PESERTA DIDIK BUKANLAH MINIATUR MINI: Sebuah Refleksi Alumni

Kamis, September 20, 2007

Trikurniwan dan Sinyo Fernandez*)

Perkembangan pendidikan sangatlah berkaitan erat antara pendidik dan yang di didik. Apabila kita menginginkan pendidikan di daerah kita maju, maka kedua pihak perlu dipersiapkajn secara matang. Antara pendidik dan yang dididik mempunyai hubungan timbal balik. Contoh, bila pendidiknya ada sedangkan yang dididik tidak ada, mungkinkah proses belajar itu berlangsung? Atau pun sebaliknya orang yang dididik ada sedangkan pendidiknya tidak ada, mungkinkah pula proses pendidikan itu berjalan? Pendidik adalah ibarat sebuah lesung, sedangkan yang mendidik adalah sebuah alu. Jika kedua benda ini terpisah satu sama lain maka tidak ada proses yang dapat berlangsung. Tetapi bila mereka bertemu maka akan terjadi sebuah proses yang disebut dengan pendidikan.

Terlepas dari permasalan di atas, sebagai seorang pendidik/guru haruslah mampu mendampingi siswa untuk menerima pengatahuan baru. Dalam pendampingan siswa di sekolah, guru perlu memperhatikan pula kode etik pengajaran yang mereka peroleh selama mereka dididik untuk menjadi seorang pendidik. Artinya didaktik dan metodik itu perlu diterapkan dalam pembelajaran (membuat siswa belajar). Sebab, siswa yang menerima pengetahuan atau ilmu dari guru adalah “manusia” yang memiliki kemampuan yang unik dan berbeda-beda dalam memahami dan mencerna apa yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran di kelas, kiranya siswa dipandang sebagai subjek. Bukan sebuah objek yang dapat mentransfer pengetahuan sesuka pengajarnya seperti bank. Kalau siswa dianggap obyek berarati tidak akan terjadi proses pendidikan manusiawi atau istilah kerennya humanisasi.

Dalam pembelajaran, perlu diperhatikaan hal-hal apa saja yang diharapkan oleh siswa. Guru harus jeli dalam menggunakan metode yang tepat bagi siswa-siswanya, baik itu sistem pengajarannya, sosialisasi awal ketika akan memulai pelajaranya dan masih banyak hal lain lagi. Kami rasa guru tersebut lebih mengetahui, sebab mereka sudah mendapatkan pengetahuan ketika mereka dididik menjadi seorang pendidik. Yang dimaksudkan bukan meteri yang akan diberikan melainkan model pengajaran.

Sedikit menyampaikan apa yang dibutuhkan atau diharapkan oleh siswa ketika guru tersebut mengajar. “Ini demi kemajuan pendidikan di daerah kita”. Seorang guru yang diharapkan oleh siswa adalah guru yang mengerti dengan siswa tersebut. Kiranya guru tersebut memahami keadaan psikologi sebab dengan begitu akan terbangun suatu komunikasi yang akrab dan harmonis yang merupakan penunjang terselenggarankanya sebuah pengajaran yang dimanis. Siswa akan bersemangat apabila gurunya menyenangkan, sesulit apapun ilmu yang akan diberikan. Mereka akan senang untuk menerimanya, mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memahami apa yang diberikan guru tersebut. Dapat dikatakan pula kesan pertama mempunyai pengaruh yang besar bagi guru dan anak yang dididiknya untuk kelanjutan proses pembelajaran di dalam kelas.

Sebagai contoh, seorang guru yang baru pertama kali masuk ke sebuah kelas, ia langung membentak-bentak mengatakan kelas itu kotor, siswa-siswanya tidak siap menerima pelajaran dan selalu saja ada yang salah dari awal pelajaran sampai pelajaran itu berakhir. Kesan seperti inilah yang membuat siswa menjadi malas untuk mengikuti pelajaran dari guru tersebut. Seandainya saja siswanya berani mereka akan memprotes ke pihak sekolah untuk menggatikan guru tersebut. Ini selalu terjadi ketika kami masih duduk di bangku SMA. Namun kami hanya diam karena takut.

Lain halnya dengan seorang guru ketika pertama kali ia masuk ke kelas ia langsung melemparkan senyum dan dengan suara yang lemah lembut ia menyapa kelas tersebut dan ada variasi dalam pembelajaran pengajaran yang ia berikan bagi siswanya. Dengan begitu maka siswa lebih mudah memahami apa yang ingin ia sampaikan atau ajarkan. Cara seperti ini akan membuat siswa merasa nyaman berada dalam kelas. Seandainya saja dua jam telah dilewati seakan hanya semenit. Siswa pun akan semakin tertarik dan menanti-nantikan guru itu untuk masuk kembali ke kelas mereka. Masih banyak contoh lain yang dapat kita lihat secara langsung pada teman-teman kita, saudara atau bahkan kita sendiri pernah merasakannya, (terlibat secara aktif dalam proses pendidikan di sebuah sekolah).

Harapan dari setiap siswa, guru yang akan mengajarnya nanti sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Tetapi tidak semua guru di dalam satu sekolah disenangi oleh siswa-siswanya. Ini bisa dilihat pula pada kedekatan mereka ketika berada di dalam maupun di luar kelas. Ada guru yang dianggap baik (sangat baik) bila guru tersebut memberikan nilai tinggi pada siswa tersebut sesuai dengan bidang studi yang diajarkan guru itu. Seandainya nilai itu sesuai dengan kemampuan siswa tersebut tidaklah masalah tetapi yang sering terjadi malah sebaliknya. Karena “keakraban”, nilai pun bisa manipulasi. Hal seperti inilah yang membuat mental-mental anak yang dididik menjadi “rusak”.

Mendidik bukan berarti membodohi, karena berbekal keakraban apapun dihalalkan. Guru dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan ketika akan menilai kemampuan anak didiknya. Hal lain lagi, cara seperti ini bukanlah mendidik tapi mengajarkannya untuk menjadi malas. Guru harus dapat membedakan mana yang baik dan tidak untuk siswanya. Situasi di dalan dan di luar kelas sangatlah berbeda tapi bukan berarti guru melepas tanggung jawab ketika siswanya berada di luar sekolah. Akan lebih baik guru pun memperhatikan perilaku anak didiknya di luar sekolah dengan begitu tidak semata-mata teori saja yang diberikan di dalam sekolah tetapi moral dan mental anak didik pun dibentuk. Jadilah “sahabat” mereka!

Siswa selalu merasa bahwa guru merupakan gudang ilmu pengetahuan. Setiap siswa selalu mempunyai rasa ingin tahu akan hal-hal yang dianggapnya baru dan selalu mengganggu pikiran mereka baik itu menyangkut pengetahuan yang diberikan maupun kaitannya dengan hal-hal lain. Nah, guru harus mempunyai sumber yang memadai sebelum masuk mengajar di kelas. Perlu diperhatikan setiap pertanyaan yang diberikan siswa, sebab pertanyaan itu sangat berati bagi mereka dan merupakan langkah awal untuk mengetahui lebih lanjut tentang suatu hal. Mereka pun mengharapkan bahwa jawaban yang akan mereka dapatkan memuaskan hati. Guru akan lebih baik jangan mengatakan tidak tahu ketika diajukan pertanyaan, kalau memang guru itu tidak mengetahui jawabannya, berikan pernyataan yang menyenangkan siswanya agar mereka semakin terpacu untuk lebih….dan lebih mengetahui lagi.

Hal terakhir yang ingi kami sampaikan, bahwa peserta didik bukanlah miniatur mini sebagai bahan percobaan. Apa yang mereka dapatkan selama di bangku pendidikan merupakan bekal untuk masa depan mereka kelak. Didiklah agar mereka siap menghidupi kehidupan ini. Kerana kata orang, hidup adalah pilihan, sekali kita memilih berarti kita siap menerima konsekuensinya.

*)Mahasiswa Atma Jaya Yogyakarta dan Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.
------------------------------------
Sumber: Majalah SELANGKAH

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut