SD dan SMP yaitu dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada seluruh sekolah yang ada di seluruh Indonesia. Besarnya dana BOS tersebut untuk SD Rp 19.000/siswa/bulan dan SMP Rp 27.000/siswa/bulan. Pemberian Dana BOS tersebut bertujuan untuk menuntaskan pendidikan wajib belajar 9 tahun.
Kepala Sekolah SMP Katolik Unggulan, Julius Lesomar, Senin (26/3) mengatakan, dana BOS yang diberikan oleh pemerintah yang diharapkan dapat membantu siswa yang tidak mampu dapat digunakan dengan sebaiknya sesuai dengan petunjuk pelaksaaan dan jangan menyimpang dari apa yang telah ditetapkan bersama.

“Bagi kita yang merasa bertanggung jawab terhadap pendidikan bila mengetahui ada penyimpangan penggunaan dana BOS mari segera dilaporkan kepada Dinas P dan P untuk ditindaklanjuti, jangan takut karena pemerintah berikan dana tersebut untuk bantu anak-anak yang tidak mampu. Sebenarnya para guru pasti mengetahui baik keadaan suatu sekolah tempatnya mengajar, namun karena takut tidak berani mengungkapkannya, untuk itu mari kita jujur terhadap tugas dan profesi kita selaku guru,” ajak Lesomar.
Dijelaskan Lesomar dalam pengambilan dana BOS tersebut, terlebih dahulu sekolah mengundang Komite Sekolah, orang tua murid dan staf dewan guru untuk membahas penggunaannya yang disusun dalam RAPBS dan dalam pencairannya di Bank harus disaksikan Komite Sekolah dan wakil orang tua murid yang ditunjuk dan tidak benar jika hanya diambil oleh sekolah saja.

Lanjut Lesomar, adapun penggunaan dana tersebut yaitu untuk membantu siswa dalam proses belajar mengajar seperti membeli buku pelajaran, alat peraga, media, perabot dan alat kantor yang perlu, beli buku SP, ulangan, ujian sekolah, pendaftaran siswa, foto copy, pembinaan siswa, perawatan dan hal yang dianggap perlu oleh sekolah, untuk kesejahteraan guru yang meliputi honor guru, penataran, pelatihan, MGMP, MKKS, KKKS, KKG.

Adapun yang berhak memeriksa dana BOS di sekolah yang sesuai dengan buku petunjuk yaitu instansi pengawasan : BPK, inspektorat jendral, Bawasda propinsi, bawasda kabupaten, tim monitoring independent : perguruan tinggi, DPR, dan dewan pendidikan.

Dana BOS tersebut akan dibatalkan bila terdapat penyalahgunaan dana tersebut seperti disimpan di bank untuk berbunga, dipinjamkan kepada orang lain untuk berbunga, bayar bonus, transportasi guru, beli pakaian seragam guru, membanguin gedung baru/ruang baru dan tidak membuat laporan pertanggungjawaban.
Sementara itu sejak digulirkan dana operasional sekolah (BOS) untuk tingkat SD dan SMP serta dana bantuan operasional murid (BOM) beberapa tahun, manfaatnya tidak ada. Baik bagi siswa, guru maupun sekolah di Kokonao. Justru sebaliknya dana-dana tersebut tidak jelas alirannya. Sementara itu kepala sekolah yang mengetahui seluk-beluk dana tersebut tidak pernah terbuka dan sering tidak berada ditempat.

Di SD YPPK Kokonao misalnya, Sabtu (16/6) saat mengunjungi dan mencari informasi sejauh mana penggunaan dana tersebut, hampir semua guru tidak mengetahui persis bagaimana dana tersebut. “Kami tidak tahu persis dana tersebut yang tahu hanya kepala sekolah saja. Tetapi saat ini kepala sekolah tidak ada ditempat sedang ke Timika sudah beberapa hari lalu,” ungkap beberapa guru yang enggan disebutkan namanya.

Banyak guru-guru yang tidak mendapatkan insentif serta dana BOS. Kalaupun ada yang mendapatkan jumlahnyapun tidak sama. Guru-guru di Kokonao mendapatkan insentif Rp 500 ribu tetapi dilain tempat di Kekwa, Ipaya mereka mendapatkan Rp 600 ribu per orang. Hal ini menjadikan suatu kecemburuan karena tidak ada keadilan dan transparansi dari para kepala sekolah yang bersangkutan. Padahal seharusnya kesejahteraan guru adalah yang diprioritaskan terlebih dulu.

Tidak jauh berbeda mengenai dana BOM sebelumnya BIS, di SMAN 3 Kokonao juga tidak jelas. Hingga kini penggunaan dana bantuan Departemen Pendidikan pusat tersebut tidak jelas. Guru-guru tidak mengetahui berapa besar rupiahnya, digunakan untuk apa dan lainnya. Justru ada indikasi dana tersebut di’makan’ oleh oknum kepala sekolah.

“Kami dan siswa tidak pernah mendapat apapun dari dana BOM tersebut. Kami hanya mendapat capai saja setiap hari mengajar namun kalau ada dana untuk sekolah, baik berupa insentif, dana BOM dan lainnya tidak pernah merasakan,” ungkap salah seorang guru SMAN 3 Kokonao.

Dana BOM dan dana lainnya disekolahnya diduga digelapkan oleh oknum kepala sekolahnya. Sehingga dana-dana tersebut tidak pernah dinikmati oleh para siswa dan gurunya. Tunjangan berupa insentif saja untuk golongan III dipotong sebanyak 15 persen. Buku-buku perpustakaan dan alat-alat tulis kantor (ATK) juga sangat minim. Kalaupun ada buku-buku panduan itu semua hampir batuan para dermawan mahasiswa Papua yang belajar di Jawa. Mereka selalu mengirimkan buku-buku keperluan sekolah dipedalaman.

SD Negeri Geselema Distrik Jila adalah merupakan salah satu sekolah tingkat SD yang letaknya cukup jauh dari ibukota Kabupaten Mimika, untuk mencapainya bila berjalan kaki dari Ibukota Distriknya Jila memakan waktu selama 3 hari tiga malam , dan selain berjalan kaki lokasi tersebut hanya bisa di jangkau hanya dengan menggunakan Copper atau helikopter milik PT Freeport Indonesia selama 30 menit dari bandara Moses Kilangin itupun dengan perhitungan cuaca yang terkadang kondisi cuacanya kabut terus. Walaupun cukup jauh dan dengan segala keterbatas baik itu fasilitas bangunan sekolah dan peralatan serta alat-alat penunjang belajar lainnya tidak membuat surut semangat para murid dan tenaga pengajar untuk memacu dunia pendidikan di daerah terisolasi dan jauh dari hiruk pikuknya keramaian kota.

Semangat itu dibuktikan oleh Kepala Sekolah SD Negeri Geselema Philipus Patiyanan ketika dijumpai wartawan ini sesat baru tiba dari Geselema di halaman kantor Dinas P dan P Kabupaten Mimika Rabu 1/8 dengan bersemangat mengatakan bahwa sekolahnya jauh serta memiliki keterbatasan pada tahun ini juga dari siswa kelas enam yang berjumlah 15 siswa pada kesemuanya lulus murni 100 % dan ke limabelas siswa tersebut saat ini telah bersekolah di sekolah tingkat pertama dengan mengikuti test masuk ke jenjang SMP dan semuanya anak-anak yang merupakan asli suku Nduga diterima di sekoah tingkat SMP yang ada di Kota Timika. Kata Patiyanan yang kerap kali menjadi kendala bagi saya sebagai kepala sekolah dan para guru lainnya yang mana untuk mengambil hak-hak serta keperluan lainnya yang menyangkut keperluan sekolah atau bahkan urusan pribadi sangat kerepotan untuk pergi ke ibukota Kabupaten Mimika yaitu Timika guna mengambil hak-hak para guru dan urusan lainnya menyangkut dinas.

Patiyanan sangat menyayangkan tidak proaktifnya PT Freeport Indonesia melalui LPMAK yang sesuai kesepakatan bahwa menyangkut transportasi akan membantu transportasi yang mana akan menyediakan Helikopter untuk mengantar dan menjemput para guru serta tenaga lainnya yang ada di Distrik Jila termasuk di Geselema. Jangankan untuk menydiakan transpotasi pihak sekolah sebenarnya pernah beberapa kali meminta pihak PT freeport Indonesia untuk membantu pihak sekolah menyangkut kebutuhan penunjang sekolah seperti buku-buku panduan serta lainnya. Padahal menurut nya seharusnya kepedulian PT Freeport terhadap pendidikan apalagi untuk pengembangan masyarakat asli yang berada di sekitar area kerja PT Freeport.

Patiyanan yang telah bertugas menjadi guru selama 20 tahun lebih di Kabupaten Mimika ini mengharapkan adanya prhatian khusus baik itu dari LPMAK sebagai salah satu lembaga yang turut peduli akan pendidikan dan PT Freeport Indonesia agar juga turut berperan dalam meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah yang sulit dijangkau atau jauh dari segala keterbatasan, dan juga Pemerintah Kabupaten Mimika melalui instansi teknis agar lebih peduli atau perhatian tentang soal ini, harap Patiyanan. (John Pakage)
-----------------------------------------------------------
Sumber: www.FokerLSMPapua.org, 16 Maret 2008

2 komentar:

Anonim mengatakan...

uang sudah melimpah dengan adanya PT.FPI apalagi yang kurang yah sehingga pendidikan disana maju mundur.
padahal dengan banyaknya dana itu bisa digunakan unutk sewa guru, pengdaan fasilitas dan lain sebagainya.
kl tdak mengalami perkembangan berarti pemerintah disan maan uang.
serta rakyatnya egois semua. 35 M lebih lho dana yang dikucurkan unutk mereka (seluruh masyarakat adat setempat)

Unknown mengatakan...

bapak saya mengabdi untuk tanah timika,namun saya masukan beasiswa saja masih di tolak,dengan susah payah ayah saya bekerja untuk mendidik,beliau tidak pusing dengan tantangan yang ada,namun semuanya hanyalah bulshit.....
by shemy patjanan

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut