Jumat Agung: Drama Penyaliban Di Nabire Semarak

Kamis, Maret 27, 2008

NABIRE (Selangkah)– Hari ini (21 Maret, Red) kita merenungkan penderitaan Yesus Kristus yang sungguh berat dan ngeri, namun menyelamatkan. Yesus mengawali penderitaan dengan ciuman. Situasi itu, saat kuasa kegelapan diberikan kesempatan untuk menang, tetapi akhirnya kuasa kegelapan dikalahkan.

Demikian kata-kata pembukaan Pastor Cristophorus Aria Prabantara, S.J., membuka drama prosesi jalan salib yang dipersiapkan oleh Paroki Kristus Sahabat Kita (KSK) dan diikuti secara Oikumene di Taman Gizi Oyehe Nabire, pukul 08.30 WIT, Jumat, (21/3).

“Maka Yesus berkata kepada Imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah serta tua-tua yang datang untuk menangkap Dia: Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung? Padahal setiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu,” kata Pastor mengutip Injil Lukas 22: 52-53. Pastor Cristophorus lebih lanjut mengontekstualkan kisah sengsara Yesus Kristus dengan keadaan kehidupan sekarang. “Kita lihat akhir-akhir ini, dalam kehidupan kita sering terjadi penganiayaan, pengurasan, pembunuhan, korupsi dan lain-lain. Maka peristiwa sengsara dan wafat Yesus Kristus ini mengajak kita untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan yang ditawarkan melalui kisah sengsara Yesus Kristus. Kita diajak oleh Yesus melalui kisah ini untuk melawan kejahatan,” katanya.

Drama proses jalan salib yang diikuti 5000-an lebih umat Kristiani itu, diawali di Taman Gizi pada pukul 09.45 WIT menuju ke bukit penyalipan, Bukit Meriam. Adegan pertama menggambarkan situasi di Taman Getszamani. “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini, dan berjaga-jaga dengan Aku, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa.” (Ia maju beberapa langkah kemudian ia berlutut dan berdoa)…”Ya, Bapa-Ku…, Jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu dari pada-Ku… tetapi,…janganlah seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Demikian kata-kata Yesus kepada ketiga murid dan doa-Nya kepada Bapa seperti yang dikutip teks drama penyaliban.

Upacara penyaliban yang dilakukan terdiri dari 14 perhentian. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh Yesus pada 2000 tahun lalu. Perhentian (1) Yesus dijatuhui hukuman mati; (2) Yesus memanggul Salib (kedua peristiwa ini dilakukan di Taman Gizi); (3) Yesus jatuh untuk pertama kalinya (di Tugu Cenderawasih); (4) Yesus berjumpa dengan ibu-Nya (di perempatan YPK); (5), Yesus ditolong Simon dari Kirene (Tugu Roket); (6) wajah Yesus diusap oleh Veronika (di depan kantor Distrik Nabire); (7) Yesus jatuh untuk kedua kalinya (di depan Kantor Statistik Nabire); (8) Yesus menghibur wanita-wanita yang menangisi-Nya (di Tugu Pemuda); (9), Yesus jatuh untuk ketiga kalinya (pintu masuk bukit penyaliban Meriam); peristiwa ke 10-14 terjadi di bukit Kalfari (bukit penyaliban Bukit Meriam).

Pada pukul 10.10 WIT, kedua penjahat dan Yesus disalibkan bersama-sama di atas bukit penyaliban. Kedua penjahat diperankan oleh masing-masing Paskalis Edowai sebelah kiri dan Lefinus Dogomo sebelah kanan. Sementara, tokoh Yesus diperankan oleh Jeremias Rahadat, salah satu peserta Kelas Persiapan Atas (KPA) untuk masuk di Sekolah Tinggi Theologi dan Filsafat (STFT) “Fajar Timur” Jayapura.

Dari atas bukit penyaliban terdengar “Eloi…Eloi..., Lama Sabactani” (Allah-Ku…Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Daku?”. Yesus sadar bahwa segala sesuatu sudah terlaksana, maka untuk menepati bunyi Kitab Suci, Ia berkata, “Ya…Bapa, ke dalam tangan-Mu, Ku-serahkan Roh-Ku”. Setelah berkata demikian, Ia mengatakan kepada para algojo, “Aku haus…!”, lalu salah satu algojo memberinya cuka yang pahit dan Ia berkata, “…selesailah sudah…”. Akhirnya Yesus menundukan kepala dan wafat.

Usai proses jalan salib, pukul 10.30 WIT, Jeremias mengatakan, dirinya merasa bahagia. Ini merupakan rahmat yang luar biasa sekaligus tanggungjawab. “Dengan memerankan tokoh Yesus dalam drama penyaliban ini, saya benar-benar merasa betapa ngeri penderitaan yang dirasakan oleh Yesus pada 2000 tahun lalu demi kita umat manusia. Sesungguhnya Yesus sangat menderita demi keselamatan kita, maka kiranya drama ini mampu menyadarkan kita semua untuk kalahkan kejahatan dan mengambil peran dalam penyelamatan umat manusia,” kata Jeremias mengajak. (yer)


0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut