Hitam Bersaudara yang Terlupakan

Jumat, November 09, 2007

Oleh: Aprila R. A. Wayar, SE*)



Saat ini tidak banyak dokumen ataupun data yang dapat diperoleh untuk dijadikan tolok ukur akan eksistensi grup musik asal Papua yang berjaya di era 1970-an hingga 1980-an. Namanya Black Brothers. Hal ini tentu berkaitan erat dengan undang-undang pers saat itu dimana lembaga atau media yang menyediakan informasi di Indonesia masih sangat terbatas. Ditambah lagi dengan sistem keamanan yang berlaku saat itu dimana Papua (baca: Irian Jaya) masih dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) yang entah sejak kapan diberlakukan dan baru dicabut pada tahun 1998 oleh Pemerintah Indonesia sehingga proses evakuasi grup ini keluar Indonesia nyaris tidak diketahui khalayak umum di Indonesia.

Data yang dapat diperoleh saat ini justru lebih banyak berasal dari luar Indonesia yaitu tempat-tempat atau negara-negara yang pernah menjadi tempat singgah grup ini. Hitam Bersaudara, begitulah bila Black Brothers diartikan secara harafiah. Hampir seluruh personilnya berasal dari Timur Indonesia yang berkulit gelap sehingga Grup Band ini menamai dirinya Black Brothers. Grup Band. Tak dapat dipungkiri Black Brothers telah menjadi grup legendaries dalam sejarah musik di Indonesia dan kepulauan Pasifik. Sampai hari ini Black Brothers masih menjadi sumber inspirasi bagi pemusik bukan hanya di Papua dan Kepulauan Pasifik, di Indonesia Grup Slank juga merilis kembali lagu-lagu Black Brothers. Musik dan lagu-lagu grup band ini menyentuh hati banyak orang di Pasifik termasuk Australia, Selandia Baru bahkan masyarakat Eropa.

Menurut tabloid mingguan Green Left Weekly dari Sidney, Black Brothers menggunakan musik dan lirik mereka untuk memperjuangkan hak-hak orang Papua melawan penindasan Indonesia.

Di beberapa kota besar di Pulau Jawa yang pernah disinggahi Black Brothers, harumnya nama grup musik ini masih dapat dirasakan hingga saat ini. Di Semarang misalnya, pemuda-pemudi saat itu berlomba-lomba mengkribokan rambutnya bila Black Brothers akan tampil di kota itu.

Pada tahun 1979 personil grup ini harus melarikan diri ke Papua New Guinea (PNG) karena dituduh oleh Pemerintah Indonesia mendukung Gerakan Papua Merdeka. Ketidakstabilan kondisi sosial politik di negara tetanggga ini selain juga kecurigaan akan campur tangan agen Indonesia membuat mereka harus pindah ke Belanda dan mendapatkan kewarganegaraan Belanda. Di Eropa, grup band ini melihat bahwa pertunjukkan tradisional justru lebih mendapat penghargaan. Mereka menggunakan nama Papua kemudian menyuarakan kebudayaan dan pengalaman mereka.

Seperti pepatah terlanjur basah ya sudah mandi saja sekalian, pada tahun 1983 dan 1984 mereka mulai membantu Organisasi Papua Merdeka (OPM) secara langsung karena kerinduan mereka akan Pasifik di Vanuatu. Mereka juga menyatakan kesediaan untuk menampung warga Papua yang tidak berorientasi pada faksi tertentu.

Dalam perjalanan ke Vanuatu, Black Brothers singgah di Sydney, mereka berpartisipasi dalam aksi yang dilakukan oleh sebuah kelompok di Australia yaitu “Frieds of Papua” dan mereka juga menyatakan rasa percaya bahwa Pasifik akan menjadi pendukung utama untuk Papua Barat.

Kepindahan mereka dari PNG ke Vanuatu berkat kerja tokoh penting dalam perjalanan Black Brothers yaitu Fred Korwa. Di sepanjang tahun 1970-an mereka dikenal sebagai grup musik rock ‘n roll tapi kemudian mereka beralih menjadi Papua-oriented setelah mereka mendapat ijin mengunjungi PNG lagi.

Di PNG mereka menjadi bintang, baik dari sisi musik maupun politik.
Terakhir mereka di Canberra Australia sejak tahun 1989.

Mereka pernah juga tampil di Melborne Univercity pada tahun 1991. Penampilan terakhir mereka yang masih bisa diperoleh datanya yaitu di Papua New Guinea pada tahun 2002 atas undangan dari pemerintahan setempat.

Agustinus Rumaropen, gitaris pada Grup Band ini berpulang ke rumah Bapa di Sorga pada tahun 16 Mei 2005 lalu dalam usia 52 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri Anthomina Rumaropen dengan dua putra, tiga putri dan dua cucu laki-laki. Ia adalah sosok yang dinamis dan pemerhati masalah kemanusiaan khususnya untuk Rakyat Papua.

Hingga saat ini belum ada data konkrit penyebab hengkangnya Black Brothers dari Indonesia. Grup Band beraliran pop, rock, funky blues (disco) yang banyak dipengaruhi Grup Santana ini kemudian lebih banyak mengambil bagian dalam Gerakan Papua Merdeka setelah dipaksa keluar dari Indonesia. Kaos dan rekaman lagu-lagu mereka tersebar cukup luas di Papua hingga saat ini.

Satu persatu personil Black Brothers yang sudah lanjut usia kembali ke pangkuan-Nya. Nasib yang hampir sama dengan salah satu lagu dalam albumnya “Pusara Tak Bernama”, Grup Band inipun hampir terlupakan diantara maraknya kemunculan Grup Band yang ada di Indonesia saat ini.

Selamat jalan Pahlawan Musik Indonesia, semoga indahnya alunan musik karyamu menjadi motivasi bagi generasi muda Papua dan Indonesia untuk membangun Papua dan Indonesia.

*) Alumni Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.
-----------------------------------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut