Membaca dan Menulis Basis Pembelajaran

Selasa, November 13, 2007

Mungkinkah Diupayakan?


Membaca karya-karya Mary bagaikan membaca sebuah kisah tentang cinta. Tidak mudah, memang, mendefinisikan apa itu cinta. Namun, begitu kita bersentuhan dengan ekspresi-tertulis Mary dalam menjelaskan atau menunjukkan sesuatu, getaran cinta itu seolah-olah mengalir bagaikan air bah lewat teks-teks yang diuntainya.

Mary yang saya maksud di sini adalah Mary Leonhardt. Dia seorang guru sekaligus seorang ibu yang berparas menyejukkan. Hingga kini, ada lima buku-karyanya yang telah terbit. Kaifa telah menerjemahkan dan menerbitkan tiga karyanya. Menurut data yang ada, dua karyanya---99 Cara Menjadikan Anak Anda "Keranjingan" Membaca dan 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis---diminati pembeli alias laris-manis di pasaran.

Karya ketiga Mary, yang baru saja terbit pada Maret 2002 lalu, berjudul 99 Cara agar Anak Anda Asyik Mengerjakan PR. Buku ini dengan sangat kuat membuktikan kepada para pembaca karyanya bahwa rasa cinta yang dimilikinya---untuk membuat murid-muridnya bergembira dan asyik saat belajar---masih terasa mengalir sangat deras. "Jangan menjatuhkan hukuman karena PR tidak selesai," teriaknya kepada para orangtua. Dan, "Pastikanlah rumah Anda bersuasana santai, penuh cinta, dan menjadi tempat yang mengutamakan kepentingan anak-anak," ujarnya pada kesempatan lain.

Sebanyak 99 kiat yang disebar Mary di sepanjang bukunya rata-rata bersuasanakan pembebasan. Dan yang menarik---dalam karya terbarunya itu---Mary tetap ngotot agar aktivitas membaca dan menulis benar-benar dijadikan "PR yang sesungguhnya" saat anak-anak itu berada di rumah. Dalam Kiat Kedua, yang bertajuk "Pastikan anak-anak Anda menguasai kemampuan dasar agar berhasil dalam PR mereka", Mary menulis:

"Yang paling penting dalam hal ini adalah memastikan bahwa anak-anak Anda dapat membaca dan menulis dengan baik. Keduanya merupakan kunci menuju dikuasainya kemampuan akademik yang dibutuhkan bagi keberhasilan dalam setiap pelajaran … Jika Anda berhasil menumbuhkan kecintaan dan kebiasaan membaca serta menulis dalam diri anak-anak Anda, kemampuan membaca dan menulis dengan baik, otomatis akan menyusul."

Di tempat lain, di Kiat ke-29, Mary berpesan kepada orangtua yang memiliki anak-anak yang masih berada di sekolah dasar: "Sekolah dasar merupakan waktu yang menentukan bagi anak-anak untuk mengembangkan suatu kecintaan dan kebiasaan membaca. Jangan biarkan apa pun mencemari hal itu. Tidak ada PR yang dapat bersaing dengan buku yang memesona kalau kita bicara soal mengembangkan kemampuan membaca yang baik."

Dan kepada orangtua yang memiliki putra-putri yang masih duduk di SMP dan SMU, atau yang masih berusia remaja, Mary berpesan: "Keahlian membaca dan menulis yang baik, serta minat akademik yang tinggi, akan membawa mereka pada pencapaian yang jauh lebih tinggi ketimbang sekadar nilai-nilai yang tinggi di sekolah."

Saya akan berhenti di sini dalam mengutip pandangan-pandangan Ibu Guru Mary yang saya kagumi. Saya akan mengajak Anda untuk merenungkan sejenak pandangan-pandangan tersebut. Saya tiba-tiba dirasuki sedikit kecemasan begitu mencoba mengaitkan pandangan-pandangan tersebut dengan keadaan di sekolah tempat anak-anak saya belajar.

Saat ini, saya memiliki empat anak yang masih bersekolah di SD, SMP, dan SMU. Pesan-pesan Mary terasa mudah saya cerna, namun sungguh terasa sulit untuk saya transfer kepada anak-anak saya. Bagaimana menumbuhkan minat membaca dan menulis anak-anak saya apabila tak saya jumpai satu PR pun yang mereka kerjakan yang berhubungan dengan dua aktivitas penting itu? Bagaimana saya memekarkan cinta membaca dan menulis kepada anak-anak saya itu apabila di sekolah, benih-benih cinta itu, rasa-rasanya, tak disebar oleh para bapak dan ibu guru?

Saya merasakan sekali betapa, di sekolah, aktivitas membaca dan menulis itu sudah dianggap salah satu aktivitas yang membebani dan memberatkan--- tak hanya para siswa, namun juga---para guru. Kayaknya, di lingkungan-mulia yang bernama sekolah, hampir sudah tidak dapat ditemukan lagi segepok keasyikan di dalam dua aktivitas membaca dan menulis---meskipun saya sangat tahu bahwa buku bacaan, buku tulis, dan juga pena atau pensil senantiasa berada di tas para siswa dan para guru.
Seakan-akan, dalam pandangan dangkal saya, aktivitas membaca dan menulis di sekolah telah berubah dan perlu perumusan baru. Apakah benar demikian, wahai Bapak dan Ibu Guru yang mulia?
----------------------------------------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH Via Mizan.com

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut