Kontribusi Media Massa Menumbuhkan Minat Baca

Selasa, November 13, 2007

Oleh Johnherf

Pada kenyataannya, minat baca masyarakat masih rendah. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa budaya baca belum tumbuh pada masyarakat kita. Padahal, dalam era global membaca merupakan kunci dalam menjalani kehidupan. Akankah kita tetap menerima kenyataan kalau budaya baca belum tumbuh pada masyarakat kita? Doktor Endry Boeriswati, M.Pd. mengungkap kontribusi media massa menumbuhkan minat baca masyarakat seperti berikut ini.
Apabila minat baca masyarakat tumbuh maka masyarakat akan gandrung membaca berbagai sumber bacaan, masyarakat akan haus informasi. Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari suatu budaya yang secara tidak langsung menjadi panutannya. Budaya dibentuk melalui aktivitas kebiasaan di lingkungan individu tersebut berada. Oleh karena itu, apabila kita akan menilai kebiasaan suatu masyarakat tidak bisa lepas dari budayanya.

Membaca dapat dikatakan sudah merupakan suatu aktivitas kebiasaan dalam suatu masyarakat. Hal ini terjadi apabila membaca dipandang sebagai alat untuk memperoleh informasi, sedangkan informasi merupakan kebutuhan mutlak dalam kehidupan, bahkan merupakan kebutuhan pokok seperti halnya sembako. Namun, pada kenyataannya informasi dapat diperoleh tidak hanya melalui membaca, melainkan ada sarana lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi.

Dosen mata kuliah membaca pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia fakultas Bahasa dan Seni di Universitas Negeri Jakarta itu menyampaikan urun rembug berjuluk “Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat” yang diadakan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, Kamis 23/8.

Membaca membutuhkan kemampuan awal yang sangat mendasar, yaitu melek aksara. Orang dapat membaca apabila orang tersebut mengenali huruf-huruf. Ini baru sampai pada jenjang membaca tingkat pemula yang sering disebut dengan membaca simbol (word recognition).
Mari kita melihat apakah masyarakat kita sudah merdeka dari “buta huruf”? Ya masih ada sebagain kecil masyarakat kita yang masih belum merdeka dari “buta huruf”. Berarti belum bisa membaca huruf. Kebiasaan membaca pada kalangan akademis pun masih rendah. Membaca adalah proses untuk memperoleh pengertian dari kombinasi beberapa huruf dan kata. Membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan.

Kemampuan membaca yang kita harapkan adalah bukan sekedar kemampuan membaca simbol-simbol saja, tetapi membaca yang mampu memberikan suatu pemahaman baik yang tersurat maupun yang tersirat. Tentu memerlukan suatu kemampuan yang lebih tinggi dari hanya mengenali huruf. Keberhasilan dari membaca adalah pembaca mampu memproses informasi yang diterima dari simbol-simbol yang dibaca yang kemudian dihubungkan dengan apa yang sudah diketahui menjadi informasi yang bermakna. Tentu dalam hal ini diperlukan kognitif yang baik. Dengan kata lain, diperlukan suatu kemampuan penalaran yang baik yang tampak melalui kemampuan berpikir.

Bisa saja kita katakan membaca menuntut kemampuan berpikir. Lalu bagaimana dengan masyarakat kita? Ada indikator yang mengarah pada kemampuan berpikir hanya saja tidak kuat untuk disimpulkan, yaitu budaya instan. Haruskan budaya baca ditumbuhkan? Jawabannya 100% harus. Budaya baca harus ditumbuhkan sepanjang hayat beriringan dengan pendidikan. Membaca sebagai sarana mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, bangsa yang unggul adalah bangsa yang warganya mampu membaca. Kemampuan membaca dilatih melalui sekolah sejak SD sampai perguruan tinggi.

Berdasarkan pengalaman, pelajaran membaca di sekolah masih pada taraf membaca teknis, padahal dari sekolah dituntut melahirkan orang yang mampu membaca interpretasi. Guru masih banyak belum menuntut siswa untuk menjadi pembaca mandiri, artinya membaca menjadi suatu kebutuhan mencari informasi sebagai bahan pemecahan masalah. Karena siswa disodori oleh informasi siap pakai sehingga tanpa melalui membaca siswa sudah mendapat informasi. Inilah sisi lain yang belum mendorongnya budaya baca.

Tiap bulan September diperingati sebagai Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan. Ini merupaya upaya pemerintah untuk menumbuhkan minat membaca dan menandakan bahwa membaca merupakan persoalan bangsa yang bersifat nasional sehingga pemerintah turun tangan. Persoalan membaca ternayata menjadi persoalan bersama dan sangat urgen.

Persoalan membaca juga persoalan pendidikan, apabila siswa yang memiliki minat membaca tinggi akan berprestasi tinggi di sekolah, sebaliknya siswa yang memiliki minat membaca rendah, akan rendah pula prestasi belajarnya. Dampak dari kenyataan ini adalah lahirlah generasi yang memiliki prestasi rendah, tentu ini mengkhawatirkan pemerintah. Secara umum minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mencari atau mencoba aktivitas-aktivitas dalam bidang tertentu. Minat juga diartikan sebagai sikap positif seseorang terhadap aspek-aspek lingkungan.

Ada juga yang mengartikan minat sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati suatu aktivitas disertai dengan rasa senang. Minat juga merupakan perhatian yangkuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas.

Aspek minat terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat dari obyek tersebut. Aspek afektif tampak dalam rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut. Minat membaca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca oleh anak. Dengan demikian, minat membaca adalah sikap positif dan adanya rasa keterikatan dalam diri anak terhadap aktivitas membaca dan tertarik terhadap buku bacaan.

Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca. Hasil penelitian minat baca masyarakat di Tangerang mengungkapkan bahwa salah satu indikator bahwa masyarakat berminat terhadap membaca adalah masyarakat mengetahui dan paham bahwa membaca mempunyai makna yang sangat besar dalam kehidupannya. Namun, pendapat tersebut tidak berkorelasi dengan frekuensi membaca.
Frekuensi membaca masyarakat sangat rendah. Dari penelitian ini juga menungkap bahwa kendala yang dihadapi untuk membaca adalah kurangnya sarana, yaitu bahan yang dibaca, seperti koran, majalah, dan buku. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki minat membaca sangat tinggi, tetapi konasi dari minat tersebut belum dapat diimplementasikan yang terhalang oleh kekurangmanpuan untuk mengakses sumber bacaan, sehingga yang tampak masyarakat dinilai kurang berminat membaca atau minat membaca masyarakat rendah.

Rendahnya minat membaca masyarakat akar permasalahannya bukan pada minat atau kemauannya ternyata adalah sarananya yang kurang mendukung untuk action membaca yang rendah. Masyarakat belum secara merata menikmati kemudahan untuk mengakses bahan bacaan sehingga membaca belum menjadi suatu kebutuhan seperti sembako. Padahal, manfaat membaca sama seperti manfaat sembako pada kehidupan masyarakat.
Kemudahan mengakses bahan bacaan dapat diperoleh melalui toko buku bagi masyarakat yang mampu membeli bahan bacaan atau melalui perpustakaan bagi yang tidak mampu untuk memiliki buku. Kedua pilihan tersebut sangat berat. Bagi masyarakat yang kurang mampu bisa memanfaatkan perpustakaan. Tetapi seperti kita ketahui berapa banyak jumlah perpustakaan yang ada di sekitar masyarakat? Jika pun ada, masyarakat harus mencari waktu khusus untuk mengunjungi perpustakaan dengan jam kunjungan terbatas. Jadi, kendalanya adalah rendahnya daya beli bahan bacaan (koran, majalah dan buku).

Atas dasar itu, kontribusi media massa dalam menumbuhkan minat baca berkorelasi dengan bahan bacaan tidak terbatas. Korelasinya antara lain melalui buku atau majalah, dan koran yang juga dapat dikatakan sebagai bahan bacaan. Selanjutnya penyebutan media massa dibatasi hanya pada media cetak dan lebih khusus lagi koran.

Sebenarnya, koran telah tercatat dalam sejarah berperan menumbuhkan minat baca masyarakat. Dahulu, kala saya anak-anak sering lewat kantor kelurahan, sering melihat pemandangan sekerumunan orang dewasa. Namun, di dalam kerumunan itu ternyata “hanya” membaca koran yang ditempel di papan kelurahan. Sayang, pemandangan ini sulit ditemukan kembali. Mengapa koran tidak mengisi ruang kosong ini?

Dari keuntungan produksi dapat disisihkan untuk memberikan subsidi koran bagi masyarakat dengan memberikan secara gratis entah untuk setiap RT yang harus ditempel di papan pengumuman. Mungkin dapat juga dilakukan dengan bekerja sama dengan Pemda menerbitkan koran gratis tidak setebal koran nasional. Seperti kita ketahui bahwa yang mendorong masyarakat berminat membaca apabila membaca tersebut memberikan manfaat baginya.
Dengan demikian yang diperlukan adalah relevansi isi bahan bacaan dengan kehidupan pembacanya. Saat ini koran telah terbit dengan spesifikasinya; ada yang mengkhususkan berdasarkan isi ada mengkhususkan berdasarkan tingkat pembacanya yang semuanya berorientasi profit. Dalam hal ini koran dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan minat baca masyarakat Bagaimana strateginya? Pertama, kita tentukan siapa yang akan ditumbuhkan minat bacanya? Masyarakat umum? Mungkin terlalu sulit karena variabel pengiringnya sangat kompleks.
Di samping itu, aktivitas membentuk suatu minat pada kelompok informal sangat sulit mengontrolnya, sehingga yang dapat dilakukan adalah imbauan atau penyadaran bukan tindakan menumbuhkan minat. Dengan demikian, penumbuhan minat yang dapat terkontrol dan dapat secara nyata terlihat adalah penumbuhan minat pada kelompok formal melalui edukasi.

Media massa dapat membentuk klub-klub baca pada setiap jenjang baik jenjang birokrasi di masyarakat atau berdasarkan keminatan objek bacaan. Dalam klub tersebut, anggota dapat menjadi motor yang dapat mempengaruhi orang lain berminat. Untuk menarik minat orang lain untuk maka perlu adanya rangsangan yang menarik, seperti kemudahan, pengistimewaan, dan hadiah.
Dengan adanya rangsangan ini orang akan merespon berdasarkan persepsinya apa yang dilakukan dengan membaca. Kegiatan yang membaca koran yang tanpa harus hadir di arena lomba, tetapi dapat dilakukan di mana saja. Bentuk lomba membaca bukan sekedar membaca teknis, tetapi membaca dengan memberikan tanggapan apa yang dibacanya yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Keuntungan kegiatan ini bukan hanya menumbuhkan minat baca masyarakat tetapi juga membelajarkan masyarakat untuk bernalar.
Kegiatan ini merupakan kegiatan dengan tujuan jangka pendek yang dapat dilakukan oleh pelaku media massa. Untuk menumbuhkan minat membaca secara permanen dapat dilakukan di proses pembelajaran.

Guru dapat mengoptimalkan tugas membaca bukan untuk menghafal isi bacaan atau untuk mencari informasi saja, tetapi membaca digunakan untuk mengkonstruksikan informasi yang diperoleh melalui membaca membentuk pengetahuan baru. Hal ini diperlukan latihan secara struktural dengan bahan bacaan yang bermakna. Ruang ini dapat diambil oleh pelaku media massa khususnya media cetak, yaitu dapat dilakukan dengan adanya koran edukasi.
Koran edukasi adalah koran yang secara khusus ditujukan untuk pembelajaran yang lebih mengutamakan pada how to learn. Seperti halnya TV edukasi yang ditangani oleh Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Depdiknas. Lalu siapa yang berminat untuk menangani koran edukasi untuk jutaan masyarakat sekolah ini? Inilah suatu tawaran yang dapat ditangkap oleh penerbit koran untuk memberikan kepedulian sosial bagi generasi mendatang.***
-----------------------------------------------------
Sumber:http://johnherf.wordpress.com/2007/10/08/kontribusi-media-massa-menumbuhkan-minat-baca/

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut