Diskusi KPP

Minggu, Februari 24, 2008

Jalan Trans Yogyakarta Hingga ke Jalan Trans Irian (Papua)

Yogyakarta (Selangkah)—Komunitas Pendidikan Papua (KPP) kembali mengadakan diskusi dengan topik “Memodret Jalan Trans Yogyakarta hingga ke Jalan Trans Irian (Papua)” pada Selasa, (19/02), pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB di Ruang Kampus Ministry, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Ketua Komunitas Pendidikan Papua (KPP) Longginus Pekey dengan pendampingan Pater Inn Nugraha, S.J., telah mengagendakan diskusi mingguan pada setiap hari Selasa sejak tahun 2007 lalu. Tempat pelaksanaannya, disediakan oleh pihak Universitas Sanata Dharma melalui Pater Inn Nugraha, S.J. dan Longginus Pekey yang juga kuliah di kampus tersebut.

Persoalan yang sering didiskusikan adalah berbagai topik. Namun, sebagai komunitas yang bergerak dalam bidang pendidikan, persoalan utama adalah masalah pendidikan (formal dan nonformal) di tanah Papua. Pada diskusi edisi ini KPP mengangkap topik tentang jalan memotret jalan Trans Yogyakarta hingga Jalan Trans Irian.

Sebelum mendiskusikan jalan Trans Irian, KPP mendiskusikan lebih dahulu tentang Jalan Trans Yogyakarta. “Tarnsportasi di Yogyakarta jejak dulu belum mantap, karena itu sering sekali terjadi kemacetan dan kecelakaan. Sehingga untuk memperbaikinya pemerintah bersama beberapa akademisi (dosen saya) terinspirasi dari jalur trans Jakarta (Bas Way) untuk mencobanya di Yogyakarta dengan tujuan memberikan kenyamanan dan ketertiban bagi pengguna transportasi di kota ini,” kata Eka Iyai, mahasiswa Teknik Sipil Atma Jaya Yogyakarta mengawali.

Kaitannya dengan rencana pembangunan Trans Yogyakarta, salah seorang peserta diskusi, Yunus Yeimo, mahasiswa Arsitektur Duta Wacana Yogyakarta, mengemukakan bahwa pemerintah harus hati-hati dan jangan lupa bahwa di setiap terotoar di bawahnya ada parit, artinya jalan di Yogyakat ini sudan sempit. Semntara di pinggiran jalan dipadati oleh pedagang kaki lima di tepian jalan yang mencari nafkah, kemungkinan untuk merapikan jalannya Trans Yogyakarta pasti akan terjadi penertiban terhadap pedagang-pedagang kaki lima yang selama ini beroperasi di tepi jalan raya.

Menurut dia pembuatan halte bus Trans Yogya tidak layak dan justru mengganggu, seharusnya halte itu berada di belangkang dari trotoar, tiang listrik dan telpon, namun ini tidak terjadi tidak sesuai penataan yang seharusnya.

Lebih lanjut, Yunus mengungkapkan memang halte yang telah dibangun sangat bagus namun sangat disayangkan karena pengawasannya masih kurang dan nampaknya bukan kebutuhan, lagi pula tidak sesuai karakter budaya setempat. Sementara fungsi operasi kurang efisien dan efektif, karena ada yang jauh dari keramaian atau jauh dari kampus yang paling ramai biasanya.Menurut Agus Degei, walaupun dibangun bagus, namun operasi Trans Yogyakarta tidak akan berpengaruh terhadap masyarakat karena masyarakat Yogyakarta mayoritas menggunakan tranportasi pribadi, mereka merasa lebih efektif dan efisien naik kendaraan roda dua.

Menurut mahasiswa pendidikan Akuntansi Sanata Dharma ini, dengan dioperasikannya Trans Yogya akan menambah lapangan pekerjaan, ada kemungkinan akan berkurangnya pengguna kendaraan pribadi bila operasi Trans Yogya dilakukan dengan semaksimal dan sebaik mungkin.
Namun menurut Albertina Agapa, mahasiswa Bimbingan Konseling Sanata Dharma justru dengan adanya Trans Yogyakarta akan menambah kemacetan. Salah satu hal menurut dia yang sangat disayangkan dengan adanya jalur trans adalah pengendara sepeda tidak lagi akan punya jalur. Padahal beberapa bulan lalu pernah dengan gembar-gembornya menjadikan Yogyakarta sebagai kota sepeda, yang telah dibuat jalurnya dengan menggunakan cat-cat putih untuk jalur sepeda.

Dengan adanya Trans Yogyakarta, tentu akan terjadi sedikit atau banyak perubahan sosial, tukang becak, pedagang kaki ima, tukan ojek, sebaiknya memperkuat wadah koperasi, karena mereka bisa jadi akan kehilangan pekerjaan kalau hanya beroperasi mengandalkan diri sendiri. Sehingga Longginus manansang, mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa Yogyakarta mengatakan, pembuatan Jalan Trans Yogyaklarta ini sebatas menghamur-hamburkan uang. Menurut dia bila ini berjalan, maka ada kemungkinan akan terjadinya persoalan.Trans Irian (Nabire-Paniai-Ilaga- Wamena)Persoalan di Yogyakarta hanya soal efektivitas, efisien dan kenyamanan. Beda dengan persoalan trans Irian di Papua. Jalan Trans Irian dililit banyak persoalan, baik dari sisi pembangunan jalan yang belum selesai, tranporatasinya yang minim, serta dampak sosial yang terjadi terhdap masyarakat.

Mengenai Jalan Trans Irian, Pemerintah memang nampak kurang serius dalam membangunnya. Hal ini nampak dari pembangunan jalan Trans Irian yang sudah bangun sejak tahun 1985 itu hingga saat ini belum terjadi sesuai harapan masyarakat dan pemerintah. Jalan ini masih sangat rusak total, kendaraan berjalan di dalam lumpur dan jembatan yang rawan putus.

“Dalam membangun jalan ini kontraktor hanya mencari untung semata. Yang penting asal meratahkan tanah, nanti kalau rusak pasti kontraktor tersebut di pakai lagi,” tutur Eka Iyai. Barangkali seperti inilah wajah Papua yang memang menjanjikan bagi kontraktor yang nakal. Membangun tanpa memperhitungkan kadar kekuatan bangunan.

Dampak Positif dan Negatif dari Jalan Trans Irian
Pembanguan jalan mengakibatkan perubahan sosial bagi masyarakat. Perubahan itu baik yang negatif maupun yang positif. Dampak negatif dari jalan trans Irian adalah banyak guru dari pedalaman meninggalkan tugas dan berbulan-bulan di kota; orang semakin malas karena merasa lebih tertarik jalan-jalan atau turun ke kota; anak-anak dari kampung turun ke kota dan merasa bangga menjadi anak terminal (dengan pinang di mulut dan botol di tangan), mereka malas sokolah (nati nai tekoda ko); bapak-bapak tua meninggalkan kampung halaman tanpa alasan dan kepentingan datang ke Nabire pulang membawa penyakit seperti HIV dan AIDS; terjadi kubu-kubu (geng) antara para pemuda, karena dibayar pedagang pendatang; minuman keras menyebar sampai ke pelosok kampong sehingga pemuda desa semakin menjadi pecandu alkohol; terjadi pengrusakan tehadap daerah-daerah telarang yang diyakini orang Papua sebagai tempat keramat, tempat doa dan sebagainya; Ilegal loging mudah masuk; dan berbagai persoalan social lainnya.

Dampak positif antara lain adalah memudahkan sarana teransportasi agar terjadi hubungan yang baik di mana orang dari kampung dapat perjualan sayuran ke Nabire atau ke daerah lain dan lainnya.

Yang Harus Kita Lakukan
Pemerintah daerah, khususnya Tripida di distrik, gereja (kegitan rohani), dan lembaga masyarakat harus kerja lebih giat untuk memberdayakan masyarakat setempat, melalui wadah-wadah ekonomi, sosial, dan budaya, dan melalui wadah-wadah kegiatan koperasi. Bagi guru-guru di pedalaman harus diperhatikan agar tidak terus-terusan meninggalkan sekolah.

Untuk mahasiswa yang melakukan studi baik yang di Jawa-Bali, Sumatera, Sulawesi, bila berpikir untuk membangun Papua harus menggunakan peluang dan kesempatan untuk belajar dengan baik. Tidak hanya kuliah atau nongkrong cerita mob, tetapi belajar untuk terlibat dalam kegiatan organisasi dan kegiatan kemasyarakatan lain serta menekuni suatu kealihan, seperti koperasi masyarakat, pertanian organik, pembuatan biogas, perbaikan komputer dan sebagainya yang dapat kita terapkan untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. [Long/Yer/Selangkah].

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut