Pengembangan Prestasi Belajar di Papua

Sabtu, Agustus 04, 2007

Oleh Gemma Holliani Cahya *)

Konsep pelajar yang akan saya ketengahkan pada tulisan ini adalah tentang pelajar yang tengah mengenyam pendidikan di bangku SMA di Papua. Saya sengaja memfokuskan tulisan saya dengan memilih pelajar SMA, karena lingkungan inilah yang paling dekat dengan saya. Saya bisa lebih leluasa melihat dan ‘memakai’ teman-teman dan diri saya sendiri sebagai bahan pengamatan tulisan saya ini.
Pelajar SMA, rata-rata adalah mereka yang jiwa dan usianya masih remaja. Remaja adalah sekumpulan orang yang tidak bisa disebut lagi sebagai anak-anak, tepai juga belum bisa disebut dewasa. Ketidakjelasan status remaja itu, mungkin bukanlah masalah besar bagi remaja pada umumnya. Tetapi menurut saya ketidakjelasan ini bisa berdampak pada pilihan-pilihan yang muncul nantinya. Masa remaja adalah masa peralihan dari masak anak-anak ke masa dewasa. Masa ini adalah masa yang menyenangkan. Namun, melewati masa remaja dan menyelesaikannya dengan selamat, bukanlah hal yang mudah, karena ada banyak pilihan yang muncul dan jika tidak salah pilih dapat membawa remaja kepada kehancuran. Seks bebas, tawuran, alkohol, narkoba, hanyalah beberapa dari banyak pilihan yang muncul bagi para remaja. Salah pilih, berakibat fatal bagi masa depan.

Remaja dan Prestasi
Remaja, pelajar dan prestasi punya keterkaitan yang erat. Mungkin bagi teman saya, mendapat nilai 8 dalam ulangan harian untuk mata pelajaran Kimia itu biasa. Sementara teman saya mendapat 8, saya mendapat nilai 3 untuk ulangan harian dengan mata pelajaran yang sama. Saya tahu 3 bukanlah nilai yang baik, maka saya belajar lebih keras untuk ulangan selanjutnya, dan di ulangan selanjutnya saya mendapat nilai 5. Mungkin 5 juga bukanlah nilai yang cukup memuaskan, mungkin saya merasa sia-sia belajar. Tetapi, yang saya lakukan itu adalah prestasi. Saya sudah berusaha untuk menaikkan nilai saya dari 3 menjadi 5. Bukan masalah berapa nilai yang saya capai, tetapi masalahnya adalah proses saya untuk mendapatkan nilai itu. Ini hanya contoh kecil yang mungkin sering kita temui di sekolah. Tetapi, prestasi itu bukan harus dalam hal-hal yang besar kan? Kita tidak harus menjadi Alberth Einsstein atau Mozart atau Yohanes Surya dulu baru namanya prestasi. Prestasi itu sering kali dianggap sebagai sebuah hasil yang gilang-gemilang, yang didapatkan setelah kerja keras, namun bagi saya, menjadi sebuah pribadi yang tiap harinya selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, itulah yang dinamakan dengan prestasi.

Setiap orang punya bakat, saya percaya hal itu. Dalam bukunya yang berjudul The 7 Habits of Higly Effective Teens, Sean Covey mencoba menjelaskan tentang bakat menurut paradigmanya, “kenapa siha kalau kita bicara soal talenta, yang kita bayangkan adalah talenta-talenta tinggi yang ‘tradisional’, seperti atlit, menari, atau sarjana yang meraih penghargaan? Sebenarnya talenta itu banyak ragamnya. Jangan berpikir sempit dong. Mungkin kamu senang membaca, menulis, atau berbicara. Mungkin kamu punya keterampilan berorganisasi, main musik atau memimpin. Tidak menjadi soal apapun talentamu, entah main catur, main drama, koleksi kupu-kupu, kalau kamu melakukan sesuatu yang senang kamu lakukan dan punya talentanya – sungguhnya menyenangkan lho. Itu semacam ekspresi diri. Itu membangun diri.” Ada banyak pelajar Papua yang memilih menyimpan talentanya dalam kamar, dalam laci, dalam kamar mandi, ketimbang mengembangkannya. Sayapun pernah mengalaminya, mungkin itu semacam sindrom dalam mengembangkan bakat pada remaja. Manurut saya kekonyolan itu seharusnya tidak ada dalam diri remaja, yang (konon) menyukai tantangan dah hal haru. Remaja mempunyai lebih banyak ruang yang belum terisi dalam dirinya untuk mengembangkan prestasinya dalam bidang apapun yang dia inginkan. Rasanya sayang sekali kalau remaja hanya dipakai untuk menyimpan bakat, bukan malahan mengembangkannya.

Sebagai seorang pelajar SMA, kita punya hak untuk masa bodoh dan tidak mau ambil pusing dengan mencari bakat dan mengembangkan prestasi kita. Tetapi, kita seharusnya paham bahwa dalam era globalisasi, masyarakat akan lebih membutuhkan mereka yang mampu, berkulatias dan berprestasi dalam bidangnya, dan orang-orang itu, adalah kita para remaja ini. Jika bukan kita yang memulai untuk berprestasi, maka Papua sampai sepanjang segala abadpun tetap saja akan kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas. Jangan ambil kemungkinan terburuk untuk kemudian, kita hanya akan menjadi benalu dalam komunitas kehidupan masyarakat, karena tidak berprestasi dan tidak berkualitas, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa bagi masyarakat.

Kompetisi dan Kompetensi
Menjadi pelajar yang berkompeten dalam bidangnya, berarti berani berkompetisi dengan sesama yang mungkin lebih berpengalaman, lebih cerdas, lebih kompeten, lebih bagus dan banyak kelebihan lainnya. Semua itu adalah sebuah seleksi untuk menemukan yang paling berkompeten dalam bidangnya. Mungkin kita bukan yang paling berkompeten, mungkin kita bukan yang paling pintar, namun dengan terus bersaing dan berusaha, kemampuan kita akan terus menerus diasah, dan kita akan menjadi lebih baik dari kita yang dulu. Itulah hakikat prestasi, menjadi pribadi yang tiap harinya selalu menjadi lebih baik ketimbang pribadinya yang dahulu.

Tuhan menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk memilah-milah dan memilih-milih mana yang benar dan mana yang salah. Berikut ini akan saya paparkan beberapa hambatan yang terjadi dalam pengembangan prestasi pelajar, yang sering saya dan pelajar lain alami. Hati nurani sangat penting perannya dalam menghadapi hambatan-hambatan ini.
Saya membagi hambatan yang dapat menganggu pelajar dalam mengembangkan prestasinya dalam dua hal pokok yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri kita sendiri, sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang muncul dari luar diri kita.

Hambatan Internal Pengembangan Prestasi Remaja
Tidak percaya diri adalah salah satu hambatan internal yang sering ditemui para pejalar. Terkadang kita berpikiran negatif pada diri kita sendiri, dengan menyangsikan kebiasaan kita sendiri. Pikiran-pikiran negatif itu sering muncul di benak kita, bagaimana kalau salah kalah? Bagaimana kalau mereka menertawakan saya? Bagaimana kalau si A yang lebih berpengalaman di bidang ini daripada saya? Ada 1001 alasan di benak kita yang dapat membuat kita tidak mempercayai diri kita sendiri. Padahal kita hanya bisa kalau kita percaya kita bisa. Ketakutan untuk mencoba, ketakutan untuk mengambil resiko kalah, ketakutan untuk bersaing, ketakutan akan tantangan, dan semua ketakutan lainnya adalah hambatan yang didasari oleh rasa tidak percaya diri.

Saya tidak pernah lupa saat saya mendaftarkan diri dalam Festival Lagu-lagu Rohani dua tahun lalu, dan beberapa hari kemudian mengundurkan diri dari lomba itu (padahal saya sudah membeli kaset untuk latihan), hanya karena takut berkompetisi dengan anak-anak lain. Apa akibatnya? Saya kehilangan satu kesempatan baik untuk bersaing dan berprestasi yang sering dihindari, dan itu membuat kita kehilangan satu kesempatan untuk berpretasi. Mungkin akhirnya kita tidak menjadi juara, mungkin tidak ada orang yang memberikan ucapan selamat pada kita, mungkin bahkan sebenarnya tidak ada yang mau peduli kita menang atau tidak.

Namun yang jelas kita sudah menang, menang telah melawan ketatukan kita sendiri, karena menang berarti bangkit lagi setipa kali kamu gagal. Steve Smith, seorang astronot, seperti yang saya kutip dalam buku Taste Berries for Teens mengatakan sesuatu tentang kehidupan, dan pengembangan prestasi, “seperti halnya belajar jalan atau naik sepeda, kita harus terus belajar sampai kita tidak jatuh lagi.” Kalau kamu pernah atau sedang mengalami kegagalan, percaya pada saya, kamu bukan orang yang pertama dan satu-satunya yang mengalaminya di dunia ini. Jadi, tetaplah simpan bakatmu dalam laci, jika kmu kalah dan terlalu tidak percaya diri untuk menunjukkannya, percayalah kkmu pasti tidak akan pernah mengalami resiko untuk kalah, tetapi kamu juga tidak akan pernah menang, dan tidak berkembang. Saya menyukai cara Shakespeare mengungkapkan hal tersebut, “kebimbangan kita adalah pengkhianat kita, yang sering kali membuat kita kehilangan peluang menang karena takut mencobanya.”

Kemalasan adalah hambatan internal yang kedua. Ayah saya pernah berkata kepada saya bahwa orang malas tidak pernah berhasil, saya saya percaya kata-kata beliau. Hanya orang rajin yang dapat membuat prestasinya terus berkembang. untuk apa Tuhan memberikan kita bakat kalau pada akhirnya untuk mengembangkannya saja kita tidak mau. Kemalasan itu akar dari kehancuran, toh kita kan masih muda, jadi santai sajalah, kerjakahlah hal-hal yang menyenangkan seperti tidur berlebihan, makan berlebihan, bergosip tentang anak yang tidak kamu sukai, atau hal-hal lain. Kita bisa saja berpikir demikian, kita bisa saja memilih hal-hal lain yang tidak menghabiskan banyak tenaga. Tetapi, prestasi hanya bisa dikembangkan dengan perjuangan yang keras, pengolahan bakat yang terus-menerus dan semua kerja keras lainnya. Dalam wawancaranya dengan Edy Zaques, di dalam buku Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah Billi PS Liem berkata “99% kerja keras dan 1% keberuntungan.” Demikian juga dengan prestasi. Jangan pernah berharap prestasi kita akan berkembang jika kita hanya duduk manis, dan mengharapkan 1% keberuntungan yang kita punya tanpa berbuat apa-apa, karena itu tidak lebih dari memasang nomor togel. Hanya pelajar konyol yang mempertaruhkan prestasinya pada 1% keberuntungan itu, tanpa pernah melakukan 99% kerja keras itu. Kesuksesan hanya datang pada orang yang mau bekerja keras.

Hambatan internal ketiga, menurut saya sering terjadi adalah merasa diri bisa melakukan sendirian, dan seolah-olah tidak butuh orang lain. Saat pelajaran PPKn kita sering mendengar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Hellen Keller berkata, “sendirian, begitu sedikit yang bisa kita perbuat; bersama-sama begitu banyak yang bisa kita perbuat”. Untuk mengembangkan prestasi secara optimal, kita setidaknya hasus belajar banyak hal lain yang melibatkan orang lain. Di Papua, ada banyak keberagaman yang kita kenal, baik suku, agama, warna kulit, bakat, dan banyak hal lainnya. Hal ini harusnya kita manfaatkan dengan baik untuk mengembangkan prestasi kita. J. Drost dalam bukunya Menjadi Pribadi Dewasa dan Mandiri, menjelaskan keterkaitan di atas dengan kalimat, menjadi manusia demi manusia lain. Ini adalah level yang cukup tinggi dimana kita sudah diharapkan cakap, kompeten, dewasa dan sadar akan hak-hak orang lain, sehingga mampu dan sanggup menjadi manusia demi manusia lain.

Hambatan Eksternal Pengembangan Prestasi Remaja
Lingkungan di sekitar kita, merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan kita dalam mengembangkan prestasi. Ini adalah hambatan eksternal pertama yang ingin saya sampaikan. Tidak seorangpun di dunia ini yang berharap dilahirkan dengan keluarga yang berantakan, seorang ayah yang suka main perempuan, atau ibu yang baru pulang kalau sudah tengah malam, tetangga yang suka mabuk-mabukan sampai dini hari, kakak yang suka berjudi, dan banyak hal buruk lainnya yang terjadi di sekitar kita.

Hal di atas bukan ilustrasi belaka. Ini adalah sebuah kenyataan. Ada banyak remaja dan pelajar di Papua yang hidup di daerah seperti ini. Walaupun ada yang selamat dan bertahan dalam lingkungan bobrok, lingkungan seperti itu sangat mempengaruhi jiwa dan kepribadian seseorang. Ada banyak remaja dan pelajar di Papua yang hidup di daerah seperti ini. Walaupun ada yang selamat dan bertahan dalam lingkungan bobrok, lingkungan seperti ini sangat mempengaruhi jiwa dan kepribadian seseorang.

Ada banyak pelajar yang hancur di lingkungan seperti ini, “sudahlah keluargamu sudah berantakan semuanya, tidak ada yang bisa diperbaiki, begitu juga kamu, hancurkah dirimu sekarang, minumlah alkohol bersama teman-temanmu, merokoklah sepuasmu, sekoalh itu tidak penting, kau tdaik akan mendapatkan apa-apa di sekolah, toh guru-guru sudah mencapmu berandalan. Hancurkan saja dirimu. Tidak ada lagi harapan.” Mungkin itu bsia menjadi alasan yang kuat untuk tidak mengembangkan prestasi kita. Namun, apakah kita tidak berani keluar dari lingkaran itu?

Mungkin kita akan diolok-olok oleh teman, ditertawakan saudara. Tetapi apakah kita tidak berhak meraih prestasi kita? Apakah kita harus turut hancur bersama mereka? Kita semua berhak dalam bidang apapun di dunia ini, tinggal bagaimana kita mengembangkannya saja. Kalau tidak ada seorangpun di lingkungan kita yang bisa mendukung kita dalam mengembangkan prestsai, maka kita harus mencari orang yang bisa membantu mengembangkan prestasi kita. Di luar sana ada banyak orang yang bisa membantu kita mengembangkan prestasi, jangan malu untuk mencari tahu dan bertanya tentang hal yang kamu minati dan bagaimana cara mengembangkannya. Kita harus berani keluar dari lingkaran pengaruh lingkungan itu secara bertahap, toh kita punya cara sendiri untuk hidup yang lebih baik, dan cara kita bukan seperti cara mereka, yang hidup berantakan itu. Fokuskan pikiran kita pada apa yang ingin kita capai, bergaullah dengan teman-teman yang bisa membantu kita mengembangkan prestasi kita, jangan pernah menyerah!

Pada saat inilah, seharusnya para orang tua, guru, pemuda agama bertindak, inilah saatnya bertindak demi generasi penerus anda. Tindakan itu tidak melulu dalam bentuk uang. Saya tidak pernah lupa saat seorang guru saya memberikan sebuah foto kepada saya, dengan sebuah tulisan di belakangnya, “kamu terus menulis ya! Pokoknya kalau cerpenmu sudah masuk ke sebuah majalah, atau sudah menerbitkan novel, kamu harus mengirimkannya pada saya.” Sederhanak bukan? Mungkin bahkan guru saya itu sudah lupa apa yang ditulisnya. Tetapi dampak tulisan pendeknya pada saya itu sangat besar. Saya menjadi merasa bahwa ternyata ada orang lain yang percaya bahwa saya bisa melakukan hal-hal yang saya impikan. Bukan hanya saya, remaja-remaja lainpun akan senang bila merasa ada orang yang peduli pada apa yang dia lakukan, pada apa yang dia ingin capai. Itu dukungan yang sangat membantu, apalagi bagi remaja yang tinggal di lingkungan yang tidak mendukung pengembangan prestasinya.

Kompetisi, secara formal maupun informal sangat dibutuhkan bagi para pelajar, untuk merangsang keinginannya agar terus mengembangkan prestasinya dan menjadi yang terbaik. Semakin banyak kompetisi yang diadakan maka semakin banyak minat pelajar yang mau menjajal kemampuannya dalam bidang yang dikompetisikan. Jika ada lima saja organisasi yang peduli, serius, mau dan mampu iktu serta dalam pengembangan prestasi pelajar di kota Nabire ini, maka bukan tidak mungkin akan ada banyak anak yang lebih terasah bakat dan kemampuannya. Kucuran dana dari pemerintah maupun dari pihak-pihak yang terkait bagi pengembangan prestasi remaja, sebaiknya lebih ditanggapi serius. Kekurangan wadah pengembangan prestasi, kurang lengkapnya sarana dan prasana, kurangnya para pengajar ahli, juga dapat menghambat berkembangnya prestasi pelajar.

Solusi Mengatasi Hambatan-hambatan Pengembangan Prestasi Remaja
Semua hambatan internal, asalnya dari dalam diri kita. Hanya kita sajalah yang bisa menanamkan dalam-dalam rasa percaya diri kita, daya juang kita, dan sikap kita pada sesama. Kita hanya bisa kalau kita pikir kita bisa. Jadi, jangan mau berlabuh di teluk yang tenang saja, melainkan carilah tantangan baru. Kamu akan menjadi nahkoda yang handal dan cakap apabila kamu terbiasa menghadapi banyak macam angin keras dan menantang perahumu, dan berhasil menaklukkannya. Sebaliknya akan menjadi seorang nahkoda yang linglung apabila membenci tentang ombak badai dan hanysa suka hal-hal yang indah, di teuk yang permai bersama angin pantai yang sepoi-sepoi yang membuat kita terlenadalam kepuasan semu. Pelajar hanya ingin mengikuti suatu kompetisi, bila resiko untuk dirinya mengalami kekalahan itu kecil. Hanya mau berlabuh di teluk yang tenang, hanya akan membuat kita tidak mahir membawa perahu kita. Namun bila kita berani membawa perahu kita ketempat yang banyak ombaknya, maka kita akan semakin mahir membawa perahu.

Berkompetisilah dengan siapapun dalam bidang apapun selagi masih muda, semakin dewasa pada akhirnya kita semakin tahu mana yang mana bidang yang cocok dengan diri kita, dan mana yang tidak. Buang jauh-jauh rasa malasmu, karena tidak ada yang bisa dipetik dari kemalasan.

Bila kita menyerahkan semua hasil yang kita perjuangkan hanya untuk lebih besarnya kemuliaan Tuhan, maka apa pun hasilnya akan membuat kita lebih berhaga tiap harinya. Mungkin ini susah, tapi ini benar-benar bisa membantu kita, untuk lebih peduli pada sesama, karena apa pun yang kita lakukan bagi siapa pun, kita melakukannya untuk Tuhan.

Hambatan eksternal adalah hambatan yang datangnya dari luar diri kita. Untuk mengatasi hambatan seperti ini, seharusnya para orang tua dan pemerintah lebih pedulu pada pengembangan prestasi pelajar. Apakah pemerintah dan organisasi-organisasi lain masih punya hati, dan waktu untuk generasi muda Papua ini? Ataukah begitu masalah yang terjadi di negara kita ini membuat kita bahwa sebenarnya beberapa tahun lagi, generasi muda inilah yang akan menjadi pelaku pembangunan, bahkan akan memimpin negara ini. Apakah kita mau generasi muda ini, hanya bisa mengembangkan bakatnya dalam korupsi, kolusi dan nepotisme, seperti para pejabat itu? tentu tidak.

Demikian rangkaian tulisan saya tentang pengembangan prestasi pada diri pelajar. Semoga tulisan sederhana saya ini dapat sedikit membantu pihak untuk peduli pada pengembangan remaja pada diri para pelajar, dan tentu saja bagi kaum pelajar itu sendiri. Bagi seluruh pelajar di Papua, selamat mengembangkan prestasimu teman. Kalian tidak sendirian!

*) Siswa Kelas III IPA Spica de Rexford
Kolese Le Cocq d’Armandville, SMU Adhi Luhur Nabire, Papua tahun 2005


Catatan: Tulisan ini telah memenangkan lomba mengarang tingkat SMA se kabupaten Nabire Papua pada tahun 2005. Dipublikasikan di blog ini karena ide dari tulisan ini terus akan televan sampai kapanpun.

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut