Bermimpi “Menjadi” Penulis?

Selasa, November 13, 2007

Oleh Longginus Pekey*

Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis di koran atau penulis buku, pekerjaan menulis itu mudah. Namun, pekerjaan menulis bukan sesuatu yang begitu saja turun dari langit atau dibawa sejak lahir. Akan tetapi membutuhkan latihan, seperti bayi yang sedang latihan berdiri dan berjalan, kadang terjatuh dan berdiri lagi kemudian melangkah satu dua langkah akhirnya bisa berdiri dan berjalan. Juga seperti belajar mengendarai sepeda, awalnya didorong kemudian mencoba menaiki walaupun kadang terjatuh, kemudian dengan motivasi yang tinggi bangkit lagi mengendarai sampai akhirnya bisa. Itulah kata-kata para penulis handal untuk memotivasi penulis pemula. Kata kuncinya adalah menulis itu proses.

Walaupun jatuh -- dalam arti naskah yang dikirim tidak dimuat media massa, karena tidak layak muat--kita harus bangkit lagi untuk terus menulis. Melalaui beberapa diskusi dengan beberapa penulis dan kolumnus, ternya mereka pun mengalami kegagalan. Tulisan mereka berupa artikel, opini dan cerpen pada awalnya sering sekali ditolak media massa. Barangkali penulis berbakat sehebat kelas caliber pun pernah mengalami hal semacam itu. Karena pekerjaan itu bukan sekedar menuliskan huruf dan angka berarti sudah selesai. Lebih dari itu, yang dimaksud adalah kemampuan menemukan ide dari fenomena sosial kemudian menuangkan ide dan gagasan dalam bahasa dan kalimat yang menarik dan mudah dipahami pembaca.

Ide itu Mahal
Apa yang ingin aku tulis? Sebagai pemula pertanyaan seperti itu sering muncul di benak. Saya hingga saat ini masih mengalami hal ini. Namun yang terpenting, memulai dari hal kecil yang ada di sekitar kita seperti mengisi buku harian, menulis peristiwa yang kita lihat dan rasakan ataupun peristiwa yang dirasakan penting dan menarik. Kalau sudah terbiasa akan sedikit membantu kita, kotak pandora akan semakin terbuka, kita akan semakin terbiasa.

Dengan berjalannya waktu diirirngi latihan apa yang kita impikan dapat tercapai sebagai hasil dari perjuangan jatuh dan bangun serta suka dan duka yang telah kita alami. Karena memang benar “yang menabur dengan cucuran air mata akan menuai dengan sorak-sorai”. Untuk itu serius dan bertekun dengan waktu adalah kata kuncinya, bila ingin medapat hasil baik!

Bila ide datang dan mendarat di benak, ada baiknya tuliskan segera di atas sepotong kertas, buku harian, agenda atau di komputer. Sebelum lenyap dari memori, berganti dengan ide baru. Karena sekecil apapun sebuah ide akan ada manfaanya. Sekecil apapun sebuah ide bisa mahal harganya. Siapa pernah sangka, JK Rowling, dengan idenya yang awalnya sederhana saja bisa menjadi milioner, setelah menjadi Novel, Harry Poter yang cukup terkenal itu. Idenya datang ketika berangkat dari Manchester menuju London, karena di kereta tidak ada kertas sesampai di Asrama, dia baru mulai menuliskan ide-ide (pencerahan) itu pada potongan-potongan tisu, kemudian dikemas dengan kalimat yang menarik/ Kemudian lahirlah karya besarnya itu. Atau juga belajar dari Pramodya Ananta Toer yang rajin membuat kliping, atau dari The Liang Gie, yang selalu menuliskan idenya pada potongan-potongan kertas yang di bawahnya. Masih banyak lagi yang lain dengan caranya masing-masing. Namun yang jelas, mereka adalah teladan.

Mengisi Energi
Seorang penulis, terutama bagi pemula harus memiliki kreativitas untuk mengembangkan wawasan dan energi untuk mempertahankan gairah menulis. Mungkin, selain banyak membaca dan berdiskusi, barangkali sangat penting untuk menyempatkan waktu mengunjungi perpustakaan dan toko buku, membuat dokumentasi, seperti kliping pribadi, serta aktif mendengar dan nonton berita di media massa eletronik maupun membaca Koran atau majalah. Hal itu penting agar terus memberikan energi untuk menulis dengan ide-ide baru.

Memang harus seperti itu tugas seorang penulis, sebagai pemburu informasi. Kalau tidak, di era persaingan ini kita bakalan tertinggal. Artinya menjadi seorang penulis harus bersaing dengan dirinya sendiri. Barangkali melawan kejenuhan yang membuat kita malas. Kejenuhan itu bisa disiasati sendiri, mungkin dengan menonton film, bersepeda, membakar sampah, bermain sepak bola, dan kegiatan lainnya sesuai dengan kegemaran yang kita miliki.

Keraguan
Ketika tulisan sudah jadi dan siap dikirimkan ke media massa, keraguan kadang datang di benak. Paling sering dialami kita yang pemula. Mungkin, karena takut, malu dikritik. Barang kali, dikata bahasanya kurang ilmiah, atau tulisan kita tidak kontesktual. Hal seperti itu tidak perlu dipikirkan. Justru akan bermakna positif bila kritik dan ketakutan itu kita maknai sebagai kekuatan dalam proses belajar dan lebih tekun berlatih.

Keraguan juga sering muncul ketika pikiran kita dibayangi oleh ketakutan bahwa artikel, opini, cerpen kita ditolak oleh media massa. Pikiran itu memang seperti hantu, sehingga membuat kita tidak percaya diri, barang kali takut ditolak itu karena merasa kalimat kita tidak bagus atau tidak menarik dalam menguraikan ide dan gagasan. Ketika menjelang deadline atau setelah tulisan sudah jadi ada keraguan untuk dikirim ke media massa, kemudian hanya dimasukan ke dalam keranjang sampah.

Untuk itu, artikel, opini, dan cerpen dimuat atau tidak yang terpenting kita sudah berusaha untuk mengirimnya. Tidak harus merasa rugi, karena sudah tentu menambah poin tersendiri dalam proses latihan. Maka, pada saat seperti ini kesabaran itu paling utama. Tidak ada kata menyerah, harus teruslah dicoba “bukankah obat itu ketika dikunya pahit rasanya, tetapi akan menyembuhkan.” Dan yang penting adalah “semua itu akan indah pada tempatnya dan pada saatnya, karena semua yang ada di dunia ini benar dan baik adanya”.

*Ketua Komunitas Pendidikan Papua. Sebagai penulis pemula saat ini mengelolah dan aktif menukis majalah ini (Selangkah). Tulisannya sering dimuat di SKH Kedaulatan Rekyat Yogyakarta, SKH Kompas Jogja, Rubric Akademia, Majalah Dinas Pendikan DIY “Candra” dan Majalah Kampus Sanata Dharma, Yogyakarta “NATAS”.
-----------------------------------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut