Jogja : Gathering atau Diskusi?

Minggu, November 25, 2007

Anggota KPP Terus Kembangkan Diri

Gathering Jogja akhirnya terlaksana pada hari Sabtu, 28 Juli lalu. Pilihan tempat di café Addicted ternyata agak meleset dari dugaan semula. Awalnya memilih tempat ini, karena ada fasilitas hot spot dan PC untuk berselancar, ternyata pada saatnya mati. Tapi tanpa internetpun gatheringnya rame abis.

Pukul 15.30 WIB, aku sudah nongkrong di café itu. Sedikit kesal karena fasilitas internetnya mati total. Mau pindah tempat, sudah tidak mungkin karena infonya sudah menyebar untuk bertemu di café ini.

Lalu muncullah Eva, seorang guru SMA. Dia baru saja selesai mengajar, langsung kebut motornya ke café ini. Maklum SMA tempat dia mengajar berada di Muntilan. Berikutnya yang hadir adalah Salim, sahabat lamaku. Dia ini adalah tokoh Jogja , kalau tidak mau dibilang tokoh nasional. Sehari-hari adalah pemimpin redaksi majalah budaya Gong dan salah satu pimpinan di penerbit LKIS.

"Kalau tidak ada motormu di depan café, aku tidak akan masuk café ini," kata Salim sambil tersenyum-senyum. Mungkin maksudnya dalam hati adalah "Motormu kok ndak ganti-ganti sih. Lihat donk motorku yang mengikuti perkembangan zaman.":)
Lalu berturut-turut yang hadir adalah Agus - mahasiswa Akuntasi dari Nabire-Papua, Putri - mahasiswi Komunikasi Atmajaya , Yugyas - jurnalis untuk majalah Security di Jakarta yang kebetulan lagi mudik, Longginus, mahasiswa sejarah Sanata Dharma, Nasir - aktivis jaringan radio komunitas di Bantul dan terakhir yang datang belakangan adalah Pipien - pekerja NGO internasional.

Dalam perkenalan, antar kami , ternyata masing-masing terhubung oleh komunitas lain atau pertemanan yang lain. Misalnya Nasir yang sering membaca tulisannya Salim, "Lho ini Mas Salim yang di milis angkringan itu?" Atau Putri yang mempunyai dosen di kampus yang ternyata pembimbing pemuda di kampung tempat Longginus indekost. Eva, yang pernah bertemu Salim saat menjadi pemantau Pemilu, dan seterusnya.
Yah, begitulah Jogja. Semua terhubung, saking kecilnya kota ini tapi sungguh padat aktivitasnya.

Banyak pertanyaan dan harapan pada wikimu yang dilontarkan rekan-rekan di Jogja. Banyak kendala juga yang menghadang, seperti minat menulis masyarakat yang masih rendah, lalu belum banyak yang tahu soal wikimu, dll. Putri yang sedang bingung mencari topik skripsi, sedang melirik wikimu untuk dijadikan bahan penelitian. Boleh aja Mbak, nanti pasti banyak yang mau jadi responden. :)

Rencana semula gathering ini hanya 2 jam, dari pukul 16.00 - 18.00 WIB. Beberapa rekan memang ijin pamit pulang, tapi sebagian masih meneruskan berbincang. Banyak topik yang dibicangkan mulai dari soal kuliah, perkembangan kota Jogja, radio komunitas, Bantul yang tetep ndeso, dll. Ada satu topik utama, yang tak tanggung-tanggung yaitu tentang nasionalisme - abot tenan (berat nian)!

Tapi begitulah Jogja. Kota ini meskipun tidak sedinamis Jakarta (dalam hal perputaran uang), tetapi wong Jogja selalu serius membahas sesuatu. Cerita dari Salim yang asli Banjarmasin-Kalsel dan Longginus dari Panai-Papua, sedikit banyak membuka mataku yang dibesarkan di Tanah Jawi.

Menurut Salim di Kalimantan Selatan, setiap 17-an tidak semeriah di Jawa. Kalau di Banjarmasin, karena ada arahan dari pemerintah, maka setiap tanggal 17 ada upacara di instansi maupun sekolah. Tapi hanya itu, tidak lebih. "Kalau di Jawa ini kan luar biasa kegiatannya. Malam hari 16 Agustusnya ada tirakat, lalu sebelumnya ada lomba-lomba, karnaval."
Di Kalimantan Selatan tidak begitu meriah, karena mungkin perjuangan bersenjata melawan Belanda hampir tidak terasa. Tidak ada pertempuran Bandung Lautan Api, Surabaya 10 Nopember, Pertempuran 5 Hari Semarang, Serangan Umum 1 Maret, Pertempuran 5 Hari di Solo. Maka wajar bila tidak meriah. Hal yang sama juga berlaku di Papua.

Banyak hal menarik dari diskusi ini, mulai dari soal anakronisme, historigrafi lokal, sumpah pemuda, kepahlawanan, dll. Tapi aku mau menarik satu pendapat dari Longginus, yaitu nasionalisme akan lebih bermakna ketika negeri ini bisa menyejahterakan masyarakat, para guru mendapat fasilitas yang baik, rakyat bisa sekolah dan mendapat jaminan kesehatan. Sepakat deh!

Pukul 19.30 WIB kami bubar dari café tersebut sambil membawa cita masing-masing.










dari kiri : Yugyas, Agus, Nasir, Putri, Eva, Bajoe, Salim, Longginus










Dari kiri : Yugyas, Longginus, Hairus Salim, Putri, Pipien, Bajoe
-------------------------------------------------
Sumber: Wikimu.com

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mantap. teruskan. Tanah rakyatmu mendukung pembangunan pendidikan Papua.

wah.....ajak2 dong kl diskusi begini. biar saya juga bisa bertambah wawasannya.

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut