DARI PELATIHAN PAUD DAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL

Kamis, Januari 24, 2008

“Mengawali Pembangunan SDM Papua dengan PAUD”

BOMOMANI (Selangkah)--Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan hal yang paling penting dalam pembangunan sebuah bangsa. Berbicara tentang pembangunan adalah juga berbicara tentang sejauh mana kesiapan SDM yang berkualitas untuk membangun. Tanpa SDM yang cukup kita tidak dapat membangun sebuah bangsa secara kuantitas dalam bentuk pembangunan fisik maupun kualitas hidup masyarakatnya.

Demikian kata sekretarus Komunitas Pendidikan Papua (KPP), Yermias Degei mengawali materinya tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada pelatihan PAUD dan Keaksaraan Fungsional yang diselenggarakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) KOBOUGE di Bomomani Kecamatan Mapia pedalaman Nabire pada 17 Desember 2007.

Pada pelatihan bertema ”Revitalisasai Anak Bangsa Menuju Hasrta Masyarakat Melalui PAUD dan Keaksaraan Fuungsional” itu Degei mengatakan, SDM yang berkualitas adalah SDM yang tidak sekedar memiliki kemampuan kognitif (intelektual) belaka tetapi juga memiliki kepedulian atau jiwa sosial, hati nurani, hubungannya dengan Yang Maha Kuasa (spritualitas) serta memiliki fisik yang baik (psikomotorik) untuk melakukan perubahan (pembangunan). Keseimbangan antara unsur kognitif, afektif, spritual dan psikomotorik sangat penting dan perlu dibangun di tanah Papua.
“Dengan demikian pembangunan SDM Papua yang benar-benar berkualitas harus dibangun dari PAUD. Kalau kita berbicara tentang perbaikan pendidikan Papua untuk menciptakan SDM orang Papua yang berkualitas maka harus mulai dari suatu gerakan bersama PAUD. Kita harus mengawali pembangunan SDM orang Papua yang berkualitas itu dengan dengan membangun PAUD,” katanya.
Di hadapan 80 peserta utusan dari enam distrik di daerah pedalaman kabupaten Nabire dia mengatakan, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa usia di bawah enam tahun (balita) atau kini lebih dikenal dengan ‘Anak Usia Dini’ adalah usia yang paling kritis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Termasuk juga pengembangan intelegensi hampir seluruhnya terjadi pada usia di bawah lima atau enam tahun.

“Hasil penelitian di bidang Neurologi menemukan bahwa perkembangan intelektual sampai dengan 4 tahun = 50 %, sampai dengan 8 tahun = 80 %, dan sampai dengan 18 tahun = 100%. Sementara pertumbuhan fisik otak pada 0 tahun =25 %, 6 tahun =90%, dan 12 tahun = 100 %,” paparnya.

Dia mengatakan, masa emas perkembangan anak hanya datang sekali (terutama pada usia di bawah 4 tahun), karena itu tidak boleh disia-siakan. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia SD tidak benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia TK (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat.
“Kita, biasanya siap mengorbankan waktu bertahun-tahun dan uang berjuta-juta rupiah untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Untuk apa? — untuk mendapatkan sedikit tambahan intelegensi, karena sedikitnya kemampuan sel-sel otak yang tersisa. Sebaliknya orang kurang memperhatikan pendidikan anak-anak pada usia belia. Anak-anak usia belia memiliki bermilyar-milyar sel-sel syaraf otak yang sedang berkembang dan memiliki kemampuan yang dahsyat....serta daya ingat yang kuat.
Maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan (pengembangan intelegensi/kecerdasan, karakter, kreativitas, moral, dan kasih sayang universal) sangatlah perlu diberikan pada anak-anak sejak usia dini,”jelas Degei.

Siapa yang Melakukan PAUD?
”PAUD dapat dilakukan oleh semua orang tua dan siapa saja yang mengetahui bagaimana caranya. Jika orang tua karena satu dan lain hal tidak melaksanakan fungsinya sebagai pendidik, fungsi ini dapat dialihkan (sebagian) kepada pengasuh, lembaga pendidikan/penitipan anak, lingkungan atau siapa saja yang mampu berperan sebagai pengganti. Peran pengganti ini dapat dilakukan baik di lingkungan keluarganya (pengasuh/baby sitter) atau di luar lingkungan keluarga seperti TPA, Kelompok Bermain atau lembaga PAUD lain. Namun, di pedalaman belum memiliki TPA, Kelompok Bermain (hanya di ibu kota distrik) atau lembaga PAUD lain maka lebih banyak dilakukan oleh orang tua di rumah,” katanya menjawab pertanyaan peserta.
Dia memaparkan, berbicara masalah pendidikan, hendaknya kita jangan hanya terpaku pada sistem persekolahan yang dibatasi empat buah dinding putih dengan bangku yang tertata rapi. Bagi anak usia dini, orang tua merupakan guru yang terpenting dan rumah tangga merupakan lingkungan belajar utamanya. ”Harus diingat bahwa fungsi PAUD bukan sekedar untuk memberikan berbagai pengetahuan kepada anak, melainkan yang tidak kalah pentinnya adalah untuk mengajak anak berpikir, bergaul, berekspresi, berimajinasi tentang berbagai hal yang dapat merangsang pertumbuhan hal-hal baru dan memperkuat yang telah ada serta menyeimbangkan berfungsinya kedua belahan otak. Oleh karena itu lingkungan yang baik untuk PAUD adalah lingkungan yang membuat anak melakukan kegiatan demikian,” kata Degei menjelaskan.

Lebih lanjut dia menjelaskan,. lingkungan yang kondusif adalah faktor penting bagi perkembanan anak. Tidak selamanya anak ingin bermain bersama atau minta ditemani. Pengaturan lingkungan yang membuat anak dapat bergerak bebas dan aman untuk kegiatan bermain dan bereksplorasi merupakan kondisi yang sangat baik bagi perkembangan anak. Kegitan bermain dan bereksplorasi sangat penting bagi anak untuk meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas serta diperolehnya pengalaman-pengalaman baru. Apabila anak tekun berlama-lama dalam suatu kegiatan, menandakan tingginya minat anak terhadap kegiatan itu, sebab secara psikologis pada urnumnya anak di bawah usia 6 tahun ketekunannya terhadap suatu objek tidak lebih dari 2 menit.

Bermain Bagi Anak Dini Usia Itu Penting
Dalam makalahnya, Degei mengatakan, bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Serniawan, bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan, bukan karena hadiah atau pujian (Serniawan, 2002). Melalui bermain semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekpresi dan berekplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual.


Anggapan yang Keliru
Lebih lanjut dia mengatakan, selama ini ada anggapan dari masyarakat kita bahwa lingkungan yang baik untuk perkembangan anak (bayi) adalah ruangan yang berdinding putih, bersih dan tenang. Hal itu merupakan sebuah anggapan yang keliru, karena ruangan tanpa rangsangan semacam itu justru menghambat perkembangan anak.

Sementara itu, banyak orang tua berpendapat bahwa pendidikan baru dimulai setelah anak masuk sekolah dasar dan kecerdasan merupakan faktor bawaan. Pendapat ini merupakan kesalahan besar, karena kita telah menyia-nyiakan periode emas perkembangan anak.

”Memang benar bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang, tetapi pengaruh lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya. Jika faktor bawaan dimisalkan sebagai modal dasar, maka faktor lingkungan merupakan pengembangannya. Tanpa diperkaya oleh lingkungan modal dasar tersebut tidak akan berkembang, bahkan bisa jadi menyusut,” paparnya. [Tim LaPut/Selankah]

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut