Nama ‘Papua’ dalam Sejarah

Minggu, April 20, 2008

Sebelum abad VI dan VII sesudah Masehi pulau (Papua) yang terbesar kedua di dunia ini masih belum dikenal oleh dunia. Dunia hanya mengenalnya sebagai sebuah daratan yang tak dikenal (Pigay, 2000:93). Papua dikenal oleh bangsa luar setelah abab VI dan VII sesudah Masehi melalui perdagangan dan pelayaran para pedagang Persia dan Gujarat serta pedagang-pedagang India. Ketika mereka melihat pulau itu menyebutnya dengan Dwi Panta dan juga Samudranta yang artinya Ujung Samudra atau Ujung Lautan. Dua abad kemudian (abad VIII) para pelaut dan pedagang Cina melakukan transaksi dagang. Mereka membeli burung Nuri, Kakaktua, dan burung-burung kuning dengan cara barter berupa Piring, Bangkok Porselin, dan benda-benda lain. Tempat asal rempah-rempah ini oleh pedagang Cina diberi nama Tungki. Pada abad yang sama pelaut Sriwijaya mengenalnya dengan nama Janggi.

Awal abad XVI Masehi (1500-1800) Antonio d’Abrau (d’Arbreu) 1511 dan Francesco Serano 1521 menyebut wilayah besar itu dengan nama “Os Papuas” atau Ilha de Papo Ia. Tahun 1526-1527, Don Jorge de Menetes juga dari Portugis menamakannnya Papua. Nama Papua diketahui dalam catatan harian Antonio Figafetta juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia. Nama Papua diketahui saat ia singgah di Tidore dan saat itulah nama Papua lebih dikenal di seluruh dunia. Dalam bahasa Tidore Papo ua artinya tidak bergabung tetapi dalam bahasa melayu berarti rambut keriting. Pelaut Spanyol Alvaro de Savedra yang tidak bersamaan dengan pelayaran Magelhaens ketika menancapkan jangkar kapalnya di pantau Utara Papua tahun 1528, ia menamai pulau itu Isla del Ora atau Island of Gold yang artinya pulau emas. Pelaut Spanyol lain, Ini Go Oertis de Retes memberikan nama Nueva Guinea (Nova Guinea, bahasa latinnya atau Netherland Nieuw Guinea, diberikan oleh orang Belanda). Ia memberikan nama itu setelah ia melihat penduduknya mirip dengan penduduk Guinea di Afrika Barat (sebuah Negara bekas jajahan Portugis).

Nama Papua dipertahankan hampir dua abad lamanya baru kemudian muncul Nieuw Guinea. Pada abad ke-19 kedua nama ini dikenal secara luas. Para penduduk nusantara mengenal dengan nama Papua, sementara nama Nieuw Guinea terkenal sejak abd ke-16 setelah tampak dipeta dunia (dipakai oleh dunia luar terutama Negara-negara Eropa). Pada tahun 1940-an di kampung Harapan Holandia (sekarang Jayapura) beberapa dewan suku (Frans Kasiepo, Corinus Krey,Yan Waromi) dari sekolah pemerintahan yang didirikan oleh Residen JP Van Eechoud dalam rangka mewujudkan “Papuanisasi” memunculkan ide pergantian nama Papua atau Nieuw Nuinea. Ide tersebut terwujud pada pertemuan kedua di Ifar Gunung Holandia. Mereka memilih sebuah nama yang berasal dari Biak dan nama tersebut diambil dari sebuah mitos Mansren Koreri, yaitu Irian. Dalam bahasa Biak Iri artinya tanah dan An artinya panas, jadi Irian berarti tanah panas (Pigay, 2000:96), namun menurut Koentjaraningrat (1994) Irian (Iryan) berarti “sinar matahari yang menghalau kabut di laut”, sehingga ada harapan bagi para nelayan Biak untuk mencapai tanah dataran seberangnya.

Pada tanggal 16 Juli 1946 nama Irian disosialisasikan di konferensi Malino oleh Frans Kasiepo melalui pidatonya mewakili Papua. Selanjutnya nama Irian dipolitisir lewat para pejuang merah putih seperti Marthen Indey, Silas Papare, dan para Digulis lainya pada masa perjuangan perebutan Papua dari tangan Belanda untuk Ikut Republik Anti Netherland (IRIAN), Muhamd Yamin melalui Pigay, (2000:97), padahal bangsa Papua tidak pernah membenci bangsa manapun. Nama tersebut tidak terkenal di seluruh dunia sekalipun sudah sekian lama dicetuskan oleh para pembela merah putih. Sepanjang Konferensi Meja Mundar hingga penyerahan Papua tetap masih menggunakan West Nieuw Guinea. Nama Irian secara umum digunakan setelah 1 Mei 1963 dengan sebutan Irian Barat. Pada tanggal 1Meret 1973 sesuai dengan peraturan No. 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto dengan nama Irian Jaya. Pergantian tersebut dilakukan bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT Freeport yang telah masuk ke Erstberg jauh sebelum UU PMA Nomor 1 tahun 1967 itu disahkan (sebelum Papua sah menjadi bagian dari Indoneia melalui PEPERA 1969).

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya dengan berjalannya waktu, masyarakat Papua mulai memahami bahwa nama-nama tersebut menunjukkan sebuah nama yang bermuatan politik. Masyarakat Papua mulai menyadari bahwa nama-nama tersebut bukan berarti konstan dan abadi. Mereka terus mencari sebutan yang benar-benar menunjukkan identitas Papua yang rasional bukan politis. Dengan berjalannya waktu, masyarakat Papua menyadari bahwa nama Papua adalah sebuah nama yang menunjuk pada identitas orang Papua. Namun, antara tahun 1973-2000 nama Papua dilarang digunakan di Papua. Orang yang menggunakannya dianggap Organisasai Papua Merdeka (OPM) sehingga dibunuh atau dipenjara. Setelah melalui masa-masa refresif (tahun 1973-2000), akhirnya pada tanggal 26 Desember 2001 Presiden Abdulrahman Wahid memberikan hadih natal menggantikan Irian Jaya menjadi Papua Barat perjuangan rakyat Papua. [Redaksi]

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut