Pendidikan Gratis Solusi Masa Depan Anak Papua

Sabtu, Agustus 25, 2007

Oleh Octovianus Takimai*)

Beberapa anak Papua usia sekolah terlihat sibuk memungut ikan yang tercecer ketika dipindahkan nelayan dari kapal-kapal ikan ke keranjang yang siap dibawa ke pasar. Ikan yang dipungut dan dikumpulkan anak-anak tersebut sebagian di jual ke pasar sebagian lagi untuk dimakan. Orang tua (Ayah) mereka pada umumnya adalah buruh nelayan dengan penghasilan Rp. 600.000/bulan; ini adalah gambaran keseharian di Pantai Klademak Dua (2) Sorong yang di angkat pada halaman Pertama Harian KOMPAS Jumat, 27 April 2007.

Mungkin akan terasa janggal di telinga kita mendengar hal serupa, Pertama karena pribumi Papua bekerja memungut ceceran ikan, terlebih keterlibatan mereka yang masih anak usia sekolah, fenomena ini merupakan ciri khas daerah-daerah miskin/kantong-kantong kemiskinan, apakah hal tersebut terjadi karena kemiskinan semata? Lalu apa hubungan-nya dengan pendidikan anak Papua yang tugas utamanya adalah belajar dan beraktivitas yang diarahkan pada sesuatu yang sifat-nya mendukung masa depan.

Kedua, Dalam tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sorong menempati urutan kedua terbesar setelah Timika, tetapi bukan rahasia umum jika angka-angka itu hanya simbol yang dampak langsungnya minim dalam sektor masuk dalam kategori Hak Asasi Manusia (HAM) seperti, hak hidup, hak mendapat pendidikan, dst.

Masa Depan Anak-anak Papua
Banyak pemerhati anak mengatakan bahwa mereka (anak-anak) adalah masa depan, menciptakan masa depan, atau masa depan dapat dibayangkan dari keadaan anak-anak saat ini.

Cerita pembuka di awal tentang anak-anak di Klademak Dua secara jumlah memang kalah dibanding anak-anak Papua di daerah lainya, tetapi potret mereka mewakili satu sisi kehidupan yang tidak dapat dianggap remeh.

Mereka adalah anak-anak Papua yang mempunyai hak yang sama dengan anak-anak lainnya di Indonesia bahkan dunia, apa yang dilakukan oleh mereka adalah untuk hidup, menggantikan peran orang tua yang kian terjepit oleh penghasilan yang tidak bertambah sementara kehidupan yang makin mahal.

Tugas utama mereka seharusnya adalah belajar yang banyak, karena posisi mereka sebagai generasi penerus, memang ada juga pandangan bahwa dengan itu mereka belajar realitas sehingga kemudian makin kritis, sepintas hal itu ada benarnya juga, tetapi kita tidak dapat menutup mata terhadap tuntutan perubahan jaman, yang juga menuntut penguasaan pendidikan formal, dan ketrampilan aplikasi lainya.

Ada banyak hal yang menyebabkan sorang anak putus sekolah, secara umum bersumber dari dua faktor yakni intern dan ekstern, dalam banyak kasus pula ditemukan hubungan antara kedua faktor ini mengakibatkan putus sekolah. Faktor intern diakibatkan oleh pertimbangan subjektif yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh biaya, dalam kasus ini seperti karena faktor budaya yang membatasi kemauan sekolah, pada umumnya menimpa perempuan dalam lingkungan yang memegang teguh budaya, persoalan ini terus berkurang

Faktor eksternal adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh lingkungan luar, di dalamnya termasuk besarnya biaya pendidikan, yang berujung pada ketidakmampuan pihak pembiaya (orang tua, wali maupun anak sendiri) dalam membayar, yang mengharuskan anak putus sekolah. Kasus seperti ini belakangan jumlah-nya terus meningkat, tidak saja menjadi fenomena di Papua tetapi juga di kota lain di Indonesia.

Putus Sekolah Tidak Seharusnya Terjadi
Melihat kasus putus sekolah-nya anak anak usia sekolah di tanah Papua, merupakan sebuah fenomena yang seharusnya tidak terjadi, jika pemerintah dengan cermat melihat bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendesak untuk masa depan lebih dari itu pendidikan sebagai Hak asasi manusia.

Sebagai Hak Asasi Manusia pendidikan seharusnya menjadi kewajiban pemerintah, tidak soal siapa yang menjadi Bupati, Gubernur ataupun Presiden, jika itu tidak terjadi maka secara terbuka pemerintah telah melanggar HAM, pemenuhan hak pendidikan tidak hanya dalam penyediaan sarana pendidikan dan guru.

Dalam kasus seperti putus sekolah di Papua saat ini, jalan keluar yang paling mungkin adalah pendidikan anak Papua harus gratis, pendidikan gratis di dalamnya termasuk penyediaan segalah fasilitas pendidikan seperti, seragam, alat tulis, sarana pendidikan lainya, solusi ini akan menurunkan tingkat putus sekolah karena alasan faktor eksternal, di harapkan ke depan tidak ada lagi alasan bagi anak Papua untuk tidak sekolah.

Pemerintah harus meng-inisiasi keadaan ini, jika yang diharapkan saat ini adalah pendidikan gratis berarti diperlukan dana yang cukup besar untuk pembiayaan, bahkan jika pemerintah-nya baik Provinsi ataupun daerah Pro-pendidikan maka APBD yang dialokasikan minimal dapat berkisar 30% tiap tahun, dan pengalokasian ini musti di kontrol oleh masyarakat melalui LSM atau Pengawas Independen dan juga DPR, kontrol ini dalam rangka meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan dan masa depan

Jika pendidikan gratis ini berjalan Pemerintah harus yakin bahwa semua anak Papua bersekolah, untuk itu jika dirasakan ada hal lain yang masih mengganjal kemauan sekolah, terutama pengaruh pergaulan yang kurang baik, maka pemerintah bekerja sama dengan pihak terkait seperti kelompok Adat, Agama, LSM dapat membuat aturan setingkat PERDA yang melindungi dan mewajibkan anak Papua bersekolah.

Penutup
Masa depan kemajuan tanah Papua tergantung kepada bagaimana pendidikan saat ini terhadap anak-anak Papua, jika mereka bersekolah itu akan baik tetapi akan lebih baik jika ada jaminan pendidikan gratis bagi semua anak Papua, karena selain kepentingan masa depan juga merupakan implementasi dari Hak Memperoleh pendidikan yang harus di jamin oleh Negara dan pemerintah, semoga.

*)Anggota Kelompok Studi Papua Bandung (KSPB), dan juga Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Bandung.

--------------------------
Sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2876

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut