Inovasi Pendidikan di Era Reformasi Yang Mengaharukan

Sabtu, Agustus 25, 2007

oleh Maman Suratman,S.Pd

Pendahuluan
Perkembangan pendidikan secara nasional di era reformasi, yang sering disebut-sebut oleh para pakar pendidikan maupun oleh para birokrasi di bidang pendidikan sebagai sebuah harapan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini dengan berbagai strategi inovasi, ternyata sampai saat ini masih belum menjadi harapan. Bahkan hampir dikatakan bukan kemajuan yang diperoleh, tapi “sebuah kemunduran yang tak pernah terjadi selama bangsa ini berdiri”.

Kalimat tersebut mungkin sangat radikal untuk diungkapkan, tapi inilah kenyataan yang terjadi dilapangan, sebagai sebuah ungkapan dari seorang guru yang mengkhawatirkan perkembangan pendidikan dewasa ini.

Tidak dapat dipungkiri, berbagai strategi dalam perubahan kurikulum, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai pada penyempurnaannya melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan sebuah inovasi kurikulum pendidikan yang sangat luar biasa, bahkan sangat berkaitan dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni yang menyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip MBS.

Namun kenyataannya apa yang terjadi di lapangan..?

Berikut ini penulis akan paparkan, mengapa penulis berani mengatakan bahwa inovasi pendidikan di era reformasi merupakan sebuah kemunduran yang tak pernah terjadi selama bangsa ini berdiri..?

Ujian Nasional
Ketika penulis menjadi pengawas dalam EBTANAS dengan sistem pengawasan silang antar sekolah , hampir semua komponen, baik Panitia maupun Pengawas Ruangan EBTANAS begitu disiplin dan sangat tertib, serta sangat menjaga kerahasiaan dalam pelaksanaannya, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar murni dan tanpa sedikitpun kecurangan.

Namun, setelah diberlakukannya kebijakan tentang Ujian Nasional (UN) sebagai penentu kelulusan seorang siswa pada jenjang satuan pendidikan. Sekolah merasa takut, jika banyak siswanya tidak bisa memperoleh nilai sesuai dengan standar minimal kelulusan. Mengapa demikian...?

1. Sekolah akan dianggap gagal jika banyak siswanya tidak lulus. Bahkan mungkin orang tua tidak akan mempercayai sekolah tersebut untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut.

2. Di era reformasi, dengan temperamen emosional masyarakat yang masih labil bahkan tak terkendali. Jika banyak orang tua yang anaknya tidak lulus, akan menimbulkan suatu gerakan emosional sosial yang tak terkendali dan kemungkinan sekolah akan menjadi sasaran amuk masa.

3. Guru sebagai orang tua di sekolah yang selama 3 tahun membimbing siswa, tidak akan tega jika ternyata banyak siswanya tidak bisa lulus, hanya karena dengan sebuah penilaian sesaat.

Dari ke tiga alasan tersebut, akhirnya dengan berbagai cara, sekolah melakukan sebuah usaha untuk bisa membantu siswanya lolos dari jeratan Ujian Nasional. Semuanya dilakukan dengan penuh suka-rela tanpa paksaan, walaupun seluruh batin Guru merintih sedih dan penuh haru.

“Inilah salah satu kecurangan di dunia pendidikan khususnya sekolah, yang belum pernah terjadi selama bangsa ini berdiri”, dan semuanya dilakukan sebagai perlawanan sekolah terhadap kebijakan pemerintah.

Yang paling menyedihkan lagi, ketika aparat birokrat dengan bangga menyatakan keberhasilannya dengan menyebutkan sekolah-sekolah yang meluluskan siswanya sampai 100%, dan akan diberikan penghargaan. (Jika menggunakan akal manusia, tidak mungkin seluruh siswa pada sebuah sekolah bisa lulus sampai 100%. Bebek saja ada yang tidak bertelurnya. Benar khan Bapak/Ibu Guru..??).

Administrasi Sekolah
Sebelum era-reformasi, siswa yang lulus akan segera memproses ijasahnya untuk bisa dibawa dan digunakan, baik untuk melanjutkan sekolahnya maupun untuk dijadikan syarat mencari pekerjaan.

Namun apa yang terjadi sekarang..?

Setelah dinyatakan lulus, siswa dihadapkan kepada proses menunggu ijasah yang begitu lama dan tak tentu kapan Izasah tersebut dapat diterima. Untuk tahun ajaran 2005-2006, blanko ijasah baru diterima oleh sekolah setelah lebih dari sebulan dari semenjak siswa dinyatakan lulus, sehingga tak heran jika di setiap sekolah masih banyak tumpukan ijasah yang belum diambil oleh pemiliknya, dengan alasan, siswa tersebut sudah berada di luar kota dan belum membutuhkan ijasah tersebut.

“Inilah kejadian yang belum pernah terjadi selama bangsa ini berdiri...”

Bahkan Buku Raport untuk tahun ajaran 2006-2007, sampai saat ini belum tentu rimbanya. Ini juga belum pernah terjadi selama bangsa ini berdiri.

Benar-benar luar biasa khan...?????

--------------------------------
Sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2741&post=6

0 komentar:

Posting Komentar

Mendukung Gerakan "One People, One Book, One Heart for Papua" yang di Lakukan oleh LPP. Kami kumpulkan buku baru dan bekas untuk bangun perpustakaan di Papua. Di Jakarta dan sekitarnya hubungi Johanes Supriyono, email:
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
 
 
 

Visitors

Pengikut